cover
Contact Name
Firman Freaddy Busroh
Contact Email
firmanbusroh@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnallexlibrum@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota palembang,
Sumatera selatan
INDONESIA
Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 24073849     EISSN : 26219867     DOI : -
Core Subject : Social,
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang yang bertujuan sebagai sarana media akademik membahas permasalahan ilmu hukum. Berisikan tulisan ilmiah, ringkasan hasil penelitian, resensi buku dan gagasan pemikiran. Redaksi mengundang para dosen, ahli, mahasiswa, praktisi dan masyarakat yang berminat untuk menuangkan hasil pemikirannya kedalam tulisan ilmiah. Jadwal penerbitan setahun 2 (dua) kali pada bulan Juni dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 178 Documents
Eksistensi Kedaulatan Negara dalam Penerapan Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional Danel Aditia Situngkir
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2018: Volume 4 Nomor 2 Juni 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.244 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v4i2.105

Abstract

Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan merupakan aspek terpenting dari negara. Secara sederhana kedaulatan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan hukum nasional dalam wilayah teritorialnya. Namun dalam perkembangannya kedaulatan negara mengalami perubahan. Salah satu alasan perubahan terhadap kedaulatan negara adalah perhatian terhadap masalah hak asasi manusia dalam beberapa dekade terakhir. Sejarah kelam perang dunia pertama dan perang dunia kedua membawa konsep bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan harus dihukum dan tidak dapat dibiarkan. Maka dari itu didirikanlah Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan Statuta Roma yang memiliki kewenangan terhadap kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Pendirian Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian terpenting dalam perlindungan hak asasi manusia. Disisi lain perlindungan terhadap kedaulatan negara juga merupakan aspek terpenting dalam hubungan internasional. Maka dari itu Negara disarankan untuk menyelesaikan masalah domestik dan internasional secara damai dan melengkapi undang-undang nasional yang mengatur dengan peraturan kejahatan yang paling serius. Kata Kunci : Kedaulatan Negara, Hak Asasi Manusia, Mahkamah Pidana Internasional Abstract: State is one of the most important legal subject of international law. The most important element of a country is sovereignty. Sovereignty can be defined as the ability to apply the national law throughout the territory of the country. But the paradigm of this country’s sovereignty has changed over the development. One of the reason is the attention to human rights issues in recent decades. The dark history of the first and second world war deliver the ideas that crimes against humanity outstanding will be punished and should not be ignored. To overcome this problem International Criminal Court was established by the Rome Statute that has the authority to extraordinary crime that is the crime of genocide, crimes against humanity, war crimes, and crime of aggression. The establishment of The International Criminal Court is an important part of the protection of human rights. However, the protection of the sovereignty of the State is also an important aspect of the international relations. Thus thestate is advised to solve the domestic and international issues peacefully and complement national laws governing with regulation the most serious crimes. Daftar Pustaka Buku-Buku Adolf, Huala. 2011.Aspek-Aspek negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Kini Media Bhakti Ardhiwisastra, Yudha. 1999. Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Negeri Asing. Bandung: Alumni ---------. 2003. Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni Campbell Black, Henry, M.A. 1968.Black's Law Dictionary, Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, St. Paul, Minn. West Publishing Co, Revised Fourth Edition Gede Atmadja,Dewa. 2012. Ilmu Negara Sejarah Konsep Kenegaraan. Malang: Setara Pers Istanto, Sugeng. 2010.Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni Mahmud Marzuki, Peter. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Grup N. Shaw, Malcolm QC. 2003. International Law, Fifth Edition, Cambridge-England: Cambridge University Press Parthiana, I Wayan. 2006. Hukum Pidana Internasional. Bandung: CV. Yrama Widya, Cetakan I Satria Buana, Mirza. 2007.Hukum Internasional Teori dan Praktek. Badung: Nusamedia Sefriani. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sunggono, Bambang Sunggono. 2003. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT RajaGrafindo Thontowi, Jawahir. 2006. Hukum International Kontemporer. Bandung:PT. Refika Aditama Sumber lain Allof, Phillip.New Order For a New World , Oxford University Press, Oxford, 2001 Bassiouni, Cherrif. International Crimes Jus Cogens and Obligatio Erga Omnes, Law and Contempory Problems, Vol.59 No.4, 1997 Fitzmaurice, Malgosia. Third Parties and the Law of Treaties, Max Planck Yearbook, Volume 6, Kluwer Law International, Netherlands, 2002 Konvensi Montividio 1933 Riyanto, Sigit. Re-interpretasi kedaulatan Negara dalam hukum Internasional, disampaikan dalam pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Universitas Gajah Mada diakses melalui http://repositoryugm2.azureedge.net Situation and Case, http://www.icc-cpi.int Statuta Roma 1998 tentang Pendirian Mahkamah Pidana Internasional The Charter and Judgment of the Nürnberg Tribunal-History and Analysis:Memorandum submitted by the Secretary-General, 1949,United Nations-General Assembly International Law Commission Lake Success, New York,http://www.cininas.lt/wp-content/uploads/2015/06/1949_UN_ILC_N_statuto_koment.pdf
Eksistensi Pengadilan HAM dalam Menyelesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Nur Amin
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2016: Volume 2 Nomor 2 Juni 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1795.662 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v2i2.70

Abstract

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM sebenarnya telah di akomodir dalam undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, tinggal kemauan, keberanian dan konsistensi dari stakeholder terkait untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM baik pelanggaran HAM masa lalu maupun masa sekarang. Pengungkapan kasus pelanggran HAM menjadi sangat penting karena, tanggung jawab HAM juga berada dipundak negara. Oleh sebab itu, negara wajib untuk menyelidiki atau mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para korban atau ahli waris pelanggaran HAM, atau rakyat Indonesia sehingga generasi yang akan datang akan bisa membangun dirinya tanpa harus mengungkit-ungkit kesalahan masa lampau. Kata Kunci: Abstract: Resolution of case of human rights violations have actually accommodated in the law No.26 of 2000 on Human Rights Court, living will, courage and consistency of relevant stakeholders to resolve human rights cases of human rights violations both past and present. Disclosure of cases of human rights violations to be very important because, responsibility for human rights is also the state's shoulders. Therefore, the state is obligated to investigate or prosecute cases of human rights violations in INdonesia, in order to provide legal certainty to the victims or heirs of human rights violations, or the people of Indonesia establish itself without having to bring up errors the past. Daftar Pustaka Buku : Djokosoetono, Kuliah Ilmu Negara, ditulis kembali oleh Harun Al Rasyid, Ghalia Indonesia, 1982. Efendi A. Masyur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia indonesia, Bogor, 2005. John Locke , Two Treatise of Civil Government, Bentor Book, New York, 1963. Kusumaatmadja, Mochtar, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, tanpa tahun. Irsan, Koesparmono, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta, 2009, Leah Levin, Human Rights Questions and Answer, India: National Book Trust, 1998. M. Gultom, Binsar, Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. M. Arief Mansur, Dikdik, Hak Imunitas Aparat Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, 2012. Muladi, Hukum dan Hak Asasi Manusia Dalam Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, dan Negara hukum. Kumpulan Esai guna menghormati Prof. Dr. R. Sri Soemantri, SH. Gaya Media Pratama, Jakarta,1996. Magnis Suseno, Franz, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Marol dasar Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta,1999. M. Hadjon, Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 1993. Jurnal: Mirza Alfath, Antinomi Penegakon Hukum (Relasi Kekuasaan Dan Hukum Dalam Kasus Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, Jurnal Yudisial.Vol. IV/No-02/ Agustus/2011, Komisi Yudisial Republik Indonesia. Internet : Loudewijk F. Paulus, Terorisme, http://bulctinlitbang.dephan-go.id. Diakses pada tanggal 18 Juni 2013 jam 12.17. Undang-undang: Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Peraturan perundang-undangan : Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi.
Pendaftaran Tanah Adat untuk Mendapat Kepastian Hukum Di Kabupaten Kepahiang Bambang Sugianto
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2017: Volume 4 Nomor 1 Desember 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1832.869 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v4i1.94

Abstract

Abstrak: Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria UU No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan perintah dari Pasal 33 ayat (3) Undan Undang Dasar Republik Indonesia 1945 untuk mewujudkan unifikasi hukum tentang pendaftaran tanah adat dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum, tertib penggunaan tanah dan administrasi sistem pertanahan. Dalam pendaftaran tanah menimbulkan beberapa permsalahan dan kendala. Adapun kendala dari pihak masyarakat yaitu mahalnya biaya pendaftaran dan masyarakat kurang mengerti fungsi dari sertifikat sehingga masyarakat tidak berminat mendaftarkan hak atas tanah. Dalam pe-laksanaan pendaftaran tanah prosedurnya terlalu lama sehingga tibul anggapan hukum adat (kebia-saan) yang berlaku dalam masyakat cukup kuat untuk mengatur masalah pertanahan baik berupa jual beli, hibah dan warisan. Sedangkan kendala dari pihak pemerintah (ATR/BPN) tidak ada bukti tertulis terhadap hak atas tanah dan terbatas biaya dan tenaga teknis yaitu juruukur dan pemetaan dalam melakukan pendaftaran tanah serta kurangnya penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat oleh kantor ATR/BPN ini menimbulkan kurang mengertinya terhadap kegunaan sertifikat. Untuk melakukan peralihan hak baik jual beli, hibah dan warisan masih banyak dilakukan masyarakat dihadapan kepala desa dan bukti kepemilikan hak ditemui pada masyarakat yaitu segel yang dibuat kepala desa dan bukti tertulis yang dibuat secara kekeluargaan. Disamping bukti tersebut ada bukti tidak tertulis yaitu penggarapan secara terus menerus, ditanamnya tumbuh-tumbuhan keras dan ba-tas serta tanda yang diberikan oleh pemegang hak. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka upaya yang dilakukan kantor ATR/BPN yaitu tidak memberikan batas waktu pengajuan pendaftaran hak yang dimuatkan dalam surat pengakuan hak. Untuk hak milik adat dengan bukti tertulis tidak dilakukan konversi, terhadap biaya yang mahal diberikan kemudahan dan keringanan dalam sistem pembayaran untuk pendaftaran hak milik adat. Kata-kata kunci : Pendaftaran tanah, Kendala dalam pendaftaran tanah Abstract: The birth of the Basic Agrarian Law UU No.5 of 1960 and Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration is an order of Article 33 Paragraph (3) the web of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 to realize legal unification on registration of customary land in order to guarantee Legal certainty, orderly use of land and administration of land systems. In the registration of land raises several problems and obstacles. The constraints of the community is the high cost of registration and the community does not understand the function of the certificate so that people are not interested in registering land rights. In the implementation of the registration of land prosedure was long ago so tibul customary law (custom) prevailing in society is strong enough to regulate land issues either in the form of buying and selling, grants and inheritance. While the constraints of the government (ATR / BPN) there is no written proof of land rights and limited costs and technical personnel in the measuring and mapping in the registration of land and lack of extension provided to the community by the ATR / BPN office is causing less understanding of Use of certificates. In order to transition the rights of good sale and purchase, grants and inheritance are still mostly done by the community in front of the village head and the proof of ownership of rights to be found in the community, namely the seal made by the village head and written evidence made in a kinship. Besides the evidence there is unwritten evidence of continuous cultivation, the planting of harsh vegetation and borders and marks given by the right holder. To overcome these problems, the effort made by the office of ATR / BPN is not to submit deadline for submission of rights registration contained in the letter of recognition of rights. For customary property rights with no written proof of conversion, expensive fees are granted by ease and relief in the payment system for registration of customary property rights. Daftar Pustaka Abdurrahman, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, Alumni Bandung: Bandung; 1985. A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan ketujuh), 1993. ------------------------, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Sari Perkuliahan, CV. Mandar Maju Bandung (cetakan kedua), 1994. ------------------------, Tanya Jawab Hukum Agrarian, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan ketujuh), 1994. ------------------------, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV Mandar Maju Bandung (Cetakan kedua), 1994. Bachtiar Efendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Alumni Bandung, 1983. Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Persfektif di Indonesia, PT. Remadja Karya Bandung, 1984. Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional dan Pembangunan Hukum Nasional, Gajah Mada University Press, Yogyakarta: 1994. Peraturan Perundang-undangan dan lain-lain Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undan Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Undang-Undang Hak Tanggungan Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997. Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Presiden Republik Indonesi Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan. Peraturan Menteri ART dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.
Harmonisasi Peraturan Daerah Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Yuli Asmara Triputra
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2016: Volume 3 Nomor 1 Desember 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1491.442 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v3i1.61

Abstract

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (terakhir diundangkan dengan UU No. 23 Tahun 2014) tentang Pemerintahan Daerah telah menjadi dasar dan memberikan legitimasi bagi daerah untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya guna mengatur urusan rumah tangganya pasca runtuhnya rezim Orde Baru yang bercorak sentralistik. Kewenangan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya diperkuat dengan diterbitkannya Tap MPR No. III/ MPR/ 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan Republik lndonesia jo. UU No. 12 Tahun 20ll yang memberikan tempat bagi Peraturan Daerah (Perda) di dalam sistem hukum nasional. Kewenangan daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya melalui Perda menimbulkan persoalan tersendiri bila dikaitkan dengan sinkronisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya, bahkan tidak jarang bertentangan dengan peraturan selevel undang-undang. Hal ini seringkali menjadi kendala dalam pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik lndonesia, utamanya di bidang investasi. Lemahnya pengawasan pemerintah pusat dalam proses pembentukan suatu Perda merupakan salah satu indikator mengapa kerap terjadi tumpang tindih antara Perda terhadap peraturan yang berada di atasnya. Kata Kunci: Peraturan Daerah, Peraturan Perundang-undangan, Otonomi Daerah, Harmonisasi Peraturan, Investasi. Abstract: Act No. 22 of 1999 (the last regulated by Act. 23 of 2014) on District Government has become the foundation and legitimize for district to carry out the widest possible autonomy to manage household affairs after the collapse of the Indonesia New Order regime patterned centralized. The Goverment District authority to manage the affairs of goverment is strengthened by the issuance of TAP MPR No. III / MPR / 2000 about Source of Law and Order Procedure Legislation of the Republic of Indonesia jo. Act No. 12 of 2011 which provides space for the District Regulation (Perda) in the national legal system. The goverment district authority to manage the affairs of the household throught legislation raises its own problems when associated with synchronization of the laws and regulations that are in it, even less so at odds with level regulatory legislation. This are frequantly an obstacle to national development in the framework of the Republic of Indonesia, particularly in the fields of investment. Weak supervision by the central government in the process of establishing a regulation is one indicator of why the frequent overlap between regulation of the rules above it. Daftar Pustaka Abdul Bari Azed, Harmonisasi Legislasi Pusat dan Daerah Melalui Penguatan Peran dan Fungsi DPRD di Bidang Legislasi, dalam Tim Penyusun Buku Hakim Konstitusi, Menata Ulang Sistem Peraturan Peraturan Perundang-undangan Indonesia Jejak Langkah dan Pemikiran Hukum Hakim Konstitusi Prof. H.A.S. Natabaya, SH., LL.M., Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008. Agus Syamsuddin, Mengenai Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Asnawi Arbain, Akuntabilitas Produk Legislasi Daerah : Kritik Terhadap UU No. 32 Tahun 2004, Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS)- Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Jakarta, 2007. Asnawi Arbain, Akuntabilitas Produk Legislasi Daerah : Kritik Terhadap UU No. 32 Tahun 2004, Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS)- Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Jakarta, 2007. Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, UNSIKA, Karawang, 1993. Detik News, Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Mendagri Batalkan Ribuan Perda Penghambat Investasi, 19 Oktober 2016. HAW. Widjaja, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1998. H. Djoko Sudantoko, Dilema Otonomi Daerah, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2003. Hassan Shaddily, dkk, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Irawan Soetijo, Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara, Jakarta, 1983. Ismantoro Dwi Yuwono, Kumpulan Perda Bermasalah & Kontroversi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012. Kusnu Goesniadhie, Harmonasisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-Undangan (Lex Specialis suatu Masalah), Penerbit JP BOOKS, Surabaya, 2006. M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Arkola, Yogyakarta, 1995. Moh. Hasan Wangakusumah, dkk, Perumusan Harmonisasi Hukum tentang Metodologi Harmonisasi Hukum, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1996/1997. Ni'matul Huda, Hubungan Pengawasan Produk Hukum Daerah antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Hukum FH-UII, Yogyakarta, No. Edisi Khusus, Vol. 16 Oktober 2009. Robert Bocock, Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni, Penerbit Jalasutra, Yogyakarta, Tanpa Tahun. Satya Arinanto & Ninuk Triyanti (editor), Memahami Hukum Dari Konstruksi sampai Implementasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. Siti Nurbaya, Problematika Politik Hubungan Pusat-Daerah Dalam Sistem Desentralisasi di Indonesia, dalam Satya Arinanto & Ninuk Triyanti (editor), Memahami Hukum Dari Konstruksi sampai Implementasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Alternatif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997. Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-Rambu u Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Edisi Kedua, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Perundang-undangan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No. 51 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RI. Keppres No. 188 Tahun 1998, tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Lampiran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000, tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, sub program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Internet http://ads.hukumonline.com/berita/, Ini Empat Catatan Terkait Perda Penghambat Investasi di Daerah, diakses 20 Desember 2016 www.kppod.org/index.php: Perda-bermasalah-hambat-investasi, diakses 27 Januari 2013
Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice Ronny F Sompie
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2015: Volume 1 Nomor 2 Juni 2015
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1854.589 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v1i2.85

Abstract

Tuntutan masyarakat agar penyidik Polri memahami kewenangannya melakukan tindakan terhadap pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan berdasarkan prinsip demi mewujudkan keadilan (Pro Justitisia), hal ini merupakan wujud rangkaian tindakan hukum dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Penyidik Polri sebagai penegak hukum agar tidak terjadi keraguan dalam mengambil tindakan diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 7 Ayat (1) butir j dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara yang diatur dalam Pasal i6 ayat (1) butir 1 dan Pasal 18, "dapat mengambil tindakan lain", dengan "syarat-syarat tertentu", yang disebut dengan diskresi Folri. Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya saat ini, dengan berkembangnya lingkungan strategis tuntutan masyarakat mewujudkan restorotive justice sebagai suatu solusi memenuhi rasa keadilan masyarakat, penyidik Polri harus realistis mengkaitkan tindakan diskresi dengan restorative justice. Secara konseptual Restorative Justice merupakan suatu model pendekatan dalam upaya penyelesaian perkara pidana, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. PBB melalui basic principles menilai bahwa pendekatan restorative justice merupakan pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional. Di Indonesia penyidik Polri terkait pola restorative justice hanya melaksanakan kewenangannya terkait tindak pidana Anak berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun L997 tentang Peradilan Anak. Dilain pihak, tindak pidana yang bersifat umum dimungkinkan penyelesaian secara restoratif. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan studi kasus di Mesuji dan kasus Makam Mbah Priok, Tanjung Priok, Jakarta utara, berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berkaitan dengan pemecahan masalah, penelitian dilakukan melalui dua metode pendekatan, yakni pendekatan yuridis normatif dan yuridis sasiologis. Masalah dalam penelitian ini, (a) Bagaimanakah konsep diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice ? (b) Mengapa perlu diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice ? (c) Bagaimanakah strategi diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice?. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa (a) Konsep diskresi Poiri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice diantaranya dengan melakukan perubahan paradigma reformasi Polri serta konsep diskresi polri yang demokratis. (b) Perlunya diskresi Polri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice dikarenakan tidak ada dasar hukum perundang-undangan yang melegitimasi tindakan hukum diskresi melaiui pendekatan restorative justice, meskipun memberikan kemanfaatan bagi keadilan masyarakat, diantaranya dengan penanganan konflik kejahatan, pencapaian tujuan restoratif, pengembangan moral dan kekuatan masyarakat serta adanya peran masyarakat. (c) Untuk mencapai pemolisian yang efektif dan fungsional dalam masyarakat, maka dilakukan strategi diskresi Polri dengan menggunakan prinsip pemulihan dan bukan penghukuman. Strategi dengan menggunakan prinsip mendahulukan pemulihan dan penjatuhan sanksi bersifat memulihkan dan menjauhi sanksi pemenjaraan. Untuk hal tersebut, guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam melaksanakan diksresi Polri berdasarkan restorative justice perlu upaya pengawasan maksimal dalam penerapkannya. Kata Kunci: Restorative Justice Abstract: Public demands that police investigators understand the authority in taking action against perpetrators of criminal acts in the process of investigation based on the principle of justice (Pro Justitisia), this is a form of a series of legal proceedings in the criminal justice system. Police investigators, to take action are given the authority that are personal, based on Law No. 8 of 1981 on Criminal Procedure Code Article 7 Paragraph (l) point j and Law No. 2 of 2002 on State Police set out in Article 16 paragraph (I) point I and Article 18, that authorizes "may take other action", with "certain conditions", which referred to the discretion of the police. The related authority with public demand embodying development of strategic environment restorative iustice, as a solution to meet the needs of the community's sense of justice, Police investigators need to be realistic to link the act of discretion with restorative justice. Conceptually Restorative Justice is a model of approach in solving criminal cases, which focuses on the direct participation of the offender, victim and community, in a criminal case settlement process. UN referred to basic principles that have been outlined in it is considered that the approach of restorative justice is an approach that can be used in a rational criminal justice system. In Indonesia Police investigators linked pattern of restorative justice only exercise its powers related criminal offense Children under Law No. 3 Year 1997 on Juvenile Justice. On the other hand, the criminal act of a general nature made possible the completion of the restoration. The method research, This research is a case study in Mesuji and Mbah Priok case, Tanjung Priok, North Jakarta. It was a descriptive analytical study. Associated with problem solving, the research carried out by two methods approaches, namely normative juridical and sociological juridical. The Problem in this research (a) How does the concept of police discretion against criminals based restorative justice? (b) Why showld need the discretion of the police against criminals based restorative justice? (c) How police discretion strategy against criminals based restorative justice?. Outcomes research this ls can was found that (a) Troubleshooting this dissertation, it was concluded that the concept of police discretion of the offinses based restorative justice paradigm include making changes to police reform and democratic policing concepts discretion. (b) The need of police discretion of the offenses based restorative justice because there is no legal basis for legislation that legitimize discretionary legal action through the restoration of justice approach, although providing benefits to society of justice, including the handling of conflicts of crime, restorative goal achievement, and moral development of the community and strength the role of community. (c) To achieve an effective and functional policing in the community, then the strategy carried police discretion by using the principle of restoration but not condemnation. Strategy by using the principle of putting the recovery and the imposition of sanctions is to recover and avoid imprisonment sanctions. For this, in order to prevent the occurrence of irregularities in the implementation of restorative justice based diksresi police need maximum control efforts in implement it. Daftar Pustaka Adrianus Meliala, (2004), Tetap Menyalakan Semangat Reformasi Polri Kemitraan Patnership, Jakarta: Intermasa. Adrianus Meliala, (2005), Paradigma Polri: Dari Abdi Kekuasan Menjadi Abdi Rakyat, Kemitraan Partnership, Jakarta. Artidjo Alkostar (2003), Membangun Kultur Polri yang Berorientasi Madani, Yogyakarta: Gama UP. Bannenberg, B., (2000), Victim-offender mediation in Germany. In Victim-Offender Mediation in Europe (The European Forum for Victim-Offender Mediation and Restorative Justice, ed, Belgium Leuven University Press, hal. 258 dalam: David Miers. Bryan A. Garner, (1958) Lubbock (Kamus Hukum), Texas: U.S. Lawyer Lexico grapher, Chris Cunneen & Carolyn Hoyle, (2010), Debating Restorative Justice, Oxford-Portland Oregon: Hard Publishing. Darmoko Yuti Witanto & Arya Putra Negara Kutawaringin, (2013) Diskresi Hakim; sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif'dalam Perkara-Perkara Pidana, Bandung: Alfabeta. David L. Carter, (1999), Dimensi Teoritis dalam Penyalahgunaan Wewenang oleh Petugas Polisi, Jakarta: Citra Manunggal. Denu Yudho Hartoko, (2006), Kebijakan Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Pamator Press. DPM Sitompul Irjend Pol. (2004), Beberapa Tugas dan Wewenang Polri, Jakarta: Divisi Pembinaan Hukum Polri. Eryanto Wahid, (2009) Keadilan Restorative dan Peradilon Konvensional dalam Hukum Pidana, Jakarta: Universitas Trisakti. Gordon Van Kessel, (1992), Adversary Excess In The American Criminal Trial, Notre Dame Law, Review, sebagaimana dikutip oleh Luhut M P Pangaribuan dalam Lay Judges dan Hakim Ad Hoc, suatu studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : FH Pascasarjana IU dan Papas Sinar Minanti. G.J.M. Cortens, (2009), sebagaimana dikutip oleh Luhut M P Pangaribuan dalam Lay Judges dan Hakim Ad Hoc, suatu studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : FH Pascasarjana UI dan Papas Sinar Minanti. indriyanto Seno Adji (2005), Arah Sistem Peradilan Pidana,Jakarta: Kantor Pengacara & Konsultan Hukum "Prof. Oemar Seno Adji & Rekan. John Braithwaite, (2002), Restorative Justice and Responsive Regulation, New York : Oxford University Press, Oxford. Khairul Saleh Amin, (2010), Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta: Pamator Press. Lukman Harun (2007), Hukum dan Keadilan (Dalam Perspektif Sosiologis), Jakarta: Pamator Press. Mardjono Reksodiputro, (1993), "sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi"; Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: FH.UI. Mardjono Reksodiputro, (1994), Sistem Peradilan Pidana Indanesia (Peranan Penegakan Hukum Melawan Kejahatan), dalam Hak Azasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (buku III), Jakarta: Pusat Pelayanan keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Muladi dan Barda Nawawi Arief, (1992), Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni. Muladi, (1995) Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: FH Universitas Diponegoro. _, (2009) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakafta: Media Press. Mohammad Muchlis (2010), Penegakan Hukum: Cita dan Kenyataan Hukum, Surabaya: Dharmawangsa Press. Rachmanto Ilyas, (2006), Kebijakan Publik (Dalam Perspektif Penegakan Hukum), Bandung: Alumni. Rudi Faridarta, (2001), Mencari Jejak Keadilan. Yogyakarta: Kanisius. Satjipto Rahardjo,(2010) Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengalaman- Pengalaman di Indonesia, Bandung, Alumni. Thomas Aaron, (1960) The Control of Police Discretions, Springfield: Charles D. Thomas. W.J. S. Poerwardarminta, (2007), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Zainuddin Ali, (2009), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika Perundang-Undangan: KUHP. Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168). Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Makalah, Jurnal & Seminar: Apong Herlina, (2004), Restorative Justice, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 3 No. III September 2004. Bagir Manan, (2006) Hakim dan Pemidsnaan, Varia Pengadilan, Majalah, No, 249 Agustus 2006, hal.5-23: Melani, Restorative Justice, Kurangi Beban LP, Kompas, Senin, 23 Januari 2006. Mardjono Reksodiputro dengan judul "Ilmu Kepolisian dan Profesionalisme Polri", dalam rangka sewindu Kajian Ilmu Kepolisian Universitas lndonesia, 2006. (KIK-UI). _, (2004), "Hukum Progresif (penjelajahan Suatu Gagasan)", Makalah disampaikan pada acara Jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang, tanggal 4 September 2004. Zudan Arief Fakhrullah, (2011), Hukum Administrasi dan Pemerintahan Daerah, kuliah S3 Hukum Universitas Borobudur, 20 Oktober 2011
Reformulasi Penerapan Electoral Threshold dalam Sistem Kepartaian Di Indonesia Firman Freaddy Busroh
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2017: Volume 3 Nomor 2 Juni 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1319.148 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v3i2.52

Abstract

Perdebatan paling seru menjelang di selenggarakannya hajatan nasional, pemilu 2014, adalah bagaimana melanjutkan reformasi di bidang politik, khususnya sistem pemilu dan pemerintahan, yang ditujukan untuk memperkuat stabilitas dan meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah. Reformulasi penerapan electoral threshold dalam proses penyederhanaan partai politik di Indonesia pertama dilakukan dalam Undang-Undang Pemilu 2004. Penyederhanaan parpol dilakukan lewat Electoral Threshold (ET) sebesar 2%. Kedua Undang-Undang Pemilu 2009 dengan ET 3%. Partai-partai yang mampu memenuhi angka tersebut ngotot untuk memegang teguh ketentuan tersebut, sementara bagi partai-partai yang tidak lolos ketentuanET 3% berusaha sekuat mungkin agar tetap mengikuti pemilu 2009. PBB merupakan salah satu partaiyang mencoba untuk menghapus ketentuan tersebut agar dapat langsung ikut pemilu 2004. Dan perjuangan PBB dengan partai-partai kecil lainnya pun berhasil, ET 3% pun terhapus. Karena ET dihapus maka sebagai gantinya untuk melakukan penyederhanaan parpol diganti menjadi Parliamentary Threshold (PT) 2,5%. Kini perdebatan mengenai penyederhanaan partai muncul kembali dalam menyusun undang-undang pemilu 2014, dan perdebatan ini muncul tak jauh dari apa yang terjadi saat menyusun undang-undang pemilu 2009. Karena itu wacana yang dominan hanyalah seputar jumlah angka dalam menaikkan PT, ada yang menghendaki tetap, naik menjadi 3-4 % hingga ke tingkat ekstremis 5%. Kata kunci :Electoral Threshold; Reformulasi Partai Politik; Pemilu; Parliamentary Threshold. Abstract: The most intriguing debates in selenggarakannya celebration ahead of national elections in 2014, is how to continue the reform in the field of politics, especally electoral sytem and government, which is intended to strengthen the stability and increase the effectiveness in implementing government policies. Reformulation of the application of the electoral threshold in the process of simplification of the political party in Indonesia was first performed in 2004. The Electoral Law Simplification done thorugh political parties Electoral Threshold (ET) by 2%. Second Act 2009 elections by ET 3%. The parties were able to meet these numbers determined to upload these provisions, while for parties that do not qualify for the provisions ET 3% do everything possible in order to stay abreast of the elections of 2009. The United Nations is one of the party who are trying so delete that provision in order to direct part in the elections 2004 and the UN struggles with other smaller parties also managed, ET 3% then cleared. Because ET is removed it instead to simplify the parties changed to Parliamentary Threshold (PT) of 2.5%. Now the debate about simplification of the party appear back in drafting eletoral law of 2014, and this debate appeared not far from what happens when drafting the electoral law of 2009. Due to the dominant dicourse is just about the number of digits in raising PT, no desire remains, rose to 3-4% to the 5% level extremist Daftar Pustaka Assiddiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Bhuana Ilmu Populer (Group Gramedia), Jakarta,2009. Safa'at, Muhammad Ali, Pembubaran Partai Politik., Rajawali Pers, Jakarta,2011 Bangun, Zakaria, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pascaamandemen UUD 1945, Penerbit Bina Media Perintis, Medan, 2007. Huda, Ni'matul, Lembaga Negara Masa Transisi Meruju Demokrasi. Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2007. Mainwaring, Scott, Presidentialism, Multipartai and Democracy: The Difficult Combination, dalam Comparative Polical Studies, Vol. 26, 1993. Rahimi. Haris, Polilik dan Pemerintahan Indonesia, MIPI Pusat,2009. Muchlis, Edison, Sistem dan Regulasi Pemilihan Presiden langsung 2004, Pemilihan Presiden langsung 2004 dan Masalah Konsolidasi Demokrasi di Indonesia,LIPI,2005. Manan. Bagir, Lembaga Kepresidenan Pengaturan dan Pelaksanaanya, UII Pers bekerjasama dengan Gama Media, Jogyakarta,1999. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pekerja Anak, Upaya Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia, Faktor Penyebab dan Metode Pencegahannya Derry Angling Kesuma
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2015: Volume 2 Nomor 1 Desember 2015
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1909.34 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v2i1.75

Abstract

Faktor-faktor yang menyebabkan anak Indonesia terutama yang tinggal di kota Palembang terkategori anak jalanan, pengemis dan gelandangan adalah disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. anak jalanan, pengemis dan gelandangan mempunyai kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, mempunyai cacat tubuh sehingga mcmpersulit mencari pekerjaan, dan mempermudah bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan sebagai pengemis. karena rasa iba orang lain akan memperbanyak pendapatan mereka. Sedangkan gambaran anak jalanan latar belakang pendidikanya rendah. kondisi ekonomi keluarga pas-pasan, berusia sekolah tetapi mereka lebih tertarik untuk berada di jalanan dan bekerja sebagai gelandangan dan pengemis, karena tidak diikat oleh peraturan, latar belakang pendiidikan relatif rendah (ada yang sedang sekolah dasar/menengah pertama). Latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang mendorong dan menarik untuk tetap bertahan menjadi anak jalanan dan pengemis dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu Faktor besar pendapatan yang dapat diperoleh dan pengemis merupakan pekerjaan yang mudah. Jaringan hubungan yang ditemukan diantara para pengemis dan anak jalanan tidak terjadi secara formal dalam organisasi yang permanen, tetapi dilakukan secara informal dan spontan. Oleh karena itu, pada dasarnya tidak terdapat jaringan dalam arti yang sesungguhnya, yang ada hubungan antar pengemis atau anak jalanan dalam melaksanakan pekerjaan. Aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan tersebut adalah anak-anak, orangtua, saudara, teman. Hubungan-hubungan yang terbentuk dalam kumpulan dapat bersifat saling memanfaatkan, koordinatif-ekspioitasi, dan koordinatif-kerjasama. Alternatif model penanganan anak jalanan mengarah kepada 3 jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base. Untuk menanggulangi anak Indonesia terutama yang berada di kota Palembang tidak akan menjadi anak jalanan. pengemis dan Gelandangan dapat juga dilakukan dengan cara menerapkan model Street-centered intervention, Family- centered intervention, Institutional-centered intervention, dan Community-centered intervention. Kata Kunci: Implementasi, Hak Anak Abstract: Factors that led to Indonesian children who live ini the city of palembang categorized street children, beggars and bums are caused by things as follows: a. Street children, beggars and homeless families have economic conditions that mediocre,,, have a disability which makes it difficult finding a job, and make it easier for them to get a job as a beggar, because the compassion of others will increase their income. While the picture of street children background pendidikanya low, the economic conditions of families mediocre, old school but they are more interested in being on the streets and working as geandangan and beggars, because it is not bound by regulations, educational background is relatively low (there being primary shool/secondary). social background, cultural and economic push and pull to survive become street children and beggars can be categorized into two major factors yaitu revenue that can be obtained and begging an easy job. Network of relationships found between beggars and street children do not occur formally within the organization permanently, but done informallu and spontaneously. Therefore, basically there is no network in the real sense, that there is a relationship betwen beggars or street children in carrying out the work. Actors involved in the relationship are children, parents, relatives, friends. Relationships are formed in the collection can mutually exploit, coordinative-exploitation, and coordinative-cooperation. Alternative models of handling street children leads to three types of models of family base, institutional base and multi-system base. To cope with the children of Indonesia, especially in the city of Palembang ankan not become street children, beggars and homeless could also be done by applying the model of Street-centered intervention, Family-centered intervention, Institutional-centered intervention, and community-centered intervention. Daftar Pustaka Penulis adalah Dosen Tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang Afrizal, "A Study of Matrilineal Kin Relation in Cotemporary Minangkabau Society of West Sumatera", Tesis Master of Art, Tasmania University , 1996. Farid Mohammad,. "Pekerja Anak, Upaya Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia dan Konvensi ILO (no.l38)", Jurnal Analisis Sosial, Edisi 5 Juli 1997, Akatiga dan UNICEF, Jakarta, 1997. Hanandini, Dwiyanti, dkk., "Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual terhadap Anak Jalanan", Laporan Penelitian, Dana HEDS, 2004. Hanandini, Dwiyanti, dkk, Perlindungan Anak Jalanan dari Tindak Kekerasan dan pelecehan Seksual, Laporan penelitian, Dana HEDS, 2005. Parsons et.al dalam Pramono, Wahyu, Pekerja Anak Sektor Informal Di Terminal Bus dan Angkutan Kota Kotamadya Padang, Laporan Penelitian (tidak diterbitkan), Lembaga Penelitian Universitas Andalas, padang, 2000. Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,PT. Refika Aditama, Bandung, 2005. Soetomo. Masalah sosial dan pembangunan, PT. Dunia pustaka Jaya, Jakarta, 1995. Utomo, Suwarno. 1996. "Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Anak Usia Sekolah di Sektor Informal di Kotamadya Bengkulu" Tenaga Kerja Anak Indonesia: Rangkuman dan Sari Literatur, PDII-LIIP dan UNICEF, Jakarta. Wiyoga, Giwo Rubiyanto, dalam "Anak Jalanan Juga Anak Bangsa", http:// www.jurnalnasional.com/ diakses tanggal 01 November 2015 http://www.hupelita.com), diakses tanggal 01 November 2015 http://www.antara-sumbar.com, diakscs tgl 12-8-2009, diakses pada tanggal 01 November 2015
Penerapan Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dalam Penyelesaian Perkara Di Peradilan Agama (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Palangkaraya No 80/Pdt.G/2012/PA.Plk) ) Junaidi *
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2018: Volume 5 Nomor 1 Desember 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (662.244 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v5i1.118

Abstract

Dalam mengajukan permohonan perceraian, tidak sedikit dari mereka yang menggabungkan beberapa tuntutan dalam satu gugatan. Biasanya disebut kumulasi gugatan atau samenvoeging van vordering, yaitu penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum ke dalam satu gugatan. Penggabungan gugatan terhadap beberapa masalah hukum dalam satu surat gugatan tidak dilarang oleh Hukum Acara Perdata. Boleh saja digabungkan dalam satu gugatan asalkan ada hubungan erat atau koneksitas satu sama lain. Untuk mengetahui adanya koneksitas dalam persoalan yang akan digugat itu perlu dilihat dari sudut kenyataan peristiwa yang terjadi dan fakta-fakta hukum yang menjadi dasar tuntutan. Tujuan penggabungan gugatan itu tidak lain agar perkara yang itu dapat diperiksa oleh hakim yang sama guna menghindarkan kemungkinan adanya putusan yang saling bertentangan. Tujuan penggabungan gugatan adalah untuk menyederhanakan proses pemeriksaan di persidangan dan menghindarkan putusan yang saling bertentangan. Tidak seharusnya gugatan Penggugat tidak diterima oleh Hakim. Kata Kunci : Kumulasi Gugatan, Penyelesaian Perkara Perceraian, Harta Bersama Abstract In submitting a divorce application, not a few of them combine several demands in one claim. It is usually called a cumulative claim or samenvoeging van vordering, which is the merging of more than one law suit into one claim. Merging a lawsuit against a number of legal issues in a claim is not prohibited by the Civil Procedure Code. It may be combined in one suit provided there is a close relationship or connection with one another. To find out the existence of connectivity in the problem to be sued, it needs to be seen from the point of view of the reality of the events that took place and the facts of the law on which the claim was based. The purpose of the merger is nothing else so that the case can be examined by the same judge in order to avoid the possibility of conflicting decisions. The purpose of the lawsuit merger is to simplify the process of examination at the trial and avoid conflicting decisions. The Plaintiff's claim should not be accepted by the Judge. Daftar Pustaka Buku Arto, Mukti. H, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo, 2000. Harahap. M. Yahya, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2010. ------------------------, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta : Pustaka Kartini. 1997. -----------------------, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta : Gramedia, 1995. Kamil, Ahmad dan Fauzan M, Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi, Jakarta : Kencana, 2004. Lubis, Sulaikin, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005. Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta : Kencana, 2008. Maru, Sophar, Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : Sinar Grafika, 2012. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2009. ----------------------, Penemuan Hukum sebuah Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2004. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1992. Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1999. ---------------------, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia: Teori, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahannya, Bandung : PT. Citra Aditya, 2009. -------------------- dan Saleh, Mohammad, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia: Perspektif, Teoretis, Praktik dan Permasalahannya¸ Jakarta : Alumni. 2012. Prodjodikoro, R. Wiyono, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung : Sumur Bandung, 1992. Prinst, Darwan, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Bandung : PT. Citra Aditya, 2002. Rambe, Ropaun, Hukum Acara Perdata Lengkap, Jakarta : Sinar Grafika, 2003. Rasyid, A. Roihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013. Sibuea, Pardomuan, Hotma dan Sukartono, Heryberthus, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Krakatauw Book, 2009. Soeroso, R, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2003. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Grafindo, 1996 Syahlani, Hensyah, Pembuktian dalam Beracara Perdata dan Teknis Penyusunan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama, Yogyakarta: 2007. Syahrani, Riduan, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2009. Tutik, Triwulan, Titik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006. Van Peusen, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Hukum, Jakarta, 2009. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kompilasi Hukum Islam. Artikel Jurnal, Majalah atau Harian Ahmad, Acara Pemeriksaan Penggabungan Perkara Sengketa Perkawinan dengan Sengketa Harta Bersama di Pengadilan Agama, Makalah disampaikan pada Diskusi IKAHI Cabang PTA Yogyakarta, 30 Maret 2011. Bahri, Samsul, Justice Delayed Justice Denied, Webportal Pengadilan Agama Subang, 23 Oktober 2011. Dworkin, Ronald, dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi”, Fakultas Hukum, USU, tanggal 18 Pebruari 2003. Mujib AY, Abdul, (Wakil Ketua PA Tanah Grogot Kalimantan Timur), Kumulasi Permohonan Itsbat Nikah dengan Asasl Usul Anak (dalam perspektif hukum positif Indonesia), 19 Agustus 2010. Syam, Marjohan, (Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru), Pasal 86 Ayat (1) Penyebab Lamanya Perkara Perceraian (Kendala Peraturan Perundang-Undangan), 08 Januari 2008. Internet Mahkamah Syari’ah Takengon:http://localhost/?pilih=new&aksi=lihat&id=53, diunduh tanggal 05 Desember 2016.
Strategi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Rangka Meningkatkan Reputasi Perusahaan (Dalam Kajian Aspek Hukum Bisnis) Farida Haerani
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2017: Volume 4 Nomor 1 Desember 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.429 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v4i1.99

Abstract

Abstrak: Kegiatan aktivitas CSR di Indonesia cenderung lebih bersifat Philanthropy, yaitu usaha yang dila-kukan perusahaan untuk memberikan dana kepada individu atau sekelompok masyarakat. Bentuk-bentuk lain dalam pelaksanaan CSR yang sifatnya justru mengembangkan pemangku kepentingan (kemitraan) demi kesejahteraan bersama. Aturan untuk pelaksanaan aktivitas CSR secara spesifik sampai saat ini belum di tetapkan oleh Pemerintah. Berbagai peraturan dan undang-undang yang mendukung CSR antara lain; Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Penge-lolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan aturan yang wajib dilakukan. Program CSR yang sifatnya filantropi sesuai kebutuhan masyarakat atau Stakeholders, misalnya pembangunan tempat ibadah, bantuan bencana alam. Me-tode partisipatif yaitu metode yang memastikan bahwa masyarakat terlibat secara aktif di dalam program CSR mulai dari pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Metode ini diadopsi oleh PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk karena disesuaikan dengan program yang telah dirumuskan dan sasaran dari program tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, maka CSR akan menjadi semakin penting bagi perusahaan-perusahaan yang berada di Indonesia, khususnya bagi PT. Bank Mandiri Tbk. Kata Kunci: Strategi Corporate Social Responsibility Abstract: CSR activity activities in Indonesia tend to be more of a philanthropy, that is, the business under-taken by companies to provide funds to individuals or groups of people. Other forms of CSR imple-mentation are in fact developing stakeholders (partnerships) for the sake of common prosperity. The rules for the specific implementation of CSR activities to date have not been set by the Govern-ment. Various laws and regulations that support CSR include; Law No.32 of 2009 on Environmen-tal Protection and Management, Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection is a mandatory rule. CSR programs that are philanthropic in accordance with the needs of the community or Stake-holders, such as the construction of places of worship, relief of natural disasters. Participatory methods are methods that ensure that communities are actively involved in CSR programs starting from implementation, monitoring and evaluation. This method was adopted by PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk because it is tailored to the program that has been formulated and the target of the program. Over time, CSR will become increasingly important for companies in Indonesia, espe-cially for PT. Bank Mandiri Tbk, to carry out according to legal order. Daftar Pustaka Adam, C.H, (2002), Fungsi Sosial Corporate Social Responsibility, Yogyakarta: Jakal Press. Ambadar, (2008), Fungsi Corporate Social Responsibility, Jakarta: Graffty Press. Alina, Natalia, (2013). Panduan ISO 26000 Mengenai Corporate Social Responsibility, Jakarta: Academia. Anofrida,Yenti, (2013), Pengaruh Penerapan Program Corporate Social Responsibility terhadap Citra Perusahaan PT. Semen Padang, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Argenti, Paul, Corporate Communication, Second Edition, Boston, Mc Graw-Hill,1988. Argenti, Paul and Firman, Janis, The Power Of Corporate Communication: Crafting The Voice and Image of Your Business, New York, Mc graw-Hill, 2002. Baedhowi, Salim, Agus (ed.). 2001. Studi Kasus dalam Teori dan Paradigma Penelitian Sosial , Yogyakarta: Tiara Wacana. C.Maden, E.Erikan, E. E Telci. D Kantur (2012), Linking Corporate Social Responsibility to Corporate Reputation: A Study on Understanding Behavioral Consequences, Procedia – So-cial and Behavioral Sciences 58 (2012) 655 - 664 12 October 2012, Pages 655–664, 8th Inter-national Strategic Management Conference. Daymon, Christine & Immy Holloway (20001), Qualitative Methods in Social Research, New York: Mc Graw Hill. Denzin, NK dan YS Lincoln (eds). 2000. Handbook of Qualitative Research (Secon Edition), Thou-sand Oaks, London, New Delhi: Sage Publication. Djogo, T. 2005. “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility”. http:// www.beritabumi.com. Diakses 6 April 2016. Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks. The Triple Bottom Line of the 21st Century. Oxford: Capstone. Ellitan, Lena. 2008. Manajemen Strategi Operasi: Teori dan Riset di Indonesia. CV. Alfabeta: Ban-dung. Emzir (2010), Metodologi Penelitian, Jakarta: Wacana Jaya Press. Fajar, Burhanuddin, (2010), Aspek Hukum Corporate Social Responsibility (CSR), Jakarta: Pamator Press. Globe, Tom (2008), Crisis Communication; PR Strategies For Reputation Management and Com-pany Survival, Oxford: Capstone Publishing. Harahap, (2002), Manajemen Implimentasi CSR, Jakarta: Intermasa. Husnan, A. (2013). Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR Disclosure) Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. Jhon Elkington, (1997) “Cannibal with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Busi-ness”. J. Peloza, ( 2006), Strategic CSR acts as insurance for reputation, which improves financial perfor-mance Research Insight, Network For Bussines Sustainability. Kotler & Lee, 2005, World Business for Sustainability Development, NewYork. Laksanto, Tjipta (2008), Manajemen Perbankan di Indonesia, Jakarta: Citya Press. Morimoto, Radian, (2012), Aspek Corporate Social Responsibility Dalam Pengembangan Bisnis, Jakarta: Pamator Press. Nursahid (2006), Aspek Hukum Corporate Social Responsibility, Jakarta: Gramedia. Poddi, L. & Vergalli, S. (2009). Does Corporate Social Responsibility Affect The Performance of Firms? Fondation Eni Enrico Mattei (FEEM), 52. Philip Marvis (2009), Center for Corporate Citizenship For UNGC Lead Webinar dalam The Link Between CSR, NewYork. Raymond, Luk, Alan, Leo (2005), Management Strategig Corporate Social Responsibility: Yog-yakarta: Jakalpress. Rudito et al., (2004) Strategi Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR), Jakarta: Intermasa Solihin, I. (2009). Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Erlangga. Sugiono, (2013), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. Usmara. 2007. Implementasi Manajemen Stratejik Kebijakan dan Proses. Amara Books; Yogyakar-ta. Watson, Gregory. 1993. Strategi Benchmarking. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wijaya Laksana,(2012) Implementasi Corporate Social Responsibilty Dalam membentuk Reputasi Perusahaan (Studi kasus Program Peduli Pendidikan di Pupuk Kalimantan timur) Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing. Undang-undang: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL).
Aspek-Aspek Yuridis Pemilikan Satuan Rumah Susun Oleh Orang Asing yang Berkedudukan Di Indonesia Syamsu Thamrin
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2016: Volume 2 Nomor 2 Juni 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1701.795 KB) | DOI: 10.46839/lljih.v2i2.66

Abstract

Menurut Pasal 42 UUPA, bahwa yang mungkin memiliki hak penggunaan di antara mereka adalah negara asing yang berkedudukan di Indonesia. Karena penggunaan lahan salah satunya adalah terkait Pemilikan Rumah Tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Kemungkinan orang asing memiliki rumah unit datar/hunian telah terkait dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 201I tentang Perumahan dan Kawasan pemukiman meskipun pemerintah tidak secara tegas mengatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia, juga dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menegaskan bahwa warga negara asing yang berdomisili di Indonesia berhak untuk memiliki rumah tempat Tinggal/hunian termasuk kepemilikan unit rumah di atas tanah dengan status yang tertentu. Metode dibuat secara tertulis ini mengadopsi peraturan tersebut, dengan ulasan bagaimana hal-hal yang harus dipenuhi dalam kepemilikan unit daftar oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia dan kepemilikan status unit rumah saat ini tidak lagi berbasis di Indonesia. Sebagai gambaran bahwa persyaratan untuk pinjaman kredit unit rumah oleh orang asing yang berkdudukan di Indonesia dapat diperoleh dengan membeli unit rumah yang dibangun di atas bidang tanah hak penggunaan atas negara dan kepemilikan yang terbatas hanya satu buah dengan jenis unit tipe rumah di atas 54 persege dengan harga di atas Rp.200.000.000, - (dua ratus juta rupiah). Berikutnya bahwa kepemilikan status unit rumah oleh orang asing yang tidak lagi berbasis di Indonesia akan dikuasai olehh ,negara yang akan dilelang menggunakan tanah negara sedang dibangun rumah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun kepada seseorang yang mampu, atau rumah flat unit tidak mampu lagi oleh pemiliknya selama dia masih tinggal di Indonesia, sehingga satu unit rumah flat dapat disampaikan melalui perusahaan lndonesia berdasarkan kesepakatan antara orang asing pemilik unit rumah dengan perusahaan. Kata Kunci: Hak Pengguna, orang asing dan pengaturan datar. Abstract : Article 42 agrarian Wet said that which may have rights of use among them were foreign citizens domiciled in indonesia. Because land use one of them is the establishment of and ownership of house, including possession of a unit of flat, so can be concluded that foreign citizens domiciled in indonesia can have occupancy on the ground rights of use. The possibility of strangers own a house a unit of flat/occupancy have been related in the provisions of a statue the republic of indonesia no.20 years 2011 about them flat units and the law number 1 of 2011 about housing and a residential area of although them is not expressly said so that the issuance of the central government of indonesia number 103 2015 about ownership dwelling house or occupancy by foreign citizens domiciled in indonesia can also are defined as an effort to confirms that foreign citizens domiciled in indonesia entitled to have a the house where Live/occupancy including possession of a unit of flat above ground with certain status. Method made in this writing is adopting the regulation, with review how the terms of issues that have to be fulfilled in possession of a unit of flat by foreigners domiciled in indonesia and status ownership a unit of flat when he these foreign no longer based in indonesia. This there are picture that the requirement for borrowers a unit of flat by foreigners domiciled in indonesia can be obtained by buying a unit of flat that is built on land parcels rights of use over the country and limited ownership only one fruit with type a unit of flat above type 54 square at a price above Rp.200.000,- (two hundred million rupiah). Next that status ownership a unit of flat by foreigners who is no longer based in indonesia will are controlled by the state to be auctioned if Land use the ground the state of being built flat within the period of 1 (one) year released in a person qualified, or unit flat it not able again by its owner as long as he still is based in indonesia, so a unit of the flat can be submitted through the company indonesia based on an agreement between strangers the owner a unit of flat with the company. Daftar Pustaka Andasasmita, Komar, Hukum Apartemen, Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Jawa Barat, Bandung, 1983. Gautama, Sudargo dan Soetiyarto Ellyda T., Komentar Atas Peraturan-peraturan Pelaksanaan Undang undang Pokok Agraria, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,1997. Halim, A.Ridwan, Sendi-sendi Hukum Hak Milik, Kondominium, Rumah Susun dan Sari-sari Hukum Benda (Bagian Hukum Perdata), Pundak Karma, Jakarta, 1995. Hamzah,Andi, dan Kawan-kawan, Dasar-dasar Hukum Perumahan, Bineka Cipta, Jakarta,1992. Harsono, Budi, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta,1994. Hutagalung, Arie Sukanti., Condominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit FH-UI, Jakarta, 1998. Parlindungan, A.P., Komentar Atas Undang Undang Pokok Agraria, Cet.IV, Mandar Maju, Bandung, 1991. Peranginangin, Effendi, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktis Hukum, Rajawali, Jakarta, 1989. Sumardjono, S.w., Memahami PP Nomor 40 Tahun 1996 dan PP Nomor 41 Tahun 1996, News Letter, Nomor 26/Tahun VII/September/1996. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria . Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. peraturan pemerintah Nomor 50 Tahun 1993 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Penanaman Modal Asing. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai Atas Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian Bagi Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia. Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Tempat Tinggal utau Hunian Oleh Orang Asing Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 93 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal Surat Edaran Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-2871 tanggal 8 Oktober 1996 tentang Pelaksanaan PP Nomor 41 Tahun 1996.

Page 2 of 18 | Total Record : 178