cover
Contact Name
Edwin Yulia Setyawan
Contact Email
edwin.yulia.setyawan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalsosek.kp@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
ISSN : 20888449     EISSN : 25274805     DOI : -
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan merupakan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, dengan tujuan menyebarluaskan hasil karya tulis ilmiah di bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Artikel-artikel yang dimuat diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaku usaha dan pengambil kebijakan di sektor kelautan dan perikanan terutama dari sisi sosial ekonomi.
Arjuna Subject : -
Articles 313 Documents
POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Ratna Patriana; Arif Satria
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 1 (2013): Juni (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4534.343 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i1.1191

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dampak perubahan iklim pada aktivitas nelayan perikanan tangkap, dan (2) menganalisis pola adaptasi dan strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan untuk mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif eksploratif yang dilengkapi dengan studi literatur. Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan Focused Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan wilayah dan musim penangkapan ikan, meningkatnya resiko melaut akibat gelombang ekstrim dan angin kencang, dan menghambat akses nelayan dalam melaut akibat pendangkalan muara sungai dan gelombang besar, (2) adaptasi yang dilakukan oleh nelayan antara lain adalah adaptasi iklim melalui “mengejar musim ikan”, adaptasi sumber daya pesisir, adaptasi alokasi sumber daya dalam rumah tangga yang meliputi optimalisasi tenaga kerja dalam rumah tangga dan pola nafkah ganda, dan keluar dari kegiatan perikanan (escaping from fisheries) 
OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KARANG HIDUP KONSUMSI (LIFE REEF FISH FOR FOOD / LRFF) DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE, SULAWESI SELATAN Benny Osta Nababan; Yesi Dewita Sari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1143.474 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5859

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan dan menentukan tingkat optimal pemanfataan sumberdaya LRFF di perairan Kepulauan Spermonde. Penelitian ini dilakukan di perairan Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan model surplus produksi dengan fungsi pertumbuhan logistik. Model pengelolaan dilihat dari rezim maximum economi yield, maximum sustainable yield dan open access. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai biomas optimal pada rezim maximum economic yield (MEY) adalah 5.120 ton, tingkat produksi optimal adalah 1.047 ton dan jumlah effort (trip) optimal yang diperbolehkan adalah 284.792 trip. Pada rezim maximum sustainable yield (MSY) biomas, produksi dan upaya lestari adalah berturut-turut 4.154 ton, 1.107 ton dan 371.128 trip. Rezim akses terbuka biomas maksimum hanya 1.933 ton, produksi maksimum yang dapat diperoleh sebesar 790 ton dan jumlah trip maksimum yang diperbolehkan 569.584 trip. Rente ekonomi yang diperoleh jika menerapkan rezim MEY adalah Rp 41.587.148.882, rezim MSY adalah Rp 37.765.171.742 dan rezim open access adalah Rp.0. Pemanfaatan sumberdaya LRFF di Kepulauan Spermonde telah terjadi overfishing karena diketahui produksi aktual lebih tinggi daripada produksi optimal yang disarankan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan perikanan sumberdaya LRFF yang mengarah kondisi optimal agar dalam jangka panjang pemanfaatan sumberdaya LRFF tetap lestari. Tittle: Optimal Exploitation Of Life Reef Fish For Food (LRFF) In The Spermonde Islands Of South Sulawesi.This research aimed to understand about the LRFF resources exploitation rate and its optimal used in the Spermonde Islands. The research was conducted in Spermonde Island of South Sulawesi. This research was used surplus production model with logistic growth function. Management model of LRFF resources based on maximum economic yield, maximum sustainable yield and open access regimes. Results showed that optimal biomass, optimal production and optimal effort at maximum economic yield were obtained at 5.120 ton, 1.047 ton and 284.792 trip. Sustainable biomass, productions and effort at maximum sustainable yield were 4.154 ton, 1.107 ton and 371.128 trip. Maximum biomass, productions and effort at open access were 1.933 ton, 790 ton and 569.584 trip. Economic rent obtained if applying regime of MEY was Rp 41.587.148.882, regime MSY was Rp 37.765.171.742 and regime open access was Rp.0. Exploitation of LRFF at Spermonde Island had indicated over fishing, because actual productions was greater than optimal productions. Therefore, on optimal management of LRFF fisheries resource is required to ensure long-term sustainability of the LRFF
KEMISKINAN NELAYAN: Studi Kasus Penyebab Eksternal dan Upaya Revitalisasi Tradisi Pengentasannya di Kaliori, Rembang, Jawa Tengah M. Alie Humaedi
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 2 (2012): DESEMBER (2012)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.616 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v7i2.5685

Abstract

Kemiskinan masyarakat nelayan secara faktual terjadi di mana-mana. Ia tidak hanya disebabkan oleh faktor internal dalam mekanisme produksinya, tetapi juga oleh keadaan eksternal yang tercipta di lingkungannya. Tradisi dan kelembagaan tradisi tidak selalu dianggap baik dan mampu menjaga eksistensikehidupan orang miskin. Bahkan, keduanya bisa menjerumuskan atau semakin membenamkan orang miskin pada kemiskinan absolut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode etnografi. Penelitian etnografi masyarakat nelayan ini berupaya memberikan tawaran jalan keluar berdasarkan potensi dankarakter kebudayaan masyarakat dalam menghadapi kemiskinannya. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian adalah sebagai berikut. Buwoh dan bank titil di Kaliori Rembang Jawa Tengah telah menjadi bukti otentik bagaimana tradisi yang dikemas oleh para pencari rente lebih kejam dari jeratan utang bakul yang selama ini dituduh sebagai penyebab utama kemiskinan nelayan. Meskipun kondisi faktual kemiskinan itu tidak serta merta mendorong nelayan menjadi penganut konstruksi instrumental, peran pemerintah dalam menstimulasi tradisi dan kelembagaan tradisi yang mereduksi kemiskinan harus dipacu dalam bentuk kebijakan dan program. Title: The Fisher’s Poverty: Case Study of External Causes and Tradition Revitalization effort to Poverty Allevation in the Kaliori of Rembang, Central JavaPoverty in fishing communities occurs factually in everywhere. It is caused not only by internal factors in the mechanism of production, but also by external circumstances that are created in its environment. Tradition and traditional intitutions are not always considered good and able to maintain the existenceof poor’s life. In fact, they can plunge the poor people into absolute poverty. The research is conducted by using ethnographic method. This ethnograhic research of fishing communities attempted was to offer solution based on potention and character of public culture against their poverty. Data were analysed using qualitatove description method. Results of the study were as follows. Buwoh and Bank Titil in the Kaliori of Rembang, Central Java have become the authentic evidence of how traditions created by rente seekers are crueller than debt of bakul bondage that has been accused as the main cause of fisher’s poverty. Although the factual condition of poverty does not necessarily encourage fishers to be adherents of the instrumental construction, the role of government in stimulating the tradition and tradition institutions that reduce poverty must be driven in the form of policies and programs.
VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN MERAUKE Maria MD Widiastuti; Novel Novri Ruata; Taslim Arifin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2016): DESEMBER (2016)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.757 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v11i2.3856

Abstract

Ekosistem mangrove mengalami tekanan dan penurunan jasa lingkungan diduga karena abrasi dan fenomena alam serta aktivitas masyarakat seperti penggalian pasir di pesisir pantai. Pemerintah telah melakukan upaya konservasi hutan mangrove dengan cara penanaman kembali, namun belum berhasil. Salah satu permasalahan adalah belum atau tidak adanya informasi nilai ekonomi mangrove sebagai dasar penentuan program konservasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai ekonomi ekosistem mangrove di pesisir Laut Arafura meliputi 3 distrik yaitu Malind, Merauke dan Naukenjerai. Metode yang digunakan yaitu TEV (Total Economic Value) yang terdiri dari analisis nilai guna langsung menggunakan harga pasar. Nilai guna tidak langsung dan nilai pilihan menggunakan benefit transfer. Nilai non guna yang terdiri dari nilai keberadaan dan nilai pewarisan menggunakan WTP (willingness to pay). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi hutan mangrove di kawasan pesisir pantai Laut Arafura per tahun sebesar Rp. 213.344.656.759,00 (213 Milyar Rupiah) atau setara dengan Rp. 21.075.240,00/ha/tahun atau setara dengan Rp. 8,6 juta rupiah per kepala keluarga. Title: Economic Valuation In The Coastal Mangrove Ecosystem District MeraukeEcosystem mangrove in Araufra Coastal had underpressure and decreasing environmental services because of abration as natural phenomena, and unsuistainable community activities such as digging sand on the coast. The Government has made the conservation of mangrove forests by replanting, but has not succeeded. One of the problems is not yet or absence of information about the economic value of mangroves as the basis for determining the conservation program. This study aims to determine the economic value of the mangrove ecosystem in the Arafura Sea coast in three districts: Malind, Merauke and Naukenjerai. The methodology using TEV (Total Economic Value) consisting of direct use value analysis using market prices. Indirect use values and the options value using the benefits transfer. Non-use value consist the existence and bequest value using WTP (willingness to pay). The result showed that the economic value of mangrove forests in the coastal regions of the Arafura Sea is Rp. 213.344.656.759,00 (213 billion rupiah per year) or equivalent with Rp. 21.075.240,00/ha/year, or equivalent with Rp. 8,6 million per household.
TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PERIKANAN BUDIDAYA IKAN KERAPU DI KERAMBA JARING APUNG DI NUSA TENGGARA BARAT Achmad Azizi; Mei Dwi Erlina; Nendah Kurniasari
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 1 (2009): juni (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.679 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i1.5823

Abstract

Riset ini bertujuan untuk mempelajari tingkat adopsi teknologi budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung dan faktor-faktor karakteristik internal yang mempengaruhi tingkat adopsi. Menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif korelasional. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus, hal ini disebabkan kegiatan Budidaya ikan kerapau relatif masih baru diperkenalkan. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat adopsi paket teknologi pembesaran ikan kerapu di Lombok Timur termasuk kategori sedang dengan nilai skor 3.038. Sebaran responden menurut tingkat adopsi teknologi pembesaran ikan kerapu termasuk kategori sedang. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa faktor internal seperti umur, tingkat pendidikan formal, non formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, alasan memilih usaha ikan kerapu, kekosmopolitan, interaksi dengan penyuluh perikanan dan jenis pengambilan keputusan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat adopsi teknologi, dinyatakan dengan koefisien korelasi lebih rendah dari nilai kritinya yaitu 0,325 pada taraf signifikan 0,01. Tittle: Level of Adoption of Grouper in the Floating Cage Culture in West Nusa Tenggara.The objective of this research was to study adoption level of grouper cage culture technology and internal characteristic factors which influence adoption level. This research was carried out using a census technique. Results show that adoption level of grouper cage culture technology in East Lombok was classified as moderate with score of 3,038. Respondent distribution regarding adoption level of the above mention was moderate. Rank Spearman Analysis shows that the age, formal and non formal education level, income, number of children, number of labor in the household, reasons for choosing grouper business, cosmopolitan, interaction with fisheries extension officers, and also decision making do not have significant relation with adoption level of the technology. This is showed by correlation coefficient by which is lower than its critical value (0.325) at 0.01 significant level.
ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA BERBASIS EKONOMI BIRU DENGAN PENDEKATAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania; Joni Haryadi
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 10, No 1 (2015): Juni (2015)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (687.833 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v10i1.1247

Abstract

Penerapan konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis blue economy (BE) merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Konsepsi BE bertujuan untuk menciptakan suatu industri yang ramah lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi terkini dan langkah-langkah strategis pengembangan perikanan budidaya berbasis BE di Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2014. Data dikumpulkan dari lima lokasi yaitu: Provinsi Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Sumbawa. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur yang disusun dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process. Analisis Strength Weakness Opportunities Threat (SWOT) dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang mempengaruhi pengembangan perikanan budidaya yang berbasis BE. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa penerapan BE di bidang perikanan budidaya masih harus diperkaya dengan kerangka kebijakan kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya ketersediaan teknologi perikanan budidaya yang prospektif, peningkatan sumberdaya manusia, sosialisasi konsepsi BE, dan penerapan perikanan budidaya yang mampu mengakomodasi prinsip-prinsip BE. (Analysis of Aquaculture Development Based on Blue Economy Concept Using Analytical Hierarchy Process (AHP) Approach)The implementation of blue economy (BE) concept for development of marine and fisheries sectors is a strategic step for marine and fisheries programs. The aim of BE conception is to promote an environmental friendly industrial based, so it can create natural resources management and sustainable used. Purpose of this study was to evaluate the current conditions and strategic plans for aquaculture development based on BE concept in Indonesia. The study was carried out during March-October 2014. Data were collected from five locations: Lampung, East Java, Bali, West Nusa Tenggara, South Sulawesi, and Sumbawa Regency. Interviews using a structured questionnaire based on the analytical hierarchy process approach were used for gathering data and information. SWOT analysis was also conducted to analyse aspects that affect the development of BE based aquaculture. The results of this study indicated that the application of BE in the field of aquaculture remains to be enriched with marine and fisheries policy framework, including the availability of prospective aquaculture technology, improving human resources capability, socialization of BE conception, and implementation of aquaculture which could accommodate the principles of BE.
OPTIMASI FAKTOR PRODUKSI UNTUK MAKSIMASI KEUNTUNGAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI DESA SATHEAN KECAMATAN KEI KECIL Eygner Talakua
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.311 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v12i1.6312

Abstract

Keterbatasan faktor produksi seperti bibit, modal, dan tenaga kerja dalam menjalankan usahabudi daya rumput laut berdampak pada keuntungan yang akan diperoleh. Kondisi ini menuntut pemilikusaha budi daya rumput laut di Desa Sathean harus mampu mengelola usahanya dengan baik, terkaitpenentuan jumlah faktor produksi yang sifatnya terbatas untuk memperoleh keuntungan usaha yangmaksimal. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis alokasi faktor produksi yang optimaldan mengkaji keuntungan maksimum yang dapat diperoleh pada usaha budi daya rumput laut diDesa Sathean Kecamatan Kei Kecil. Data primer dikumpulkan dari 15 responden melalui wawancarasecara langsung dengan kuesioner dan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti.Data dianalisis menggunakan metode pemrograman linier (linear programming) dan hasil dianalisissecara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi faktor produksi yang optimaluntuk tiap kegiatan produksi budi daya rumput laut adalah penggunaan luas area budi daya seluas7.058 m2 atau 0,7058 ha, penggunaan modal kerja sebesar Rp.891.907,1 penggunaan bibit sebanyak157,47 kg, dan penggunaan tenaga kerja sebanyak 1.403 HOK, sehingga dapat memaksimalkankeuntungan yang dapat diperoleh usaha budi daya rumput laut di Desa Sathean Kecamatan Kei Kecilsebesar Rp.5.010.716,- tiap kegiatan produksi budi daya rumput laut.Title: Optimizing Production Factors to Profit Maximize of Seaweed Cultivation in the Sathean Village of Kei Kecil SubdistrictLimitations of production factors such as seeds, capital, and labor in carrying seaweed cultivationimpact on profits to be earned. These conditions require the owner of seaweed cultivation in the SatheanVillage should be able to manage their business well, related to the determination of the amount ofproduction factors that are limited to gain maximum business. For the purpose of this study is to analyzethe optimal allocation of production factors and assess the maximum profit that can be obtained onseaweed cultivation in the Sathean Village of Kei Kecil Subistrict. Primary data was collected from 15respondents through direct interviews with questionnaires and direct observation of the object studied.Data were analyzed using linear programming method and the results were analyzed descriptivelyquantitative. The results showed that the optimal allocation of factors of production for each productionactivity of seaweed cultivation is the use of the area cultivated an area of 7,058 m2 or 0.7058 ha, the useof working capital of 891.907.1 IDR use as much as 157.47 kg of seeds, and the use of labor as many as1,403 HOK, so as to maximize the benefits that can be obtained seaweed cultivation in the village of KeiKecil Sathean District of 5,010,716 IDR,- per activity seaweed cultivation production.
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PELUANG PERBAIKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN GOWA Tenny Apriliani; Tikkyrino Kurniawan; Hikmah Hikmah
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 2 (2011): DESEMBER (2011)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (881.821 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v6i2.5768

Abstract

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan kebijakan pengembangan kawasan minapolitan di perdesaan. Minapolitan menjadi relevan dengan wilayah pengembangan perdesaan karena pada umumnya sektor perikanan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat. Penerapan kebijakan ini menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam pengembangannya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi serta peluang perbaikan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Gowa. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober Tahun 2010. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa secara deskriptif. Beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan minapolitan adalah terkait dengan aspek infrastruktur dan pemasaran. Permasalahan tersebut perlu segera ditindaklanjuti diantaranya berupa perbaikan dan pengadaan infrastruktur seperti irigasi dan jalan serta peran aktif dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memberikan informasi pasar kepada pembudidaya. Tittle:Identification of Problems and Opportunities for Improving the Minapolitan Area  Development in the Regency of GowaMinistry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF) has established a policy called Minapolitan in the rural areas development. Minapolitan is relevant to the development of rural areas because in general the fisheries sector and utilization of fishery resources is a major livelihood of most people. Implementation of this policy is facing various obstacles and challenges in its development. Therefore this study was to conducted to identify problems faced and opportunities for improvement in the development MInapolitan in Gowa region. This research was conducted in August and October 2010. Primary and secondary data were used in this study. Data collected were processed and analyzed descriptively. Several major problems faced in the development Minapolitan were related to infrastructure and marketing. The problem need to be immediately followed up in the form of maintaining and developing infrastructure, such as irrigation and roads, and encouraging active role of both central and local government to establish market information to fish farmers.
KAJIAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR BERBASIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN PADA BUDIDAYA BANDENG DI PESISIR KABUPATEN KARAWANG Dicky Rachmanzah; Bambang Widigdo; Yusli Wardiatno
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 1 (2014): Juni (2014)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (746.144 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v9i1.31

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menilai kesesuaian pelaksanaan dan capaian tujuan program penberdayaan melalui penilaian Indeks Pelaksanaan Program dan Indeks Pencapaian Tujuan;  (2) mengidentifikasi  pengaruh  variabel  pelaksanaan  sebagaimana  disebutkan  dalam  pedoman pemberdayaan terhadap tujuan program pemberdayaan dalam dimensi ekologis, ekonomi, dan  sosial, serta; (3) merumuskan strategi perbaikan yang perlu dilakukan sehingga pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pesisir dapat terlaksana dan berlanjut secara efektif. Metode penelitian  yang digunakan adalah metode survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Indeks Pelaksanaan Program adalah sebesar 2,39 dengan kategori ‘Baik’. Indikator yang memerlukan upaya perbaikan  yaitu indikator ketepatan waktu penyaluran bantuan; (2) Indeks Pencapaian Tujuan sebesar 2,11 dengan kategori Cukup. Indikator capaian tujuan peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan kelembagaan kelompok memerlukan upaya perbaikan guna pencapaian kategori yang lebih baik; (3) Terhadap pencapaian tujuan dalam dimensi ekonomi berupa peningkatan produksi budidaya, variabel ketepatan waktu penyaluran, kecukupan jumlah bantuan, dan aktivitas pendampingan berpengaruh positif, sedangkan variabel kejadian kekeringan berpengaruh negatif; (4) Untuk pencapaian tujuan dalam  dimensi  sosial,  hanya  variabel  aktivitas  pendampingan  yang  berpengaruh  signifikan  terhadap peningkatan kelembagaan kelompok, dan; (5) Keseluruhan variabel pelaksanaan tidak berpengaruh terhadap capaian tujuan dalam dimensi ekologis berupa peningkatan kualitas lingkungan. Dengan memperhatikan hasil analisis, beberapa opsi kebijakan yang perlu dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu: (1) penyesuaian waktu penyaluran bantuan dengan musim tanam untuk meningkatkan efektifitas capaian tujuan dalam dimensi ekonomi; (2) peningkatan dukungan terhadap aktivitas pendampingan oleh tenaga penyuluh, untuk meningkatkan capaian tujuan dalam dimensi sosial, dan; (3) peningkatkan capaian tujuan dalam dimensi ekologis, berupa peningkatan kualitas lingkungan melalui pemberian intensif bagi pembudidaya yang memiliki sertifikat cara budidaya ikan yang baik (CBIB)(Title: Implementation Study of The Coastal Communities Empowerment Program Based on Sustainable Management of Milkfish Cultured In The Coastal Regency of Karawang)This study aimed to: (1) assess the suitability of the empowerment program implementation and  goals through the introduction of programs implementation Indexes and achievement of goals indexes;  (2) identify influences of enforcement variable mentioned in empowerment guidelines against goals of empowerment programs, the objectives in the form of economic, social, and ecology dimensions, and; (3) formulate strategy that needs to be done so the program can continue and be implemented effectively  in achieving its goal. Survey was used as the research method. The result of studies have shown that:  (1) Program Implementation Index that states performance level of coastal community empowerment program is worth 2.39 with the Good category. Performance indicators that require improvement efforts in order to achieve a better category , i.e. punctuality indicators of aid distribution; (2) Achievement Index that states the level of achievement goals of empowerment program is worth 2.11 with moderate 14 categories. The whole purpose of indicators that include increased production, increased institutional  farmer group, and improving the quality of the environment in the category of quite and require attention  and improvement efforts in order to achieve a better category; (3) against the objectives in the form of economic, variable aid delivery timeliness,adequacy of the amount of aid, and mentoring activity has a positive effect, while the incidence of drought has negative impact; (4) against the objectives in the form of social, only mentoring activities has a positive effect, and; (5) all of implementation variable hasn’t  effect against the objectives in the form of ecology. By considering the results of the analysis, some policy options that need to be done by Ministry of Marine Affairs and Fisheries are: 1) timing adjustment aid to the fish cultivation to increase the effectiveness of objectives in the form of economic; (2) Improved support for mentoring activities, to increase the objectives in the form of social; (3) and improvement of objectives in the form of ecology objectives through the rovision of intensive to the farmers who are  certified best aquaculture practiced
KAJIAN SOSIAL EKONOMI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN Riesti Triyanti; Hikmah Hikmah
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 2 (2013): DESEMBER (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.624 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i2.5674

Abstract

Pelelangan bandeng di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dilakukan oleh beberapa pihak diantaranya pembudidaya, pungawa, pacatto, pagandeng, dan penagih retribusi dengan aturan main yang telah disepakati. Bandeng hasil pelelangan dipasarkan ke  beberapa kabupaten di sekitar Pangkajene dan Kepulauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pelelangan bandeng dan rantai pemasaran bandeng, serta menganalisis kinerja pemasaran bandeng. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap pelaku usaha perikanan. Analisis data  menggunakan metode statistik deskriptif dan cost-margin analysis. Hasil analisis menunjukkan rantai pemasaran bandeng di pelelangan terdiri dari 2 rantai diantaranya Pembudidaya-Pungawa-PacattoKonsumen (R1) dan Pembudidaya-Pungawa-Pacatto-Pagandeng-Konsumen (R2). Rantai pemasaran R1 memiliki nilai biaya pemasaran lebih kecil, keuntungan lebih besar, margin pemasaran lebih kecil, farmer’s share lebih besar dan memiliki nilai indeks efisiensi lebih kecil dibandingkan rantai pemasaran  R2. Realisasi penerimaan retribusi pelelangan bandeng di Pangkep terhadap target hampir tercapai  sedangkan terhadap Pendapatan Asli  Daerah (PAD) sangat kecil (< 1 %). Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Pangkep khususnya pembudidaya bandeng dapat dilakukan dengan pembentukan kelembagaan pelelangan, penambahan fasilitas pelelangan, dan peningkatan koordinasi serta pengawasan data maupun jumlah retribusi pelelangan antara Dinas Kelautan dan Perikanan  dan Dinas Pendapatan Daerah. Title: Social and Economic Study of Milkfish Auction in the  Pangkajene Kepulauan DistrictThe milkfish auctions in Pangkep District have been being practicy by several parties including farmers, pungawa, pacatto, pagandeng, and levy collectors with agreed rules. Milkfish from the auction were marketed to several districts near by the Pangkep district. This study aimed to identify the characteristics of the milkfish auction, milkfish marketing chain, and analyze the performance ofmilkfish marketing efficiency. Data collected using indept interview techniques to fish farm respondents. Data were analyzed using descriptive statistical methods and cost-margin analysis. Results showed that milkfish marketing chain in auction consists of 2 chains including fish farmers-Pungawa-Pacatto Consumer (R1) and Fish farmers-Pungawa-Pacatto-Pagandeng-Consumer (R2). Marketing chain R1 has lower marketing costs, greater profits, lower marketing margins, larger farmer’s share and has a efficiency index value is smaller than R2 marketing chain. Levy revenue realization milkfish auctions in Pangkep against almost achieved the target while contributing to the auction levy revenue (PAD) is very small (<1%). Increased incomes in particular Pangkep milkfish farmers can do with the establishment of the institutional tender, the addition of auction facilities, and improved coordination and monitoring of data and the amount of levy auction between the Local Autority in Marine and Fisheries Sector and Local Autority in Revenue.

Page 4 of 32 | Total Record : 313