cover
Contact Name
Amalia Setiasari
Contact Email
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
ISSN : 19796366     EISSN : 25026550     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Indonesian Fisheries Policy Journal present an analysis and synthesis of research results, information and ideas in marine and fisheries policies.
Arjuna Subject : -
Articles 170 Documents
PENGENDALIAN PENYAKIT ICE-ICE BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii: KORELASI MUSIM DAN MANIPULASI TERBATAS LINGKUNGAN Robert Pensa Maryunus
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 10, No 1 (2018): (Mei 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jkpi.10.1.2018.1-10

Abstract

Serangan penyakit ice-ice di periode musim tertentu pada budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menjadi masalah serius, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Salah satu faktor pemicu awal (primary impact) adalah terjadinya kekurangan nutrien (nutrients shortage) pada perairan laut. Pada pihak lain, ketersediaan nutrien di perairan laut pada wilayah-wilayah tertentu sangat dipengaruhi oleh fenomena upwelling. Fenomena upwelling terjadi karena adanya arus lintas Indonesia yang juga turut berpengaruh terhadap musim. Makalah ini membahas keterkaitan antara serangan penyakit ice-ice, arus lintas Indonesia, fenomena upwelling, downwelling dan musim dalam kaitannya dengan upaya untuk mencegah potensi dan mengelola serangan ice-ice melalui perendaman pupuk yang mengandung sumber unsur N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium) dikombinasikan dengan pembersihan rutin dan pengaturan posisi tanam terhadap permukaan air. Tindakan manipulasi terbatas lingkungan budidaya rumput laut pada periode musim ekstrim terbukti efektif mengendalikan penyakit ice-ice sekaligus diyakini mampu mempertahankan kontinuitas produksi.Ice-ice disease attacks in certain season on seaweed cultivation Kappaphycus alvarezii are a serious problem, which are caused by interaction of various factors. One of the primary impact is the occurrence of nutrients shortage in marine waters. Meanwhile, availability of nutrients in marine waters in certain areas is strongly influenced by upwelling phenomenon. Upwelling phenomenon occurs due to the Indonesian throughflow which also affect the season. This paper discusses the correlation between ice-ice disease attacks, Indonesian throughflow, phenomenon of upwelling, downwelling and season in connection with efforts to prevent potential and manage ice-ice attacks through immersion of fertilizer which containing source of N (nitrogen), P (phosporus) and K (potassium) elements in combination with regular weeding and setting position of planting towards  water surface. The limited environmental manipulation of seaweed cultivation on the extreme season period proved to be effective in controlling ice-ice disease at a time believed to be afford of sustaining production continuity.
TEKANAN PENDUDUK TERHADAP LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA LAHAN/PERAIRAN DI WILAYAH PESISIR SERTA ALTERNATIF PENANGANANNYA Zahri Nasution; Mas Tri Djoko Sunarno
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 1, No 2 (2009): (November, 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.654 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.1.2.2009.139-155

Abstract

Tekanan penduduk terhadap wilayah pesisir seperti pembuangan limbah,sampah rumah tangga, industri, dan plastik terus berlangsung, terutama di wilayah padat penduduk. Tulisan ini menguraikan akar-akar penyebab degradasi lingkungan yang berperan di suatu area tetap dan alternatif penanggannya. Hasil kajian di kecamatan pesisir dalam Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menunjukkan bahwa kemiskinan atau pra sejahtera teramati di masyarakat pesisir. Penyebabnya antara lain adalah ketatnya persaingan pememanfaatan sumberdaya lahan/perairan, tingginya pertumbuhan penduduk, dan peningkatan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang merusak sumberdaya ikan dan pembukaan lahan tambak. Tingginya pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingginya persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan/perairan sehingga terbentuk hubungan sosial patron klien. Lingkungan pemukiman tidak baik akibat kepadatan penduduk perlu ditata. Beberapa alternatif penanganannya adalah penurunan tingkat kelahiran, pengorganisasian kelompok nelayan secara aktif dalam pembuatan aturan pemanfaatan sumber daya perikanan laut, pembatasan izin masuk wilayah penangkapan terutama untuk alat tangkap tidak selektif dan bermotor, dan penyediaan alternatif sumber pendapatan di luar perikanan.People pressures in coastal area such as waste exile of housing, industries and plastics exist continously. This paper described some roots causing environmental degradation playing in a fix area and their alternative solution. The observation in coaltal area of Distric Indramayu, West Java showed that poority or pra walfare was observed. It was caused by high competation in utilizing land/waters and high people growth, increasing use of fishing technology damaging fish resources and opening brackish water pond. High people growth caused increasing in utilizing resources of land/waters in coastal area so that client social patron existed. Bad environmental residence as a result of people density should be well organized. Some alternative solution suggested are declining natality rate, organizing fisher group in reguliting marine fiheries resource plan, limitation of enter pemit to fishing area, espicially for purse seine as well as providing an alternative source income out of fisheries.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI DANAU TOBA PASKA INTRODUKSI IKAN BILIH Sonny Koeshendrajana
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 3, No 1 (2011): (Mei 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.108 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.3.1.2011.1-12

Abstract

Pengelolaan perikanan tangkap pada hakekatnya adalah pengendalian penangkapan (control of fishing) dan pengendalian upaya penangkapan (control of fishing effort) melalui sejumlah opsi pengelolaan yang diimplementasikan oleh pihak pengelola (management authority). Kajian kebijakan dan strategi pengelolaan perikanan tangkap di perairan Danau Toba pasca introduksi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dimaksudkan untuk memberikan panduan praktek pengelolaan yang mampu menjamin keberlanjutan perikanan ikan bilih di perairan Danau Toba. Metode survei penilaian cepat (rapid appraisal survey) dan review literatur digunakan dalam kajian ini; sedangkan metode analisis deskriptif tabulatif dan content analysis digunakan untuk membantu pengambilan kesimpulan. Hasil kajian menunjukkan bahwa ikan bilih yang ditebarkan ke Danau Toba 2.840 ekor dengan ukuran panjang berkisar antara4,1-5,7 cm dan bobot 0,9-1,5 g pada tahun 2003 telah mampu memberikan dampak positif secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar Danau Toba. Penggunaan alat tangkap yang kurang ataupun tidak terkontrol telah memberikan indikasi penurunan jumlah dan kualitas stok ikan bilih; sehingga implementasi opsi pengelolaan yang meliputi pengembangan kawasan konservasi dan pengaturan serta pengendalian penggunaan alat tangkap bagan untuk menjamin keberlanjutan perikanan ikan bilih perlu segera diterapkan oleh pihak pengelola.Fishery management is essentially a control of fishing and fishing effort through various management options implemented by a management authority. Studies on policies and strategies for fishery management in the Lake Toba water body post introducing or stocking of bilih fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker)aimed at providing a sort of guidelines for management practice in order to ensure sustainability of such the fishery. Rapid appraisal survey method and literature review were used in this study. Analysis of the study used a descriptive method compounded by cross tabulated data techniques and a content anaysis method. Results show that introducing of bilih fish in the Toba Lake amounted of 2,840 piece with body length of 4.1-5.7 cm and body weight of 0.9-1.5 g in 2003 has been able to provide a positive impact to social and economic aspects of the society surrounding the Lake Toba. However, the use of uncontrolled fishing and fishing effort was led to indication of decreasing quantitatively and qualitatively such of the fish stock; therefore, implementation of management options of developing a protected or conserved area and controlled the use of bagan fishing gear has to be imposed by management authority.
STATUS SUMBERDAYA PERIKANAN UDANG PENAEID DAN ALTERNATIF PENGELOLAANNYA DI INDONESIA Bambang Sumiono
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 4, No 1 (2012): (Mei 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.229 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.4.1.2012.27-34

Abstract

Kebijakan pemanfaatan dan alternatif pengelolaan sumber daya udang di Indonesia didasarkan kepada data dan informasi tentang present status perikanan udang penaeid, meliputi aspek biologi, dinamika dan eksploitasi sumber daya udang di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) penghasil udang. Data yang dianalisis sebagian merupakan hasil survei pada Balai Riset Perikanan Laut Jakarta pada tahun 2011 serta hasil telaah tahun sebelumnya. Hasil kajian menunjukkan tingkat pemanfaatan di semua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sudah melebihi potensi lestarinya. Beberapa alternatif pengelolaan dan masalah yang dihadapi dibahas secara ringkas dalam tulisan ini.Management policy of shrimp fisheries in Indonesia is developed based on data and information analysis regarding to the present status of shrimp including biological parameters, stock dynamic, and exploitation rate in some Fisheries Management Areas that was potentially shrimp produced. Data analyzed provide part of research results carried out by the Research Institute of Marine Fisheries Jakarta in 2011 and reviews from the previous years. The results showed that shrimp catch in all Fisheries Management Areas were indicated over exploited. The states of exploitation of the shrimp stocks, alternative managements, and some problem in the management of shrimps were shortly discussed in this paper.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO Krismono Krismono; Endi Setiadi Kartamihardja
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.094 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.27-41

Abstract

Danau Limboto termasuk danau tipe rawa terletak di Provinsi Gorontalodengan luas 2.900 ha dan kedalaman antara 1-5 m. Sumber air berasal dari 20 sungai dan empat sungai di antaranya merupakan sungai besar, yaitu Sungai Bionga, Sungai Molalahu, Sungai Alo-pahu, dan Sungai Meluopo. Air Danau Limboto dikeluarkan melalui Sungai Topadu yang bermuara di Teluk Tomini dengan jarak sekitar 10 km. Masalah Danau Limboto adalah eutrofikasi dan sedimentasi, eutrofikasi ditandai dengan pertumbuhan gulma air eceng gondok yang berkembang terus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1994 tumbuhan air menutupi sekitar 35%, tahun 2004 sampai 40% dan tahun 2008 sekitar 40-60% luas permukaan air. Struktur komunitas ikan di Danau Limboto didominansi oleh ikan karnívora dan omnivora sehingga hanya sebagian kecil yang memanfaatkan eceng gondok sebagai makanannya. Sekitar 1.500 kepala keluarga hidup di selingkar Danau Limboto dengan mata pencaharian pembudidaya ikan dan nelayan. Beberapa alat tangkap yang merusak sumber daya ikan antara lain dudayaho, strom, dan bibilo. Untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan secara berkelanjutan meliputi rehabilitasi habitat danau melalui pengendalian eceng gondok, penentuan tata ruang perairan danau, revitalisasi Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 67 Tahun 2000 mengenai pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak sumber daya ikan, revitalisasi kelembagaan nelayan,dan pembudidaya ikan.Lake Limboto is classified as swamp lake types located in the Province ofGorontalo, has a water surface area of 2,900 ha and water depth range between 1-5 m. The source of water comes from 20 rivers; among others are four major rivers, namely Bionga, Molalahu, Alo-Pahu, and Meluopo Rivers. The outlet of the lake waters is Topadu River which empties into Tomini Bay about 15 km distance from the lake. The main problem of the lake is eutrofication and sedimentation which the eutrofication indicated by the nuisance growth of aquatic weeds especially water hyacinth. In 1994, the water hyacinth covered the water surface area of 35%, in 2004 to be 40% and in 2008 approximately covered 40- 60% of the total water surface area of the lake. Structure of fish communities is dominated by carnivorous and omnivorous fish so that only a small part water hyacinth utilized as fish feed. Lake Limboto support around 1,500 families live surrounding of the lake that their livelihoods as fish farmers and fishermen. Some fishing gears such as scope net of fine mesh size, electric fishing and aquatic plant fish aggregating device has destructed the fish resources. To maintain thesustainability of fish resources some management measures i.e. habitatrehabilitation of the lake through water hyacinth control, zoning of the lake, revitalization of Gorontalo District Act Nomor 67 year 2000 about prohibition on the use of destructive fishing gears; and development of fisheries co-management should be done.
STATUS PEMANFAATAN DAN UPAYA PELESTARIAN IKAN ENDEMIK AIR TAWAR DI PULAU SUMATERA Eko Prianto; Reni Puspasari; Dian Oktaviani; Aisyah Aisyah
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 8, No 2 (2016): (November, 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2347.593 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.8.2.2016.101-110

Abstract

Ikan endemik Pulau Sumatera tersebar di beberapa wilayah dengan tipe habitat yang berbeda-beda. Saat ini beberapa jenis ikan endemik terancam punah akibat degradasi lingkungan, hilang atau berubahnya habitat dan eksploitasi yang berlebihan. Tujuan penulisan untuk mengetahui status sumberdaya ikan endemik Pulau Sumatera dan upaya pelestariannya. Metodologi pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan studi literatur yang dianalisis secara deskriptif. Hasil sintesis menunjukkan, jumlah jenis ikan endemik di Pulau Sumatera mengalami peningkatan disebabkan adanya penemuan jenis ikan baru selama 20 tahun terakhir. Komposisi jenis ikan endemik Sumatera sebanyak 66 jenis yang terdiri dari 13 famili dan didominasi oleh famili Cyprinidae sebanyak 21 jenis dan famili Osphronemidae sebanyak 16 jenis. Status pemanfaatan ikan endemik Pulau Sumatera terdiri dari genting (critically endangered) sebanyak 5 jenis, rawan (vulnerable) sebanyak 7 jenis, bahaya (endangered) sebanyak 1 jenis, kurang data (data deficient) sebanyak 1 jenis dan belum dievaluasi (not evaluated) sebanyak 52 jenis. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan endemik di Pulau Sumatera diperlukan pelestarian secara in-situ dan ex-situ. Upaya pelestarian secara in-situ diantaranya melalui: a) suaka perikanan, b) rehabilitasi lingkungan dan modifikasi habitat, c) pengendalian ikan introduksi, d) menyusun regulasi penangkapan ikan sedangkan ex-situ yaitu melalui domestikasi. Sebagai rekomendasi kedepannya perlu upaya perlindungan melalui: i) penyusunan regulasi tentang perlindungan habitat ikan endemik dan upaya konservasi jenis ikan: dan ii) pengembangan hatchery untuk domestikasi dan re-stocking.Freshwater endemic fish of Sumatra island are distributed and inhabitedt in various habitat. The sustainability of this fish are under threat due to environmental degradation, habitat modification and loss, also over exploitation. Desk study in order to understand the conservation state and effort of this freshwater endemic fishes in Sumatra Island was conducted by collecting secondary data and literature review then analyzed descriptively. There is an increment number of freshwater endemic fish with several new species are recorded during the last two decades. The endemic fishes recorded in Sumatera Island are 66 species from 13 different families. Cyprinidae is the most dominant family consisting of 21 species followed by Osphronemidae consisting of 16 species. The conservation state of this freshwater endemic fish is divided into five categories; critically endangered (5 species), vulnerable (7 species), endangered (1 species), data deficient (1 species) and not yet evaluated (52 species). To date, the conservation management of endemic fishes in Indonesia, specially in Sumatra Island is still limited. Therefore, management effort, such as in-situ and ex-situ conservation should be proposed in the near future. In-situ fish conservation are: a) fish sanctuary or conservation, b) environmental rehabilitation and habitat modification, c) introduction of fish controlling, d) arrangement of fishing regulation. Ex-situ fish conservation can be carried out through domestication program. it is also recommendated that the preservation of the are endemic fishes can be done through: i) arrangement of endemic fishes habitat regulation and conservation and ii) support for hatchery development, domestication and re-stocking programs.
ANGKA ACUAN SASARAN UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG LAUT ARAFURA DENGAN TUJUAN BERAGAM Purwanto Purwanto
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 5, No 2 (2013): (November 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.97 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.5.2.2013.73-85

Abstract

Kriteria pengelolaan perikanan dalam kerangka pembangunan nasional, yaitu pro-growth, pro-poor, pro-job dan pro-environment, mengarahkan pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura untuk mengoptimumkan produksi lestari dan keuntungan perikanan, serta meningkatkan keuntungan per kapal dan peluang kerja sebagai nelayan. Masing-masing tujuan tersebut perlu ditetapkan angka acuan sasarannya yang diharapkan dicapai dalam pengelolaan perikanan. Mengingat tujuan tersebut saling bertentangan, sehingga tidak dapat dicapai bersamaan, perlu ditentukan tingkat kompromi optimal diantara tujuan tersebut dan angka acuan sasarannya. Tulisan ini menyajikan model pemrograman matematika untuk optimisasi dengan empat tujuan pengelolaan, serta menggunakannya untuk mengestimasi angka acuan sasaran dan jumlah optimal kapal penangkap. Hasil optimisasi dengan pemberian bobot prioritas yang sama terhadap empat tujuan pengelolaan perikanan dalam kerangka pembangunan nasional menunjukkan bahwa angka acuan sasaran pada tingkat kompromi optimal dicapai dengan pengendalian upaya penangkapan pada tingkat yang setara dengan daya tangkap 512 kapal pukat udang 130 GT. Angka acuan sasaran yang sama dihasilkan dari optimisasi dengan pemberian bobot prioritas yang lebih tinggi terhadap dua tujuan pengelolaan perikanan sesuai dengan Pasal 6 Undang Undang Perikanan tahun 2004.The criteria of fisheries management undertaken in a framework of national development, particularly pro-growth, pro-poor, pro-job and pro-environment, guide the management of shrimp fishery in the Arafura Sea to optimising shrimp production and fishery profit, and increasing per vessel profit and job opportunity as fishers. As those objectives were conflicting that could not be achieved simultaneously, it is necessary to seek an optimal compromise amongst several conflicting objectives and to estimate their target reference points. This paper presents a mathematical programming model accommodating four objectives of fisheries management, and the utilisation of this for estimating the target reference points and the optimal number of fishing vessels. The result of optimisation shows that target reference points at the optimal compromise levels for the four conflicting objectives, with equal priority, of fisheries management supporting the national development could be achieved by controlling fishing effort at the level equal to fishing power of 512 shrimp trawlers of 130 GT. The same target reference points resulted from the analysis providing higher priority to the objectives of fisheries management stated in Article 6 of Fisheries Act of 2004.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KE DEPAN DEVELOPMEN POLICY OF MARINE AND FISHERIES Sharif Cicip Sutardjo
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 6, No 1 (2014): (Mei 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.317 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.6.1.2014.37-42

Abstract

Konsep negara kepulauan sangat besar manfaatnya bagi Indonesia, karena dapat menjadikan laut sebagai penyatu pulau-pulau serta memperluas wilayah perairan kita. Sumber daya kelautan Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia, dengan potensi sumber daya ikan tangkap laut sebesar 6,5 juta ton per tahun, potensi perikanan budidaya payau mencapai 2,96 juta hektar dan potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar. Selain itu laut Indonesia memiliki potensi migas dan wisata yang besar. Hasil pembangunan kelautan dan perikanan telah dapat meningkatkan PDB perikanan menjadi 6,48 % dengan nilai nominal sebesar Rp 57,69 triliun dan meningkatkan ekspor dengan surplus sebesar US$ 3,52 milyar. Selain itu juga dapat meningkatkan produksi perikanan, tingkat konsumsi ikan, produk olahan dan surplus produksi garam. Luas kawasan konservasi juga meningkat tajam, begitu juga pengelolaan pulaupulau kecil dan pengawasan. Keberhasilan pembangunan perikanan tersebut tercapai berkat program industrialisasi perikanan dengan pendekatan ekonomi biru. Kebijakan pembangunan ke depan adalah kebijakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dengan mempertimbangkan konsep negara kepulauan dan potensi kelautan yang besar. Concept of archipelagic country gives a big benefit for Indonesia, since the concept introduces the sea as unifying islands and widensour territorial waters. Indonesian marine resources are the largest marine mega-biodiversityin the world, in which the potencies for capture fisheries resources, brackishwater aquaculture area, and marine culture area are 6.5 millions/year,2.96 million ha and 12.55 million ha respectively. Meanwhile, the sea has also huge potency for oil and gas as well as tourism. Marine and fisheries development has increased GDP of fisheries into 6.48% which is approximately valued Rp 57.69 trilliun and increased export surplus of US$ 3.52 billion. The development has also increased fisheries production, fish consumption level, processed product volume, and salt production. Conservation area, small islands management and surveillance increased sharply. Those fisheries development success was reached due to fishery industrialization programs through blue economic approach. The next development policy is a sustainable development by considering the concept of Island Nations and large maritim potency.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU Arif Wibowo; Ridwan Affandi; Kadarwan Soewardi; Sudarto Sudarto
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 2 (2010): (November, 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.177 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.2.2010.79-89

Abstract

Ikan belida (Chitala lopis) adalah salah satu ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan ini menjadi terancam. Hal ini secara jelas terlihat dari produksi tahunan ikan belida yang terus menurun, baik di tingkat nasional maupun di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Sungai Kampar menjadi fokus kajian, karena tiga alasan yaitu ekosistem yang kompleks dan lengkap, semua tipe habitat ikan belida ada di Sungai Kampar,ikan belida di Sungai kampar teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik dan produksi tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong tinggi dan terjadi penurunan drastis. Upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan belida di Sungai Kampar sangat diperlukan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian jenis ikan ini. Manfaat yang diperoleh tidak hanya mempertahankan kelestarian sumber daya namun juga memaksimalkan manfaat ekonomi dari sumber daya tersebut.Giant featherback is an indonesian native fish species that has economic and cultural value. Unfortunately, unfriendly human activities, and changing of water quality threaten this species. These impacts are cleary see on reduction of giant featherback annual production, both at national level and Kampar River, Riau Province. Kampar River become the main interest of management because of three reasons, which are Kampar River represent a complex and complete ecosystem, Kampar River’s giant featherback has extensive variation on morphology and spesific, and the annual production of Kampar River’s giant featherback is relatively high and drastically decline. Conservation and management efforts on Kampar River’s giant featherback resources are urgent and important for its resources sustainablity. The benefits are not only maintain Kampar River’s giant featherback resources but also optimalize its economic benefits.
PENGUATAN KEARIFAN LOKAL SEBAGAI LANDASAN PENGELOLAAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN DI SUMATERA Dian Oktaviani; Eko Prianto; Reny Puspasari
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 8, No 1 (2016): (Mei 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.961 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.8.1.2016.1-12

Abstract

Kearifan lokal merupakan suatu nilai budaya yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat Indonesia dan diakui keberadaannya oleh hukum negara. Kearifan lokal yang masih berlakudi dalam kehidupan masyarakat Sumatera terkait dengan pengelolaan perikanan perairan umum daratan terdiri dari lelang lebak lebung (Sumatera Selatan), lubuk larangan (Jambi dan Sumatera Barat), rantau larangan (Riau), ma’uwo (Riau), dan upacara semah terubuk (Riau).Dari kelima kearifan lokal tersebut, lubuk larangan termasuk sistem pengelolaannya sudah menjadi salah satu kegiatan pemerintah sampai di tingkat nasional.Penguatan kearifan lokal dengan kajian ilmiah dapat menjadikan kearifan lokal sebagai bagian dari sistem pengelolaan perikanan yang efektif dan efisien berbasis masyarakat.Kajian ilmiah terhadap kearifan lokal yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan dapat didekati dengan etnobiologi (analisis emik dan analisis etik).Selanjutnya, kearifan lokal dapat diperkuat secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.Local wisdom is a cultural value that can not be separated from the life of the Indonesian people and its existence is recognized by state law. Local wisdoms found in Sumatra related to inland fisheries management are lebak lebung (South Sumatra), lubuk larangan (Jambi and West Sumatra), rantau larangan (Riau), ma'uwo (Riau), and upacara semah terubuk (Riau).Lubuk larangan including its management system has become one of the government's activities to the national level. Strengthening local wisdom with scientific studies can make it is as part of effective and efficient community-based fisheries management system. Scientific studies on local wisdom related to fisheries management could be analyzed by applying ethnobiology approach (emic and etic analysis).

Page 4 of 17 | Total Record : 170