cover
Contact Name
Lalan Ramlan
Contact Email
lalan_ramlan@isbi.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
penerbitan@isbi.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Seni Makalangan
ISSN : 23555033     EISSN : 27148920     DOI : -
Core Subject : Art,
Arjuna Subject : -
Articles 129 Documents
Proses Pewarisan Dalang Topeng Cirebon Nunung Nurasih
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.151 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.861

Abstract

Abstrak Tari Topeng adalah suatu seni pertunjukan tradisi yang telah tumbuh dan berkembang sejak masa Hindu. Dalam proses pertumbuhannya, seni Tari Topeng berkembang dengan cara diwariskan. Proses pewarisan ini dipandang sebagai salah satu kegiatan pemindahan, penerusan, pemilikan antargenerasi dalam rangka menjaga tradisi dalam sebuah silsilah keluarga. Tujuannya tidak semata menjaga hasil kebudayaan dari masa lalu, melainkan juga menjaga sakralitas nilai dalam kesenian tersebut sebagai wujud kepatuhan atas apa yang telah diwariskan oleh generasi pendahulunya. Seorang Dalang Topeng tidak hanya berperan sebagai pemimpin dalam ritual adat, namun juga sebagai seorang penjaga keberlangsungan kesenian tersebut hingga tetap lestari.Kata Kunci: Topeng Cirebon, pewarisan, Dalang Topeng AbstractMask Dance is a traditional performing art that has grown and developed since Hindu period. In the growing process, Mask Dance has developed through inheritance. The process of inheritance is regarded as one of the transference, continuation, and possession activities of the intergenerational in order to maintain the tradition of the family tree. The goal is not only to maintain the cultural output of the past, but also to keep the sacred values of the art as a form of obedience to what has been handed down by the previous generations. A mask puppeteer (Dalang Topeng) not only plays role as a leader in traditional rituals, but also as a keeper of the sustainability of the arts to remain sustainable.Keywords: Topeng Cirebon, inheritance, Dalang Topeng 
GENDING IBING LULUGU DALAM PERTUNJUKAN RONGGENG TAYUB DI CIAMIS Ocoh Suherti
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.212 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.841

Abstract

ABSTRAKFenomena ronggeng merupakan fenomena yang menarik karena di beberapa tempat di Jawa Barat masih ditemukan keberadaannya. Ciamis merupakan salah satu daerah yang memiliki populasi seni ronggeng seperti: ronggeng gunung, ronggeng amen dan ronggeng tayub. Selama ini topik-topik penelitian yang dilakukan lebih banyak menyoroti pertunjukan-pertunjukan seni ronggeng di daerah pakidulan. Sementara di daerah kaler yaitu sekitar daerah: Tambaksari, Rancah, Panawangan, Kuningan, bahkan ke daerah Cilacap hidup dan berkembang bentuk seni ronggeng tayub yang merupakan seni hiburan masyarakat pada acara-acara hajatan. Unsur-unsur seni dalam pertunjukan ronggeng tayub selain tari (ronggeng dan penari laki-laki dari para penonton), juga adanya unsur iringan yang merupakan ruhnya tarian.Sajian awal pada pertunjukan Ronggeng Tayub di Ciamis selalu diawali dengan sajian tarian khusus yaitu berupa tarian lulugu atau tarian pembuka. Ibingan  lulugu seolah merupakan hal yang wajib disajikan selain lagu bubuka dengkleung dan kembang gadung. Pengidentifikasian fungsi, struktur dan bentuk gending lulugu dalam pertunjukan Ronggeng Tayub di Ciamis merupakan inti dari tulisan ini. Adapun dua bentuk gending yang digunakan sebagai gending ibing lulugu adalah Gending Kawitan dan Gending Gawil.Kata Kunci : Ronggeng Tayub, Gending, Ibing Lulugu, Ciamis. ABSTRACT The phenomenon of Ronggeng is an interesting thing because of its existence in some places in West Java. Ciamis is one of the regions that have population of ronggeng arts such as: Ronggeng Gunung, Ronggeng Amen and Ronggeng Tayub. The topics of research so far carried out more highlighted the performances of ronggeng arts in Pakidulan (southern) area. While in Kaler (northern) area, such as: Tambaksari, Rancah, Panawangan, Kuningan and even Cilacap area, there live and develop the art of Ronggeng Tayub which is an art of public entertainment on celebration events. The elements of art in the performances of Ronggeng Tayub beside dance (ronggeng and male dancers from the audience), there are also the accompaniment elements which are the spirit of the dance.The initial presentation of Ronggeng Tayub in Ciamis always begins with a special dance performance, which is a lulugu dance or an opening dance. Ibingan lulugu seems to be something that must be presented beside Dengkleung and Kembang Gadung as opening songs. Identifying the functions, structure and forms of Gending Lulugu in Ronggeng Tayub performance in Ciamis is the core of this paper. The two forms of gending used as gending ibing lulugu are Gending Kawitan and Gending Gawil.Keywords: Ronggeng Tayub, Gending, Ibing Lulugu, Ciamis.
KIDUNG KEMBANG JAKSI TAFSIR PETAKA DAYANG SUMBI Ria Dewi Fajaria
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 1 (2018): "Jari Jemari Membuai Emosi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.981 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i1.832

Abstract

ABSTRAK Tradisi budaya larangan bagi masyarakat Sunda sangat dikenal di masyarakat. Penelitian karya tari ini bermaksud menggambarkan tradisi larangan, dimana hubungan asmara sosok seorang ibu dan anak, antara Dayang Sumbi dan Sangkuriang adalah sebuah pantangan. Tradisi lalayang kuning dan putih, yakni berupa kain ‘boeh larang’ dan pagar-pagar berupa bambu ‘parancah bumi atau alam’ di kala Sangkuriang menyatakan pinangannya, sontak keadaan alam berubah. Tujuan tulisan ini untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya purba masyarakat Sunda yang memiliki kepekatan pesan-pesan moral, baik itu sebagai sebuah ‘peringatan’ atau pun pepeling, yang dapat dijadikan sandaran bagi kita dalam menjalani kehidupan. Metode yang dipakai dalam penelitian karya tari yang diberi judul Kidung Kembang Jaksi adalah metode penciptaan melalui riset by praktice, dengan langkah-langkah studi pustaka meliputi pencarian buku-buku sumber, melakukan tafsir cerita, dan proses koreografi/pewujudan karya. Hasil penelitian ini berupa deskripsi tafsir gambaran cerita, analisis koreografi, dan wujud garap karya tari Kidung Kembang Jaksi.Kata Kunci: Kidung Kembang Jaksi, Petaka, Dayang Sumbi.  ABSTRACT Prohibition cultural tradition is well known in Sundanese people. The research of this dance work intends to describe the tradition of prohibition, where the relationship of love between a mother and a child, between Dayang Sumbi and Sangkuriang, is a taboo. The tradition of yellow and white lalayang, which is in the form of 'boeh larang' and fences in the form of bamboo 'parancah of earth or nature' at the time Sangkuriang stated his tender, suddenly the condition of nature changed. The purpose of this writing is to express the ancient cultural values of Sundanese people who have concentrated moral messages, whether it is a 'warning' or even pepeling, which can be used as a support for us to live our lives. The method which is used in the research of dance work entitled Kidung Kembang Jaksi is a method of creation through research by practice, with the steps in literature study including searching for source books, interpreting stories, and choreography process/manifesting works. The results of this study are description of story interpretations, choreographic analysis, and a form of dance work ‘’Kidung Kembang Jaksi”.Keywords: Kidung Kembang Jaksi, Petaka, Dayang Sumbi. 
TRANSFORMASI TARI BADAYA DALAM WAYANG AJEN Lilis Sumiati
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 2 (2014): "Membumikan Tradisi Meraih Inspirasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.176 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i2.875

Abstract

 AbstrakTari Badaya merupakan reportoar tari dalam genre tari Wayang yang menjadi titik perhatian agen dalam memenuhi sistem pertunjukan Wayang Ajen. Untuk mengejar sistem yang dirancang diperlukan kedinamisan dari laku kreatif guna menciptakan ruang transformasi sebagai salah satu perangkat mempertahankan tari tradisi agar tetap lestari. Stabilitas struktur dalam ranah transformasi tak terelakan dari terciptanya perubahan. Fenomena ini menjadi daya tarik untuk dianalisis agar mendapatkan temuan mengenai sejauh mana perlakuan kreatif agen dalam mentransformasi tari Badaya yang disesuaikan dengan sistem pertunjukan Wayang Ajen. Untuk menganalisis perubahan struktur tari Badaya pada ranah transformasi akan dibedah menurut cara pandang Giddens yang terbatas pada tindakan para agen untuk memodifikasi struktur yang ada sebelumnya. Ranah kajian transformasi tari Badaya ini akan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deduktif.Kata Kunci: Tari Badaya, Wayang Ajen, Transformasi Abstract Badaya dance is the repertoire of Wayang dance genre that became the focal point of an agent to meet the system of Wayang Ajen show. To pursue the designated system, the dynamism of creative behavior is necessary to create transformation space as one of the devices to maintain a traditional dance in order to remain sustainable. The stability of the structure in the realm of the inevitable transformation of the creation of the change. This phenomenon has become an attraction to be analyzed in order to obtain findings regarding the extent to which the creative treatment agent in transforming dance Badaya customized with Wayang Ajen system. To analyze the structural changes in the realm of Badaya dance transformations will be discussed according to Giddens perspective which is limited on the actions of the agents to modify the existing structure. The realm of dance Badaya study this transformation will use qualitative methods are deductive.Keywords: Tari Badaya, Wayang Ajen, Transformation
Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Di Keraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur Emi Sundari dan Lalan Ramlan
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.019 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.866

Abstract

AbstrakKajian ini membahas tentang struktur dan fungsi tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh dalam upacara ritual Bapelas di Kraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Upacara tersebut, merupakan bagian integral dalam pelaksanaan upacara besar yang disebut “Erau”. Repertoar tari tersebut dijadikan sebagai media upacara ritual yang memiliki dimensi nilai tersendiri. Akan tetapi, upacara Erau tersebut hingga saat ini tidak banyak diketahui masyarakat luas. Keberadaannya di dalam lingkungan kraton, pada umumnya sulit untuk dapat diakses oleh masyarakat di luar kraton.Berkaitan dengan persoalan itulah, maka penulis menguak keberadaan tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gambuh tersebut melalui kegiatan penelitian. Mengingat banyak hal penting yang memerlukan penelusuran secara mendalam, maka pertanyaan penelitian difokuskan kepada dua hal, yaitu mengenai Struktur dan fungsi. Oleh karena itu, penulis melakukan pendekatan terhadap teori struktur yang diungkapkan oleh FX.Widaryanto, dan untuk fungsinya digunakan pendekatan teori dari R. M. Soedarsono. Untuk mencapai hasil yang dimaksud, maka penulis menggunakan pendekatan metode Deskriptif Argumentatif. yang mengacu kepada pendapat Tjetje Rohendi Rohidi.Dari hasil penelitian diperoleh simpulan, bahwa: Pertama,  fungsi tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh merupakan tarian dengan struktur koreografi yang sangat sederhana, monoton, dan tidak dipertunjukkan secara umum. Kedua, repertoar tersebut berfungsi sebagai media ritual yang sakral dalam upacara Bapelas di lingkungan Kraton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Kata Kunci (Key word): Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Bapelas, Erau,  Kutai Kartanegara. Abstract This study discusses the structure and function of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh in Bapelas ritual ceremony in the Palace of Kutai Kartanegara, East Kalimantan. The ceremony is an integral part in the implementation of a large ceremony called "Erau". The dance repertoire is used as a medium of ritual ceremony which has its own value dimension. The Erau ceremony, however, is not much known to the wider community until today. Its presence, in the palace, is difficult to be accessed by the public outside the palace.In connection with that issue, the author reveals the existence of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh through the research activity. Considering that there are many important issues which require deeply searching, so the research questions are focused on two things, those are regarding the structure and function. Therefore, the author approaches to the theory of structure stated by F.X.Widaryanto, and the function uses the theory of R.M. Soedarsono. To achieve the intended results, the author uses Argumentative Descriptive method which refers to the opinion of Tjetje Rohendi Rohidi.The results of the research show that: First, the function of Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh is a dance with a very simple choreography structure, monotonous, and is not generally performed. Second, the repertoire serves as a sacred ritual medium in Bapelas ceremony in the palace of Kutai Kartanegara, East Kalimantan.Key words: Tari Dewa Menurunkan Sanghiyang Sri Gamboh, Bapelas, Erau, Kutai           Kartanegara
TARI UYEG PANCAWARNA SEBAGAI SUMBER GARAP PENYAJIAN TARI Deasy Herlina dan Ria Dewi Fajaria
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.812 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.847

Abstract

ABSTRAK Tari Uyeg Pancawarna merupakan tarian yang terdapat dalam pertunjukan Longser Pancawarna pimpinan Ateng Japar. Tari tersebut merupakan tari selingan atau jembatan dari tatalu ke adegan pertama, sebelum babak awal cerita lakon Longser dimulai. Pada mulanya, tarian ini disajikan oleh seorang ronggeng namun dalam perkembangannya dapat disajikan oleh beberapa ronggeng atau kelompok.Tari Uyeg Pancawarna merupakan minat utama penyajian tari yang penulis pilih sebagai sumber garap dengan bentuk tari kelompok sebanyak empat orang penari perempuan. “Gubahan Tari” menurut A.A.M Djelantik merupakan landasan teori dalam proses garap penyajian Tari Uyeg Pancawarna. Proses pengembangan yang dilakukan meliputi: variasi gerak, pola lantai, karawitan, dan rias busana. Hasil yang dicapai dalam garapan penyajian tari Uyeg Pancawarna adalah tercapainya bentuk penyajian yang baru tanpa mengubah identitas sumber aslinya.Kata Kunci: Tari Uyeg, Pancawarna, Penyajian.  ABSTRACT Pancawarna Uyeg Dance is a dance found in Pancawarna Longser performance, led by Ateng Japar. This dance is an interlude dance or a bridge from the beginning (tatalu) to the first presentation, before the beginning part of the story of Longser play starts. Previously, the dance was presented by a ronggeng, but in its development it can be presented by several ronggeng or groups.Pancawarna Uyeg Dance is a major interest indance presentation which the author chooses as a source of work in a form of group dance as many as 4 female dancers. "Dance composition" by A.A.M Djelantik is the theoretical foundation in the process of working on the presentation of Pancawarna Uyeg Dance. The development process that has been carried out includes: movement variations, floor patterns, music (karawitan), and costume. The result achieved is the realization of a new form of Pancawarna Uyeg Dance presentation without changing the identity of the original source.Key words: Uyeg Dance, Pancawarna, Presentation.
TARI KULU-KULU DALAM KESENIAN JAE’ GRUP TURONGGO BUDOYO DESA SIDAMULYA KECAMATAN CIEMAS KABUPATEN SUKABUMI Reza Anastasya Putri dan Euis Suhaenah
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 1 (2018): "Jari Jemari Membuai Emosi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.758 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i1.837

Abstract

ABSTRAK Tari Kulu-Kulu merupakan salah satu tarian yang disajikan dalam kesenian Jae’/Kuda Lumping grup Turonggo Seni Budayo Desa Sidamulya Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi. Kesenian tersebut merupakan bentuk alkulturasi dari kebudayaan masyarakat Jawa (pendatang) dengan masyarakat Sunda (pribumi). Kesenian Jae’ berfungsi sebagai hiburan yang di dalamnya kental akan hal-hal mistik/gaib. Ada empat tarian yang disajikan dalam pertunjukan Jae yaitu; (1) Solo, (2) Rincik-Rincik, (3) Dawet Ayu/Siji Lima, (4) Kulu-Kulu yang diakhiri oleh proses trance pada lagu Solasi. Keempat tarian tersebut menggambarkan para prajurit berkuda Pangeran Diponogoro dari persiapan hingga bertempur di medan perang. Adegan paripurna perang digambarkan pada tarian Kulu-Kulu sehingga gerak, musik, dan pola lantai lebih dinamis dari tarian sebelumnya.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis melalui pengumpulan data, studi pustaka dan pengamatan di lapangan. Teori yang digunakan sebagai landasan ialah teori struktur Le’vi-Strauss. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa struktur Tari Kulu-Kulu terbagi menjadi dua, yaitu struktur luar yang terdiri atas pola gerak, desain lantai, musik, properti, rias, busana yang sederhana dan bentuk pertunjukan yang lebih merakyat. Kedua, struktur dalam, kesenian ini merupakan manifestasi dari masyarakat Desa Sidamulya yang merupakan masyarakat campuran (Jawa-Sunda), dengan tiga nilai hidup yang harus seimbang yaitu nilai agama, budaya, dan pemerintah.Kata Kunci: Kesenian Jae’, Tari Kulu-Kulu.  ABSTRACT Kulu-Kulu dance is one of the dances presented in the arts of Jae’/Kuda Lumping of Turonggo Seni Budayo group, Sidomulya Village, Ciemas Subdistrict, Sukabumi Regency. The art is a form of acculturationof Javanese (immigrants) and Sundanese (indigenous) cultures. Jae's art serves as an entertainment in which mystical/ occult things are strong. There are four dances presented in the Jae show, namely: (1) Solo, (2) Rincik-Rincik, (3) Dawet Ayu/ Siji Lima, (4) Kulu-Kulu, which ends with a trance process on the song of Solasi. The four dances describethe horsemen warriors of Prince Diponogoro from the preparation to the battle on the battlefield. The war plenary scene is depicted in Kulu-Kulu dance so that movements, music, and floor patterns are more dynamic than the previous dance.This study uses qualitative methods with descriptive analysis style through data collection, literature studies and field observations. The theory which is used as thebasis is Le'vi-Strauss's structural theory. The results of the study indicate that the structure of Kulu-Kulu dance is divided into two, namely outer structure consisting of movement patterns, floor design, music, property, makeup, simple costume, and a more popular form of performance. The second is internal structure; this art is a manifestation of the community of Sidamulya Village which is a mixed society (Javanese-Sundanese), with three values of life that must be balanced, namely the values of religion, culture and government.Keywords : Jae’Art, Kulu-Kulu Dance. 
PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN KREATIVITAS SENIMAN TERHADAP KESENIAN TRADISIONAL JAWA BARAT Jaja Jaja
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 2 (2014): "Membumikan Tradisi Meraih Inspirasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.545 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i2.871

Abstract

AbstrakJawa Barat dikenal sebagai Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang banyak dan beragam jenisnya dan beberapa di antaranya memiliki kualitas dan daya tarik yang tinggi. Sumber daya kebudayaan yang meliputi bahasa, sastra dan aksara daerah, kesenian, kepurbakalaan, kesejahteraan, nilai tradisional dan museum masih tumbuh dan berkembang serta kebudayaannya dapat diandalkan untuk pembangunan jati diri bangsa. Di pihak lain para seniman mempunyai peran penting dalam mengembangkan dan memajukan kesenian khususnya kesenian tradisional yang ada di Jawa Barat. Dalam hal ini maju atau mundur bahkan punahnya suatu kesenian tradisional khususnya yang ada di Provinsi Jawa Barat berada pada kebijakan pemerintah dan kreativitas para seniman.Kata Kunci : Kebijakan Pemerintah, Kreativitas Seniman, Kesenian Tradisional AbstractKnown as the Province of West Java which has a rich culture that many and varied types and some of them have quality and high appeal. Cultural resources that include language, literature and literacy area, art, archeology, welfare, traditional values and the museum is still growing and developing reliable and culture to the construction of national identity. On the other hand the artists have at a crucial role in developing and promoting the arts in particular the traditional arts in western Java. In this case forward or backward even extinction of a traditional art, especially in the province of West Java has the government policy and the creativity of the artists.Keywords: Government Policy, Creativity Artist, Traditional Arts
Ronggeng Bugis Dari Pentas Jalanan ke Pentas Panggung Ida Farida
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.765 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.862

Abstract

AbstrakTari Ronggéng Bugis adalah kesenian adat keraton Cirebon yang berperan sebagai tontonan yang menghibur bagi penontonnya. Tari Ronggéng Bugis juga menjadi media politik dalam penyamaran prajurit Cirebon  yakni dengan menjadi ronggéng yang berperan sebagai telik sandi. Dalam perkembangan selanjutnya Tari Ronggéng Bugis berfungsi sebagai salah satu jenis seni pertunjukan yang bersifat hiburan. Pada akhirnya, kesenian ini menjadi produk budaya untuk kepentingan berbagai peristiwa budaya pada masyarakat Cirebon yang dipentaskan dalam bentuk helaran maupun pertunjukan di atas panggung.Kata kunci: Tari Ronggéng Bugis, Cirebon, Telik Sandi AbstractRonggéng Bugis Dance is a traditional art of Cirebon palace that serves as an entertaining spectacle for the audience. Ronggéng Bugis Dance also becomes a political medium to undercover the Cirebon soldiers as ronggeng who act as a spy. In the subsequent development, Ronggéng Bugis Dance functioned as one of entertaining performing arts. At the end, this art became a cultural product for the sake of cultural events in Cirebon society which is performed in the form of helaran and on the stage.Keywords: Ronggéng Bugis Dance,Cirebon, Telik Sandi (spy)  
KREATIVITAS GONDO DALAM TARI JAIPONGAN Risa Nuriawati dan Arthur S, Nalan
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.891 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.842

Abstract

ABSTRAK Pada perkembangannya, Jaipongan hidup subur dan menyebar ke berbagai penjuru daerah Jawa Barat, sehingga memunculkan keragaman gaya (style) dari setiap koreografernya. Koreografer-koreografer muda Jaipongan saat ini, pada dasarnya memiliki struktur dan gaya yang berbeda, sehingga dapat dikatakan telah terjadi perkembangan dari gaya Gugum Gumbira. Pebedaan itu terletak di setiap unsurnya, seperti pada unsur koreografi, unsur tata rias dan busana, serta pada unsur musiknya (karawitan). Oleh karena itu Jaipongan memiliki perkembangan dan dinamika tersendiri yang telah melahirkan kreativitas dari para koreografer muda yang memunculkan tarian-tarian kreasi baru. Dari sekian nama koreografer yang berkaitan langsung dengan perkembangan Jaipongan saat ini, penulis memfokuskan perhatian terhadap kreativitas salah seorang koreografer Jaipongan yaitu Gondo.Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengkajian Kreativitas Gondo dalam tari Jaipongan, maka penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori proses kreatif dari Graham Wallace yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.Adapun hasil yang dicapai dari pengkajian ini yaitu terungkapnya proses kreatif Gondo dalam pembuatan karya-karyanya yang dimulai dari penuangan konsep dan eksplorasi gerak, pentransferan gerak hasil eksplorasi Gondo kepada murid-murid secara variatif, penggunaan konsep kontemporer dalam bentuk dan isi, lalu uji karya dalam bentuk pertunjukan.Key Word: Jaipongan, Gondo, Kreativitas, Proses Kreatif.  ABSTRACT In its development, Jaipongan flourished and spread to various parts of West Java area, so that it rises to a variety of styles of each choreographer. Young choreographers of Jaipongan nowadays have basically different structures and styles, thus it can be said that there has been developments of Gugum Gumbira's style. The difference lies in each element, such as the choreography, makeup and costume, as well as the musical elements (karawitan). Jaipongan, therefore, has its own development and dynamic that makes creativity of the young choreographers to create new dance creations. Of the choreographer names that are directly related to the current development of Jaipongan, the author focuses on the creativity of one Jaipongan's choreographer, namely Gondo.To achieve optimal results in studying Gondo's creativity in Jaipongan dance, the author uses Qualitative method with Graham Wallace's Creative Process theory approach, namely preparation, incubation, illumination and verification.The results of this study are the revelation of Gondo's creative process in making his works which started from decanting the concepts and exploring the motion, transferring motion of his exploration to the students in variety ways, using contemporary concepts in the form and content, then testing his works in the form of performances.Keywords: Jaipongan, Gondo, Creativity, Creative Process. 

Page 3 of 13 | Total Record : 129