cover
Contact Name
Lalan Ramlan
Contact Email
lalan_ramlan@isbi.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
penerbitan@isbi.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Seni Makalangan
ISSN : 23555033     EISSN : 27148920     DOI : -
Core Subject : Art,
Arjuna Subject : -
Articles 129 Documents
RUDIRAGHNI KONSEP PENCIPTAAN TARI KONTEMPORER Tengku Arre Syarifah dan Dindin Rasidin
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 1 (2018): "Jari Jemari Membuai Emosi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.986 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i1.835

Abstract

ABSTRAK Karya ini terinspirasi dari kisah Dewi Drupadi yang merupakan istri kelima Pandawa (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) tokoh dalam cerita Mahabharata. Ketika suaminya kalah bermain dadu dengan pihak Kurawa, Drupadi dipertaruhkan. Dursasana mencoba menelanjangi dirinya, tetapi Dewa Krisna memberikan pertolongan. Pada akhirnya Drupadi bersumpah tidak akan mengikat rambutnya sebelum keramas dengan darah Dursasana.Perjuangan dan persoalan batin Drupadi akan diangkat melalui sebuah karya sendratari yang berjudul “Rudiraghni”. Divisualkan dengan bentuk sendratari kontemporer yang dikemas dinamis dan penuh dengan sensasi visual yang tercipta dari koreografi, tata pentas, tata cahaya, tata kostum, tata rias dan video mapping. Ditarikan oleh tiga penari dengan sumber inspirasi gerak dari tari wayang dan tari topeng Cirebon. Membuat inovasi dengan gaya tersendiri memakai unsur teatrikal dan tambahan seni teknologi sebagai perwujudan karya yang semakin ekspresif dan kreatif.Kata Kunci: Rudiraghni, Drupadi, Takdir, Kontemporer.  ABSTRACT This work is inspired by Dewi Drupadi, the wife of the five Pandavas (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) figures in Mahabharata story. When her husband lost in playing dice with the Kuravas, Drupadi was at stake. Dursasana tried to strip her, but God Krishna helped her. In the end Drupadi swore not to tie her hair before shampooing with Dursasana’s blood.Drupadi's struggle and inner problems is constructed through a work of dance drama entitled "Rudiraghni". It is visualized in the form of a contemporary ballet that is dynamically packed and full of visual sensations created from choreography, stage performance, lighting, costume, makeup and video mapping. It is performed by 3 dancers with the inspiration sources of movement are from puppet dance and Cirebon mask dance. It has innovation with its own style using theatrical elements and added with technological art as an embodiment of more expressive and creative work.Keywords: Rudiraghni, Drupadi, Destiny, Contemporary. 
RURUKAN: MANAJEMEN TRADISI MASYARAKAT PETANI RANCAKALONG Euis Suhaenah
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 2 (2014): "Membumikan Tradisi Meraih Inspirasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.678 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i2.869

Abstract

AbstrakRurukan adalah organisasi tradisi lama masyarakat petani di Rancakalong Sumedang. Rurukan ini sangat dominan dan berperan penting dalam ritual upacara adat Ngalaksa, bubur Syuro dan upacara lainnya yang diselenggarakan oleh masyarakat Rancakalong. Rurukan ini berkaitan dengan pola pikir dalam memuliakan padi dengan konsep Sanes Migusti Nyai (padi) tapi Muspusti Damelan Gusti (bukan menyembah padi tapi memelihara ciptaan Tuhan) yang memberi petanda akan keyakinannya (agamanya) pada sikap sinkretis. Dilengkapi pula dengan realitas sikap yang disimbolkan dalam keseluruhan rangkaian upacara adat di Rancakalong. Antara latar belakang, tujuan, dan simbol-simbol yang dipakai dalam ritualnya menyiratkan sebuah ramuan artefak masyarakat ladang-sawah, agama Hindu-Budha-Islam.            Fokus pembahasan dari penelitian ini mengkaji konsep Rurukan, melalui teori manajemen pengorganisasian G. Terry, sebagai sebuah artefak di masyarakat petani. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pengumpulan data dan melakukan pengamatan di lapangan. Pengamatan peran Rurukan sebagai instutisi pelaksana dalam upacara adat Ngalaksa, didukung juga dengan wawancara dan rekam kejadian. Studi pustaka dan dilanjutkan dengan memahami objek untuk mengamati dan berinteraksi, telah dilakukan sebelum ke lapangan.            Berdasarkan manajemen pengorganisasian G. Terry, Rurukan sebagai kegiatan upacara di masyarakat Rancakalong dapat dilaksanakan  dengan optimal. Kegiatan tersebut oleh Saehu Rurukan dan manajemennya diciptakan oleh masyarakat setempat sebagai budaya yang erat hubungannya dengan pola hidup masyarakat petani yang bertujuan untuk menghidupkan tanaman padi.             Manajemen Rurukan sebagai manajemen tradisional juga telah menerapkan konsep manajemen modern. Hal ini berarti, bahwa masyarakat Rancakalong, dengan kearifan lokal yang dianut dan dimilikinya secara turun-temurun, menjadikan manajemen Rurukan sebagai kegiatan tradisi yang kemudian menjadi pedoman hidup mereka sehari-hari.Kata Kunci: Rurukan, Kearifan Local, Manajemen, Organisasi Tradisi. AbstractRurukan is an old organizational tradition for farmers in Rancakalong in Sumedang. This Rurukan has a great role and very dominant in Ngalaksa ritual, Bubur Syuro ritual and either with some other rituals held in Rancakalong. This Rurukan goes together with the farmers mind set in glorifying the rice plant through the concept of Sanes Migusti Nyai (rice) but Mupusti Damelan Gusti, means “they are not worshipping the rice plant” but “they maintain the God creations”, which shows their believe (their religion) in the attitude of syncretism. This ritual also equipped with the posture of reality symbolized in the overall ritual series in Rancakalong. Among of those backgrounds, purposes, and symbols were used in that ritual depicting an artifact of the people’s creations of farmland-rice field, and the religions (Hind-Buddha-Islam).              The focus of this research is to investigate the Rurukan’s concept through G. Terry’s theory of management organization as an artifact in farmer’s environment. Rurukan as the institution or league, which is covering the group of human resources hereditarily, is headed by Ketua/Saehu Rurukan. Management organization in Rurukan was created by people as a local custom which closely related to the farmer’s way of life in order to keep the rice plants alive.             Based on G. Terry’s management organization, Rurukan as a ritual activity in Rancakalong society can be conducted optimally. This research uses qualitative descriptive through collecting data and field-observation, the live observation of the role of Rurukan as an institution organizer in Nagalaksa ritual, carried with interview and event-transcriptions process. Literature review and followed with understanding the object to observing and interacting were completely done beforehand. This research shows that the Rurukan concept and the G. Terry’s theory of management organization concept, where the Tritangtu (MNW) in Rurukan concept and the G. Terry’s POAC concept, both of them has the same perspective and application. This Ngalaksa ceremony proves that management in the old traditional concept has been applied properly. This application depicts that the Rancakalong people, with their professed wise-local custom hereditarily, as the organizer of their traditional activities who became their life orientation and well practiced in their daily life.Keywords: Rurukan, Local Custom, Management Organization traditional.  
Penyajian Tari Arjuna Sasrabahu - Somantri Veronica Agustin D. N. dan Ni Made Suartini
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.033 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.860

Abstract

AbstrakTari Arjuna Sasrabahu-Somantri termasuk rumpun Tari Wayang berpasangan dengan karakter Satria Lungguh (Arjuna Sasrabahu) dan Satria Ladak (Somantri). Tari tersebut berlatar belakang cerita wayang yang mengisahkan perang tanding kedua satria tersebut. Pertandingan dimenangkan oleh Arjuna Sasrabahu,  dan  Somantri menjadi marah. Kemudian ia menunjukkan jati diri sebagai titisan Wisnu, serta ber-triwikrama, menjadikan dirinya seorang raksasa besar berkepala seribu. Untuk menjadikan tarian ini berbeda dari semula, dan juga tidak terperosok ke dalam garapan dramatari, maka diperlukan langkah yang tepat untuk mengembangkannya. Adapun interpretasi dalam pengembangan tarian ini hanya menyangkut ’bentuk penyajiannya’ yang meliputi gerak, iringan, rias busana, property, setting, dan lighting.Kata Kunci: Tari Perang Arjuna Sasrabahu, Somantri, Wayang AbstractArjuna Sasrabahu-Somantri Dance is included in the type of couple Puppet Dance with the character of Satria Lungguh (Arjuna Sasrabahu) and Satria Ladak (Somantri). The dance is based on puppet story telling about duel of the two knights. The battle was won by Arjuna Sasrabahu, and Somantri became angry. Then he showed himself as the incarnation of Vishnu, and became triwikrama, made himself a thousand-headed big giant. To make this dance is different from the original, and also not to fall into dance drama, it takes appropriate steps to develop it. The interpretation of the development of this dance involves only 'form of presentation' which includes movement, accompaniment, costume, properties, settings, and lighting.Keywords: Tari Perang Arjuna Sasrabahu, Somantri, Wayang 
TARI DOGER KONTRAK SEBAGAI SUMBER GARAP PENYAJIAN TARI Derra Dwi Dessyani dan Lia Amelia
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.611 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.840

Abstract

ABSTRAK Tari Doger Kontrak adalah penyajian tari ronggeng, dengan diilhami oleh bentuk kesenian Doger dari Subang yang telah dijadikan garapan baru. Istilah Doger menunjuk pada penari wanita yang disebut ronggeng dalam kesenian Ketuk Tilu, sementara Kontrak merupakan nama sebuah tempat perkebunan kina di Jawa Barat. Biasanya pegawai perkebunan itu pun disebut sebagai pegawai kontrak.Penyajian Tari Doger Kontrak, disusun dengan menggunakan pendekatan teori “gubahan tari” A.A.M Djelantik. Penyajiannya dalam bentuk koreografi kelompok dengan tujuh orang penari wanita yang semuanya berperan sebagai ronggeng.Kata Kunci: Tari Doger Kontrak, Gubahan Tari.   ABSTRACT Doger Kontrak Dance is the presentation of ronggeng dance, inspired by Doger art from Subang, which was produced by Dance Department of ASTI Bandung as a new dance work. The term of Doger refers to female dancers called ronggeng in Ketuk Tilu art, while the word Kontrak (Contract) is the name of a plantation site that the West Javanese community in the past called it a tea contract or quinine contract, even the plantation employees are usually called as contract employees.The presentation of Doger Contract Dance is realized by using "dance composition" by A.A.M Djelantik. As a result, the realization of Doger Contract dance as a new packaging dance work without losing its essence, and presented as group choreography with seven female dancers performing as ronggeng.Keywords: Doger Kontrak Dance, Dance Composition.  
APLIKASI MODEL KREATIF KOREOGRAFI KARYA PANJI GANDRUNG DALAM CERITA PANJI (Sebuah Tinjauan Deskriptif) Lia Amelia dan Devi Supriatna
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 1 (2018): "Jari Jemari Membuai Emosi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.397 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i1.831

Abstract

ABSTRAK Cerita Panji banyak tersebar dalam berbagai versi juga menuai banyak tafsir yang memperkaya khasanah perkembangan Seni Budaya. Walaupun banyak tafsir tentang cerita Panji, tetapi pada dasarnya isi cerita tersebut hampir sama, yaitu mengisahkan tentang Raden Panji yang sedari kecil sudah dijodohkan dengan Sekar Taji putri dari kerajaan Kadiri. Akan tetapi sebelum perjodohan itu terlaksana, Panji jatuh cinta kepada gadis desa yang cantik jelita bernama Dewi Anggraeni. Peristiwa tersebut menimbulkan kegoncangan di lingkungan kerajaan Kuripan/Janggala. Berdasarkan cerita tersebut, penulis berupaya untuk mencoba membuat sebuah garap tari yang berjudul Panji Gandrung dan menyusun koreografi, yang bersumber dari gerak-gerak keseharian dan gerak-gerak tari yang sederhana, diolah, distilisasi sehingga menjadi gerak yang bermakna, disesuaikan dengan tema, juga dengan pola pengadegan. Garapan tari Panji Gandrung ini pada akhirnya oleh peneliti dijadikan materi PKM kepada mahasiswa semester IV jurusan Tari ISBI Bandung, dengan judul Aplikasi Model Kreatif Koreografi Karya Panji Gandrung. Proses kreatif ini menggunakan pendekatan konsep garap non tradisi, dengan menggunakan pendekatan metode PAR (Participationaction research).Kata kunci: Panji Gandrung, Aplikasi, Koreografi, Model Kreatif. ABSTRACT The story of Panji is widely spread in various versions and also derives many interpretations that enrich the treasury of the cultural arts development. Although there are many interpretations of Panji story, but the content of the story is basically almost similar, which tells the story of Raden Panji who has been matched since childhood with Sekar Taji, the princess of Kediri kingdom. But before the marriage conducted, Panji fell in love with a beautiful village girl named Dewi Anggraeni. This event caused a shock in the kingdom of Kuripan/Janggala. Based on the story, the author attempts to make a dance work entitled Panji Gandrung, and compose the choreography which comes from daily movements and simple dance movements, being processed and distilled so that it becomes meaningful movements, adapted to the theme, and to the movement pattern. This Panji Gandrung dance work was then made as materials for community service program for the fourth semester students majoring in dance department of ISBI Bandung, with the title Applying the Creative Model of Panji Gandrung's Choreography. This creative process uses a non-tradition conceptual approach with the Participation Action Research (PAR) approach.Keywords: Panji Gandrung, Aplication, Choreography, Creative Model.
PERGESERAN FUNGSI SENI TARI SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN DAN PELESTARIAN KEBUDAYAAN Utang Djuhara
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 2 (2014): "Membumikan Tradisi Meraih Inspirasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.647 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i2.874

Abstract

Abstrak Seni tidak dapat dipisahkan dari aspek manusia sebagai sosok seniman dan aspek budaya yang digunakan sebagai bentuk dalam masyarakat. Terdapat dua pandangan berbeda dalam menilai seni tradisi: pandangan pertama cenderung menilai bahwa seni tradisi merupakan aset budaya bangsa, sehingga harus dijaga keasliannya dan kelestariannya, sedangkan pandangan kedua menilai bahwa seni tradisi memiliki nilai ganda, yakni nilai budaya dan nilai ekonomi. Upaya untuk melestarikan bentuk dan keberadaan seni tradisi sebagai unsur dari kebudayaan nasional, harus dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem nilai yang berlaku, baik secara lokal, maupun nasional. Oleh karenanya para seniman sebagai ilmuwan seni perlu menyamakan persepsi bahwa seni tradisi adalah bentuk seni yang dinamis, atau bentuk seni yang selalu mengalami perubahan.Kata kunci: Seni Tradisi, Kebudayaan,  Pelestarian, Pengembangan AbstractArt can not be separated with human aspect as the artists and cultural aspect which is used as a form in the society. There are two different points of view concerning traditional art: the first tends to view that traditional art is an asset of national culture, so that it has to be kept original, meanwhile the second views that traditional art has a double value, those are: cultural and economic values. The efforts to preserve the form and existence of traditional arts as the element of national culture have to be developed integratedly with the system of valid value, both locally and nationally. Thus, the artists as the scientists of art should make similar perception that traditional art is an art form which is dynamic or something that always changes.Keywords: Traditional art, Culture, Preservation, Development 
Panggil Aku Yéssy Konsep Garap Tari Kontemporer Yayat Hidayat
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.338 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.865

Abstract

Abstrak Karya tari ’Panggil Aku Yessy’ adalah garapan tari yang mengungkap realitas kehidupan seorang waria bernama Yessy yang berinteraksi dengan komunitasnya di dunia malam. Perjalanan hidup yang penuh perjuangan dan tantangan di dunia malam yang telah lama digelutinya telah membuat dirinya menjadi sosok waria yang ingin mengubah nasibnya ke arah yang lebih baik. Pada akhirnya Yessy dapat melepaskan kehidupan dunia malam dan mencapai kesuksesan karena telah mendapat pekerjaan yang layak. Kajian dalam karya tari ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma deskriptif. Penekanan masalah sosial yang merupakan pengalaman empirik diungkapkan kepada publik yang dikemas sebagai teater tari kontemporer. Konsep garap tari ’Panggil Aku Yessy’ ini merupakan bentuk sajian yang menawarkan alternatif garapan baru. Hasil yang diperoleh adalah konsep dan alur garap disajikan dengan apik untuk mengungkap tabir kehidupan seorang waria yang berkonotasi negatif menjadi seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dan dapat menghasilkan finansial melalui pekerjaan yang layak dan terhormat.Kata Kunci: waria, teater, tari kontemporer AbstractA dance work 'Call Me Yessy' is a dance that reveals the reality of the life of a transgender named Yessy who interacts with her community in the night world. Her life experience which full of struggle and challenges in the night world made him change his destiny to have a better future. At the end, Yessy could release his night life and get success with his proper job. The study in this dance work uses qualitative method with descriptive paradigm. The emphasis of social problems which is an empirical experience is revealed to the public as a work of contemporary dance theater. The concept of work 'Call Me Yessy' is a performance which offers a new dance work alternative. The result is a concept and a plot which is performed attractively to reveal the lives of a transgender with a negative connotation to be someone who has more capability and able to earn money with a proper and honored work.Keyword: transgender, contemporary dance theater
TARI JAYENGRANA SEBAGAI SUMBER INSPIRASI KREATIVITAS PADA GUBAHAN TARI Fitri Nur dan Lilis Sumiati
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.538 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.846

Abstract

ABSTRAKTari Jayengrana merupakan salah satu genre tari wayang gaya Sumedang yang berkarakter satria ladak. Tarian ini menarik untuk dijadikan materi pada ujian Tugas Akhir minat utama penyajian. Bentuk ketertarikan ini, pertama pada latar belakang ceritanya yang bersumber pada wayang menak yang berbeda dengan tari wayang pada umumnya. Kedua, tarian ini memiliki karakter yang relevan dengan kepribadian penulis. Sebagai tantangan pada minat penyajian terdapat dua aspek yakni memiliki kualitas menari yang prima dan kemampuan berkreativitas. Oleh karena itu, masalah yang diusung terbatas pada bagaimana mewujudkan kualitas kepenarian yang didukung dengan daya kreativitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan teori gegubah sebagai pisau pembedahnya. Adapun metode untuk merealisasikan teori dipilih langkah-langkah penguasaan materi, merancang tafsir garap, merekomposisi struktur tarian, dan merekomposisi koreografi. Kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan eksplorasi, evaluasi, dan komposisi.Sebagai hasil dari gubahan dapat diwujudkan tari Jayengrana dengan sajian yang baru. Koreografi bagian awal dan akhir ditambahkan ragam gerak sebagai upaya pengayaan. Bagian tengah dilakukan pemadatan dan pengolahan variasi. Iringan tari menyesuaikan dengan koreografinya. Bagian awal ditambah kakawen, bagian tengah tetap menggunakan lagu tumenggungan, serta bagian akhir ditambah dengan senandung dalang dan ending rubuh. Pada aspek rias diberikan penegasan garis wajah pada bagian kumis dan cedo. Adapun aspek busana tidak mengalami perkembangan apapun, karena sudah mewakili ciri khas tari wayang.Kata Kunci : Tari Jayengrana, Penyajian, Gegubahan, Kreativitas. ABSTRACT Jayengrana dance is one of the genres of Sumedang style Puppet dance which has the character of Satria Ladak. This dance is interesting to be used as a material for the Final Assignment of the concentration on presentation. This form of interest is firstly on the background of the story that comes from the noble puppets which are different from Wayang dance in general. Second, this dance has a character that is relevant to the personality of the writer. As a challenge to the concentration of presentation, there are two aspects: having excellent dance quality and creative ability. Therefore, the problems brought are limited on how to realize the quality of dance that is supported by the power of creativity. To answer this problem, the theory of gegubah is used as the revelation tool. The method for realizing the theory is steps for mastering the material, designing work interpretation, recomposing dance structures, and recomposing choreography. Then these steps are followed up with exploration, evaluation and composition activities.As a result of this composition, there can be realized new form of Jayengrana dance. In the beginning and at the end of choreography, a variety of motions were added as enrichment efforts, and in the middle part the compaction and variations process were carried out. There have been some changes in the element of dance accompaniment to adjust the choreography. The first part was added with kakawen, the middle part still uses tumenggungan song, and the final part was added with senandung dalang and ending rubuh. In the makeup aspect, there has been given affirmation to the facial lines on the part of the mustache and cedo. Meanwhile the aspect of costume does not change, because it represented the characteristic of Wayang dance.Key words : Jayengrana Dance, Presentation, Gegubahan, Creativity. 
TARI KAWUNG ANTEN DALAM GENRE TARI JAIPONGAN SEBAGAI SUMBER GARAP PENYAJIAN TARI Siti Hani Rohaeni dan Edi Mulyana
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 1 (2018): "Jari Jemari Membuai Emosi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (492.421 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i1.836

Abstract

ABSTRAK Repertoar tari Kawung Anten yang diciptakan oleh Gugum Gumbira sekitar tahun 1990-an merupakan repertoar yang berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Dalam garapan ini Gugum Gumbira berorientasi pada sebuah cerita dan memunculkan penokohan sosok seorang putri dari Kerajaan Sumedang Larang yang bernama Kawung Anten, putri dari salah seorang panglima perang yang bernama Jaya Perkosa. Sedangkan karya-karya sebelumnya selalu berorientasi pada kehidupan sehari-hari misalnya tari Daun Pulus Keser Bojong, Rendeng Bojong, Rawayan, Pencug Bojong, dan lain-lain. Hal inilah yang menarik bagi penyaji sehingga repertoar ini dijadikan pilihan materi Ujian Tugas Akhir Minat Utama Penyajian Tari. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah, bagaimana mewujudkan konsep pengembangan koreografi dari repertoar Kawung Anten menjadi bentuk garap artistik yang baru, terutama berkaitan dengan gaya penyajiannya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan garapan tari ini, proses penggalian sumber dilakukan melalui penyadapan dan pendalaman materi tari. Sedangkan untuk pembentukan garapannya sendiri digunakan pendekatan metode “gubahan tari”, sehingga secara esensial tidak mengubah gerak yang sudah ada. Hasil dari penyadapan dan pendalaman di Padepokan Jugala tersebut, dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang ditulis dalam rumusan masalah tadi. Kata kunci: Jaipongan, Kawung Anten.  ABSTRACT The repertoire of Kawung Anten dance which is created by Gugum Gumbira in the 1990s is a different repertoire with his previous works. In this work, Gugum Gumbira oriented on a story and appeared characterization, the figure of a princess from Sumedang Larang Kingdom named Kawung Anten, the daughter of one of the warlord named Jaya Perkosa. Meanwhile the previous works of Gugum Gumbira usually oriented on daily life, such as: Daun Pulus Keser Bojong, Rendeng Bojong, Rawayan, Pencug Bojong, and others. This is what appeals to the performer so that this repertoire is chosen as the material for the Final Examination of concentration on Dance Presentation. The formulation of the problem is how to realize the concept of developing the choreography of the repertoire Kawung Anten into a new form of artistic work, especially related to the style of presentation. Thus, to realize the dance presentation in the process of exposing the source, the performer conducted choreography bugging process and deepening the dance material, while to form its own work, using "dance composition" approach method that is related to the presentation style so that it essentially does not change the existing movements. The results of the bugging and deepening process in Padepokan Jugala provide an opportunity to answer the formulated problems, so the result is the embodiment of the concept of developing a new presentation style in the dance of Kawung Anten.Keywords: Jaipongan, Kawung Anten.
DINAMIKA KEHIDUPAN TARI TOPENG GAYA INDRAMAYU (1940an–2010) Nur Rochmat
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 2 (2014): "Membumikan Tradisi Meraih Inspirasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.424 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i2.870

Abstract

AbstrakTulisan ini membahas dinamika kehidupan tari topeng gaya Indramayu sejak tahun 1940-an sampai tahun 2010. Dalam eksistensinya, tari topeng gaya Indramayu mengalami perkembangan yang signifikan, khususnya setelah kemerdekaan Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana seni tradisi ini mampu bertahan dan berkembang di tengah situasi politik yang tidak menentu pada periode tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dinamika kehidupan tari topeng gaya Indramayu dengan unsur-unsur pendukungnya. Penelitian ini menggunakan Metode Sejarah, yang terdiri atas empat tahap: 1) Heuristik; 2) Kritik; 3) Interpretasi; dan 4) Historiografi. Teori-teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan ini ialah teori “Kontrak Sosial” yang dikemukakan oleh James A Brandon dan teori “Kreativitas” yang dikemukakan oleh Damajanti. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur yang mendukung eksistensi dan dinamika kehidupan tari topeng gaya Indramayu di antaranya ialah dukungan pemerintah dan dukungan masyarakat, serta adanya kreativitas dari dalang topéng. Kata kunci: dinamika, tari topeng gaya Indramayu AbstractThis article discusses the dynamic of life of Indramayu Style Mask Dance from 1940s to 2010. Indramayu Style Mask Dance has significant development in its existence, especially after the independence of Indonesia. The question is how this traditional art survives and develops in the uncertained political situation in that period? This research aims at revealing the dynamic of life of Indramayu Style Mask Dance and its supporting elements. The research used Historical Method, which consists of four steps: 1) Heuristic; 2) Critics; 3) Interpretation; and 4) Historiography. The theories which are applied to analyze the subject are the theory of “Social Contract” stated by James A Brandon and the theory of “Creativity” by Damajanti. The result of the research shows that some elements that support the existence and the dynamic of life of Indramayu Style Mask Dance among others are the government and community support, and the creativity of Topeng dancer. Keywords: dynamic, Indramayu Style Mask Dance

Page 2 of 13 | Total Record : 129