cover
Contact Name
Satrio Ageng Rihardi
Contact Email
hukum@untidar.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
hukum@untidar.ac.id
Editorial Address
Jl. Kapten Suparman No.39, Potrobangsan, Kec. Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah 56116
Location
Kota magelang,
Jawa tengah
INDONESIA
Literasi Hukum
Published by Universitas Tidar
ISSN : 25980769     EISSN : 25980750     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Jurnal ilmiah yang memuat artikel-artikel ilmiah yang mengedepankan pada nilai-nilai riset dalam mengembangan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 84 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL MASYARAKAT ADAT TOLAKI Rahman Hasima
Literasi Hukum Vol 2, No 1 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.624 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional masyarakat adat tolaki. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue-approach) dan pendekatan kasus (case-approach) terhadap perlindungan hukum ekspresi budaya tradisional masyarakat adat tolaki.Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional masyarakat adat tolaki menggunakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, undang-undang hak cipta belum sempurna dalam mengakomodasi perlindungan dan pemanfaatan yang layak bagi ekspresi budaya tradisional masyarakat adat tolaki karena hak cipta merupakan hak yang dimiliki oleh individu atas ciptaannya dan tidak mengatur mengenai hak tradisional yang dimiliki secara kolektif oleh suatu komunitas. Saat ini Pemerintah daerah baru memberikan perlindungan yang bersifat defensif yakni dengan melakukan dokumentasi dan registrasi data melalui pendaftaran beberapa ekspresi budaya tradisional masyarakat adat tolaki yang hidup dalam masyarakat (living culture) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) berdasarkan Konvensi UNESCO Tahun 2003 seperti Tari Molulo dan Ritual Adat Mosehe yang sifatnya penyelamatan (safeguarding), yakni untuk mencegah kepunahan aset budaya. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Ekspresi Budaya Tradisional, Masyarakat Adat, Tolaki
REKONSTRUKSI PENDIDIKAN KEWARGAAN MULTIKULTURAL DALAM BINGKAI KEINDONESIAAN YANG BERADAB Sukron Mazid
Literasi Hukum Vol 1, No 1 (2017): Literasi Hukum
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.236 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikian kewargaan multikultural sebagai pembentukan warga negara yang toleran, adil, demokratis serta tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bentuk perwujudan bangsa yang bermartabat dan beradab. Jenis Penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan kepustakaan, sumber data terdiri atas sumber literatur dengan memilih referensi buku serta jurnal yang berdimensi terkait rekonstruksi pendidikan kewargaan multikultural. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekonstruksi pendidikan kewargaan multikultural dengan pembudayaan dan pembiasaan yang secara terus-menerus diajarkan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi diperlukan, agar dapat membangun kesadaran aktif warga negara yang baik dan bijak, bagian dari khasanah kebhinekaan Indonesia serta merekonstruksi pendidikan multikultural sebagai bingkai keindonesiaan yang bermartabat, bagian dari jati diri bangsa Indonesia menuju warga negara global yang beradab.
Masyarakat Hukum Adat: Hak Atas Pembangunan Berbasis Kesejahteraan Novianti Novianti; Winanda Kusuma
Literasi Hukum Vol 2, No 2 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.718 KB)

Abstract

Prioritas pembangunan nasional pembangunan di daerah tertinggal. dihuni oleh para MHA. Pola kehidupan dan kebudayaan yang telah menjadi hukum yang hidup didalam masyarakat, hak atas harta pusaka bahkan kebudayaan tidak terwujud harus menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan tersebut. Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 2007 melalui Majelis Umum telah menyepakati seuatu deklarasi mengenai masyarakat hukum adat yaitu United Nation Declaration on the Right of Indigeneous. Dalam Deklarasi MHA PBB juga meyakini bahwa kontrol MHA terhadap pembangunan yang berdampak pada mereka harus dapat memperkuat kelembagaanya. MHA mengedapankan prisip dimana MHA diakui sebagai pihak yang utama dalam pembangunan dan proses pembangunan. Program pembangunan MHA juga bisa memperbaiki kondisi kehidupan mereka. MHA untuk mendapatkan bantuan teknis dan keuangan yang tepat harus diberikan setiap kali hal tersebut bila dimungkinkan, kemampuan MHA untuk dapat memanfaatkan teknologi
MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI NEGATIVE LEGISLATOR DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-XIV/2016 TENTANG UJI MATERI PASAL KESUSILAAN DALAM KUHP Dian Kus Pratiwi
Literasi Hukum Vol 2, No 1 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.736 KB)

Abstract

Mahkamah konstitusi merupakan institusi kehakiman di Indonesia yang memiliki wewenang untuk melakukan judicial review (uji materiil) undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Putusan yang dihasilkan oleh mahkamah konstitusi bersifat final, tidak memiliki upaya hukum untuk ditinnjau kembali. Melalui Putusan No. 46/PU-XIV/2016 (Uji Materi Pasal Kesusilaan dalam KUHP) Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pemohon untuk seluruhnyatentang permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Pemohon dalam gugatannya meminta Pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan. Terkait pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki. Serta Terkait Pasal 292, Pemohon meminta dihapuskannya frasa "anak" sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, Pemohon meminta pelaku homoseksual harus dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa. Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif. Objek penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-XIV/2016 Tentang Uji Materi Pasal Kesusilaan dalam KUHP. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran secara rinci tentang obyek yang dikaji dengan norma-norma hukum ketatanegaraan. Hasil penelitian menunjukan bahwa  dalam Putusan Perkara No 46/PUU-XIV/2016 Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dari putusan tersebut maka, pertama Mahkamah Konstitusi telah melaksanakan kewenangan yang dimilikinya sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kedua, Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi telah menjalankan kedudukannya sebagai negative legislator, yakni hanya semata-mata sebagai penguji norma peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam pengujiannya Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan suatu norma Undang-Undang konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) ataupun inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) yang mempersyaratkan pemaknaan tertentu terhadap suatu norma Undang-Undang untuk dapat dikatakan konstitusional, namun Mahkamah Konstitusi dituntut untuk tidak boleh masuk wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana (criminal policy). Ketiga, permohonan yang diajukan pemohon, terhadap Pasal 284, 285, dan 292 KUHP bukan sekedar memberi pemaknaan baru atas norma atau memperluas pengertian yang terkandung dalam norma undang-undang yang dimohonkan melainkan benar-benar merumuskan tindak pidana baru yang sudah masuk wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana (criminal policy). Sehingga menurut Mahkamah Konstitusi hanya pembentuk UU yang berwenang melakukannya dalam kedudukannya sebagai positive legislator.Kata Kunci: Putusan, Mahkamah Konsitusi, Negative Legislator
KAJIAN YURIDIS PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DAN KEPALA DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA YANG BAIK DI DESA BALESARI KECAMATAN WINDUSARI KABUPATEN MAGELANG Nur Rofiq
Literasi Hukum Vol 1, No 1 (2017): Literasi Hukum
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.474 KB)

Abstract

Berdasarkan UU No.32 tahun 2004 pemerintah desa merupakan garda terdepan  dari pemerintah pusat, kerena pemerintah desa berhubungan langsung dengan masyarakat desa. Sehingga diharapkan secara efektif dapat  menjalankan tugas-tugas pemerintah pusat, baik secara   hukum dan politik untuk mewujudkanb penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih baik dan akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari pemerintah desa dapat bekerja sama dengan BPD. BPD mempunyai peran normative sebagai alat control pemerintah desa. Akan tetapi, dalam konteks good governance, pendekatan kemitraan (partnership) lebih relevan ketimbang pendekatan konfrontatif, yang memungkinkan terjadi kesejajaran antara pemerintah desa (eksekutif) dan BPD (legeslatif), tanpa harus mengurangi makna control BPD. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, peran BPD memiliki posisi yang strategis dalam menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat desa setempat. Perannya sangat besar dalam mempercepat keberhasilan pemerintahan desa yang baik terutama dalam melaksanakan otonomi desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian yuridis peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik di Desa Balesari Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang. Dengan kerja sama yang sinergi dan seirama antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, maka akan tercapai  pemerintahan desa yang baik. Demikian pula apabila pemerintah pusat (eksekutif) dapat bekerja sama seiring dan sejalan dengan DPR  Pusat (legeslatif) maka tidak mustahil akan terwujud pemerintahan negara yang baik pula. Penelitian ini menggunakan Metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian dengan cara melakukan gambaran serta menguraikan dengan jelas keadaan yang sebenarnya terjadi berdasarkan fakta yang ada di lapangan, adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, yang meliputi wawancara dan dokumentasi. Setelah data terhimpun, kemudian dilakukan penyajian dan analisa data. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu upaya untuk memberikan gambaran serta uraian berdasarkan data yang terkumpul untuk kemudian disimpulkan dan diinterpretasikan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN ANAK DI KOTA MAGELANG Arnanda Yusliwidaka; Satrio Ageng Rihardi
Literasi Hukum Vol 2, No 2 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.006 KB)

Abstract

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, ditambah lagi dengan pengetahuan pendidikan yang rendah dan kemampuan/keterampilan yang kurang dari orang tua si anak, hal inilah yang membuat orang tua orang tua dengan mudahnya melibatkan si anak untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya yakni dengan mempekerjakan si anak. Selain itu, anak kerap kali mendapatkan kekerasan dari orang tua. Di Kota Magelang saat ini untuk korban kekerasan dan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak masih relatif tinggi, oleh karenanya dengan adanya Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan diharapkan dapat menanggulangi dan mencegah permasalahan tersebut. Sehingga pihak pemerintah daerah Kota Magelang yakni Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Magelang harus melakukan perlindungan hukum baik secara preventif maupun represif terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak di Kota Magelang dan Bentuk perlindungan hukum dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Magelang serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Magelang terhadap anak yang merupakan korban dari kekerasan anak. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer dengan cara melakukan wawancara terhadap responden dengan metode kualitatif yang disajikan secara diskriptif. Hasil penelitian ini bentuk-bentuk kekerasan di Kota Magelang adalah kekerasan fisik, psikis berupa pembulian, seksual berupa pencabulan, dan perilaku menyimpang berupa tawuran, kemudian untuk perlindungan hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Magelang terhadap anak yang merupakan korban dari kekerasan adalah melaksanakan perlindungan hukum yang disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Upaya yang wajib dilakukan untuk melaksanakan perlindungan anak adalah dengan melalui 3 jenis layanan, yang meliputi Pencegahan, Pengurangan resiko kerentanan dan Penanganan
PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE SECARA ONLINE DI INDONESIA Lintang Tantowi
Literasi Hukum Vol 2, No 1 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.267 KB)

Abstract

Seiring berjalannya waktu proses perdagangan jual beli juga semakin mudah dan semakin banyak yang melakukannya dengan adanya e-commerce. Oleh sebab itu maka permasalahn sengketa yang mungkin terjadipun juga semakin besar. Penyelesaian permasalahaan sengketa ini pun dapat melalui abritase. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai definisi dan dasar hukum arbitrase online, prosedur beracara di BANI secara Online, serta kelebihan dan kekurangan arbitrase online. Penelitian ini berjenis penelitian peustaka menggunakan metode kualitatif. Indonesia sudah mempunyai Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 yang memungkinkan arbitrase secara online dilakukan seperti yang tercantum pada pasal 4 ayat 3. Para pihak yang akan mengajukan sengketa kepada BANI harus menyampaikan permohonan tertulis dengan mencantumkan syarat dan ketentuan. Biaya berperkara di BANI terdiri dari 3 macam: Pertama, biaya pendaftaran, biaya pemeriksaan, biaya layanan profesional (professional services fee). Keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha transaksi e-commerce dalam penyelesaian sengketa melalui ODR, antara lain: penghematan waktu dan uang, mudah mengontrol dan merespons, menghindarkan diri perasaan takut akan diintimidasi karena tidak bertatap muka langsung. Melalui arbitrase online ini diharapkan dapat mempermudah peneyelsaian sengketa yang terjadi.Keyword:E-commerce, Abritase online, prosedur BANI
MENGGAGAS SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK YANG TEPAT DAN APLIKABEL DALAM MENUNJANG EFEKTIFITAS PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Tri Agus Gunawan
Literasi Hukum Vol 1, No 1 (2017): Literasi Hukum
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.185 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana memaksimalkan proses pembuktian terbalik pada persidangan kasus tindak pidana korupsi yang selama ini dirasakan masih bersifat setengah-setengah dalam pemberlakuannya. Regulasi yang mengatur pun mengenai pembuktian terbalik masih belum jelas. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dengan menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah bahan pustaka terkumpul peneliti melakukan kajian terhadap bahan pustaka tersebut secara komprehensif, sehingga metode ini menghasilkan suatu penelitian yang objektif dan berkualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata proses pembuktian terbalik di Indonesia memang susah untuk dilaksanakan dikarenakan redaksional pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 bukanlah merupakan pembuktian terbalik murni dimana meskipun terdakwa sudah membuktikan atau memberikan keterangan tentang apa yang didakwakan pada dirinya, namun ujungnya penuntut umum tetap harus membuktikan dakwaannya. Hal ini tidak terlepas dari masih terjadi perdebatan dimana masih dijunjung tingginya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan menyalahkan diri sendiri (non self-incrimination) pada setiap terdakwa kasus korupsi.
PENYALAHGUNAAN KEADAAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3191 K/Pdt/2016) Wardah Wardah
Literasi Hukum Vol 2, No 2 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.504 KB)

Abstract

Adat Law knows no sale and purchase of land with rights or promises to buy back. The existence of this provision overrides the terms of sale and purchase which are regulated in the Civil Code that allow the sale and purchase with the right to buy back. Although the sale and purchase of land with the right to buy back has been declared prohibited in the National Land Law, in practice there are still many such conditions resulting in land disputes as occurred in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3191 K / Pdt / 2016. The author in this study wants to examine and analyze further the Decidendi Ratio of the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3191 K / Pdt / 2016 and the validity of the Deed of Sale and Purchase Agreement which contains the right to repurchase. The research method used is normative legal research, namely legal research carried out by examining library materials or secondary legal materials while the problem approach is carried out using a legal approach and conceptual approach. The results showed that the enactment of the Agrarian Basic Law which made Adat Law as a National Land Law removed the existence of buying and selling institutions with the right to repurchase. Legal actions carried out by the parties in the form of an Agreement to Bind Sale and Purchase and a Proxy of Selling accompanied by a clause on the right to buy back are null and void. The Notary Deed containing the Agreement on the Binding of Sale and Purchase and Selling Authorization accompanied by the right clause to repurchase is still valid and binding on the parties until the Deed is canceled based on the Court Decision
AKTUALISASI NILAI NILAI PANCASILA SEBAGAI NORMA DALAM MENCEGAH KORUPSI DI INDONESIA Kuswan Hadji
Literasi Hukum Vol 2, No 1 (2018): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.107 KB)

Abstract

Indonesia saat ini dalam kondisi sangat memprihatinkan, banyak masalah menimpa bangsa kita, dalam bentuk krisis multimensional baik bidang POLEKSOSBUD Hankam, Pendidkan dll, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Korupsi yang telah terjadi sejak lama, belum juga mampu terselesaikan hingga saat ini. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari Institusi pemegang amanah rakyat, baik Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Setiap hari kita disuguhi berita-berita Mal- Amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya menjalankan pemerintahan. Beragam upaya pencegahandan penyelesaian masalah korupsi telah dilakukan.Korupsi ternyata juga telah merasuk keberbagai lini kehidupan,tak terkecuali dunia pendidikan. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang, korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan pemberantasan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Angka korupsi di Indonesia yang cukup tinggi perlu dilakukan pemberantasan korupsi secara serius di Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian dengan cara melakukan gambaran serta menguraikan dengan jelas keadaan yang sebenarnya terjadi berdasarkan fakta yang ada dilapangan, adapun teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi dan analisa data dilakukan secara diskripsi kualitatif. Kata Kunci  : Aktualisasi,  Nilai Pancasila, Norma, Korupsi