cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 372 Documents
Membangun Konsep Diri berdasarkan Firman Tuhan Nicholas Kurniawan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.268 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.37

Abstract

Di dalam akar dari berbagai kekurangan atau kegagalan dalam hidup dan pelayanan para hamba Tuhan, seringkali terdapat penilaian diri yang salah. Pernyataan ini tentu saja akan mencengangkan banyak pelayan Tuhan. Mengapa? Salah satu penyebabnya adalah karena penilaian terhadap diri sendiri seringkali jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh orang-orang yang sudah terjun dalam pelayanan. Selain itu, banyak anggapan keliru yang kerapkali muncul ketika berbicara mengenai topik penilaian diri. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai bagaimana membangun konsep diri yang berdasarkan firman Tuhan dengan tujuan agar para pembaca mulai belajar untuk membangun konsep dirinya dengan barometer firman Tuhan dan bukan dengan tipologi kepribadian yang kini populer.
Sejarah Suku Sunda Roger L. Dixon
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.318 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.38

Abstract

Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah lebih kurang 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta jiwa hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990 didapati bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese. Sejarah singkat pra-abad 20 ini dimaksudkan untuk memperkenalkan orang Sunda di Jawa Barat kepada kita yang melayani di Indonesia. Pada abad ini, sejarah mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
Konteks Pelayanan Kristen di Indonesia Markus Dominggus L. Dawa
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.821 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.39

Abstract

Tulisan Winfrid Prayogi dalam Veritas edisi yang lalu menggoda saya untuk mempertajam apa yang sudah dibicarakannya, khususnya yang berkaitan dengan situasi pluralitas agama di Indonesia. Apa yang hendak saya pertajam di sini berhubungan dengan konteks Indonesia yang didominasi oleh masyarakat yang beragama Islam. Suka atau tidak suka, harus kita akui bahwa sebenarnya kita tinggal-menetap dan melayani Tuhan di tengah-tengah “masyarakat Islam.” Gereja apa pun juga yang ada di bumi Indonesia ini, baik yang berbasis suku atau etnis tertentu maupun yang lintas etnis, tidak bisa tidak harus mempertimbangkan dengan serius kondisi riil Indonesia ini. Sebagai seseorang yang dididik dalam lembaga pendidikan teologi Injili dan beraktivitas di sekitar kota Malang, Jawa Timur, maka pikiran saya ini akan banyak dipengaruhi oleh hal-hal itu. Tesis yang hendak saya ajukan di sini adalah bahwa bila gereja memandang serius panggilannya untuk melayani Tuhan di bumi Indonesia ini maka tidak bisa tidak harus memahami Islam adalah suatu keniscayaan.
Evaluasi Kritis Terhadap Doktrin Gereja dari Teologi Pembebasan Natalie .
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.339 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.40

Abstract

Dalam dekade terakhir ini banyak orang membicarakan Teologi Pembebasan, bukan saja di Amerika Latin tempat asal teologia ini, tetapi juga di Asia dan Afrika. Walaupun Teologi Pembebasan timbul di manamana, namun yang secara “vokal” dan sistematis berbicara tentang Teologi Pembebasan adalah yang berasal dari Amerika Latin. Oleh karena itu, penulisan artikel ini secara khusus akan meninjau pandangan Gustavo Gutierrez, yang merupakan pelopor dan pencetus dasar pemikiran Teologi Pembebasan. Meskipun bermunculan juga teolog yang lain, tetapi dapat dikatakan bahwa Gutierrez-lah pelopor dan pencetus utamanya. Di dalam artikel ini akan disajikan pemahaman dasar Teologi Pembebasan (mulai dari latar belakang munculnya teologi tersebut sampai metode yang digunakan). Secara khusus akan dipaparkan juga pandangan Teologi Pembebasan Gustavo Gutierrez tentang gereja, mengingat cukup banyak gereja tradisional di Indonesia (khususnya di mana hamba-hamba Tuhannya terdidik dengan pola teologi tertentu) yang memegang pandangan-pandangan Teologi Pembebasan. Sebelum melihat sumbangsih Teologi Pembebasan bagi konteks pergumulan orang Kristen di Indonesia, penulis akan memberikan tinjauan terhadap pandangan Teologi Pembebasan berdasarkan Alkitab terlebih dulu.
Doktrin Kerajaan Allah Menurut Walter Rauschenbusch Wahyu Pramudya
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.306 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.41

Abstract

Walter Rauschenbusch lahir dan dibesarkan di Rochester, New York. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Rochester Theological Seminary, ia ditahbiskan sebagai pendeta di Second Baptist Church di New York. Dalam pengalaman pelayanannya di daerah yang yang disebut “Hell’s Kitchen,” ia melihat betapa kerasnya kehidupan saat itu. Ia menyaksikan eksploitasi tenaga kerja oleh industri-industri raksasa, penindasan kepada kaum miskin dan lemah, dan perlakuan diskriminatif dari pihak penguasa kepada orang-orang yang menderita. Sementara di sisi lain, ia melihat gereja tidak melakukan tindakan apapun. Sikap pasif dari gereja itu dimengerti oleh Rauschenbusch sebagai tanda dari kegagalan teologi di dalam menjawab tantangan zaman. Bagi Rauschenbusch teologi membutuhkan suatu penyesuaian untuk dapat menjawab tantangan ataupun kebutuhan zaman. Ia menyadari adanya kesulitan-kesulitan yang besar dalam usaha penyesuaian itu. Kunci untuk menjawab tantangan ini adalah penempatan kembali doktrin Kerajaan Allah sebagai pusat dari teologi. Melalui Injil Sosial, Rauschenbusch ingin kembali menempatkan doktrin Kerajaan Allah sebagai pusat dari teologi. Oleh karena itu dalam Injil Sosial, doktrin Kerajaan Allah menjadi pusat, bahkan “This doctrine [the Kingdom of God] is itself social gospel.” Seluruh doktrin yang lain haruslah diinterpretasikan (ulang) di bawah terang doktrin ini. Tulisan ini mencoba melihat apa dan bagaimana karakteristik doktrin Kerajaan Allah menurut Rauschenbusch, latar belakang filsafat di balik pemikiran Rauschenbusch, dan implikasinya terhadap doktrin Kerajaan Allah, doktrin dosa dan doktrin keselamatan. Setelah itu akan diberikan kajian terhadap pemikiran Rauschenbusch dari sudut pandang teologi Injili. Dalam bagian penutup akan diberikan kesimpulan dan sumbangsih pemikiran Rauschenbusch dalam konteks gereja di Indonesia.
Kota Allah : Sebuah Interpretasi Teologis dan Filosofis terhadap Sejarah Ferry Yefta Mamahit
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.842 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.42

Abstract

Salah satu keunikan kekristenan terletak pada kesadarannya tentang sejarah. Sejarah hidup manusia dilihat sebagai perjalanan di dalam ruang dan waktu dan juga dimengerti sebagai lintasan peristiwa-peristiwa yang memiliki awal dan akhir. Kesadaran semacam ini menjadikan kekristenan mampu eksis dan hidup secara dinamis, terus bergerak maju menuju tujuan akhirnya. Ironisnya, pada masa kini nampak banyak gereja yang tidak mengerti apalagi menekankan kesadaran sejarah yang demikian, sehingga sering terdengar banyak gereja yang menjadi pasif, tidak memiliki visi dan misi yang jelas, tidak bertumbuh secara maksimal, tidak berpengharapan dan tidak sedikit yang menjadi apatis terhadap masalahmasalah dunia yang ada di sekitarnya. Tulisan ini berusaha menggugah kembali kesadaran gereja Tuhan terhadap sejarah melalui interpretasi, baik secara teologis maupun filosofis, yang dilakukan oleh Agustinus, salah satu teolog klasik terbesar pada abad keempat, dalam karyanya Kota Allah (The City of God). Karyanya ini telah menjadi pengajaran standar gereja Kristen selama berabad-abad mengenai sejarah yang dilihat dari perspektif iman Kristen. Melalui usaha menggugah kesadaran sejarah ini diharapkan gereja dapat lebih memahami keberadaan, tugas dan tanggung jawabnya dalam sejarah, serta lebih serius mengisi ruang dan waktu yang melintas ini dengan kegiatan dan peristiwa pembangunan kerajaan Allah secara progresif dan konstruktif.
Tekstualitas dan Intratekstualitas dalam Hermeneutika Pascaliberalisme Andreas Himawan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.067 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.43

Abstract

Perkembangan hermeneutika dalam gerakan teologi pascamodern, seperti yang dapat disimak dari kalangan pascaliberalisme, memperlihatkan beberapa kecenderungan yang menarik. Gerakan teologi pascamodern ini jelas berkaitan erat dengan apa yang disebut sebagai perkembangan “the linguistic turn,” yang mendominasi wacana filfasat pascamodern. Karena itu, teori-teori dan kritik-kritik kesusasteraan menjadi salah satu alat utama dalam interpretasi dan evaluasi teologi masa kini. Perkembangan teologi pascamodern ini juga memperlihatkan kecenderungan kembali kepada hermeneutika Karl Barth, yang melihat teks formatif kekristenan sebagai “a strange new world within the Bible.” Pada satu pihak, pengaruh teori kesusasteraan telah mendorong pemakaian reader-response criticism, yang melihat proses membaca sebagai proses penciptaan makna. Di bawah pengaruh tokoh seperti Stanley Fish, teolog-teolog saat ini banyak berbicara mengenai interpretive communities. Pada pihak lain, di bawah pengaruh Karl Barth, orang-orang dalam gerakan yang sama terdorong untuk mengutamakan teks formatif kekristenan sehingga mereka menganjurkan pembacaan yang realistik (realistic reading) terhadap narasi-narasi Alkitab, dan melihat narasi-narasi ini dapat menciptakan satu dunia realita yang lebih nyata daripada dunia yang kita kenal dengan panca indera kita. Teologi pascaliberal adalah salah satu dari gerakan teologi pascamodern yang mementingkan teks dan mengutamakan pembacaan realistik tersebut. Memang, di kalangan teologi pascaliberal sendiri terlihat juga kecenderungan untuk mengikuti jalur Stanley Fish, seperti yang dilakukan oleh Stanley Hauerwas. George Lindbeck dan Hans Frei, yang dianggap sebagai pelopor gerakan pascaliberalisme, juga memperlihatkan kecenderungan menempatkan interpretive communities sebagai pencipta makna (dan bahkan kebenaran) teks. Tulisan ini akan saya fokuskan hanya pada penekanan mereka terhadap teks dan memperlihatkan beberapa penyimpangan dari pandangan Barth tentang tekstualitas. Tulisan ini juga memperlihatkan bahwa antara mementingkan teks qua teks dengan mementingkan komunitas pencipta kebenaran teks jaraknya sangat tipis.
Memakai Terjemahan yang Tepat untuk Menyampaikan Berita yang Benar Cornelius Kuswanto
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.971 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.44

Abstract

Apakah saudara percaya bahwa Ayub menegur istrinya dengan sebutan “perempuan gila”? Apakah saudara yakin kalau Ayub membalas ketiga teman yang sudah menyusahkan hatinya dengan menyebut mereka (maaf untuk pemakaian kata yang “sopan” ini) “penghibur sialan kamu semua?” Saya percaya dan yakin kata-kata ini akan diucapkan oleh seorang jagoan dalam cerita komik. Tetapi saya tidak percaya dan tidak yakin kalau Ayub, seorang yang saleh, jujur dan takut akan Allah (Ayb. 1:1), akan mengucapkan kata-kata “sopan” seperti demikian. Ternyata “ungkapan sopan” tersebut ada dalam Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia Terjemahan Baru milik saudara dan saya. Dalam artikel yang singkat ini saya mengajak saudara untuk memperhatikan beberapa bagian Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang perlu kita teliti terjemahannya sebelum kita sampaikan beritanya. Sebagai hamba Tuhan kita dipanggil untuk menyampaikan berita yang benar. Untuk menyampaikan berita yang benar, hamba Tuhan perlu memakai terjemahan Alkitab yang tepat. Orang-orang Kristen di Indonesia mempunyai Alkitab LAI Terjemahan Baru (LAI TB 1974) yang merupakan LAI Terjemahan Lama (LAI TL 1965) yang diperbaharui, dan Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS 1995). Sebelum menyampaikan firman Tuhan, hamba Tuhan perlu melakukan pekerjaan rumah dengan membandingkan lebih dahulu beberapa terjemahan LAI di atas. Alangkah baiknya jika perbandingan versi LAI ini dibandingkan juga dengan beberapa versi bahasa Inggris, umpamanya New International Version (NIV) dan New King James Version (NKJV). Di samping itu, untuk memastikan arti dari beberapa terjemahan di atas, maka hamba Tuhan perlu melihat langsung dari Teks Masoret (TM) untuk Perjanjian Lama dan Alkitab Yunani untuk Perjanjian Baru. Jadi, memilih terjemahan yang tepat bukan sebuah pekerjaan yang mudah dan untuk menyampaikan berita yang benar seorang hamba Tuhan harus berani membayar harganya. Dalam halaman berikut, saya mencoba membandingkan beberapa ayat dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang perlu kita analisa terjemahannya. Saya memakai LAI TL, LAI TB dan BIS sebagai teks utama, NIV dan NKJV sebagai teks pembanding, TM dan Alkitab Yunani sebagai teks penuntun
Hamba Tuhan dan Bacaannya (II Timotius 4:13) Daniel Lucas Lukito
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 1 No 2 (2000)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.828 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v1i2.45

Abstract

Naskah Khotbah
Hal Kebetulan dalam Rut 2:3 Yonky Karman
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 2 No 1 (2001)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.532 KB) | DOI: 10.36421/veritas.v2i1.46

Abstract

Salah satu terjemahan yang perlu direvisi menurut Cornelius Kuswanto adalah kata “kebetulan” yang terdapat di Rut 2:3, Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (TB, BIS; TL “untung”).1 Menurut Kuswanto, “Rut datang ke ladang Boas kelihatannya seperti sebuah kebetulan, namun sebenarnya langkah Rut dipimpin oleh pengaturan Tuhan” (h. 137). Ia mengusulkan agar terjemahan “kebetulan” pada ayat tersebut diubah menjadi “Dan terjadilah adanya (ternyata) ia berada di tanah milik Boas” (h. 138). Untuk mendukung usulannya, Kuswanto menggunakan Rut 4:1 sebagai contoh, disertai analisis sintaktikal, yang sayangnya, tidak dilakukan untuk Rut 2:3 yang justru menjadi subjudul artikelnya, “Rut Sampai di Ladang Boas: Kebetulan atau Pengaturan Tuhan?” Oleh karena itu, paparan berikut akan mengisi kekurangan analisis leksikal, semantik, dan sedikit sintaktikal dari Rut 2:3. Sebagai catatan, penulis tidak keberatan dengan usulan Kuswanto bahwa terjemahan “kebetulan” pada Rut 4:1 seharusnya tidak ada.

Page 3 of 38 | Total Record : 372