Articles
96 Documents
PEMIKIRAN DAN TINDAKAN POLITIK HASAN TIRO
Abrar Muhammad Yus
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 1 (2016): Jurnal Kalam (Januari-Juni 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pergolakan politik rakyat Aceh pada dasarnya bersifat kesinambungan perjuangan politik bagi rakyat dan bangsa Aceh. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tokoh-tokoh pejuang politik Aceh yang lahir dan dikenal kegigihannya dalam memperjuangkan ide-ide perjuangannya. Untuk melakukan kajian terhadap tokoh-tokoh tersebut, dapat dilihat dari pendekatan ataupun pola serta periode perjuangan politik yang dilakukan oleh para tokoh tersebut. Hasan Tiro sebagai tokoh “pejuang-politik” disamping itu ia juga sebagai “pemikir- pejuang” misalnya, secara umum dapat dilihat dalam tiga periode perjuangannya yaitu: pertama, periode ketika ia masih muda dan sekaligus sebagai penerus perjuangan Tgk. Daud Beureueh, kedua, periode ketika mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan ketiga, periode penyesuaian perjuangan politik yang dalam periode ini Hasan Tiro mengalami pergeseran nilai ide-ide perjuangan politiknya, dari semangat nilai-nilai keagamaan berubah kearah yang kecenderungannya bersifat “sekuler”. Hal ini dapat dilihat dari perubahan tujuan perjuangan Hasan Tiro, serta pola perjuangan politiknya yang pada akhirnya harus berakhir di meja perundingan Helsinki.
NASIONALISME ULAMA DALAM PENANGKALAN PAHAM RADIKAL DI KALANGAN SANTRI DAYAH TRADISIONAL DI ACEH
Fakhrul Rijal
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 1 (2016): Jurnal Kalam (Januari-Juni 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Ulama dalam tatanan religi dan sosio-kultural masyarakat Muslim, tak pelak lagi, menempati posisi cukup strategis. Keberadaan ulama dalam suatu lingkup masyarakat memberikan makna tersendiri bagi kehidupan masyarakatnya. Sebagai tokoh non-formal, ulama bisa mengambil peran lebih independen sehingga lebih leluasa, dan inklusif sehingga mampu mempengaruhi masyarakatnya. Bahkan dalam kiprah yang lebih luas, ulama dapat saja merambah lini kehidupan politik atau isu-isu pembangunan lainnya. Nasionalisme ulama bukan saja dipengaruhi teologi keagamaan yang dianutnya, tetapi juga panggilan jiwa kebangsaannya dalam mencermati kehidupan berbangsa dan bernegara turut mewarnai pemikiran ulama. Sejarah bangsa ini telah membuktikan hal itu dimana ulama mampu mempengaruhi umatnya untuk mendukung pembangunan bangsa Indonesia. Dalam konteks Aceh, konstelasi kiprah ulama dalam pembangunan umat dan negara dari zaman ke zaman telah ditunjukkan oleh ulama. Nasionalisme ulama Aceh biarlah sejarah dan para founding father negeri yang membuktikannya. Sejak era pr-kemerdekaan, era kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini ulama Aceh terus saja menunjukkan sikap kebangsaannya untuk pembangunan Indonesia. Salah satu persoalan bangsa Indonesia sekarang adalah merebaknya paham radikal di kalangan masyarakat. Negara dalam hal ini tidak mungkin bisa menghadapi masalah ini tanpa peran serta ulama. Penelitian ini mencoba menelusuri kaitan antara nasionalisme pemikiran dan sikap ulama Aceh dan kontribusi mereka dalam menekan tumbuhnya potensi paham radikal di kalangan komunitasnya sendiri, yaitu pada santrinya di dayah (pesantran). Apakah nasionalisme ulama Aceh dewasa ini mampu meredam paham radikal yang mungkin berkembang di kalangan santri mereka sendiri. Bagaimana sebenarnya wawasan kebangsaan yang dimiliki ulama Aceh mampu diinternalisasikan kepada semua santri di dayah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, metode riset melalui deep interview, partisipant observasi, questioner dan telaah dokumen.
POLITIK DAUD BEUREUEH DALAM GERAKAN DI/TII ACEH
Azis Muhajir
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 1 (2016): Jurnal Kalam (Januari-Juni 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Melalui pendekatan sejarah, artikel ini akan memaparkan politik Daud Bereu-eh dalam gerakan DI/TII di Aceh. Aceh yang memiliki kandungan sejarah tak bisa dipungkiri telah mewarnai keadaan politik di Indonesia. Dimulai pra kemerdekaan RI sampai sekarang terus menampakkan diri. Berbicara sejarah Aceh pasti melibatkan pembicaraan tentang ulama. Seperti tulang yang terbungkus dengan daging, jikapun dipisahkan maka ia tidak akan berarti apa-apa lagi. Terutama ulama sekaliber Daud Beureu-eh, sebagai tongkat estafet ulama sebelum dan sesudahnya, yang mempengaruhi politik Aceh dan Indonesia hingga kini. Daud Bereu-eh yang mempelopori bangkitnya DI/TII di Aceh (1953-1959), adalah titik awal berdirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tapi kalau dilihat dari karakter perpolitikan masing-masing perjuangan ini terdapat perbedaan yang signifikan. Gerakan DI/TII disebut sebagai perjuangan yang berideologikan agama, sedangkan gerakan GAM yang cenderung “sekuler”. Tak dapat ditampik pula gerakan DI/ TII mendapat perlawanan dari ulama Aceh sendiri.
REINTERPRETASI JIHĀD MENURUT AL-QARAḌĀWĪ DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEKS KEKINIAN
Taufiqul Hadi
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Jihād merupakan salah satu perintah pokok yang terdapat dalam Alquran dan Hadis yang lebih diinterpretasikan oleh para ulama fikih klasik sebagai perintah berperang di jalan Allah. Dalam konteks sekarang ini, interpretasi yang demikian menjadikan banyak pihak terutama non-muslim beranggapan bahwa agama Islam sebagai agama yang radikal dengan menghalalkan kekerasan. Sehingga fenomena yang demikian membuat al-Qaraḍāwī berinisiatif untuk memunculkan gagasan-gagasan baru dalam jihād, terutama di dalam menginterpretasikan ulang berbagai pemahaman jihād yang berkembang di kalangan umat Islam. Dalam usahanya tersebut, al-Qaraḍāwī berusaha menghindari prinsip perang sebagai sarana jihād dan menggantikannya dengan bentuk dakwah melalui berbagai sarana atau media teknologi informasi yang ada pada saat ini sebagai pengganti dari jihād dalam bentuk perang tersebut. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa reinterpretasi jihād yang digagas oleh al-Qaraḍāwī dinilai sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks kekinian.
KESINAMBUNGAN DAN KESAMAAN AGAMA-AGAMA MENUJU MULTIKULTURALISME BERAGAMA
Saepudin Mashuri
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Memahami kesinambungan dan kesamaan agama-agama sebagai upaya membangun sikap beragama inklusif menjadi tema penting dalam kajian multikulturalisme beragama. Kesinambungan agama-agama Samawi; Yahudi, Kristen dan Islam dapat dilihat dari dialektikanya dengan konteks peradaban setiap kaum secara berkelanjutan sebagai respons terhadap realitas sosio-kultural yang terjadi pada masyarakat di mana agama itu diturunkan. Semua agama Samawi pada awalnya mengakui ajaran yang sama yaitu; penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, kitab suci yang bersumber dari pemberi wahyu yang sama, mengajarkan ajaran moral amal ma’ruf bagi kebaikan manusia, dan memiliki ritual ibadah sebagai media penyembahan pada Tuhan Yang Esa. Semua ajaran wahyu tersebut kemudian didistorsi oleh para menganut setelah selesainya misi kerasulan setiap periode. Islam mengakui kebenaran ajaran kitab suci agama Yahudi dan Kristen yang termaktub dalam al-Kitab yang dapat dijadikan pijakan membangun kemanusiaan universal. Titik temu agama-agama Semit membuka ruang bagi dialog lintas agama bagi kedamaian bersama dengan menganut prinsip-prinsip kebenaran universal dan toleransi agama yang meliputi; kebebasan menjalankan keyakinan beragama, saling menghormati tempat ibadah agama yang berbeda, tidak anarkis dalam menyelesaikan konflik antar agama, melindungi yang minoritas seperti yang dibuktikan oleh berbagai fakta historis multikulturalisme Islam sehingga tercipta harmoni beragama di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistis.
MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN SELAMAT HARI RAYA AGAMA LAIN
Syamsul Bahri
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Persoalan hukum mengucapkan selamat natal dan selamat hari raya agama lain masih saja menjadi perdebatan sarjana muslim sampai saat ini. Ada ulama yang memperbolehkan, ada juga ulama yang melarang dan mengharamkannya. Secara nas al-Qur’an dan hadis, tidak ada dalil secara tersurat yang memperbolehkan atau mengharamkannya pengucapan selamat hari raya kepada non-muslim. Penelitian ini disebut penelitian kepustakaan, di mana peneliti mencari sumber-sumber yang terkait dengan tujuan penelitian, menganalisis secara naratif-deskriptif, dan menyimpulkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada ulama yang mengharamkan mengucap selamat natal dan selamat hari raya agama lain, ulama ini adalah Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyah, Utsaimin dan sebagian ulama Syafi’iyah. Adapun ulama yang memperbolehkan adalah Yusuf al-Qaradhawy, Ali Jum’ah, Wahbah Zuhaili dan lain-lain. Masing-masing ulama menyebutkan dalil yang menguatkan pendapat masing-masing. Dalam konteks kekinian, pendapat ulama yang memperbolehkan ucapan selamat natal dan selamat hari raya agama lain lebih baik dan menunjang kemaslahatan, terutama di negara-negara yang multi-etnis dan agama.
ANALISIS ISI DEBAT CALON GUBERNUR ACEH 2016 TERHADAP PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Azman Azman
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penerapan Syariat Islam di Aceh selama ini masih belum maksimal atau secara kaffah, artinya diharapkan dalam pelaksanaan Syariat Islam semua pihak ikut melaksanakannya terutama adalah pemerintah baik dari tingkat kabupaten/pemerintahan kota sampai tingkat provinsi yang dipimpin oleh gubernur. Pada bulan Februari 2017 nantinya akan dilaksanakan Pilkada, sejumlah tahapan Pilkada tersebut telah dilaksanakan salah satunya adalah debat publik calon gubernur Aceh 2017-2022. Penulis ingin mengkaji hasil debat tersebut yang telah tersebar melalui media internet dengan menggunakan pendekatan analisis isi terhadap pesan yang berkaitan dengan Penerapan Syari’at Islam di Aceh. Hasil kajian menyimpulkan bahwa Dari keenam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur 2017-2022 dan beserta panelis, pasangan calon nomor urut 1 lebih dominan, lebih konsisten, lebih terarah dan lebih menunjukkan komitmennya dalam penerapan Syariat Islam nantinya di Aceh.
PENDIDIKAN IMAN: SUATU PENDEKATAN PENGALAMAN HIDUP BERAGAMA
Muhammad Ichsan
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-HUJURAT AYAT 11-13
Lismijar Lismijar
Kalam: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol. 4 No. 2 (2016): Jurnal Kalam (Juli-Desember 2016)
Publisher : Lembaga Studi Agama dan Masyarakat Aceh (LSAMA)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-13 Allah menganjurkan manusia untuk menjauhi sikap tercela yang dapat merusak dirinya sendiri dan orang lain. Allah menganjurkan manusia untuk saling menyambung tali persaudaraan dan tolong menolong. Namun demikian dalam kehidupan modern sekarang ini larangan Allah untuk meninggalkan prilaku tercela masih saja terjadi di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin, sedangkan perintah untuk saling tolong-menolong dan menyambung tali persaudaraan sudah tidak diprioritaskan lagi oleh setiap muslim. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 11-13 dan bagaimana aplikasinya dalam pendidikan Islam. Surat al-Hujurat ayat 11-13 membahas tentang menciptakan suasana yang harmonis di antara lingkungan masyarakat serta menghindari terjadinya permusuhan. Sehingga akan tercipta pribadi yang santun sesuai dengan tuntunan al-Qur’an. Untuk memperoleh data yang representatif dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku, ada relevansinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis. Adapun metode analisa data dalam penelitian ini adalah metode tafsir ijmali yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini penafsir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Setelah penulis memperoleh rujukan yang relevan kemudian data tersebut disusun, dianalisa, sehingga memperoleh kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terdapat surat al-Hujurat ayat 11-13 meliputi: nilai pendidikan menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin, tobat, positive thinking, taaruf dan pendidikan egaliter (persamaan derajat).