cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalpsikologisosial@ui.ac.id
Editorial Address
"Faculty of Psychology Universitas Indonesia Kampus Baru UI – Depok West Java 16424"
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Psikologi Sosial
Published by Universitas Indonesia
ISSN : 08533997     EISSN : 26158558     DOI : 10.7454
Jurnal Psikologi Sosial (JPS) adalah sarana untuk mengembangkan psikologi sosial sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai ilmu terapan, melalui publikasi naskah-naskah ilmiah dalam bidang tersebut. JPS menerima naskah-naskah penelitian empiris kualitatif atau kuantitatif terkait dengan ilmu psikologi sosial. JPS dikelola oleh Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia melalui LPSP3, JPS memiliki versi cetak sejak tahun 2001 hingga 2008. Kemudian, pada tahun 2017 pengelolaannya dibantu oleh Ikatan Psikologi Sosial-Himpunan Psikologi Indonesia dengan tidak hanya menerbitkan versi cetak, tetapi juga versi online. JPS terbit sebanyak 2 kali setahun, yakni tiap Februari dan Agustus.
Arjuna Subject : -
Articles 130 Documents
Orientasi keberagamaan ekstrinsik dan fundamentalisme agama pada mahasiswa Muslim: Analisis dengan model Rasch Susilo Wibisono; Muhammad Taufik
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.708 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.1

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keterkaitan antara orientasi keberagamaan ekstrinsik dan fundamentalisme agama pada kalangan mahasiswa Muslim. Hal yang membedakan penelitian ini dengan berbagai penelitian sebelumnya tentang fundamentalisme terletak pada perbedaan konseptual. Landasan awal dikembangkannya penelitian ini adalah pada lahirnya prasangka atas konsep fundamentalisme, khususnya pada kalangan muslim. Dalam kajian sebelumnya, peneliti telah mengembangkan konsep fundamentalisme dengan membaginya menjadi dua bentuk, yaitu fundamentalisme patologis dan fundamentalisme non-patologis. Fundamentalisme patologis mengacu pada sikap kaku, tertutup dan menolak perbedaan pada domain agama Islam yang sifatnya partial (furuu’). Fundamentalisme bentuk inilah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Orientasi keberagamaan ekstrinsik dikembangkan berdasarkan definisi Allport & Ross (1967), namun dengan indikator-indikator yang disesuaikan pada konteks muslim. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan model Rasch sebagai model pengukuran yang lebih kuat secara metodologis. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara orientasi keberagamaan ekstrinsik dan fundamentalisme agama pada kalangan mahasiswa Muslim dengan nilai R = 0,329 dan p = 0,002 (p<0,01).
Orangtua yang amanah: Tinjauan psikologi indijinus Ahyani Radhiani Fitri; Ami Widyastuti
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.419 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.2

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri orang tua yang amanah serta perbedaan antara ayah dan ibu yang amanah. Subjek penelitian adalah 444 pelajar SMA dan mahasiswa di Pekanbaru, Riau yang mendapatkan kuesioner dengan pertanyaan terbuka yang dimodifikasi dari kuesioner Kim (2009). Analisis data penelitian menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan indigenous psychology, yaitu pendekatan yang dilihat dari sudut pandang budaya lokal, yang memungkinkan untuk melihat setiap fenomena berdasarkan konteks terkait. Analisis data dilakukan dengan mengkategorisasikan jawaban subjek berdasarkan persamaan tema, kemudian dilakukan tabulasi silang berdasarkan frekuensi respon dalam kelompok kategori. Hasil penelitian menemukan bahwa ada empat kategori ciri-ciri ayah dan ibu yang amanah yaitu (1) peran, (2) karakter, (3) integritas, dan (4) benevoleance. Peran merupakan kemampuan yang dilakukan orang tua untuk menunaikan amanah, karakter adalah tabiat atau sifat yang mengarahkan pada perilaku amanah orang tua, sedangkan integritas merupakan kesesuaian dan konsistensi antara komitmen dan perilaku orang tua pada anak, dan benevoleance merupakan bentuk perhatian dan kasih sayang orang tua yang dirasakan anak.
Saudara yang amanah: Tinjauan psikologi indijinus Ricca Angreini Munthe; Ami Widyastuti
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.983 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.3

Abstract

Melayu merupakan salah satu suku di Indonesia yang menjunjung tinggi kolektivitas budaya. Hal ini dapat terlihat dari interaksi masyarakat Melayu, salah satunya dalam bentuk persaudaraan. Hubungan persaudaraan dalam budaya Melayu ditunjukkan dengan upaya saling menjalankan fungsi sebagai saudara agar hubungan yang ada dapat dijaga dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui saudara yang amanah dengan menggunakan pendekatan psikologi indijinus. Sebanyak 288 remaja di Pekanbaru-Riau diberi kuesioner pertanyaan terbuka modifikasi dari Kim (2009) dan informasi mengenai data diri. Analisis data penelitian menggunakan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan Psikologi Indijinus, yaitu pendekatan yang dilihat dari sudut pandang budaya lokal, yang memungkinkan untuk melihat setiap fenomena dipandang sesuai dengan konteks terkait. Respon dikategorisasi berdasarkan persamaan tema, kemudian frekuensi respon dalam kelompok kategori ditabulasi silang dengan jenis kelamin responden. Hasil penelitian menemukan bahwa ada empat kategori ciri saudara yang dinilai amanah yaitu (1) karakter (59,5%), (2) peran (23,6%), dan (3) kebaikan hati (16,9%).
Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki-laki di perguruan tinggi Shinantya Ratnasari; Julia Suleeman
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.164 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.4

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan dalam regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Dengan landasan teori dari Gross (1998, 1999, 2002) dipahami bahwa regulasi emosi memiliki dua dimensi, yaitu cognitive reappraissal dan expresive suppression. Cognitive reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan situasi inti emosi yang potensial sehingga mengubah pengaruh emosional. Sedangkan expresive suppression adalah bentuk pengungkapan respon yang memperlambat perilaku mengekspresikan emosi yang sedang dialami. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis (1) ada perbedaan dalam regulasi emosi secara umum antara perempuan dan laki-laki; (2) tidak ada perbedaan dalam cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki; dan (3) ada perbedaan expressive suppression antara perempuan dan laki-laki. Metode survey dengan kuesioner digunakan untuk mengetahui perbedaan regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki. Kuesioner regulasi emosi adaptasi dari kuesioner yang dikonstruksi oleh Gross dan John (2003) digunakan di sini. Partisipan adalah 81 mahasiswa Fakultas Psikologi UI, terdiri dari 48 perempuan dan 33 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam dimensi cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki, sedangkan dalam dimensi expressive suppression ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sehingga dalam regulasi emosi secara umum pun ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian.
When construal level and financial incentive collides: An experimental study on cooperative behavior among Javanese and Balinese Erita Narhetali; Yunita Faela Nisa; Andhika Putra Satrio
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.802 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.5

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana insentif finansial mempengaruhi perilaku kerjasama, serta sejauh mana tabu dan tingkat konstrual (abstrak atau konkret) mempengaruhi keinginan untuk melakukan pertukaran. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini melakukan studi di tiga konteks di tiga tempat yang berbeda, yaitu bimbingan belajar dari senior ke junior di universitas (Depok), renovasi masjid (Mojokerto), dan renovasi pura (Bali). Penelitian di Depok dilakukan dalam seting laboratorium, sedangkan penelitian di Mojokerto dan Bali dilakukan dalam seting lapangan. Di Depok, kami menemukan bahwa partisipan mau melakukan pertukaran tabu dan cenderung tidak menganggap insentif finansial dalam bimbingan belajar sebagai tabu. Di Mojokerto dan Bali, partisipan juga mau melakukan pertukaran, meski menganggap pertukaran tersebut tabu. Secara umum, partisipan juga cenderung melakukan pertukaran tabu di situasi konkret.
Persepsi keadilan sosial dan kepercayaan interpersonal sebagai prediktor kepercayaan politik pada mahasiswa di Indonesia Johan Wahyudi; Mirra Noor Milla; Hamdi Muluk
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 1 (2017): February
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.059 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.6

Abstract

Penelitian ini menjawab pertanyaan yaitu faktor apa di antara variabel persepsi terhadap keadilan sosial atau variabel kepercayaan interpersonal yang paling memprediksi kepercayaan politik. Metode penelitian yang dipakai adalah korelasional, dengan subjek penelitian yaitu mahasiswa perguruan tinggi se-Indonesia yang berusia di atas 19 tahun, dengan teknik accidental sampling, dan didapatkan sejumlah 1161 responden. Persepsi keadilan sosial diukur dengan Procedural dan Distributive Justice Scale (Blader & Tyler, 2003), kepercayaan interpersonal diukur dengan Propensity to Trust Scale (Evans & Revelle, 2008), dan kepercayaan politik diukur dengan Citizen Trust in Government Organizations Scale (Grimmelikhuijsen & Knies, 2015). Hasil menunjukan bahwa kepercayaan politik berkorelasi positif secara signifikan dengan persepsi keadilan sosial (r = 0.714, n = 1161, p>0.01, one-tailed) dan kepercayaan interpersonal (r = 0.112, n = 1161, p>0.01, one-tailed). Hasil dari analisis regresi juga menunjukan bahwa persepsi keadilan sosial menjadi prediktor yang lebih kuat (β = 0.711) dibandingkan kepercayaan interpersonal (β = 0.114) terhadap kepercayaan politik.
Pengaruh empati emosional terhadap perilaku prososial yang dimoderasi oleh jenis kelamin pada mahasiswa Azmi Nisrina Umayah; Amarina Ariyanto; Whinda Yustisia
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 2 (2017): August
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.62 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.7

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh empati emosional terhadap perilaku prososial yang dimoderasi oleh jenis kelamin pada mahasiswa. Empati emosional diartikan sebagai dorongan secara otomatis dan tanpa disadari untuk merespon keadaan emosi orang lain dan perilaku prososial diartikan sebagai tindakan yang dilakukan individu untuk membantu orang lain. Empati secara emosional diinduksi dengan cara memberikan sebuah video yang dapat membuat empati seseorang menjadi meningkat atau bahkan netral. Instrumen yang digunakan untuk mengukur empati emosional dengan menggunakan Positive Affect and Negative Affect Scale (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark, & Tellegen (1988). Pengukuran perilaku prososial dilakukan dengan cara melihat dari jumlah donasi yang diberikan oleh partisipan. Responden penelitian ini merupakan 126 mahasiswa aktif S1 Universitas Indonesia yang terbagi atas laki-laki dan perempuan, dengan kriteria usia 18-25 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan menggunakan desain faktorial 2 (empati: netral vs empati) X 2 (jenis kelamin: laki-laki vs perempuan) between subject design. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara empati emosional terhadap perilaku prososial, namun pengaruh jenis kelamin sebagai moderator terhadap perilaku prososial tidak memiliki efek yang signifikan, namun pada penelitian ini ditemukan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku prososial pada individu.
Peran perceived injustice pada evaluasi bias terhadap outgroup berdasarkan perspektif diri dan Tuhan Isnaeni Fajar; Mirra Noor Milla
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 2 (2017): August
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.636 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.8

Abstract

Kasus penistaan agama pada pilkada DKI tahun 2016 memberikan gambaran bagaimana evaluasi bias dapat terjadi dalam relasi antar kelompok di Indonesia. Selain karena faktor agama, persepsi ketidakadilan dapat menjadi basis evaluasi bias antar kelompok. Kami menduga bahwa perbedaan konteks adil tidak adil memiliki peran terhadap evaluasi bias. Studi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran persepsi ketidakadilan (vs. adil) terhadap evaluasi bias berdasarkan perspektif diri dan Tuhan (N = 219; M age = 21,63; 49% perempuan). Studi eksperimen ini menggunakan desain 2 (pengambilan perspektif: diri dan Tuhan; within) x 2 (konteks: adil vs. tidak adil; between) mixed design. Evaluasi bias diukur dengan menggunakan skenario pemberian hukuman orang ketiga dimana partisipan memiliki peran sebagai orang ketiga yang dapat memberikan hukuman kepada target outgroup (pemain fiktif). Hasilnya menunjukkan bahwa konteks tidak adil (vs. adil) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap evaluasi bias outgroup berdasarkan perspektif diri dan Tuhan. Evaluasi bias akan cenderung untuk lebih tinggi pada konteks tidak adil daripada konteks adil. Hasil ini memiliki implikasi bahwa dalam relasi antar kelompok persepsi ketidakadilan dan penggunaan perspektif diri (vs Tuhan) memiliki pengaruh terhadap evaluasi bias outgroup.
PAHLAWAN: Siapa mereka? Pendekatan psikologi indigenous Bony Yulvira Azri; Ivan Muhammad Agung
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 2 (2017): August
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.154 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.9

Abstract

Pahlawan merupakan istilah yang banyak digunakan di budaya Indonesia. Pahlawan merujuk pada diri seseorang karena keberanian, kekuatan, pengorbanan dan kemampuan untuk mengatasi permasalahan. Beberapa penelitian tentang pahlawan dalam perpektif psikologi telah banyak dilakukan di Barat. Namun penelitian konsepsi pahlawan dalam perspektif psikologi di Indonesia masih jarang atau belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeskplorasi siapa dan apa karakteristik pahlawan pada mahasiswa. Penelitian menggunakan pendekatan psikologi indigenous dengan pertanyaan terbuka. Respon jawaban dikode, dikategori, dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Partisipan adalah mahaisswa UIN sultan Syarif Kasim Riau berjumlah 300 mahasiswa (rerata umur 21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar menjadikan orangtua sebagai pahlawan (64,3%), tokoh nasional/komunitas (17,3%) dan pendidik (16,7%) dan terdapat delapan karakteristik pahlawan, yaitu, dominan (24.67%), peduli (19%), karismatik (13%), inspiratif (11,67%), tangguh (9,66%), tanpa pamrih (9%), mendidik (8,67%) dan terpercaya (4,33%). Implikasi hasil penelitian dibahas dalam konteks budaya Indonesia.
Orientasi dominasi sosial sebagai alternatif untuk melihat sikap implisit terhadap sistem sosial yang timpang: Adaptasi skala Orientasi Dominasi Sosial7 (SDO7 scale) M. Himawan T. Arifianto
Jurnal Psikologi Sosial Vol 15 No 2 (2017): August
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Ikatan Psikologi Sosial-HIMPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.774 KB) | DOI: 10.7454/jps.2017.10

Abstract

Penelitian ini merupakan adaptasi dari konseptualisasi dan pengukuran yang baru dari orientasi dominasi sosial (perbedaan individu pada preferensi untuk hirarki dan ketimpangan berbasis kelompok) yang dinamakan SDO7S. Alat ukur SDO7S ini memiliki dua dimensi, yaitu dominasi (SDO-D) dan egalitarian (SDO-E). SDO-D merupakan preferensi untuk sistem dominasi berbasis kelompok, yang mewakili penjelasan bahawa kelompok dengan status tinggi secara langsung menekan kelompok dengan status ren­dah. SDO-E merupakan preferensi dari sistem ketimpangan berbasis kelompok yang di­pertahankan dengan hubungan antara ideologi dan pengaturan sosial yang mendukung adanya hierarki dalam sistem sosial. Adaptasi SDO7S ini melibatkan 200 partisipan (69% perempuan; Musia= 21.6 tahun). Dalam adaptasi alat ukur ini, ditemukan dua item yang bermasalah, yaitu item nomor 1 (SDO1) dan 2 (SDO2). Kedua item ini dikeluarkan dari analisis. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur adaptasi SDO7S merupakan alat ukur yang reliabel, begitu juga dengan uji validitas yang mengukur bahwa alat ukur adaptasi SDO7S merupakan alat yang valid dalam mengukur orientasi dominasi sosial. Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa model dua dimensi dalam orientasi dominasi sosial, yaitu dominasi (SDO-D) dan egalitarian (SDO-E) tidak fit dengan data. Sedangkan model empat faktor dari orientasi dominasi sosial (D-Pro, D-Con, E-Pro, dan E-Con) merupakan model teoretis yang sesuai dengan data. Adaptasi alat ukur SDO7S menunjukkan bahwa pengukuran orientasi dominasi sosial memiliki empat faktor, yang terdiri dari dua dimensi dan masing-masing dua sub-dimensi pada dimensinya.

Page 1 of 13 | Total Record : 130