cover
Contact Name
Edwin Yulia Setyawan
Contact Email
edwin.yulia.setyawan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalsosek.kp@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
ISSN : 20888449     EISSN : 25274805     DOI : -
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan merupakan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, dengan tujuan menyebarluaskan hasil karya tulis ilmiah di bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Artikel-artikel yang dimuat diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaku usaha dan pengambil kebijakan di sektor kelautan dan perikanan terutama dari sisi sosial ekonomi.
Arjuna Subject : -
Articles 313 Documents
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN SUNGAI APIT AKIBAT REKAYASA SOSIAL PANDEMI COVID-19 Fanny Septya; Tomi Ramadona; Darwis AN; Rindi Metalisa
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 1 (2022): JUNI 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i1.9456

Abstract

Pandemi Covid-19 disikapi dengan berbagai bentuk rekayasa sosial, seperti pembatasan sosial berskala besar dan menengah, kebijakan sekolah dan bekerja dari rumah, serta penerapan protokol kesehatan. Hal tersebut melahirkan perubahan sosial yang direncanakan dengan hasil akhir yang diharapkan adalah terputusnya mata rantai penyebaran Covid-19. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor penggerak perubahan sosial, (2) mengidentifikasi rekayasa sosial (program pemerintah) yang diterima masyarakat nelayan Kecamatan Sungai Apit pada masa pandemi Covid-19, dan (3) mengidentifikasi bentuk perubahan sosial masyarakat nelayan Kecamatan Sungai Apit akibat pandemi Covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data primer yang dilakukan adalah in-depth interview dengan informan kunci serta studi literatur untuk mengumpulkan data sekunder terkait indikator perubahan sosial. Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa faktor penggerak perubahan sosial berasal dari eksternal masyarakat/faktor eksogen, yakni program dan kebijakan pemerintah (BLT Covid-19, PSBB, serta pemberlakuan sekolah dan bekerja dari rumah) sebagai bentuk rekayasa sosial yang memengaruhi perubahan sosial masyarakat nelayan. Bentuk perubahan sosial yang terjadi adalah perubahan jenis kegiatan produktif, tingkat kesejahteraan, dan budaya atau gaya hidup masyarakat. Rekayasa sosial pada masa Covid-19 tidak menyebabkan perubahan   pada   struktur   masyarakat   nelayan,   tetapi   perubahan   pada   budaya   masyarakat.Title: Social Changes Of Fisheries Community In Sungai Apit Subdistrict Due To Pandemi Social Engineering Covid-19The Covid-19 pandemic has been addressed with various forms of social engineering such as large and medium-scale social restrictions, school policies and work from home and the application of health protocols. This gave birth to planned social changes with the expected end result being the discontinuation of the chain of the spread of Covid-19. The objectives of this study were (1) to identify the driving factors for social change, (2) to identify social engineering (government programs) received by the fishers community of Sungai Apit Subdistrict during the Covid-19 pandemic and (3) identify the form of social change in the fishers community of Sungai Apit Subdistrict due to the Covid-19 pandemic and the accompanying social engineering. The method used in this research is a qualitative approach. The primary data collection technique was in-depth interviews with key informants and a literature study was conducted to collect secondary data related to indicators of social change. The method of data analysis is descriptive qualitative. The results of the analysis show that the driving factors for social change come from external community/exogenous factors, namely government programs and policies (BLT Covid-19, PSBB and implementation of school and work from home) as a form of social engineering that affects social change in fishers communities. The form of social change that occurs is a change in the type of productive activity, the level of welfare and the culture or lifestyle of the community. Social engineering during the Covid-19 period did not cause changes to the structure of the fishers community, but rather a change in the culture of the community.
ANALISIS ASET PENGHIDUPAN MASYARAKAT PADA DUA KONDISI KAWASAN MANGROVE Yurike Yurike; Yudha Saktian Syafruddin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 1 (2022): JUNI 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i1.10934

Abstract

Penelitian ini dilakukan pada dua kondisi kawasan mangrove yaitu kawasan mangrove rusak di Pulau Cawan dan kawan mangrove yang masih bagus di Desa Bekawan, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi aset penghidupan pada dua kondisi kawasan mangrove dan bagaimana aset penghidupan masyarakat berpengaruh terhadap kerusakan hutan mangrove. Analisis data menggunakan pendekatan penghidupan berkelanjutan dengan indikator modal manusia, modal alam, modal fisik, modal keuangan dan modal sosial. Perbandingan aset mata pencaharian dari masyarakat di kedua desa tersebut terdapat perbedaan nilai kepemilikan aset masyarakat. Nilai aset rumah tangga di Desa Bekawan lebih tinggi dari rumah tangga di Desa Pulau Cawan 5 aset penghidupan tersebut diantaranya dalam bentuk modal manusia, modal alam, modal keuangan, modal fisik dan modal sosial.
PERBANDINGAN NILAI EKONOMI PEMANFAATAN EKSTRAKTIF DAN NONEKSTRAKTIF DARI HIU DAN PARI DI MEULABOH, TAKALAR, DAN TANJUNG LUAR Syifa Annisa; Alin Halimatussadiah
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 1 (2022): JUNI 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i1.10890

Abstract

Sebagian besar pemanfaatan hiu dan pari di Indonesia masih bersifat ekstraktif, yaitu berupa penangkapan. Hal tersebut berakibat meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hiu dan pari yang ditunjukkan oleh penurunan populasinya. Padahal, ada jenis pemanfaatan lain, yaitu berupa ekowisata hiu dan pari. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai ekonomi kegiatan ekowisata hiu dan pari dengan nilai ekonomi yang diberikan oleh kegiatan perikanannya di lokasi target penangkapan, yaitu di Meulaboh, Takalar, dan Tanjung Luar. Nilai ekonomi ekstraktif hiu dan pari didapatkan dari nilai pasar dengan data Surat Rekomendasi Perdagangan KKP, sedangkan nilai ekonomi nonekstraktif diberikan dalam bentuk use value melalui metode travel cost method (TCM) dan non-use value menggunakan contingent valuation method (CVM). Data untuk perhitungan nilai ekonomi nonekstraktif hiu dan pari dikumpulkan dengan metode in depth interview terhadap nelayan pedagang pemilik kapal dan dive operator serta dengan survei daring yang ditujukan kepada wisatawan (domestik dan mancanegara), dive guide, dan dive operator. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rasio antara nilai perikanan dan estimasi nilai rekreasi adalah 1:33, 1:28, dan 1:2,7 untuk tiap-tiap lokasi, yaitu Meulaboh, Takalar, dan Tanjung Luar. Hasil tersebut membuktikan bahwa potensi nilai rekreasi hiu dan pari lebih besar jika dibandingkan dengan nilai perikanannya. Penelitian ini merekomendasikan ekowisata hiu dan pari untuk menjadi alternatif kegiatan penangkapan hiu dan pari di lokasi-lokasi yang menjadikan hiu dan pari sebagai target penangkapan.Title: Comparison of the Economic Value of Extractive and Non-Extractive Use of Sharks and Rays in Meulaboh, Takalar and Tanjung LuarMost of the use of sharks and rays in Indonesia is still largely extractive, specifically fishing. This has an impact on the threat to the existence of sharks and rays which is indicated by their population. Actually, there are other types of use, that is sharks and rays ecotourism. This study aims to compares the economic value of sharks and rays ecotourism with the economic value from extractive use, in target fishing locations, Meulaboh, Takalar and Tanjung Luar. The extractive economic value is obtained from the market value using MMAF Trade Recommendation Letter data, while non-extractive economic value is given the use value through the Travel Cost Method (TCM), and non-use value using Contingent Valuation Method (CVM). Data for calculating the economic value of non-extractive sharks and rays were collected using in depth interview with fisherman-traders the boat owners and dive operators, and online surveys for tourists (domestic and international), dive guides, and dive operators. The results showed that the ratio between fisheries value and recreation value estimation is 1:33, 1:28 and 1: 2.7 for Meulaboh, Takalar, and Tanjung Luar locations, respectively. These results prove that the potential value of sharks and rays recreation is greater than the fisheries value. This study recommends shark and ray ecotourism as an alternative for sharks and rays fishing activities in locations where they are targeted for capture.
Analisis Rantai Nilai Sistem Resi Gudang Ikan Indonesia (Studi Kasus pada Perusahaan Penangkapan Ikan) Urip Rahmani; Ediyanto Edi Sitorus; Darlius Darlius
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10348

Abstract

Sistem resi gudang (SRG) dalam penerapannya pada sektor perikanan Indonesia masih memiliki banyak kendala, antara lain, (1) belum jelasnya informasi aktor dan peranannya dalam penerapan sistem resi gudang dan (2) masih belum idealnya pelaksanaan sistem resi gudang ikan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan menetapkan peran aktor yang terlibat dalam implementasi SRG perikanan, (2) menentukan rantai nilai yang paling efisien, dan (3) memberikan rekomendasi SRG perikanan yang ideal. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rantai nilai (value chain analysis) dan analisis keragaan rantai nilai yang dilihat dari margin pemasaran berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh 24 nelayan dan pelaku usaha perikanan. Dari penelitian ini ditemukan adanya empat saluran pemasaran ikan di Pelabuhan Benoa dengan aktornya, antara lain, nelayan, pedagang pengepul kecil, pedagang pengepul besar nasional, distributor/pemilik resi gudang, perusahaan pengolaha ikan, dan importir. Ditemukan juga bahwa saluran IV adalah saluran yang paling efisien. Sebagai rekomendasi, SRG yang ideal adalah SRG yang melibatkan nelayan, pemilik resi gudang, dan perusahaan pengolah ikan.Title: Value Chain Analysis of Indonesian Fish Warehouse Receipt System (Case Study on Fishing Company)The warehouse receipt system in its application to the Indonesian fishery sector still has many obstacles including (1) unclear information on actors and their roles in the implementation of the warehouse receipt system and (2) the implementation of the Indonesian fish warehouse receipt system is still not ideal. According to that situation, the objective of this research are (1)  to identify and determine the role of actors involved in the implementation of the fishery warehouse receipt system, (2)  to determine the most efficient value chain and (3) to provide recommendations for the ideal fishery warehouse receipt system. The analyses used in this study are value chain analysis and value chain performance analysis seen from the marketing margin based on the results of filling out questionnaires by 24 fishers and fisheries business actors. This research found that there are four fisheries marketing channel at Benoa Harbour with actors are fishers, small collectors traders, national wholesalers, distributors/owners of warehouse receipts, fish processing companies and importers. It was also found that IV line was the most efficient line. As a recommendation, the ideal warehouse receipt system is one that involves fishers, warehouse receipt owners and fish processing companies.
Determinan Nilai Tukar Nelayan Di Indonesia Dengan Pendekatan Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) Miko Novri Amandra; Widyastutik Widyastutik; Nimmi Zulbainarni
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10940

Abstract

Salah satu pendekatan dalam mengukur kesejahteraan nelayan adalah nilai tukar nelayan (NTN). NTN publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) hanya mengukur daya beli nelayan sehingga perlu direformulasi dan dikoreksi berdasarkan pertumbuhan produksi dan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial dan dependensi spasial serta menganalisis determinan NTN level nasional dan level provinsi. Analisis yang digunakan adalah indeks moran, diagram pencar moran, dan Geographically Weighted Panel Regression (GWPR). Data yang digunakan merupakan data dari 33 provinsi tahun 2015 hingga 2019. Hasil analisis menunjukkan bahwa NTN provinsi hasil reformulasi memiliki dependesi spasial dengan pola mengelompok. Provinsi yang berada di Kuadran III diagram pencar moran menjadi fokus pemerintah dalam pengambilan kebijakan. GWPR menunjukkan nilai produksi perikanan tangkap. Bantuan pemerintah dan tenaga kerja perikanan tangkap merupakan determinan NTN di semua provinsi. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah adalah dengan mendorong program yang dapat meningkatkan produksi, ekspor, dan konsumsi perikanan tangkap. Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) harus memaksimalkan fungsinya terhadap pengendalian inflasi barang konsumsi di perdesaan. Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan BBM bersubsidi bagi nelayan kecil, menjaga stabilitas harga ikan pada level nelayan dengan penguatan (Sistem Logistik Ikan Nasional) SLIN, mempercepat implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) produk perikanan, dan meningkatkan infrastruktur yang mendukung pembangunan cold storage, terutama ketersediaan listrik. PT Perikanan Indonesia perlu memperluas cakupan wilayah bisnis dan meningkatkan perannya sebagai lembaga pengelola perikanan nasional.Title: Determinants of Fishers of Trade in Indonesia Using a Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) Approach One approach in measuring fishers welfare is fishers of trade (FoT). The FoT published by Indonesian Central Bureau of Statistics (CBS) only measures the purchasing power of fishers. Therefore, it needs to be reformulated and corrected by growth in production and labor. This study aims to analyze spatial patterns and spatial dependencies as well as to analyze the determinants of FoT at the national and provincial levels. The analysis used is moran index, moran scatter plot, and Geographically Weighted Panel Regression (GWPR). Data used is data from 33 provinces from 2015 to 2019. The results of the analysis show that the FoT of the reformulated province has spatial dependencies with a clustered pattern. Provinces that are in Quadrant III of the scatter plots are the focus of the government in making policies. GWPR shows the value of capture fisheries production. Government assistance and labor of capture fisheries are the determinants of FoT in all provinces. Policies that can be carried out by the central and local governments are to encourage programs that can increase production, exports, and consumption of capture fisheries. Central inflation Control Team (CICT) and Local Inflastion Control Team (LICT) must maximize their function in controlling consumer goods inflation in rural areas. The government still maintains the policy of subsidized fuel for small fishers. The government must maintain the stability of fish prices at the fishers level by strengthening National Fish Logistic System (NFLS), accelerating the implementation of Warehouse Receipt System (WRS) fisheries products, improving infrastructure that supports cold storage development, especially the availability of electricity. PT Perikanan Indonesia needs to expand the scope of its business area and increase its role as a logistics agency for fisheries.
Pemenuhan Hak Nelayan Tradisional Atas Pekerjaan Akibat Proyek Tambang Timah Di Kawasan Perairan Pulau Bangka Krisna Adrian; Rima Vien Permata Hartanto
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10903

Abstract

Aktivitas proyek tambang timah di perairan laut Pulau Bangka telah berdampak negatif terhadap hak atas pekerjaan nelayan tradisional. Tulisan ini bertujuan untuk (1) menganalis dampak dari aktivitas proyek tambang timah di laut terhadap sumber daya ikan dan pekerjaan nelayan tradisional dan (2) menganalisis upaya-upaya pemenuhan hak atas pekerjaan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka. Jenis data dalam penelitian kualitatif ini adalah primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Jumlah populasi penelitian ini adalah 150 dengan total sampel sebanyak 10 nelayan tradisional di Kelurahan Matras. Pengambilan sampel dilakukan secara bertujuan (purposive), yaitu langsung kepada nelayan tradisional yang melakukan penolakan aktivitas tambang di laut kawasan Matras akibat dampak negatifnya terhadap pekerjaan mereka. Analisis data penelitian menggunakan model interaktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas proyek tambang timah di laut berdampak negatif terhadap potensi sumber daya ikan karena menyebabkan rusaknya ekosistem laut dan akses nelayan tradisional terhadap pekerjaan. Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka telah melakukan upaya untuk memenuhi hak nelayan atas pekerjaan dengan memberikan berbagai bantuan peralatan atau teknologi tangkap, pembentukan kelompok usaha bersama (KUB), serta pemberian asuransi keselamatan jiwa nelayan. Penelitian ini merekomendasikan perlunya evaluasi terhadap izin penambangan timah di laut, peningkatan teknologi tangkap nelayan tradisional, optimalisasi kelompok usaha bersama, serta penyelesaian konflik sosial antara nelayan tradisional dan penambang timah di laut juga konflik sosial antar masyarakat di kawasan Matras..Title: Fulfillment of Traditional Fishers Right to Work As a Result of the Tin Mine Project In the Waters of Bangka Island Tin mining project activities in the marine waters of Bangka Island have had a negative impact on the right to work of traditional fishers. This paper aims to (1) analyze the impact of tin mining project activities in the sea on fish resources and the work of traditional fishers and (2) analyze the efforts to fulfill the right to work carried out by the Department of Marine Affairs and Fisheries of Bangka Regency. The types of data in this qualitative research are primary and secondary collected through in-depth interviews, observation, and literature study. The population of this study was 150 with a total sample of 10 traditional fishers in Matras Village. Sampling was carried out purposively, namely directly to traditional fishers who rejected mining activities in the Matras sea area due to the negative impact on their work. Analysis of research data using an interactive model. The results of this study indicate that tin mining project activities in the sea have a negative impact on the potential of fish resources because it causes damage to marine ecosystems and traditional fishers access to jobs. The Regional Government of Bangka Regency through the Department of Marine Affairs and Fisheries of Bangka Regency has made efforts to fulfill fishers rights to work by providing various assistance with fishing equipment or technology, forming joint business groups (KUB), and providing life insurance for fishers. This study recommends the need for evaluation of tin mining permits at sea, improvement of fishing technology for traditional fishers, optimization of joint business groups, and resolution of social conflicts between traditional fishers and tin miners at sea as well as social conflicts between communities in the Matras area.
Analisis Efisiensi Teknis dan Gap Teknologi Industri Pengolahan Perikanan di Indonesia: Pendekatan Metafrontier DEA M. Khairul Anam; Endah Sih Prihatini
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10214

Abstract

Industri pengolahan perikanan di Indonesia mengalami kondisi inefisiensi yang disebabkan oleh kurangnya pasokan bahan baku, sarana yang kurang mencukupi dan penggunaan faktor produksi yang kurang maksimal. Disamping itu, lokasi industri perikanan yang menyebar di Seluruh Indonesia dan tidak terpusat menambah permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi teknis dan gap teknologi dari industri pengolahan perikanan yang ada di Indonesia.  Data yang digunakan adalah data cross section Industri Sedang/besar sebanyak 1.703 industri. Analisis metafrontier DEA digunakan untuk menganalisis dan memperkirakan metafrontier, grup frontier, dan total gap ratio (TGR) industri pengolahan perikanan yang ada di 26 provinsi seluruh Indonesia . Terdapat 1 output (hasil produksi) dan 5 input (modal, bahan baku, tenaga kerja, lahan dan energi). Hasil penelitian  ini menunjukkan bahwa Grup 3 (Jawa Timur) memiliki persentase perusahaan efisien terbesar, yakni 67%, kemudian disusul oleh Grup 5 (provinsi lainnya) dengan nilai sebesar 65%. Sementara itu, Grup 4 (Sulawesi) merupakan wilayah dengan persentase perusahaan dengan efisiensi paling rendah, yakni hanya sebesar 38%. Hasil dari TGR menunjukkan bahwa makin tinggi nilai TGR makin kecil kesenjangan (gap) antara grup frontier dan metafrontier. TGR di Grup 3 menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 0,977. Artinya, perusahaan yang terdapat di grup tersebut memiliki potensi peningkatan performa perusahaan sebesar 2,3% yang dapat ditingkatkan melalui investasi, pembangunan infrastruktur, dan manajemen perusahaan. Namun, masih ada beberapa daerah yang memiliki efisiensi rendah. Oleh karena itu, tingkat efisiensi input masih perlu ditingkatkan, sedangkan biaya produksi harus dikurangi. Selain itu, perusahaan harus meningkatkan kemampuan manajemen dan meningkatkan efisiensi produksi serta efisiensi energi.Title: Technical Efficiency and Technology Gap of Fisheries Processing Industry in Indonesia: Meta-Frontier DEA Approach The fisheries processing industry in Indonesia is experiencing inefficiency caused by a lack of supply of raw materials, inadequate facilities and the use of production factors that are less than optimal. In addition, the location of the fishing industry which is spread throughout Indonesia and is not centralized adds to these problems.The purpose of this study is to analyze the technical eflciency and technological gap of the fisheries processing industry in Indonesia. The data used is cross section data for medium/large industries as many as 1,703 industries. Metafrontier DEA analysis was used to analyze and estimate the metafrontier, frontier groups, and total gap ratio (TGR) of the fishery processing industry in 26 provinces throughout Indonesia. There are 1 outputs (production) and 5 inputs (capital, raw materials, labor, land and energy). The results of this study indicate that Group 3 (East Java) has the largest percentage of eflcient companies, i.e. 67%, followed by Group 5 (another provinces) with a value of 65%. Meanwhile, Group 4 (Sulawesi) is the region with the lowest percentage of companies with eflciency at only 38%. The results of the TGR show that the higher the TGR value, the smaller the gap between the frontier and meta-frontier groups. The TGR in Group 3 shows the highest value of 0,977. This means that the companies in this group have the potential to increase the company’s performance by 2,3%, which can be increased through investment, infrastructure development, and industry management. However, there are still some areas that have low eflciency. Therefore, the level of input eflciency still needs to be improved, while production costs must be reduced. In addition, companies must improve management capabilities and improve production eflciency as well as energy eflciency.
Dampak Kebijakan Pelarangan Cantrang di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur Azrin Syamsuddin; Akhmad Fauzi; Achmad Fahrudin; Eva Anggraini
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.9592

Abstract

Pelarangan operasi alat tangkap cantrang (ATC) melalui Permen KP No.2/Permen-KP/2015 yang kemudian diperbaiki dengan Permen KP No.71/Permen-KP/2016 berpengaruh terhadap kegiatan perikanan di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak ekonomi dan sosial bagi pelaku usaha yang bergantung pada komoditas ikan tangkapan ATC. Penelitian dilaksanakan pada Maret—April 2019 di tiga desa nelayan di kecamatan tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap pelaku usaha perikanan yang memanfaatkan alat tangkap cantrang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang memberikan gambaran kondisi ekonomi dan sosial pelaku usaha di lapangan. Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan mactor, smic-prob, dan multipol. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan pelarangan ATC berpengaruh signifikan terhadap pelaku usaha perikanan, khususnya nelayan penangkap ikan dan pelaku usaha industri hilirnya. Oleh karena itu, strategi skenario pembangunan ke depan adalah perlunya adaptasi dengan memodifikasi alat tangkap cantrang, koordinasi seluruh aktor di lapangan dalam implementasi adaptasi, penggantian alat tangkap dengan melibatkan aparat keamanan, dan pengalihan mata pencaharian nelayan dari penangkapan ikan ke pembudidayaan ikan.Title: The Impacts of Cantrang Prohibition Policy in Paciran Sub-district, Lamongan Regency, East Java Province The prohibition on the operation of cantrang through the Ministerial Decree No. 2/Permen-KP/2015 which was later corrected by the Ministerial Decree No. 71/Permen-KP/2016 has an effect on fisheries activities in Paciran District, Lamongan Regency, East Java. This study aims to analyze the economic and social impacts on business actors who depend on cantrang caught fish commodities. The research was conducted in March—April 2019 in three fishing villages in the sub-district. Data was collected through interviews with fisheries business actors who used cantrang. This research is a qualitative descriptive study that provides an overview of the economic and social conditions of business actors in the field. The analysis in this study was carried out using the Mactor, Smic-Prob, and Multipol approaches. The results of the analysis show that the cantrang prohibition policy has a significant effect on fisheries business actors, especially fishers and their downstream industry business actors. Therefore, the future development scenario strategy is adaptation toward this policy by modifying cantrang fishing gear, coordinating of all actors in implementing adaptation, replacing fishing gear by involving security forces, and diverting fishers livelihoods from fishing to fish cultivation.
Analisis Kesediaan Membayar Wisatawan pada Objek Wisata Bahari Pulau Sirandah, Kota Padang Yuliarti Yuliarti; Eni Kamal; Harfiandri Damanhuri
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10297

Abstract

Pulau Sirandah merupakan salah satu objek wisata bahari di Provinsi Sumatra Barat. Pulau ini memiliki pemandangan laut, pantai, dan ekosistem pesisir yang indah. Pengelolaan yang baik di kawasan ekowisata dapat melestarikan lingkungan serta berpotensi dalam peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dengan meningkatkan ekonomi masyarakat. Wisatawan akan merasa puas saat biaya yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang dihasilkan saat menikmati pemandangan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesediaan membayar (willingness to pay) wisatawan terhadap objek wisata bahari Pulau Sirandah di Kota Padang. Penelitian ini dilaksanakan di tempat wisata bahari Pulau Sirandah pada September sampai dengan Oktober 2020. Metode yang digunakan adalah survei dan observasi lapangan. Responden pada penelitian ini merupakan wisatawan yang sedang berwisata di Pulau Sirandah. Responden penelitian berjumlah 92 orang. Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling. Data tersebut dianalisis dengan analisis willingness to pay (WTP). Analisis WTP dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu dengan membuat pasar hipotetik, mendapatkan penawaran besarannya nilai WTP, dan menghitung rerata nilai WTP. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah nilai WTP kawasan wisata bahari pada Pulau Sirandah di Kota Padang adalah Rp20.000,00/pengunjung dan 100% pengunjung bersedia membayar. Simpulan dari penelitian ini adalah wisatawan yang mengunjungi Pulau Sirandah di Kota Padang ingin berkontribusi dalam pemeliharaan dan melestarikan pulau tersebut karena saat wisatawan masih mendapatkan manfaat dari pulau tersebut. Perlu dilakukan upaya pembatasan agar tidak terjadi kunjungan yang berlebihan yang akan berdampak pada kebersihan dan keseimbangan ekosistem yang ada di pulau tersebut. Wisatawan yang berkunjung dapat berkontribusi dalam pemeliharaan dan pelestarian pulau tersebut.Title: Analysis Of Tourist’s Willing to Pay at The Marine Tourism Object of Sirandah Island, Padang City Sirandah Island is one of the marine tourism objects in the province of West Sumatra. The island has beautiful sea views, beaches and coastal ecosystems. Good management in ecotourism areas can preserve the environment and have the potential to increase the economy of the community around the area. by improving the local economy. Tourists will feel satisfied when the costs incurred are in accordance with the benefits generated when enjoying ecotourism scenery. This study aims to analyze the willingness to pay (Willingness to Pay) of tourists to the marine tourism object Sirandah island, Padang city. This research was carried out at the marine tourism site of Siranda Island from September to October 2020. The methods used were surveys and field observations. Respondents in this study were tourists who were traveling on the island of Sirandah. Respondents obtained during the study were 92 people. Determination of respondents is done by purposive sampling. The data were analyzed by Willingness to Pay (WTP) analysis. WTP analysis is carried out in several stages, namely making a hypothetical market, getting an offer for the amount of WTP value and calculating the average WTP value. The results obtained from this study are the Willingness to Pay (WTP) value of the marine tourism area on Sirandah Island in Padang City is IDR 20,000/visitor and 100% of visitors are willing to pay. Efforts need to be made to limit the occurrence of excessive visitors which will have an impact on the cleanliness and balance of the ecosystem on the island. Tourists visited can contribute to the maintenance and preservation of the island.
Strategi Adaptasi Rumah Tangga Nelayan dalam Menghadapi Dampak Abrasi Annisa Wulandari; Mohamad Shohibuddin; Arif Satria
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 2 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i2.10364

Abstract

Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim dapat memicu abrasi yang berdampak negatif pada kerentanan rumah tangga nelayan. Penelitian ini mengkaji tingkat kerentanan di antara rumah tangga nelayan dengan struktur nafkah berlainan dan hubungannya dengan strategi adaptasi yang diterapkan dalam menghadapi dampak abrasi. Kemampuan rumah tangga nelayan menerapkan berbagai strategi adaptasi diduga membuat mereka lebih mampu bertahan dalam menghadapi perubahan lingkungan. Untuk mengkaji hal ini, penelitian lapangan dilakukan pada satu komunitas pesisir di Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Data dikumpulkan melalui survei atas 34 responden dari rumah tangga terdampak abrasi yang dipilih dengan teknik proportional stratified random sampling dan diperkuat dengan observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan.  Untuk melihat hubungan antarvariabel, secara statistik dilakukan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara tingkat kerentanan dan keragaman strategi adaptasi dengan arah hubungan negatif sebesar -0,508. Selanjutnya, terdapat hubungan signifikan antara struktur nafkah dan tingkat kerentanan dengan arah hubungan negatif sebesar -0,626 serta antara struktur nafkah dan tingkat keragaman strategi adaptasi dengan arah hubungan positif sebesar 0,682. Hal ini berarti makin tinggi tingkat kerentanan maka makin rendah tingkat keragaman strategi adaptasi, lantas makin beragam struktur nafkah maka makin rendah tingkat kerentanan dan makin tinggi tingkat keragaman strategi adaptasi. Berdasarkan temuan ini, disarankan agar pemerintah melakukan upaya pencegahan abrasi yang akan menimbulkan kerentanan pada rumah tangga nelayan. Selain itu, pemerintah perlu mendorong diversifikasi mata pencaharian di antara rumah tangga nelayan dan dalam kaitan ini perlu membenahi tata ruang kawasan wisata bahari dan pengelolaannya secara inklusif agar manfaat ekonominya dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih merata..Title: Adaptation Strategies by Fishing Household toward the Impact of Coastal Erosion: A Case Study in West Pasaman Regency The rise of sea level as the impact of climate change may cause coastal erosion which will negatively induced vulnerabilities among fishing households. This study examines the level of vulnerability among fishing households having various livelihood structures and its relation to their adaptation strategies in dealing with the impacts of coastal erosion. It is assumed that the ability of the fishing households to exercise various adaptation strategies would make them more resilient in addressing environmental changes. To reveal this, a field work was carried out in a coastal community in West Pasaman Regency. Quantitative data was obtained through survey with 34 respondents, all of them are households affected by erosion, selected through proportional stratified random sampling technique, while qualitative data was obtained throuhg participant observations and in-depth interviews with several informants. To see the relation among variables statistically, this study uses Rank Spearman correlation test. The results of this study indicate that there is a significant relationship between level of vulnerability and variety of adaptation strategies with a negative value of -0,508. In addition, there is also a significant relationship between livelihood structure and level of vulnerability with a negative value of -0,626 and between livelihood structure and variety of adaptation strategies with a positive value of 0,682. These mean that the higher the level of vulnerability, the lower the variety of adaptation strategies; then, the more diverse the livelihood structure, the lower the level of vulnerability and the higher the variety of adaptation strategies. Based on these findings, it is recommended that the government should exercise some efforts to prevent coastal erosion which will create some vulnerabilities to fishers households. In addition, the government needs to encourage diversification of livelihoods among fishing households and in this regard, it is necessary to improve the spatial planning of marine tourism areas and their management in an inclusive manner so that the economic benefits can be felt by the community more evenly..