cover
Contact Name
Estiyan Dwipriyoko
Contact Email
estiyand@unla.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
estiyand@unla.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 14124793     EISSN : 26847434     DOI : -
Core Subject : Social,
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum published many related current topics subjects on law.
Arjuna Subject : -
Articles 135 Documents
PERANAN ASPEK SOSIOLOGI DALAM TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA RINGAN Fachruddin Razi
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Munculnya sorotan terhadap tindak-tindak pidana ringan ini, khususnya tindak pidana pencurian ringan, adalah ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat atas diprosesnya kasus-kasus bernilai kecil yang menyangkut hidup orang-orang kecil. Penegakkan Hukum hendaknya lebih mengutamakan keadilan dan hatinurani serta perasaan masyarakat, sehingga dalam melasanakan tugas dan fungsinya tidak mendapatkan penolakan atau kecaman dari masyarakat. Polri sebagai Penegak Hukum harus dapat mengedepankan ke manfaatan dalam melaksanakan tugasnya, memang tidak dapat dipungkuri dalam melaksanakan tugasnya penegak Hukum harus taat terhadap perintah Undang-undang yang terkadang tidak mencerminkan rasa keadilan terhadap masyarakat kecil khususnya. Dengan adanya penolakan dari masyarakat terhadap tindakan penegak Hukum dalam memberikan hukuman terhadap perkara pencurian ringan, disitu Nampak bahwa penegak Hukum dalam melaksanakan tugasnya belum memahami kondisi sosiologis masyarakat yang berakibat timbulnya penolakan dari masyarakat. Dalam hal ini maka pentingnya sosiologi Hukum dalam pelaksanaan penegakkan Hukum supaya penolakan dari masyarakat itu tidak terjadi kembali, dan dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak Hukum Polri dapat dengan tenang menjalankan tugasnya.
EFEKTIVITAS FUNGSI MEDIASI DALAM PROSES PERCERAIAN Natasha Rastie Aulia; Sri Pursetyowati
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyaknya para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama melakukan mediasi dalam proses perceraian tanpa mengetahui adanya keberadaan Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), sehingga fungsi dari BP4 tersebut kurang efektif. Peran BP4 dalam melakukan mediasi pada perkara perceraian sangat dibutuhkan bagi kedua belah pihak guna untuk menasehati serta membina para pihak agar mencapai rumah tangga yang rukun. Penelitian ini untuk mengetahui tentang efektivitas menggunakan mediasi dalam proses perceraian di Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) kecamatan Sukajadi kota Bandung dan mengetahui kekuatan hukum menggunakan mediasi dalam proses perceraian di Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) kecamatan Sukajadi kota Bandung.Spesifikasi penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan permasalahan efektivitas BP4 kecamatan Sukajadi kota Bandung, serta kekuatan hukum dalam upaya mediasi melakukan proses perceraian di BP4 kemudian menganalisisnya berdasarkan Pasal 130 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dikaitkan dengan teori-teori hukum yang relevan dengan permasalahan. Metode penelitian ini juga dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pegawai Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.Efektivitas di Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yang bertempatkan di Kecamatan Sukajadi kota Bandung, kurang efektif terutama pada upaya mediasi dalam proses perceraian. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat mengenai bimbingan khususnya tentang perkawinan, hal yang membuatnya kurang efektif juga dikarenakan faktor biaya karena tidak adanya anggaran untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Sangat disayangkan karena peran BP4 ini sangat berpengaruh kepada calon pengantin maupun yang sudah menikah guna untuk mencegah terjadinya perceraian.Kekuatan hukum dalam menggunakan mediasi di BP4 ini hanya sebatas perjanjian antara suami dan istri yang harus bertanda tangan diatas materai yang diketahui oleh KUA. Karena kegiatan mediasi ini hanya dibutuhkannya seorang mediator guna hanya untuk menasihati serta membimbing, para pihak yang berusaha untuk mendapatkan solusi dari permasalahan agar tidak sampainya pada perceraian dan harus ke Pengadilan Agama. Namun apabila perdamaian yang dilakukan para pihak batal, dan jika ingin menindaklanjutinya ke proses perceraian, BP4 akan mengeluarkan surat pernyataan untuk Pengadilan Agama bahwa sebelumnya para pihak telah melakukan upaya mediasi terlebih dahulu di BP4 setempat.
Hak Tenaga Kerja pada Perusahaan yang Dinyatakan Pailit Atang Hidayat
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 1 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:1:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketika perusahaan dinyatakan pailit, maka perusahaan harus membayar utang kepada kreditur yang diantaranya adalah upah pekerja sebagai kreditur preferen yaitu kreditur yang memiliki hak istimewa yang harus di dahulukan. Pembagian harta pailit sering kali mengalami masalah ketika harta tersebut habis sebelum dibagikan kepada semua kreditur sehingga sering kali kepentingan hak pekerja sebagai kreditur preferen dikesampingkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan hak-hak tenaga kerja pada perusahaan yang dinyatakan pailit dan upaya yang dapat dilakukan agar hak tenaga kerja pada perusahaan yang dinyatakatan pailit dapat di penuhi. Hasil dari pembahasan menunjukan bahwa. Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum, sehingga buruh dan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai kreditor preferen pemegang hak istimewa umum. Akan tetapi harus pula di ingat bahwa pemberian hak untuk didahulukan seperti yang diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak dapat diartikan sebagai hak yang lebih tinggi dari hak kreditor separatis.di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya. Pemberian kewenangan ekslusif kepada kreditur separatis, merupakan suatu prinsip hukum yang telah lama berlaku di Indonesia dan pada prinsipnya dianut juga oleh hampir di seluruh dunia. Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum, sehingga buruh dan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai kreditor preferen pemegang hak istimewa umum.
PENGATURAN YUDISIAL PARDON DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Dewi Rohayati
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mempelajari hukum tidak hanya sekedar mempelajari undang-undang karena hukum tidak identic dengan undang-undang. Demikian halnya mendiskusikan rumusan atau pengertian hukum secara definitive yang dapat diterima semua pihak, hingga saat ini masih belum tuntas. Jika demikian halnya, hukum bukanlah sesuatu yang statis. Keberadaannya tidak pada tempat atau ruang yang hampa melainkan di tempat yang nyata di mana terdapat hubungan inter-aksi antara individu, baik sebagai persona maupun sebagai makhluk social ( zoon politicon) yang senantiasa bergerak atau dikatakan sebagai makhluk dinamika. Hukum ada mengikuti dinamika kehidupan social dimaksud. Oleh karenanya suatu saat hukum dianggap cukup dalam mengatur kehidupan social, tetapi di saat yang lain masyarakat merasakan kebutuhan akan pengaturan lain untuk memenuhi dan melindungi kehidupannya di dalam proses inter-aksi dimaksud. Dinamika hukum menunjukkan banyak hal yang harus difikirkan tentang hukum, baik berkaitan dengan proses pembentukannya, pengaturannya, tujuannya; dan lain sebagainya yang dapat dikemukakan dan difikirkan tentang eksistensi hukum di alam nyata ini. Berbicara tentang hukum pidana yang berdasarkan asas legalitas, maka sebagai hukum positif harus lex scripta. Tidak ada suatu perbuatan yang jika belum diatur di dalam undang-undang pidana dinyatakan sebagai tindak pidana. Bagaimana halnya dengan proses law enforcement terhadap pencurian ringan yang nilai nominalnya tidak melebihi Rp.2.500.00,-. Kontroversi pemikiran terjadi ketika JPU senantiasan menuntutnya dengan Pasal 362 KUHP, sementara yang diatur di dalam Pasal 364 KUHP, pengaturan tentang nilai nominalnya sudah kedaluwarsa. Untuk itu, perlu ada pengaturan yang jelas di dalam KUHP ( lex certa) yakni di dalam pembaharuan hukum pidana; dimana para pakar hukum pidana memikirkan solusi untuk pengaturan hal tersebut ke dalam apa yang dijelaskannya sebagai yudicial
KAJIAN TERHADAP WARIS ANAK ANGKAT ADAT BATAK TOBA Dini Ramdania
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akibat dari terputusnya hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya dan masuk menjadi keluarga orang tua angkatnya, anak angkat disejajarkan kedudukan hukumnya dengan anak kandung orang tua angkatnya, akibatnya anak angkat harus memperoleh hak-hak sebagaimana hak-hak yang diperoleh anak kandung orang tua angkat, maka anak angkat memiliki hak waris seperti hak waris anak kandung secara penuh yang dapat menutup hak waris saudara angkat dan juga orang tua angkat. Inti permasalahanya itu sebagai berikut: Apakah anak angkat dalam masyarakat adat Batak Toba memiliki Hak dalam pembagian waris keluarga dalam perspektif KUH Perdata? Kata Kunci :waris, Anak Angkat, Adat Batak Toba
KEDUDUKAN SAKSI ANAK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Hana Krisnamurti
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keterangan saksi merupakan faktor penting dalam pelaksanaan proses peradilan pidana, kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan.Pada hakikatnya, KUHAP menganut prinsip keharusan bagi saksi untuk mengucapkan sumpah dalam memberikan kesaksian di persidangan. Kedudukan saksi anak dalam pembuktian perkara pidana telah diakui secara sah dalam KUHAP namun menurut pembentuk undang-undang anak tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka anak tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan saksi anak hanya dipakai sebagai petunjuk atau tambahan alat bukti sah lainnya ataupun menambah keyakinan hakim.Perlindungan terhadap anak yang menjadi saksi dalam proses peradilan pidana, tidak dapat dilepaskan dari konteks hukum perlindungan terhadap anak. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Saksi dalam Perkara Pidana diantaranya : jaminan keselamatan baik fisik, mental, maupun sosial; perlindungan psikologis berupa pendampingan; anak bebas memilih pendamping yang dipercaya; proses pengambilan kesaksian dilakukan dalam situasi non-formal; keberadaan pejabat khusus anak dalam proses peradilan; bantuan hukum pada anak.
KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN LOAN AGREEMENT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2009 Rosie Ramadhan; Deny Haspadah
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum positif mengatur bahwa para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus menggunakan bahasa Indonesia. Dalam praktek ditemukan banyak perjanjian yang dibuat dengan bahasa asing tanpa ada salinannya dalam Bahasa Indonesia, salah satunya perjanjian yang dibuat oleh pihak Nine AM Ltd dan pihak PT. Bangun Karya Pratama Lestari dalam kontraknya bahasa yang digunakan adalah dalam Bahasa Inggris. Hal ini tidak saja menyebabkan perjanjian itu menjadi sulit untuk dipahami, tetapi juga menimbulkan kesulitan begitu terjadi perselisihan karena belum tentu istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian tersebut benar-benar sejalan atau dapat diterjemahkan sama dengan istilah-istilah yang sudah lebih dulu dikenal atau dipahami di dalam sistem hukum perdata.Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan memahami kepastian hukum dan dampak dari perjanjian yang menggunakan bahasa inggris tanpa disertai bahasa Indonesia maka hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kepastian hukum atas Sah dan Mengikatnya Perjanjian Loan Agreement Berbahasa Asingantara Nine AM Ltd dan PT. Bangun Karya Pratama Lestariitu tidak memenuhi syarat sah nya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan telah bertentangan dengan pasal 31 Undang-Undang No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengenai Interprestasi Menkumham dalam suratnya bernomor M.HH.UM.01.01-35 bahwa penafsiran surat menkumham tidak sesuai dengan undang-undang atau hukum positif yang berlaku dan Loan Agreement yang dibuat tanpa menggunakan bahasa Indonesia menjadi null and void atau batal demi hukum. Oleh karena itu diharapkan para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus memenuhi unsur-unsur syarat sahnya perjanjian dan dibuat dengan bahasa Indonesia apabila melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan agar perjanjian dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang yang diangkat oleh negara Republik indonesia yaitu Notaris.
KONFIGURASI POLITIK DALAM PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA Dani Durahman
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Produk peraturan perundang-undangan kolonial Belanda yang mengalami proses nasionalisasi diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan nasionalisasi dari Wetboek van Straafrechts, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan nasionalisasi dari Burgerlijk Wetboek, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang merupakan nasionalisasi dari Wetboek van Koophandel. Selain menggantikan nama, pasal-pasal yang tidak sesuai kebutuhan diganti dan ditambah dengan yang baru berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa. Pengaruh kebijakan politik di era demokrasi berpengaruh dalam tujuan penegakan hukum antara lain adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum yang juga merupakan salah satu asas umum penyelenggaraan negara. Setiap tindakan aparat hukum baik pada tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun upaya hukum, eksekusi dan eksaminasi harus selalu berpegang kepada aturan hukum yang juga merupakan ciri dari good governance. Penegakkan hukum tidak hanya dimaksudkan untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap pelanggar hukum, penegakkan hukum juga dimaksudkan agar pelaksanaannya harus selalu berpedoman kepada tata cara atau prosedur yang telah digariskan oleh undang-undang dengan memperhatikan budaya hukum yang hidup di masyarakat terutama harus mampu menangkap rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Aparat penegak hukum yang juga merupakan bagian dari masyarakat luas dituntut untuk senantiasa memperhatikan Asas Kepentingan Umum. Aparat penegak hukum harus selalu peka dan aspiratif terhadap perkembangan masyarakat yang semakin sadar hukum dan kritis terhadap praktek hukum yang ada. Reformasi hukum sebagai salah satu dari agenda reformasi yang dituntut oleh masyarakat tidak hanya menghendaki adanya perbaikan pada materi atau peraturan hukum, melainkan juga peningkatan kinerja aparat penegak hukum.
EFEKTIVITAS PENGADILAN ANAK TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN ANAK Riyanto S Akhmadi
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang berupa tindak pidana (strafbaar feit) pada saat akhir-akhir ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa melainkan dilakukan juga oleh anak-anak, adapun penyebabnya disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Sekitar 80% dari anak-anak yang diketahui oleh pihak Kepolisian telah melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang ‘menakutkan’ untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak berdasar, kecuali benar-benar diperlukan. Permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimanakah proses peradilan terhadap anak yang melakukan tindak pidana ?, serta bagaimanakah peranan hakim dalam memutus perkara tindak pidana anak ? Proses peradilan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada dasarnya sama dengan peradilan umum, yang dalam hal ini adalah peradilan pidana. Namun mengingat bahwa subjeknya adalah anak yang berbeda dengan subjek peradilan umum lain, maka terdapat beberapa perbedaan dan perlakuan khusus yang dibuat untuk kepentingan anak, serta peranan pengadilan anak dirasakan kurang efektif dalam mencegah terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak karena Inti penanganan hukum pada anak lebih ditekankan kepada upaya rehabilitasi, bukan pembalasan dari apa yang telah dilakukannya. Penanganan anak yang berkasus hukum selama ini masih sangat kurang memihak kepada anak dan belum sepenuhnya memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
Pemberantasan Praktek Penyimpangan Peradilan di Indonesia Dani Durahman
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 1 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:1:2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keterlibatan para penegak hukum yang melakukan rekayasa dalam menangani perkara di peradilan di lingkup tugasnya, tentu meresahkan masyarakat. Skeptisisme masyarakat terhadap moralitas para profesional hukum, merupakan masalah sangat serius yang perlu segera ditanggapi. Kepercayaan masyarakat yang semakin tipis kepada para penegak hukum, harus segera dipulihkan. Menanggapi hal tersebut, para pejabat di berbagai instansi-instansi hukum berjanji untuk melakukan pembenahan. Tindakan Mahkamah Agung yang langsung memberhentikan hakim yang terlibat dalam kasus penyuapan, dapat dilihat sebagai wujud nyata janji untuk memperbaiki kinerja para penegak hukum di lingkungan kehakiman. Selain itu, sangsi hukuman yang berat perlu dijatuhkan bagi para penegak hukum yang terlibat penyalahgunaan wewenang dalam menangani perkara di peradilan. Memberantas penyimpangan proses peradilan bukanlah perkara yang mudah karena sifat, jaringan, dan praktiknya yang terselubung. Untuk itu, diperlukan usaha ekstra keras untuk menyelesaikan persoalan mendasar ini yang diyakini telah menjadi faktor penyebab utama atas bobroknya penegakan hukum di Indonesia. Tak ayal berkembang perumpaman bahwa hukum tajam terhadap masyarakat lemah, namun tumpul terhadap mereka yang berkuasa. Bagaikan problema kemiskinan dan praktik korupsi, mafia hukum memang tak dapat ditumpas hingga titik nol. Namun demikian, optimisme, upaya, dan usaha pemberantasannya tidak pernah boleh berhenti sedikit pun. Satu hal yang perlu kita yakini bahwa setiap langkah penyelesaian apapun itu bentuk dan caranya, sudah pasti akan memiliki konsekuensi, keunggulan, dan kelemahannya masing-masing. Diperlukan upaya hukum luar biasa untuk memberantas kejahatan luar biasa, makelar kasus dan mafia peradilan. Reformasi aturan hukum yang ada, Harus disusun aturan mengenai peberantasan mafia peradilan, khususnya mengenai pembuktian dan alat bukti yang berkenaan dengan praktek makelar kasus dan mafia peradilan. Diberikan sanksi pidana berat bahkan ancaman hukuman mati bagi aparat penegak hukum yang melakukan praktek makelar kasus maupun mafia peradilan. Pembenahan Lembaga pengawasan penegakan hukum seperti komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan agar lebih independent, efektif dan akuntable. Hal ini sebagai upaya memberantas makelar kasus dan mafia peradilan guna mewujudkan mimpi bangsa untuk penegakan hukum yang adil dan berwibawa. Benahi Budaya Hukum masyarakat melalui pendidikan hukum.

Page 3 of 14 | Total Record : 135


Filter by Year

2015 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 22 No 2 (2023): Vol 22 No 2 (2023): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXII:2:2023 Vol 22 No 1 (2023): Vol 22 No 1 (2023): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXII:1:2023 Vol 21 No 4 (2022): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXI:4:2022 Vol 21 No 1 (2022): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXI:1:2022 Vol 20 No 5 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:5:2021 Vol 20 No 4 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:4:2021 Vol 20 No 3 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:3:2021 Vol 20 No 2 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:2:2021 Vol 20 No 1 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:1:2021 Vol 19 No 2 (2020): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIX:2:2020 Vol 19 No 1 (2020): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIX:1:2020 Vol 18 No 2 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:2:2019 Vol 18 No 1 (2019): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVIII:1:2019 Vol 17 No 2 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:2:2018 Vol 17 No 1 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:1:2018 Vol 16 No 3 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:3:2017 Vol 16 No 2 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:2:2017 Vol 16 No 1 (2017): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVI:1:2017 Vol 15 No 2 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:2:2016 Vol 15 No 1 (2016): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XV:1:2016 Vol 14 No 2 (2015): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIV:2:2015 Vol 14 No 1 (2015): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XIV:1:2015 More Issue