cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra
ISSN : 20892926     EISSN : 25798138     DOI : -
Core Subject : Education,
JENTERA is a literary research journal published by Badan Pengembangan and Pembinan Bahasa, Ministry of Education and Culture. Jentera publishes the research articles (literary studies and field research), the idea of conceptual, research, theory pragmatice, and book reviews. Jentera publishes them biannually on June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 175 Documents
Kearifan pada Lingkungan Hidup dalam Novel-Novel Karya Andrea Hirata (Tinjauan Strukturalisme Genetik) Andri Wicaksono
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 5, No 1 (2016): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.485 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v5i1.346

Abstract

Hasil cipta sastra akan selalu berbicara tentang manusia dengan segala permasalahan hidupnya, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya maupun manusia dengan penciptanya. Melalui karya sastra, nilai-nilai moral dalam kehidupan meresap menjadi pengetahuan tidak sadar pembaca, menjadi buah pikiran, dan emosi pembaca.Emosi pada kelanjutannya melahirkan tindakan; tindakan yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk karakter. Dalam kajian ini akan difokuskan pada hubungan manusia dengan lingkungan/alam yang secara spesifik termasuk dalam ajaran nilai dan pendidikan karakter. Yang dikaji sebagai subjek penelitian ini adalah novel-novel karya Andrea Hirata, di antaranya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Padang Bulan. Metode penelitian yangdigunakan adalah deskriptif interpretif dengan tinjauan strukturalisme genetik. Unsur nilai dalam hubungan manusia dengan alam meliputi pemanfaatan sumber daya alam, peduli lingkungan, serta menjaga dan melestarikan alam. Karya sastra dan sosiologi tidak hanya menghubungkan manusia dengan lingkungan sosial budaya, tetapi juga dengan alam. Alam Belitong yang indah dengan segala bentuk tipikalnya, ciri dan karakter kedaerahan, warna lokalitas serta kearifan dalam mencintai pesona juga kenestapaannya.
TRADISI AKIKAH MASYARAKAT MELAYU PENTAS SASTRA LOKAL “SYAIR NYANYIAN ANAK” DALAM KAJIAN ETNOPUITIKA Sahril Sahril
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 3, No 1 (2014): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/jentera.v3i1.433

Abstract

This study examines the Akikah tradition through performing “Syair Nyanyian Anak” to the Malay people of North Sumatra. The problem studied, namely how the concept stage “Syair Nyanyian Anak” is present in Akikah tradition. This study uses the theory ethnopoetics with qualitative research methods. Data was collected through observation, interviews, and literature. The findings of this study are, Akikah tradition is still often done by people, but with regard to the implementation stage “Syair Nyanyian Anak” by a group of very rare marhaban been implemented. The pattern of the local literary scene found a poem without reading the written text sung by the group marhaban. Text lyric sung alternately by marhaban group. Success is highly dependent on the literary stage if voice chanting poetry text. The texts of these poems contain didactic values and can be used as teaching material for the formation of character.AbstrakPenelitian ini mengkaji tradisi akikah melalui pentas “Syair Nyanyian Anak” di masyarakat Melayu Sumatera Utara. Masalah yang dikaji adalah bagaimana konsep pentas “Syair Nyanyian Anak” hadir dalam tradisi akikah. Penelitian ini menggunakan teori etnopuitika dengan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Temuan penelitian ini adalah bahwa tradisi akikah masih sering dilakukan oleh masyarakat, tetapi berkaitan dengan pelaksanaan pentas “Syair Nyanyian Anak” oleh kelompok marhaban sudah sangat langka dilaksanakan. Pola pentas sastra lokal yang ditemukan berupa pembacaan syair tanpa teks tertulis yang dinyanyikan oleh kelompok marhaban. Teks syair dinyanyikan secara bergantian oleh kelompok marhaban. Keberhasilan pentas sastra sangat bergantung pada olah suara yang melantunkan teks syair. Teks-teks syair itu mengandung nilai didaktis dan dapat dijadikan bahan ajar untuk pembentukan karakter anak.
NOVEL SUKRENI GADIS BALI CERMIN KEHIDUPAN ETNIS ZAMANNYA I Nyoman Weda Kusuma
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 2, No 2 (2013): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8071.608 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v2i2.403

Abstract

Karya sastra tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosialnya. Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu adalah suatu kenyataan sosial. Tulisan ini membahas novel Anak Agung Panji Tisna Sukreni Gadis Bali (SGB) dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Tulisan ini memperlihatkan bahwa SGB merupakan sebuah karya yang banyak merefleksikan kehidupan masyarakat Bali pada tahun tiga puluhan.
SASTRA LOKAL DAN MEDIA MASSA DIALEKTIKA LOKAL-GLOBAL DALAM SASTRA USING-BANYUWANGI Sunarti Mustamar; Sudartomo Macaryus
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 1, No 2 (2012): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3749.467 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v1i2.275

Abstract

Kajian kesusastraan Indonesia dalam media massa hampir didominasi ulasan dan apresiasi kesusastraan modern. Bagaimana dengan sastra Indonesia, tetapimenyuarakan lokalitas tertentu, dan bagaimana pula dengan sastra berbahasa daerah, tetapi mengartikulasikan keindonesiaan? Serangkaian pertanyaan klasik tidak menemukan jawaban. Tulisan ini membahas perkembangan karya sastra puisi dan prosa dalam kaitannya dengan media massa dan dialektika keduanya dalam menghadapi globalitas.Multikulturalisme di Indonesia yang merebak pada akhir tahun 1990-an sebagai respons terhadap penyeragaman budaya sejak Orde Baru mampu bergerak menuju keragaman. Proses lintas budaya yang dinamis merupakan salah satu ciri perubahan kebudayaan di Indonesia yang tampak pada perkembangan bahasa, sastra, dan tradisi lisan Using Banyuwangi. Munculnya hibriditas kesusastraan lokal Using merupakan salah satu respons dalam menanggapi budaya lintas batas (nasional dan global). Hibriditasmenunjukkan bahwa setiap proses budaya mengandung percampuran dan interaksi lintas batas. Tidak ada kebudayaan yang sepenuhnya asli dan murni (Hall, 1993). Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam kontak dengan budaya modern yang nasional dan global, sastra Using bertransformasi ke sastra tulis dan dipublikasi melalui media massa (cetak, elektronik, dan digital). Hibriditas sastra muncul dalam corak modifikasi bentuk, modifikasi wadah bahasa dengan menggunakan bahasa Indonesia, serta memanfaatkan industri kreatif dalam bentuk multimedia dan memublikasikannya melalui media cetak, elektronik, dan digital. Hibriditas lainnya berupa kolaborai seni, menuliskan yang lisan, dan melisankan yang tulis.
ADA APA DENGAN AYAT-AYAT CINTA MEMBONGKAR KEPOPULERAN NOVEL KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY VIA FORMULA PEMENUHAN SELERA Mashuri Mashuri
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 4, No 1 (2015): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/jentera.v4i1.382

Abstract

Kajian terhadap novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) karya Habiburrahman El Shirazy ini dirancang sebagai penelitian sastra populer. Pendekatannya dengan menggunakan formula pemenuhan selera. Ternyata AAC tak bisa menghindar dari takdir sastra populer, karena sastra populer memang lekat dengan selera dan nilai-nilai masyarakat. Hal itu karena penopang kepopuleran AAC adalah unsur-unsur pembentuknya berupa formula terkait dengan segmen pembaca yang Islami. Dalam konteks genre yang bermain dalam relasi antara konvensi dan invensi, novel tersebut termasuk kategori genre roman, tetapi diramu dengan dengan hal lain yang populis dan kontekstual yaitu nilai-nilai agama. Hal itu terdapat hampir dalam sekujur novel, mulai dari judul, penokohan, latar, hubungan laki-perempuan, dan sebagainya. Dengan demikian, formula-formula atau unsur pembentuk karya dalam AAC yang menekankan pada tokoh hero-agamis, tempat eksotis dan romantis-islami mampu menyantuni atau memenuhi selera masyarakat pembaca yang segmentatif sehingga novel tersebut populer.
Simbol Semiotik dalam Novel Anomie Karya Rilda A. Oe. Taneko Erwin Wibowo
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 6, No 2 (2017): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.429 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v6i2.472

Abstract

The aim of the research is to describe semiotic meanings in the Rilda A.Oe. Taneko’s novel, Anomie. The method used is decriptive method with semiotic approach by Pierce which includes icons, indexes, and symbols. The data source used in this research is the novel Anomie written by Rilda A.Oe. Taneko by investigating the data of symbols reflected in the quotations, and some books which are treated as references in this research. The collecting data technique is conducted by using literary review. The problems which are elaborated in this research are 1)identifying icons, indexes, and symbols semiotic in the novel Anomie written by Rilda A.Oe. Taneko, 2) describing icons, indexes, and symbols semiotic in the Rilda A.Oe. Taneko’s novel, Anomie. The results of this study show the novel Anomie by Rilda A.Oe. Taneko there is a semiotic symbol that includes the icon of educational institutions, social institutions, and entertainment venues. This novel index belongs to the strength, greed, pride and character figures. The symbols of this novel include symbols of wealth, sacrificial symbols, and symbols of love.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna semiotik yang terdapat dalam novel Anomie karya Rilda A.Oe. Taneko. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan pendekatan semiotic Pierce yang meliputi ikon, indeks dan simbol. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah novel Anomie karya Rilda A.Oe. Taneko dengan mengamati data-data ikon, indeks dan simbol yang tercermin dalam kutipan-kutipan tersebut, dan beberapa buku yang dijadikan referensi dalam penelitian ini. Teknik pengambilan data menggunakan teknik studi pustaka. Permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi ikon, indeks dan simbol semiotik yang terdapat dalam novel Anomie karya Rilda A.Oe. Taneko, dan (2) mendeskripsikan ikon, indeks dan simbol semiotik yang terdapat dalam novel Anomie karya Rilda A.Oe. Taneko. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa novel Anomie karya Rilda A.Oe. Taneko terdapat simbol semiotik yang meliputi ikon berupa lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan tempat hiburan. Indeks dalam novel ini berupa kekuasaan, keserakahan, kesombongan dan kekhawatiran tokoh-tokohnya. Simbol pada novel ini meliputi simbol kekayaan, simbol pengorbanan, dan simbol cinta kasih. 
Pantun Banjar sebagai Media Pendidikan Karakter Agus Yulianto
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 5, No 1 (2016): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.882 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v5i1.351

Abstract

Pantun Banjar adalah sastra lama yang lahir, tumbuh, dan berkembang di masyarakat Banjar. Pantun Banjar dapat memberikan sumbangan dalam pembentukan pola pikir, sikap, dan tingkah laku masyarakatnya. Hal itu berarti pantun Banjar dapat menjadi media pendidikan untuk membentuk karakter masyarakat Banjar itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Dengan metode deskriptif nilai-nilai yang dapat membentuk karakterpositif dalam pantun Banjar dapat diketahui, antara lain menjauhi perbuatan dosa, sikap rajin menuntut ilmu agama, jangan bersikap pemalas, dan memperhatikan lingkungan.
PERANAN SASTRA DAN BAHASA MELAYU DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA Chairil Effendy
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 3, No 2 (2014): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8384.36 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v3i2.443

Abstract

Literature and language play important role in forming the character of a country. Language that is delicate, neatly arranged, and expressed with good manner in various occasions creates lovely, beautiful, well-mannered, civilized impressions either for the speaker or the listener. Therefore in a long time, whether when it is in the position as lingua franca for the Nusantara people or when it is in the position as regional language, Malay, and Malay literature, has played important role in forming Malay country’s character. Speaking and doing literature using Malay that is based on the ethical and aesthetic values not only colour the life of the noblemen in the kingdom palace, but also among the people. The delivery of certain messages orally through pantun or literary texts such as poem and gurindam that contain a lot of moral values, really contributes to the forming of Nusantara people’s personality and character. The problem is that country’s character is not the destiny or fate, not something that has been available on its own; it is a “course” or “duty”. It must be planted, internalized, built, formed, and kept ground inside the country’s children selves. In this context, language plays important role. Language is the symbolic system that with it men can form, raise, and develop their culture. In relation to it, the position and function of Indonesian and regional (Malay) languages must be reinforced: “schools oblige to develop Indonesian and regional languages to become the part of country’s character building.”AbstrakSastra dan bahasa memainkan peranan penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Bahasa yang halus, tertata rapi, dan disampaikan dengan tatakrama yang baik dalam berbagai kesempatan menimbulkan kesan elok, indah, santun, terhormat, beradab, baik bagi pembicara maupun pendengarnya. Demikianlah dalam waktu yang lama, baik tatkala berkedudukan sebagai lingua franca bagi masyarakat Nusantara maupun ketika berkedudukan sebagai bahasa daerah, bahasa Melayu, pun sastra Melayu, telah memainkan peran penting dalam membentuk karakter bangsa Melayu. Berbahasa dan bersastra dengan bahasa Melayu yang berlandaskan pada nilai-nilai etika dan estetika itu tidak hanya mewarnai kehidupan para bangsawan di istana kerajaan, melainkan juga di tengah rakyat jelata. Penyampaian pesan-pesan tertentu secara lisan melalui pantun atau melalui teks sastra seperti syair dan gurindam yang banyak mengandung nilai-nilai moral, sangat kontributif bagi pembentukan kepribadian dan karakter masyarakat Nusantara. Masalahnya adalah karakter bangsa itu bukanlah nasib bukan pula takdir, bukan sesuatu yang telah tersedia dengan sendirinya; ia adalah “ikhtiar” atau “tugas”. Ia harus ditanamkan, diinternalisasikan, dibangun, dibentuk, dan terus diasah di dalam diri anak-anak bangsa. Dalam konteks ini bahasa memainkan peranan penting. Bahasa adalah sistem simbol yang dengannya manusia dapat membentuk, memelihara, dan mengembangkan kebudayaannya. Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dan daerah (Melayu) harus diperkuat: “sekolah-sekolah wajib mengembangkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah menjadi bagian dari pembangunan karakter bangsa.”
POLITIK MASYARAKAT, NEGARA, DAN KESENIAN Aprinus Salam
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 3, No 1 (2014): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8270.953 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v3i1.429

Abstract

This paper explores how post-New Order Indonesia has seen a declined emphasis on government legitimization and an increased emphasis on the power of the populace. In this situation, the populace (society) has the opportunity to perform articulation and politicization from a variety of aspects. Society redefines and reidentifies itself through various negotiations of primordiality, locality, nationality, and globality. Many groups take their own initiative and use their own methods to reach their goals and protect their interests. In creating art, society is generally oriented towards art as business or a politicaleconomic act, such that the role of art in promoting social and national development is considered insignificant. The State is impeded in determining its own capacity, competence, and authority. Society acts "without control", or more specifically without control from the State. The numerous dichotomies in society continually create opposition and conflict, which  stunts the development process. The State should be able to diffuse these various dichotomies by utilizing alternative spaces, third spaces - such as art and literature. In these alternative spaces, it is hoped that negotiation and consolidation can be conducted in a more democratic and dignified manner. Abstrak Tulisan ini berusaha menjelaskan bahwa pada masa pasca Orde Baru negara mengalami penurunan legitimasi dan posisi masyarakat menguat. Dalam situasi itu, masyarakat mendapat kesempatan untuk melakukan berbagai artikulasi dan politisasi dalam berbagai aspeknya. Masyarakat mendefinisikan dan mengidentifikasi dirinya kembali dalam berbagai negosiasi primordialitas, lokalitas, nasionalitas, dan globalitas. Banyak kelompok warga mengambil inisiatif dan cara sendiri-sendiri dalam mencapai tujuan dan kepentingannya. Dalam praktik berkesenian, masyarakat mengambil inisiatif lebih dalam orientasi bisnis atau politik-ekonomi sehingga partisipasi kesenian dalam proses peningkatan kualitas bermasyarakat dan bernegara dianggap tidak signifikan. Negara mengalami kegagapan dalam menentukan kapasitas, kompetensi, dan otoritas dirinya. Masyarakat berjalan “tanpa kontrol” yang berarti dari negara. Berbagai dikotomi dalam masyarakat terus memicu berbagai pertentangan dan konflik yang tidak kondusif bagi proses pembangunan. Hal yang selayaknya dimainkan oleh negara adalah mencairkan berbagai dikotomi tersebut dengan memanfaatkan ruang alternatif, ruang ketiga, dalam hal itu ruang kesenian/sastra. Dalam ruang alternatif tersebutlah berbagai negosiasi dan konsolidasi  diharapkan dapat terjadi secara lebih demokratis dan bermartabat. 
Konflik Agama dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari Ahmad Bahtiar
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 7, No 2 (2018): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.723 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v7i2.683

Abstract

Abstrak: Karya sastra dapat dijadikan sumber informasi  tentang kebudayaan masyarakat tertentu. Melalui berbagai peristiwa yang diciptakan tokoh, kita dapat merasakan  dan meresapi pikiran tokoh-tokoh tentang berbagai persoalan manusia. Gambaran yang ditampilkan dalam novel Indonesia salah satunya ialah pemahaman keberagamaan yang menimbulkan potensi konflik dengan kekerasan. Novel yang menampilkan hal itu ialah Maryam karya Okky Madasari. Novel ini menampilkan konflik agama terkait kedatangan  rasul yang baru. Tokoh Maryam pada novel Maryam terlahir sebagai jemaah Ahmadiyah yang selama ini dianggap menyimpang dan sesat oleh masyarakat karena, mengakui rasul lain setelah Muhammad SAW. Selain itu, kelompoknya dianggap ekslusif oleh orang-orang kampung serta masyarakat lainnya.  Akibatnya,  ia dan keluarganya mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan sehingga, terusir dari kampungnya.  Penelitian ini menggunakan teori Sosiologi Sastra ini  untuk mengetahui pola-pola, proses atau tahapan, dan resolusi konflik keberagamaan. Selain itu, penggunaan teks sastra dalam penelitian ini merupakan alternatif dalam penelitian dalam konflik keagamaan. Untuk itu  penelitian ini  juga untuk mengetahui makna secara menyeluruh terhadap novel  yang mendapat hadiah Khatulistiwa Award pada 2012. Kata Kunci : konflik keagamaan, novel Maryam,  Okky Madasari, Ahmadiyah Abstract: Literary works can be a source of information about the culture of a particular society. Through the various events created by the characters, we can feel and perceive the minds of the characters about human problems. The picture presented in the Indonesian novel is one of them is a religious understanding that raises the potential for conflict with violence. The novel featuring it is Maryam by Okky Madasari. This novel presents a religious conflict related to the coming of the new apostle. Maryam's character in the novel Maryam was born as an Ahmadiyah congregation that has been considered deviant and perverted by society because, recognize other apostles after Muhammad SAW. In addition, the group is considered exclusive by the villagers as well as other communities. As a result, he and his family suffered unpleasant treatment so, evicted from his village. This research uses Sociology Literature theory to know the patterns, processes or stages, and resolution of religious conflict. In addition, the use of literary texts in this study is an alternative in research in religious conflicts. For this study also to know the overall meaning of the novel awarded the Equator Award in 2012. Keywords: religious conflict, novel Maryam, Okky Madasari, Ahmadiyah 

Page 4 of 18 | Total Record : 175