cover
Contact Name
Zahri Nasution
Contact Email
kebijakan.sosek@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kebijakan.sosek@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
ISSN : 20896980     EISSN : 25273280     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan merupakan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, dengan tujuan menyebarluaskan hasil karya tulis ilmiah di bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Artikel-artikel yang dimuat diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaku usaha dan pengambil kebijakan di sektor kelautan dan perikanan terutama dari sisi sosial ekonomi
Arjuna Subject : -
Articles 177 Documents
ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA UDANG SECARA INTENSIF DI KOLAM TAMBAK Zahri Nasution; Bayu Vita Indah Yanti
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 1 (2015): JUNI 2015
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.987 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v5i1.1070

Abstract

Tulisan ini merupakan hasil penelitian terkait gambaran penerimaan teknologi yang diterapkan pada demfarm oleh pengguna dilihat dari tingkat adopsi teknologi yang diintroduksi oleh kelompok penerima program demfarm. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan analisis kebijakan. Teknologi yang dievaluasi adalah teknologi yang diperkenalkan pada demfarm budidaya udang di kolam tambak secara intensif. Verifikasi lapang ke lokasi percontohan di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat dilakukan pada bulan Mei 2014. Analisis dan interpretasi data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petambak penerima program dapat mengadopsi sebesar 92% darikeseluruhan teknologi yang dianjurkan pada usaha budidaya udang secara intensif. Teknologi yang diterapkan pada demfarm ini belum diadopsi oleh petambak di sekitarnya, sehingga belum terjadi difusi teknologi budidaya udang vaname yang dilaksanakan melalui demfarm. Alasan utama yang dikemukakan oleh para petambak disekitar area demfarm adalah keterbatasan modal dan pembiayaan usaha untuk pelaksanaan operasional budidaya udang vaname di kolam tambak yang mereka miliki, mengingat berdasarkan hasil penghitungan untuk biaya pembukaan tambak udang yang ada di sekitar lokasi demfarm cukup mahal yaitu mencapai Rp.750 juta per hektar.Title: Adoption Rate of Tiger Prawn Cultured on Brackiswater Fish PondThis paper is an overview of the research results related to the extent of acceptance of the technology applied to demfarm by the user, in terms of the rate of adoption of technology is being introduced by the receiver group demfarm program. The study was conducted using a policy analysisapproach. Technology being evaluated is a technology that was introduced in demfarm shrimp farming in an intensive pond. Field verification to the pilot sites in Karawang regency, West Java, conducted in May 2014. Analysis and interpretation of the data was done descriptively. The results showed that farmers can adopt a program recipient of 92% of the overall technology that is recommended in intensive shrimp farming. The technology applied to this demfarm not been adopted by farmers in the vicinity, so it has not happened shrimp farming technology diffusion vaname implemented through demfarm. The main reason put forward by the farmers around the area demfarm is limited capital and business financing for the operational implementation of shrimp culture ponds vaname at their disposal, given based on the results of the calculation for the cost of the opening of shrimp ponds in the vicinity of demfarm quite expensive, reaching Rp. 750 million per hectare.
ALTERNATIF MODEL KELEMBAGAAN REFINE: MODEL INOVASI KELEMBAGAAN KLINIK IPTEK MINA BISNIS Armen Zulham
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2013): JUNI 2013
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.349 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v3i1.235

Abstract

Naskah ini, terkait dengan konsepsi Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis) dan Research ExtensionFisheries Community Network (REFINE). Keduanya merupakan inovasi kelembagaan yang bertujuanmenyebarkan IPTEK di daerah pedesaan. Konsepsi KIMBis telah diimplementasikan pada 15 lokasi.Sementara implementasi dari konsepsi REFINE masih dalam wacana. Konsepsi dasar keduanya sangatberbeda tetapi tujuannya hampir sama. Kelembagaan KIMBis dibangun melalui partisipasi berbagaistakeholder dengan pendekatan bottom up. Sementara kelembagaan REFINE dikembangkan denganmembentuk Kelompok Kerja (Pokja) pada tingkat pusat dan daerah, pendekatannya adalah top down.Sumber informasi utama tulisan ini adalah pengamatan lapangan terhadap perilaku berbagai stakeholder,serta laporan 15 lokasi KIMBis dan dokumen REFINE. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KIMBisdapat dimodifikasi sebagai alternatif model kelembagaan REFINE. Modifikasi kelembagaan sebagaipenyebar inovasi ini tergantung pada kemauan politik dari perumus kebijakan. Selain itu fleksibilitaslembaga tersebut juga memegang peranan penting dalam menarik pemangku kepentingan berpartisipasidalam kelembagaan itu. Kelembagaan berbasis masyarakat umumnya lebih mudah diimplementasikandibandingkan kelembagaan formal dalam bentuk Pokja. Fleksibilitas KIMBis membuat kelembagaantersebut berperan multi fungsi. Namun untuk memfungsikan KIMBis: sebagai sarana pemberdayaanmasyarakat berbasis IPTEK, sarana pengembangan ekonomi masyarakat berbasis IPTEK, sarana kerjasama peneliti, perekayasa dan penyuluh dalam menerapkan dan menyebarkan IPTEK serta memperolehumpan balik untuk merenovasi IPTEK dan pendekatan yang dilakukan, sebagai tempat kolaborasi denganlembaga-lembaga yang sudah ada, SKPP, SKPD, Swasta dan LSM dalam mewujudkan kesejahteraanmasyarakat, dan sebagai laboratorium lapang aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan dihadapkanpada berbagai kendala. Tingkat partisipasi berbagai pemangku kepentingan terhadap KIMBis sangatbervariasi. Pada masa yang akan datang untuk mengembangkan KIMBis harus mengembangkan sosialkapital dan interkoneksitas, agar partisipasi pemangku kepentingan dapat meningkat.Title: An Alternative Institution Model for REFINE:Inovative Institutional Model of the Klinik Iptek Mina BisnisThis paper is associated with the concept of institutions innovation of the “Klinik IPTEK MinaBisnis (KIMBis)” and the “Research Extension Fisheries Community Network” (REFINE). The purpose ofboth the institutions innovation was to spread the technologies at the villages communities. Recently, theKIMBis concept has been implemented at 15 locations, while the REFINE concept still remains a plan.The basic concept of both innovations are very different but the goals almost the same. The KIMBis wasbuilt through the participation of a wide range of stakeholders with a bottom up approaching method.Mean while, the REFINE was developed by forming working group (Pokja) at the provincial and thedistrict levels, known a top down approaching method. The main sources of the information for this paperare based on the field observation tows the various stakeholders’ behavior, as well as the report of the15 locations of KIMBis and the REFINE documents. The results show that KIMBis can be modified asthe alternative institution for REFINE. This modification depends greatly on the political will of the policymakers. In addition, the flexibility of the institutions is also play an important role in an attracting the stakeholders to participate in the institutional program. In the form of working group, the society-basedinstitutions are generally easier to be implemented than the formal institution. The flexibility of KIMBiswill build a multi-functioned institution, such as the place for technology-based society empowerment;the place for technology-based rural economic development; and a tool to develop the cooperationamong researchers, engineers, and extension officers in applying and spreading technologies as well asobtaining feedbacks to renovate technologies and the approaching methods. The other functions aretofacilitate the existing institutions: SKPP,SKPD, private companies and NGO to create public welfare,and as the field laboratory for the socio ecomonic aspects to support the development of marine andfisheries. Recently, the level of participation of the stakeholders involved in the KIMBis activities varywidely. In the future, the development of KIMBis need social capital and interconectivity strategies toboost the stakeholders paticipation on KIMBis program.
Front and Bak Matter ilham Ferbiansyah
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 1 (2018): JUNI 2018
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1594.995 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v8i1.7342

Abstract

BISNIS LOBSTER DI SIMEULUE: KERAGAAN PERDAGANGAN DAN KEBIJAKAN INOVASI BUDIDAYA Armen Zulham; Zahri Nasution
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 2 (2016): DESEMBER 2016
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.075 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v6i2.3068

Abstract

Lobster merupakan salah satu komoditas penopang ekonomi rumah tangga perikanan di Simeulue. Disparitas harga Lobster antara pusat produksi (Simeulue) dan pasar tujuan (Jakarta) mendorong dinamika eksploitasi populasi Lobster di Simeulue. Manfaat ekonomi dari dinamika eksploitasi Lobster yang diperoleh nelayan dan pedagang pengumpul di Simeulue masing-masing masing-masing sekitar 19% dari total nilai transaksi Rp. 914,1 Juta setiap bulan. Informasi utama bisnis Lobster diperoleh dari hasil Survey pada bulan April 2016. Survey dilakukan pada 15 pedagang pengumpul di Teupah Selatan dan 3 Pedagang Besar di Sinabang dan Teluk Dalam. Informasi tambahan diperoleh dari diskusi dengan para pemangku kepentingan sampai Bulan Oktober 2016. Hasil penelitian ini menunjukkan: penangkapan Lobster ukuran karapas < 8 Cm (< 2 Ons)  dan bertelur masih tetap ditemukan. Suplai Lobster asal Simeulue  ke pasar tujuan sekitar 2,4 Ton per Bulan dan kemampuan suplai  itu terus menurun dari Januari 2016 sampai Juli 2016. Oleh sebab itu diperlukan inovasi untuk meningkatkan pasokan Lobster tersebut. Untuk mendapatkan Lobster Pedagang Besar (antar pulau)  di Simeulue membangun Jaringan Sosial,  agar bisnis Lobster tetap berlanjut. Namun, keberlanjutan bisnis Lobster, tergatung pada  kebijakan implementasi inovasi model sosial entrepreneur dalam industri Lobster. Kebijakan tersebut pada dasarnya untuk:  mempercepat penggunaan  teknologi baru (renovasi teknologi) budidaya Lobster, menciptakan iklim usaha tentang pentingnya pemulihan stok Lobster melalui asistensi bisnis.  Model Sosial Enterpreneur akan membantu mengembangkan kluster budidaya Lobster di perairan Teluk Sibigo dan  Teluk Dalam serta pada sebagian perairan di Teupah Selatan.Abstract: Lobster Business In Simeulue: Trade Performed And  Cultivation Innovation Policy Lobster is one of the commodities that support fisheries household economy in Simeulue. The disparity of lobster prices between Simeulue and Jakarta trigger the dynamics exploitation of lobster population  in Simeulue. Economical benefit from the exploitation of Lobster potency obtained by fishermen and collecting traders in Simelue are around 19% each from monthly transaction of Rp 914,1 million, respectively. Main information of this report was obtained from survey on April 2016. Survey was onducted on 15 collecting traders in South Teupah Distric and three inter island traders in Sinabang and Teluk Dalam. Additional information was obtained from discussion with stakeholders until October 2016. This research showed that: the fishing of lobster with carapace size <8 cm and hatching eggs were still found. The supply of Simeulue lobster to target market was around 2,4 tons per month and the supply ability kept decreasing since January 2016 to July 2016. An innovation to increase the production level of lobster is needed. To get the lobster, the inter island  traders build social network in order to make his business continue. However, the continuation of lobster business depends on the implementation policy of social entrepreneur innovation model  in lobster industry. The policy was basically made for: accelerating new technology use (technology renovation) of lobster cultivation, creating a business climate about the importance of lobster stock recovery through business assistance. The social entrepreneur model will help to develop lobster cultivation cluster in Sibigo Bay and Teluk Dalam Bay as well as some coastal  waters area in South Teupah Distric.
PENINGKATAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL MELALUI PROGRAM MINAPOLITAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH Reza Kukuh Febrianto; Abdul Kohar Mudzakir; Abdul Rosyad
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2015): DESEMBER 2015
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.872 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v5i2.1020

Abstract

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan Kota Pekalongan merupakan Unit PelaksanaTeknis dibawah Kementrian Kelautan Perikanan dan bertanggung jawab kepada Direktorat JenderalPerikanan Tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fasilitas fungsional, menganalisisprogram Minapolitan di PPN Pekalongan dan menganalisis tingkat pemanfaatan fasilitas fungsional,Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik dengan pengambilansampel Purposive sampling dengan teknik non probability sampling dan kuota sampling kemudianmenggunakan analisa tingkat pemanfaatan, analisa likerts dan analisa SWOT . Hasil penelitian diperolehdari analisis likerts responden non pegawai atau masyarakat sekitar pengguna pelabuhan, nilai skorpemanfaatan fasilitas pelabuhan 3,1 dan responden pegawai pelabuhan, nilai skor pemanfaatan fasilitaspelabuhan berkisar antara 3,9 dengan hasil baik. Hasil perhitungan tingkat pemanfaatan TPI 14,04%,areal parkir 21,63%, dan Bak air bersih 60%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkatpemanfaatan fasilitas fungsional secara keseluruhan belum termanfaatkan secara optimal. Hasil analisaSWOT total skor pada faktor internal dan eksternal matrik. Dari perhitungan skoring faktor total nilaiskor untuk faktor internal didapatkan 3,09 sedangkan untuk faktor eksternal didapatkan 2,86 yang untukselanjutnya ditempatkan pada matrik didapatkan pada kuadran I yaitu strategi S-O (strength-opportunity).Strategi ini dibuat untuk menggunakan seluruh kekuatan untukmemanfaatkan peluang yang ada.Title: Enhancement the Capacity of Functional Facilities Through MinapolitanProgram In Nusantara Fishery Port (PPN) Pekalongan, Central JavaPekalongan Archipelagic Fishing Port a Technical Implementation Unit under the Ministry ofMaritime Affairs and Fisheries is responsible to the Directorate General of fisheries. Over the last 5 yearsemerging issues concerning the implementation of the program at the Pekalongan Archipelagic FishingPort. It is caused by disagreement between the respective stakeholders involved in the implementationof this program. This study aims to identify functional facilities, then develop a program to analyze theutilization rate Minapolitan and functional facilities in PPN Pekalongan. The method used in this researchis descriptive analytic method of sampling quota sampling and then use the analysis of the level ofutilization, Likerts analysis and SWOT analysis. The results were obtained from analysis of respondentsLikerts non employees or the community around the port, the port facility utilization score of 3.1 and therespondent employees of the port, the port facility utilization score value ranging between 3.9 with goodresults. The calculation result TPI utilization rate 14.04%, 21.63% parking area, and Bak 60% cleanwater. From these results it can be concluded that the utilization rate of the overall functional facilityhas not been utilized optimally. SWOT analysis results of the total score on the internal and externalfactors matrix. From the calculation of the total value of scoring factor scores obtained for internal factorof 3.09 while for external factors to obtain 2.86 which subsequently placed on the matrix obtained in thefirst quadrant is SO strategy (strength-opportunity). This strategy is made to use the whole power untukmemanfaatkan opportunities.
ANALISIS KONEKTIVITAS KELAUTAN DAN PERIKANAN ANTAR WILAYAH PULAU UTAMA DI INDONESIA Estu Sri Luhur; Subhechanis Saptanto; Tajerin Tajerin
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 1 (2014): JUNI 2014
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1101.911 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v4i1.168

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis konektivitas sektor kelautan dan perikanan dalamsistem Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yangdilakukan pada tahun 2014. Kajian dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupatabel interregional input-output (IRIO) 2010 yang telah dimutakhirkan (updating) dari IRIO 2005menggunakan metode row-augmented technical coefficient-sheet/RAS. Hasil kajian menunjukkanbahwa konektivitas sektor kelautan dan perikanan antar wilayah cenderung tinggi yang ditunjukkanoleh besarnya koefisien keterkaitan ke belakang/indeks daya penyebaran dan koefisien keterkaitan kedepan/indeks daya kepekaan lebih besar dari satu satuan unit; namun konektivitas wilayah timur denganwilayah barat masih rendah yang ditunjukkan oleh masih besarnya dominasi Pulau Jawa, Sumateradan Bali dalam aktivitas ekonomi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini memberikan indikasi alirandistribusi belum berjalan optimal sehingga keterkaitan ekonominya juga terhambat. Untuk itu, penguatankonektivitas antar koridor ekonomi (pulau utama) termasuk pada kegiatan yang terkait dengan kelautandan perikanan merupakan strategi utama dalam mengimplementasikan MP3EI. Kebijakan yangdirekomendasikan untuk mendorong kinerja yang lebih optimal pada usaha kelautan dan perikanan,antara lain: (1) meningkatkan investasi pada sektor industri pengolahan hasil perikanan melaluipembangunan dan perbaikan infrastruktur, institusi dan sumberdaya manusia; dan (2) membangun danmemperbaiki sarana transportasi antar pulau melalui penguatan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).Title: Connectivity Analysis of Marine and Fisheries between Main IslandsRegion of IndonesiaThis study aimed to analyze the connectivity of marine and fisheries sector in Masterplan forAcceleration and Expansion of Indonesia’s Economic Development (MP3EI) system conducted in 2014study was conducted using secondary data from Tables of interregional input-output (IRIO) 2010 hadbeen updating of IRIO 2005 with row-augmented technical coefficient-sheet/RAS method. The resultsshowed that connectivity of marine and fisheries sector between regions tend to be higher which indicatedby backward linkages coefficient/index of spread and forward linkages coefficient / index of sensitivitywas higher than one unit; however connectivity between eastern and western region are still low whichindicated by magnitude dominance of Java, Sumatra and Bali islands in the economic activity of marineand fisheries sectors. This results in flow distribution is not optimal, so the economic relationship is alsoinhibited. To that end, strengthening connectivity between economic corridors (main island), including theactivities related to marine and fisheries are the main strategies in implementing MP3EI. Recommendedpolicies to encourage more optimal performance on marine and fisheries, among others: (1) increaseinvestment in fish processing industry through the development and improvement of infrastructure,institutions and human resources; and (2) establish and improve the means of transportation betweenislands through the strengthening of the National Fish Logistics System (SLIN).
STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS SUMBER DAYA ALAM PESISIR DAN LAUT DI PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Agustina Setyaningrum; Heny Budi Setyorini; Edy Masduqi
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.547 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v7i2.3953

Abstract

Kawasan pariwisata Pantai Depok dewasa ini mulai dikenal luas oleh masyarakat. Selama ini tempat wisata ini dikenal dengan wisata kulinernya. Sumber daya alam pesisir dan laut yang ada di Pantai Depok beragam baik itu sumber daya hayati maupun sumber daya non hayati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan pariwisata berbasis sumber daya alam pesisir dan laut di Pantai Depok. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik Rapid Rural Apraisal digunakan dalam penelitian ini. Keberagaman sumber daya alam pesisir dan laut dapat menjadi salah satu daya tarik wisata baru di Pantai Depok. Salah satunya adalah dengan pengolahan produk hasil kelautan. Produk tersebut perlu dimaksimalkan agar produk tersebut memiliki nilai tambah dan nilai jual yang tinggi. Pengolahan produk hasil kelautan ini dapat dijadikan sebagai produk unggulan baru yang mendukung kegiatan pariwisata di Pantai Depok.Title: Develompment Strategy of Tourism Activity Base on Coastal and Marine Resources in Depok Beach, Daerah Istimewa YogyakartaDepok Beach tourism area today is becoming widely known by the public. This tourist spot known as culinary tour. The coastal and marine natural resources in Depok Beach are both biological and nonbiological resources. The purpose of this research is to formulate coastal and marine natural resourcebased tourism development strategy in Depok Beach. Data used in this research include primary data and secondary data. Rapid Rural Apraisal techniques were used in this study. The diversity of coastal and marine natural resources can be one of the new tourist attraction in Depok Beach. One of them is the processing of marine products. The product needs to be maximized so that the product has added value and high selling value. Processing of marine products can be used as a new flagship product that supports tourism activities in Depok Beach..   
STATUS KEBERLANJUTAN INTRODUKSI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Tikkyrino Kurniawan; Mei Dwi Erlina
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2016): JUNI 2016
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2331.148 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v6i1.2609

Abstract

Banyak teknologi yang telah diintroduksikan oleh KIMBis Indramayu dari tahun 2011 hingga 2014. Tapi tidak semua teknologi tersebut diadaptasikan oleh stakeholder. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa banyak teknologi yang telah diaplikasikan oleh stakeholder dan apa saja kendala-kendalanya. Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Januari – Desember 2015. Lokasi PEK SIS TAL Indramayu di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan FGD, observasi, pengamtatan di lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur, studi literatur dan dokumentasi yang terkait. Metode analisa PEK SIS TAL selain menggunakan analisis deskriptif, juga menggunakan analisis kuantitatif. Kesimpulan penelitian ini adalah Hasil FGD menunjukkan bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa, teknologi yang diintroduksikan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sederhana sehingga seharusnya sudah diterapkan oleh stakeholder dimasyarakat. Teknologi yang paling banyak diadopsi adalah pada sektor budidaya (37%), tambak garam (25%) dan nelayan (25%). Teknologi yang berhasil diintroduksikan adalah teknologi budidaya terutama pada budidaya air payau. Implikasi kebijakan yang dapat disarankan adalah harus dibuat persyarakat standar SDM yang dapat menerima teknologi atau melakukan pengkategorian penerima teknologi (adopter), sehingga penerapan teknologi dapat diterapkan secara maksimal. Selain standar kemampuan, pemilihan penerima teknologi juga harus melihat kemauan dan pengalaman usaha. Hal ini harus diseleksi dengan baik agar teknologi dapat diadopsi dan diterapkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraanya serta yang telah mendapatan introduksi teknologi dapat menjadi Trainer of Trainer (TOT) sehingga teknologi yang telah diintroduksikan dapat disebar luaskan oleh mereka. Title: The Effectiveness on Introductions on Marine And Fisheries Technology on Indramayu’s Fisheries Science and Business Clinical (KIMBis) LocationMarine technology and fisheries have been introduced by KIMBis Indramayu from 2011 to 2014. While not all of these technologies adopted by the Community users. The aims of this study are (1) to analyze the sustainability of marine and fisheries technology that were introduced in Indramayu District and (2) to analyze the effectiveness of marine and fisheries technology in Indramayu District. This study was conducted from January to Desember 2015 in Indramayu District, West Java Province. The data were collected by FGD, field observations and interviews using a structured questionnaire, literature, and related documentations. The analytical methods are using both descriptive and quantitative methods. The fisheries business activities have utilized and implemented technology such as aquaculture (37%), salt farming (25%), and capture fisheries (25%), while the least using technology are fisheries product processing activity (13%). Most of them have already adopted by the community, even more there are technologies that have undergone diffusion the marine and fisheries technology in Indramayu are effective. 
INDUSTRIALISASI PERIKANAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PEDESAAN PERAIRAN UMUM DARATAN Zahri Nasution; Bayu Vita Indah Yanti
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2014): DESEMBER 2014
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.429 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v4i2.602

Abstract

Potensi perikanan di wilayah perairan umum daratan di Indonesia yang mencapai 13,85 juta hayang terdiri atas sungai dan rawa banjiran, danau alami, dan waduk. Saat ini perikanan tangkap perairanumum daratan (PUD) berfungsi sebagai sumber mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakatdi pedesaan, terutama nelayan, pembudidaya ikan di perairan umum, pengolah hasil perikanan danpedagang ikan. Industrialisasi perikanan merupakan program pembangunan sektor perikanan pada saatini merupakan lanjutan pelaksanaan program minapolitan. Penelitian bertujuan mengkaji penerapanindustrialisasi perikanan dan dukungannya terhadap program ketahanan pangan di wilayah PUD telahdilakukan pada ekosistem sungai dan rawa, danau, dan waduk. Kajian dilakukan secara kualitatifdengan menganalisis lebih mendalam terhadap beberapa hasil penelitian yang terkait dengan programindustrialisasi perikanan pada kawasan minapolitan perairan umum daratan. Hasil kajian menujukkanbahwa industrialisasi perikanan PUD apabila dijalankan dengan memperhatikan konsep pengelolaanPUD secara berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya(CBF) dan pengendalian kegiatan budidaya, maka akan mendukung program ketahanan pangannasional. Unsur keberlanjutan pada pelaksanaan program menjadi penting, karena jika sumber dayaperikanan PUD dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka masyarakat tidak akan kesulitan dalammemenuhi kebutuhan pangan, dilihat dari aspek ketersediaan, akses, dan stabilitas ketersediaannyaserta peningkatan daya belinya. Implikasi kebijakan yang diperlukan apabila industrialisasi perikananPUD dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan sumber daya perikanan PUD, maka DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota kiranya perlu ditingkatkan kapasitasnya dalam kaitannyadengan sistem dan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan PUD secara berkelanjutan.Title: Fisheries Industrialization Support Program On Food Security atInland Open Waters AreaThe potential area of fisheries in inland openwaters area in Indonesia covering of 13.85 million ha.The potential is consisting of rivers and swamps flood, natural lakes, and reservoirs. Currently fisheriesinland openwaters serve as a source of livelihood for most rural communities, especially fishermen, fishfarmers in openwaters, processing fishery and fish traders. Industrialization of fisheries are fisheriessector development program at this time. This program is a continuation of the program minapolitan.Studies conducted in this paper attempts to review the implementation of the industrialization of fisheriesand its support on food security programs in the area of inland openwaters. This paper based onresearch conducted qualitatively by analyzing the depth of some of the research related to fisheriesindustrialization and minapolitan program of inland openwaters. The results of research showed that theindustrialization of fisheries in inland openwaters if the region is run with attention to the concept of inlandwater management approach on an ongoing basis through the development of culture-based fisheries(CBF) and control of fish culture activities, it will support the national food security program. Elements ofsustainability in the implementation of the program is important, because if the inland waters fisheriesresources can be used sustainable, then the public will have no trouble in meeting the needs of food,from the aspects of availability, access, stability and availability and increased purchasing power. Policyimplications will be needed if the industrialization of fisheries in openwaters is increasing the capacityof the role of the Fishery and Extention Services in each Regency / City in relation to the system andinstitutional management of fisheries resources of inland openwaters.
PERBANDINGAN POLA BAGI HASIL DALAM USAHA GARAM RAKYAT DI KABUPATEN PAMEKASAN, JAWA TIMUR Campina Illa Prihantini; Yusman Syaukat; Anna Fariyanti
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.643 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v7i1.4997

Abstract

Usaha garam rakyat pada umumnya dijalankan dengan sistem bagi hasil di KabupatenPamekasan. Pola bagi hasil yang umum dilakukan adalah pola bagi dua (merdua) dan pola bagi tiga(mertelu). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan membandingkan perbedaanpelaksanaan dua pola bagi hasil usaha garam rakyat di Kabupaten Pamekasan. Beberapa indikator yangdigunakan dalam menganalisis perbedaan kedua pola bagi hasil ini dijelaskan dengan menggunakananalisis deskriptif. Kesimpulan pertama menunjukkan bahwa perbedaan paling dasar antara dua polabagi hasil adalah karakteristik lahan garam yang digarap oleh petani penggarap. Selain itu, penelitianini juga menjabarkan beberapa hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dalam sistembagi hasil. Kesimpulan lainnya adalah terdapat perbedaan hak dan kewajiban antara pemilik lahan danpetani penggarap. Salah satu kelemahan sistem bagi hasil dalam usaha garam rakyat adalah dominasiperan pemilik lahan. Pemerintah diharapkan dapat berperan dalam pembatasan kepemilikan lahan. Halini bertujuan agar pemilik lahan tidak terlalu dominan dalam usaha garam rakyat, terlebih di KabupatenPamekasan.Title: Comparison of Sharecropping System Salt Production Busineessin Pamekasan Regency, East JavaSalt production business generally used sharecropping system in Pamekasan regency.This system has two type, 1:1 sharecropping system (it is called merdua) and 1:2 sharecropping system(it is called mertelu). The main objective of this research is to identify and to compare the differencesof two types in salt production business with sharecropping system in Pamekasan regency. Someindicators are used to analyze the differences using descriptive analysis. The first conclusion showed themain difference of those types of sharecropping system is the salt-land characteristic. Besides that, thisresearch also explain the rights and the obligations each participant in sharecropping system. The otherconclusion is there is a difference right and obligation between the landlord and the sharecropper. Oneof sharecropping weakness is the landlord’s domination. The government should make regulation aboutrestrictions on tenure rights. It aims to minimize the landlord’s domination in salt production business,especially in Pamekasan regency.

Page 1 of 18 | Total Record : 177