cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bukittinggi,
Sumatera barat
INDONESIA
Al Hurriyah : Jurnal Hukum Islam
ISSN : 25493809     EISSN : 25494198     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Al-hurriyah merupakan media publikasi hasil penelitian dan kajian konseptual tentang tema-tema kajian hukum Islam: Jurnal ini terbit dua edisi dalam satu tahun ditujukan untuk kalangan pakar akademisi, praktisi, LSM, lembaga kajian dan lembaga penelitian sosial keagamaan.
Arjuna Subject : -
Articles 202 Documents
Interpretation of Ijab Kabul Conditions: Pros and Cons of Ittihad Al-Majlis in Marriage Contract from a Contemporary Ulama Perspective Dea Salma Sallom
Alhurriyah Vol 7, No 1 (2022): January - June 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v7i1.5647

Abstract

Currently, numerous issues must be addressed by a human, particularly Muslims who follow strict rules in their daily lives. Islam regulates marriage in great detail including the issue of Ittihad al-majlis in the marriage contract (akad), which is now an issue due to technological advancements and human elasticity. The purpose of this study is to deeply examine the development of the concept of Ittihad al-majlis as an interpretation of the terms of the ijab kabul which are the pros and cons of society. This study used a qualitative descriptive approach with the library research method as a data source to determine the provisions of Islamic law and sharia principles to solve the problems. The study indicates that Ittihad al- majlis in the marriage akad has several meanings according to the views of the Islamic scholars (ulama) of the four madzhab ulama and contemporary ulama. Some argue that Ittihad al-majlis does not have to be united in one place, but the consent (ijab) and acceptance (kabul) should be in one place; it means that the person who will perform the ijab and kabul does not have to be in the same place as well as the witnesses.Seiring dengan perkembangan zaman, banyak problematika yang harus dihadapi oleh umat manusia, terlebih umat Islam yang memiliki aturan khusus dalam menjalani kehidupan. Islam mengatur masalah pernikahan dengan sangat detail mengenai aturan-aturan yang harus ditaati oleh penganutnya, termasuk masalah ittihad al-majlis dalam akad nikah yang kini menjadi problem sebab perkembangan teknologi dan elastisitas manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji secara lebih dalam perkembangan konsep ittihad majlis sebagai interpretasi syarat ijab kabul yang menjadi pro-kontra masyarakat karena perkembangan zaman yang semakin maju dan kondisi yang tidak terduga. Artikel ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode penelitian pustaka sebagai sumber datanya. Berdasarkan data dari bahan pustaka akan penulis gunakan untuk menentukan terkait ketentuan hukum Islam dan prinsip-prinsip syariat guna memecahkan permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ittihad al-majlis dalam akad nikah memiliki beberapa arti menurut pandangan ulama empat madzhab dan ulama kontemporer. Sebagian berpendapat bahwa ittihad al-majlis tidak harus bersatu dalam satu tempat, melainkan ijab dan kabulnya lah yang berada dalam satu tempat, artinya orang yang akan melakukan ijab dan kabul tidak harus berada di satu tempat begitu juga dengan saksi-saksinya.
Pedophile Ex-Prisoners’ Rights From the Perspectives of the Constitution, Social Life, and Islamic Law in Indonesia Yulita Khotifah
Alhurriyah Vol 7, No 1 (2022): January - June 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v7i1.5260

Abstract

In Indonesia, pedophilia crime is a fairly prevalent social problem. Some of them gained widespread attention and discussion, such as the case of SJ, an ex-convict who committed sexual assault on youngsters. The goal of this study is to examine the restrictions placed on the rights of ex-offenders, the constitutional law's legal foundation for these restrictions, and Islamic law's approach to these restrictions. By gathering reading materials that are pertinent to the investigation, the library research approach is used. The findings of this study indicate that the community imposes social sanctions on ex-offenders in the form of challenges in interacting with the general populace because of uneasy feelings caused by the ex-offenders' despicable behaviours. The Criminal Code and the Constitution provide the constitutional legal framework for sexual assault against minors, but from an Islamic perspective, those who commit such crimes face severe repercussions, including both physical and spiritual punishment for breaking Allah's laws. However, one can change for the better by confessing his sins and using the “taubatan nasuha” (“sincere and pure repentance).Fenomena kejahatan pedofilia di Indonesia sudah sangat banyak terjadi dimasyarakat. Di antaranya menjadi pemberitaan hangat dibicarakan oleh banyak kalangan masyarakat. Seperti kasus yang terjadi pada inisial SJ, seorang mantan narapidana kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pembatasan hak-hak mantan narapidana, menganalisis dasar hukum konstitusi mengenai hak-hak mantan narapidana dalam kehidupan sosial, dan menganalisis hukum Islam terhadap pembatasan hak-hak mantan narapidana dalam kehidupan sosial. Metode penelitian yang digunakan berupa metode kepustakaan dengan mengumpulkan sumber bacaan yang relevan dengan penelitian. Hasil dari penelitian ini, bahwa bentuk sanksi social dari masyarakat terhadap mantan narapidana seperti kesulitan dalam hal bersosialisasi dengan masyarakat luas karena masyarakat merasa resah akibat dari kebiasaan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh mantan narapidana tersebut. Sementara dasar hukum konstitusi kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam KUHP dan UUD sedangkan dari pandangan Islam pelaku mendapat sanksi had, yaitu ketika seseorang melakukan kesalahan dan melanggaraturan yang ditetapkan  oleh Allah  akan mendapatkan hukuman  di dunia dan di akhirat. Namun seseorang dapat bertaubat dengan “taubatan nasuha”untuk memperbaiki perilakunya agar menjadi lebih baik.