cover
Contact Name
Firdaus Annas
Contact Email
firdaus.annas551@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
silfia_hanani@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota bukittinggi,
Sumatera barat
INDONESIA
HUMANISMA : Journal of Gender Studies
ISSN : 25806688     EISSN : 25807765     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Humanisma focus tentang issue-issue kesetaraan gender dan perlindungan terhadap anak di Indonesia baik dalam perspektif Islam maupun secara umum.
Arjuna Subject : -
Articles 88 Documents
PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM RANGKA MENCAPAI RUMAH TANGGA SAKINAH MAWADDAH WA RAHMAH Murniyetti Murniyetti; Alfurqan Alfurqan; Rini Rahman; Dinovia Fannil Kher
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 1, No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (753.559 KB) | DOI: 10.30983/jh.v1i2.412

Abstract

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia juga merupakan tonggak utama dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Dari keluarga muncul sebuah ekspresi di mana adanya sebuah keinginan dan tindakan untuk terbentuk dan terjadinya keluarga yang bahagia. Dan terbentuknya keluarga dalam Islam berawal dari teciptanya hubungan suci yang terjalin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan melalui tali perkawinan yang sakral dengan terpenuhi rukun-rukun dan syarat sahnya sebuah perkawinan. Namun pada kenyataannya kondisi keluarga saat ini mulai kehilangan fungsi dan peranannya. Hal tersebut terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana mencapai keluarga bahagia (sakinah mawaddah wa rahmah) dengan memahami hal-hal yang berkaitan tentang pernikahan dalam Islam. Karenanya penting para calon orang tua, calon ayah ibu perlu mendapatkan pendidikan tentang pernikahan sebelum memasuki jenjang pernikahan. dengan memahami konsep ajaran Islam yang berhubungan dengan pernikahan , seperti rukun dan syarat pernikahan, hukum tujuan dan hikmah pernikahan, tentang perempuan yang boleh dan tidak boleh dinikahi, serta permasalahan yang berhubungan dengan putusnya pernikahan
KONSEP DIRI ANAK DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DI PANTI ASUHAN KOTA PADANG Syawaluddin Syawaluddin
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 1, No 1 (2017): Januari-Juni 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.13 KB) | DOI: 10.30983/jh.v1i1.225

Abstract

ABSTRAK Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya baik yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis. Konsep diri dapat bersifat positif maupun negatif. Positif maupun negatifnya konsep diri ditentukan oleh penilaian individu sendiri berdasarkan persepsi tentang bagaimana orang mempersepsikannya. Seseorang yang merasa dirinya diterima akan cenderung memiliki konsep diri yang positif dan sebaliknya, orang yang merasa dirinya ditolak akan cenderung memiliki konsep diri yang negatif dan konsep diri memiliki tiga dimensi, salah satu ialah pengetahuan tentang diri sendiri, biasanya hal ini menyangkut, hal-hal yang bersifat dasar, seperti: usia, jenis kelamin, agama, ras, dan sebagainya, termasuk latar belakang tempat tinggal. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konsep diri anak yang tinggal di panti asuhan ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa konsep diri anak ditinjau dari jenis kelamin laki-laki berada pada kategori sedang dengan persentase rata-rata sebesar 65.3%, sedangkan anak perempuan berada pada kategori sedang dengan persentase rata-rata sebesar 56.9%. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling konselor bisa memberikan10 jenis layanan yang ada, yaitu: layanan orientasi, layannan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling individual, layanan bimbingan kelompok, layannan konseling kelompok, layanan mediasi, layanan konsultasi, dan layanan advokasi.
EMPATHY IN EARLY CHILDHOOD:A PRELIMINARY STUDY Charyna Ayu Rizkiyanti; Ade Irva Murty
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 2, No 2 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.789 KB) | DOI: 10.30983/jh.v2i2.813

Abstract

Nowadays, bullying is still becoming an unsolvable issue in Indonesia. Among students, bullying phenomenon happens started from kindergarten level untill high school level. By having empathy, children are being much more understanding, more adept at handling anger and daring to say no to commit violence, including bullying. This current research examines the preschoolers’ empathy through self-report in response to short clip. The short clip assesses the extent to which children endorsed behaviours that were regarded as showing their empathy towards others (cognitive and affective). A total of 50 preschoolers with age 4-6 year old participated in this study. By decriptive analysis, result found that all preschoolers with the exception of a few showed empathy in two components, both cognitive and affective. This study implies that in order to elevate children’s empathy, parents must be modelling how to  identify and express emotions toward them. Saat ini, intimidasi masih menjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan di Indonesia. Di kalangan siswa, fenomena bullying terjadi mulai dari tingkat TK hingga tingkat SMA. Dengan memiliki empati, anak-anak menjadi jauh lebih pengertian, lebih mahir dalam menangani kemarahan dan berani mengatakan tidak untuk melakukan kekerasan, termasuk bullying. Penelitian saat ini meneliti empati anak-anak prasekolah melalui laporan diri sebagai tanggapan terhadap klip singkat. Klip pendek menilai sejauh mana anak-anak mendukung perilaku yang dianggap menunjukkan empati mereka terhadap orang lain (kognitif dan afektif). Sebanyak 50 anak prasekolah dengan usia 4-6 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Dengan analisis deskriptif, hasil menemukan bahwa semua anak prasekolah dengan pengecualian beberapa menunjukkan empati dalam dua komponen, baik kognitif dan afektif. Studi ini menyiratkan bahwa untuk meningkatkan empati anak, orang tua harus menjadi model bagaimana mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi terhadap mereka.Keywords: Empathy, preschooler, cognitive-affective empathy, compassionate 
POTRET PEREMPUAN PEKERJA BATU BATA DI JORONG TURAWAN NAGARI III KOTO KECAMATAN RAMBATAN KAB.TANAH DATAR (PERSPEKTIF SOSIOLOGI DAN HUKUM EKONOMI) Raudatul Jannah
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari - Juni 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.75 KB) | DOI: 10.30983/jh.v2i1.815

Abstract

Kecamatan Rambatan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi usaha batu bata. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya usaha batu bata khususnya yang terdapat di jorong Turawan Nagari sawah kareh. Di sana terdapat sekitar 6 bedeng tempat pembuatan batu bata.Adapun Pekerja pembuat batu bata tersebut semuanya adalah perempuan. Dalam tradisi dan pemahaman masyarakat  khusunya Minangkabau selayaknya perempuan bekerja di rumah tangga, namun himpitan ekonomi mengakibatkan perempuan harus menopang roda perekonomian keluarga dengan bekerja di luar rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong perempuan bekerja sebagai  pembuat batu bata di Jorong Turawan Nagari III Koto Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar serta untuk mengetahui perspektif gender dan hukum ekonomi terhadap kasus perempuan  bekerja sebagai pembuat batu bata tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana data yang diperoleh adalah dengan melakukan wawancara/interview. Adapun sumber data yang digunakan adalah subjek data yakni perempuan pekerja batu bata tersebut.
KEMAMPUAN SPASIAL MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI M Imamuddin
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 1, No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.933 KB) | DOI: 10.30983/jh.v1i2.223

Abstract

Kemampuan spasial adalah kemampuan untuk berpikir melalui transformasi gambar mental. Menurut National Academy of Science (2006) berpikir spasial merupakan kumpulan dari ketrampilan-kterampilan kognitif, yaitu terdiri dari gabungan tiga unsur yaitu konsep keruangan, alat representasi, dan proses penalaran. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam belajar matematika sebagai berikut:1. Laki-laki lebih unggul dalam penalaran, perempuan lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, kecermatan, dan keseksamaan berpikir, 2. Laki-laki memiliki kemampuan matematika dan mekanika yang lebih baik daripada perempuan, perbedaan ini tidak nyata pada tingkat sekolah dasar akan tetapi menjadi tampak lebih jelas pada tingkat yang lebih tinggi. Sementara Maccoby dan Jacklyn (1974) mengatakan laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kemampuan antara lain sebagai berikut:1. Perempuan mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi daripada laki-laki, 2. Laki-laki lebih unggul dalam kemampuan visual spatial (penglihatan keruangan) daripada perempuan, 3. Laki-laki lebih unggul dalam kemampuan matematika. Mahasiswa laki-laki dominan menggunakan kemampuan spasialnya sedangkan mahasiswa perempuan kurang menggunakan kemampuan spasialnya. Kata Kunci: Kemampuan Spasial, Laki-laki dan Perempuan
STUDI KENABIAN PEREMPUAN DALAM PENAFSIRAN ALQURAN Arsyad Abrar
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 1, No 1 (2017): Januari-Juni 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.162 KB) | DOI: 10.30983/jh.v1i1.240

Abstract

Tulisan ini membuktikan bahwa kenabian perempuan adalah sesuatu yang legal dalam Alquran. Hal tersebut pada dasarnya adalah hasil dari penelitian penulis terhadap pemikiran al-Qurt}u>bi> yang berkaitan dengan kenabian perempuan. Al-Qurt}u>bi> menampilkan pola penafsiran yang berbeda dengan para mufasir semasanya. Meskipun apa yang dipraktekan oleh al-Qurt}u>bi> cenderung mengarah kepada penafsiran tekstual. Dalam penelitian ini juga membuktikan bahwa penafsiran tekstual tersebut tidaklah semata-mata kembali pada makna dasar kata, harus juga dikuatkan dengan sumber-sumber yang valid. .
PEMAHAMAN MASYARAKAT DI KECAMATAN LINTAU BUO UTARA TENTANG HUKUM PERKAWINAN SEHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PERKAWINAN ANAK Ashabul Fadhli
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 2, No 2 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.696 KB) | DOI: 10.30983/jh.v2i2.811

Abstract

Adanya praktek perkawinan anak yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Lintau Buo Utara diyakini bermula dari kompleksitas persoalan yang sembraut, diantaranya adalah lemahnya pengetahuan masyarakat mengenai hukum perkawinan. Pada temuan di lapangan, pelaksanaan pernikahan yang dilansungkan oleh orang tua atau keluarga besar anak dilakukan dalam dua bentuk yaitu perkawinan yang dilakukan di Kantor Pengadilan Agama Batusangkar setelah mendapatkan penetapan hukum dispensasi kawin dan perkawinan yang tidak dilakukan melalui hukum Negara. Pada bentuk perkawinan yang kedua, perkawinan biasanya dilakukan secara diam-diam atau di bawah tangan. Temuan ini dikuatkanoleh penuturan dan informasi dari masyarakat setempat yang sekiranya sudah dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Untuk menyikapi informasi dan kebiasaan masyarakat di atas, penelitian ini berusaha untuk mengulas dan mendalami pemahaman masyarakat terkait sejauh mana aturan hukum Negara melalui hukum perkawinan dilaksanakan.Pada akhir penelitian akan diketahui apakah pertimbangan menikahkan anak sudah terintegrasi dengan baik antara ide-ide fiqh dan isi Undang-Undang Perkawinan, atau hanya sebatas pengetahuan yang tidak dilaksanakan, dan selalu berujung pada kebiasaan menikahkan anak dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum negara. The existence of child marriage practices conducted by the community in Kecamatan Lintau Buo Utara is believed to stem from the complexity of unresolved issues among others is the weak knowledge of the community regarding marriage law. In the field findings, the marriage exercises carried out by the parents or the extended family of children are conducted in two forms: marriage done at the Batusangkar Religious Courts Office after obtaining the law of marriage and marriage dispensation which is not done through the law of the State. In the second form of marriage, marriage is usually done secretly or under the hands. These findings are corroborated by the narrative and information of the local community which if it has been considered as a matter of course. To address the information and habits of the community above, this research seeks to review and deepen the understanding of the people related to the extent to which the rule of law of the State through marriage law is implemented. At the end of the research will be known whether the consideration of marriage is well integrated between the ideas of fiqh and the contents of the Marriage Law, or only limited knowledge that is not implemented, and always led to the habit of marrying children in ways that contradict state law.
PEREMPUAN DAN KESENJANGAN DIGITAL DI DALAM KELUARGA Putri Limilia
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari - Juni 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.011 KB) | DOI: 10.30983/jh.v2i1.510

Abstract

The rapid development of information and communication technology was given a new hope and advantages for their users. Therefore, people didn’t feel anxious to adopt a new technology. It is just, sometimes, the development occurred a side effect namely digital divide. Digital divide has a big chance to occurs when technology develop in rapid way. In Indonesia, digital divide could be seen from various form such as infrastructure, accesses, skills, behavior, and content. Digital divide was influenced by several factors. They are age, gender, education, and income. This research examines the digital divide among man (father) and female (mother) inside a family. Qualitative method was used by this research with case study as a research design. There are ten woman who are a sample of this research. The result shows that there is a digital divide among man and female. The gap related to motivation (female had less motivation in using digital technology), material (woman had less material than man), skills (most of female only had a operational skilss), and usage (female is a passive users).      Pertumbuhan teknologi komunikasi informasi yang begitu cepat memberikan harapan baru serta manfaat bagi penggunanya. Sehingga, masyarakat tidak merasa ragu untuk mengadopsi setiap teknologi baru dilahirkan. Hanya saja, terkadang, pertumbuhan tersebut menimbulkan dampak negatif berupa kesenjangan digital. Semakin pesat perkembangan teknologi maka akan semakin memperbesar peluang terjadinya kesenjangan digital. Di Indonesia, kesenjangan digital dapat dilihat dari berbagai macam bentuk seperti kesenjangan infrastruktur atau perangkat, akses, keterampilan, perilaku, dan konten. Kesenjangan digital dipengaruhi oleh berbagai macam faktor personal seperti usia, gender, pendidikan, dan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesenjangan digital antara perempuan dan laki-laki (ibu dan ayah) dalam sebuah keluarga. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain studi kasus. Sampel yang digunakan sebanyak sepuluh orang dengan menggunakan teknik sampel purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan digital antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan tersebut terkait dengan motivasi (perempuan memiliki motivasi yang rendah), material (tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah membuat perempuan memiliki akses yang rendah ke teknologi digital), keterampilan (sebagian besar perempuan hanya sampai pada tahapan keterampilan operasional), dan penggunaan (perempuan merupakan pengguna pasif).Keywords: female, digital divide, family, qualitative, van dijk. 
AKTIFITAS ISTRI PENCETAK BATU-BATA MEMBANGUN EKONOMI KELUARGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG PEMPENGARUHINYA DI NAGARI TANJUNG BETUNG KABUPATEN PASAMAN Jon Kenedi
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 1, No 1 (2017): Januari-Juni 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.98 KB) | DOI: 10.30983/jh.v1i1.277

Abstract

Di nagari Tanjung Betung, sebagian besar para istri bekerja mencetak batu-bata. Tulisan ini mendeskripsikan aktifitas para istri di nagari tersebut dalam mencetak batu-bata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil Analisis menemukan bahwa sebagian besar para istri yang bekerja mencetak batu bata di Tanjung Betung ini adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik karena pendapatan keluarga menurun maupun karena pengeluaran keluarga yang meningkat. Kata Kunci : istri, mencetak batu-bata, ekonomi keluarga.
MENGUPAYAKAN PENJAGAAN TIDAK FORMAL MERENTAS GENDER: EMPOWERING INFORMAL CARE GIVERS ACROSS GENDER Mohd. Suhaimi Mohamad
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 2, No 2 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.725 KB) | DOI: 10.30983/jh.v2i2.772

Abstract

In many traditional societies, women play an important role  as informal caregiver. They take care of small children, family members who are disabled, old and frail.  They perform their role within the private family sphere without much complaints. However when many women enter labour force outside their family many of them can no longer become family care giver. The  seperation between nuclear familes and extended families due to rural urban migration makes older women like mothers and mothers in-law can no longer available to provide help. As an alternative, many urban families opt for domestic help to look after their young children, disabled family members and the elderly.  Domestic helpers continue their domestic chores as instructed by the lady of the house an at the same time perform caregiving role. The important issue  related to having domestic maid to perform care giving role especially in Muslim family is regarding physical contact.  Most of the activities in caregiving roles involves physical contact especially during cleaning patients body, changing their clothes, prepare their bed, feeding them, holding their hands and body for therapy. However Islamic paractice do not allow physical contact like touching between two people who are not close family relations or mahram.  Since most of domestic maid who also perform the role as caregiver are women, therefore the issue of empowering men to become caregiver is very important  because the needs of male caregivers to care for male patients is increasing. Based onwhat is stated in the Quran and hadith and related documents, this paper will outline the need for informal care in families and communities that need to be addressed, particularly those who are Syariah-compliant. Cases from research in the relevant field will be presented to highlight the issues why men should be encourage to consider role as informal caregivers.Dalam banyak masyarakat tradisional, perempuan memainkan peran penting sebagai pengasuh informal. Mereka merawat anak-anak kecil, anggota keluarga yang cacat, tua dan lemah. Mereka melakukan peran mereka dalam ruang keluarga pribadi tanpa banyak keluhan. Namun ketika banyak perempuan memasuki angkatan kerja di luar keluarga mereka, banyak dari mereka tidak bisa lagi menjadi pemberi perawatan keluarga. Pemisahan antara keluarga inti nuklir dan keluarga besar karena migrasi perkotaan pedesaan membuat perempuan yang lebih tua seperti ibu dan ibu mertua tidak lagi dapat menyediakan bantuan. Sebagai alternatif, banyak keluarga perkotaan memilih bantuan rumah tangga untuk menjaga anak-anak mereka, anggota keluarga yang cacat dan orang tua. Pembantu rumah tangga melanjutkan pekerjaan rumah tangga mereka seperti yang diperintahkan oleh nyonya rumah dan pada saat yang sama melakukan peran pengasuhan. Masalah penting terkait dengan memiliki pembantu rumah tangga untuk melakukan peran memberi perawatan terutama dalam keluarga Muslim adalah tentang kontak fisik. Sebagian besar kegiatan dalam peran pengasuhan melibatkan kontak fisik terutama selama membersihkan tubuh pasien, mengganti pakaian, menyiapkan tempat tidur, memberi makan, memegang tangan dan tubuh untuk terapi. Namun paraktek Islam tidak mengizinkan kontak fisik seperti menyentuh antara dua orang yang tidak memiliki hubungan keluarga atau mahram. Karena sebagian besar pembantu rumah tangga yang juga berperan sebagai pengasuh adalah perempuan, maka masalah pemberdayaan laki-laki untuk menjadi pengasuh sangat penting karena kebutuhan pengasuh laki-laki untuk merawat pasien laki-laki semakin meningkat. Berdasarkan apa yang dinyatakan dalam Al-Quran dan hadits dan dokumen terkait, makalah ini akan menguraikan kebutuhan untuk perawatan informal dalam keluarga dan masyarakat yang perlu ditangani, terutama mereka yang mematuhi Syariah. Kasus-kasus dari penelitian di bidang yang relevan akan disajikan untuk menyoroti masalah mengapa laki-laki harus didorong untuk mempertimbangkan peran sebagai pengasuh informal. Keywords: gender, informal care giver, care giving, family.