cover
Contact Name
agus wahyudi
Contact Email
aguswahyudi@unusa.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jic@unusa.ac.id
Editorial Address
UNUSA Kampus B Jalan Jemursari No 51-57 Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Journal of Islamic Civilization
ISSN : 26571021     EISSN : 26571013     DOI : https://doi.org/10.33086/jic
Journal of Islamic Civilization (JIC) dikelola oleh Pusat Pengembangan Masyarakat dan Peradaban Islam (PPMPI-UNUSA), dan diterbitkan oleh Unusa Press dengan nomor ISSN : 2567-1021 dan e-ISSN : 2567-1013. Fokus JIC adalah terkait dengan studi tentang masyarakat Islam yang terdiri dari studi Budaya dan peradaban Islam, Tasawuf dan Teologi, Politik, Ekonomi Islam, Yurisprudensi, Pendidikan Islam, dan multidisiplin ilmu lain yang terkait dengan studi masyarakat Islam. JIC mengundang peneliti, akademisi, dan praktisi untuk menulis artikel dan mengirimkannya ke dewan redaksi JIC yang akan terbit pada bulan April dan Oktober.
Arjuna Subject : -
Articles 73 Documents
Tafsir Salafi Online di Indonesia; al-Walā’ wa al-Barā’ sebagai Landasan Pergerakan Salafi Jihadis M. Sultan Latf Rahmatulloh; Durotul Ngazizah
Journal of Islamic Civilization Vol 3 No 2 (2021): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v3i2.2650

Abstract

This article aims to explain how the development of salafi’s exegesis from the classical era to the contemporary era which is currently starting to enter online media spaces such as Youtube. In particular, the author wants to reveal how the change in the concept of al-walā' wa al-barā' which is the basic religious foundation has turned into a basis for carrying out a political-jihad movement by the salafi group, while in answering this question the author uses a historical criticism approach, namely tracing how history the emergence of the salafi then the history of the development of interpretation among them. Next is the hermeneutic approach, which is to analyze the context of the lectures from the preachers of the Masjid Mujahidi TV channel and the context of the audience.The author concludes that the development of salafi’s exegesis is inseparable from the emergence of the works of Ibn Taymiyyah who are considered the most authoritative figures in discussing religion, including al-walā' wa al-barā', one of the works that has been used as a reference until now is Majmū'u al-Fatwā. In Indonesia, the salafi in expanding their religion is to use popular media such as Youtube, one channel that is very loud in voicing the notion of salafism is the Youtube channel of Masjid Mujahidin TV. In Indonesia, the salafi in expanding their religion is to use popular media such as Youtube, one channel that is very loud in voicing the notion of salafism is the Youtube channel of Masjid Mujahidin TV. the channel contains a lot of content that characterizes their teachings such as al-walā' wa al-barā'. But the fact is that gradually the concept of al-walā' wa al-barā' which was originally a dīniyyah concept for the salafis turned into the basis for the salafi jihadist movement. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana perkembangan tafsir salafi dari era klasik hingga era kontemporer yang saat ini mulai memasuki ruang-ruang media online seperti Youtube. Adapun fokus dari kajian artikel ini adalah terkait konsep al-walā’ wa al-barā’ dalam pandangan para dai salafi online yang terunggah dalam channel Youtube Masjid Mujahidin TV. Secara khusus penulis hendak mengungkap bagaimana perubahan konsep al-walā’ wa al-barā’ yang merupakah landasan dasar keagamaan berubah menjadi landasan untuk melakukan gerakan jihad-politis oleh golongan salafi, sedangkan dalam menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan pendekatan kritik historis, yaitu penelusuran bagaimana sejarah kemunculan salafi kemudian sejarah perkembangan tafsir dikalangan mereka. Berikutnya adalah pendekatan hermeneutik, yaitu menganalisis bagaimana konteks cramah dari para dai channel Masjid Mujahidi TV dan konteks para audiens. Berdasarkan dari hasil analisis penulis menyimpulkan bahwa perkembangan tafsir salafi tidak terlepas dari munculnya karya-karya Ibnu Taymiyyah yang dianggap sebagai tokoh paling otoritatif dalam membicarakan perihal keagamaan termasuk al-walā’ wa al-barā’, salah satu karya yang dijadikan rujukan sampai sekarang adalah Majmū’u al-Fatwā. Di Indonesia sendiri kaum salafi dalam mengekspansi paham keagamaannya adalah dengan menggunakan media populer seperti Youtube, salah satu channel yang sangat lantang dalam menyuarakan paham salafisme adalah channel Youtube Masjid Mujahidin TV. Dalam channel tersebut banyak mengandung konten-konten yang mencirikan ajaran mereka seperti al-walā’ wa al-barā’. Namun nyatanya lambat laun konsep al-walā’ wa al-barā’ yang tadinya merupakan konsep dīniyyah bagi kaum salafi berubah menjadi dasar bagi pergerakan salafi jihadis.
Analisis Makna Mu’min, Kafir dan Munafiq dalam Surat al-Baqarah Perspektif Tafsir al-Ibriz Karya KH. Bisri Musthafa Durrotun Nashihah; Anshori .
Journal of Islamic Civilization Vol 3 No 2 (2021): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v3i2.2560

Abstract

The terms believer, infidel and hypocrite, are types of humans in believing in the truth, these three qualities cannot be measured and cannot be seen, therefore explanations of these characteristics are needed, in this case the interpretation that will be used as a source of discussion is local interpretation. Javanese-speaking Indonesian. the type of research used is a literature study, in this study is the interpretation of al-Ibrīz with the interpretation of the Java-Pegon model, from the interpretation of the Java-Pegon will be analyzed using interactive data, the purpose of this discussion, in addition to preserving the interpretation with local Javanese culture also opens opportunities for understanding, other perspectives or new perspectives on these three traits.   Istilah Mukmin, kafir dan munafik, merupakan jenis manusia dalam Istilah Mukmin, kafir dan munafik, merupakan jenis manusia dalam mempercayai kebenaran, ketiga sifat ini tidak bisa diukur dan tidak bisa terlihat, oleh sebab itu dibutuhkan penjelasan-penjelasan sifat-sifat tersebut, dalam hal ini tafsir yang kan digunakan sebagai sumber pembahasan adalah tafsir lokal Indonesia yang berbahasa Jawa. jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan, dalam kajian ini ialah tafsīr al-Ibrīz dengan penafsiran model Jawa-Pegon, dari penafsiran Jawa-Pegon tersebut nantinya akan dianalisis menggunakan data interaktif, tujuan dari pembahasan ini, selain pelestarian tafsir dengan budaya lokal jawa juga membuka peluang adanya pemahaman, perpektif lain atau perpektif baru terhadap ketiga sifat tersebut.
The Role of Coastal Communities in the Rise of Islamic Civilization in Insular Southeast Asia Muhammad Indrawan Jatmika
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2825

Abstract

Islamic civilization in Insular Southeast Asia is believed to be brought and spread by Islamic Traders through the acculturation of Islamic culture in the coastal communities in the Southeast Asian Region. This paper is aiming to explain how coastal community have a role in the process of the Islamic civilization rise and how they become the dominant civilization in Insular Southeast Asia. The open- minded and egalitarian culture of the coastal communities gave the opportunity to the traders to have good process of acculturation that led to the development of Islamic Civilization in the region. Port cities on the coast became centers of cultural development as well as socio-political aspects of Muslims which then continued to suppress the center of power Hindu-Buddhist civilization which tends to be centralized and isolated in the interior. The development of Islamic culture in the coastal area also provides an opportunity for the development of new political figures and institutions who are then ready to take over the domination of culture after the collapse of the domination of the Hindu-Buddhist empire in Insular Southeast Asia. Peradaban Islam di Asia Tenggara Kepulauan diyakini telah dibawa dan disebarkan oleh para Pedagang Islam melalui akulturasi budaya Islam yang dimulai pada masyarakat pesisir di Kawasan Asia Tenggara. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat pesisir memiliki peran dalam proses kebangkitan peradaban Islam dan bagaimana mereka menjadi peradaban dominan di Asia Tenggara Kepulauan. Budaya masyarakat pesisir yang berpikiran terbuka dan egaliter memberikan peluang kepada para pedagang untuk memiliki proses akulturasi yang baik yang berujung pada berkembangnya Peradaban Islam di wilayah tersebut. Kota-kota pelabuhan di pesisir pantai menjadi pusat pengembangan budaya serta aspek sosial politik umat Islam yang kemudian terus menekan pusat kekuasaan peradaban Hindu-Budha yang cenderung terpusat dan terisolasi di pedalaman. Perkembangan budaya Islam di wilayah pesisir juga memberikan peluang bagi berkembangnya tokoh dan institusi politik baru yang kemudian siap untuk mengambil alih dominasi budaya pasca runtuhnya dominasi kerajaan Hindu-Budha di Asia Tenggara Kepulauan.
The Dark Side of Alquran Hermeneutics: Criticism of the Hermeneutics of the Alquran Mohammed Arkoun Setio Budi
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2627

Abstract

The birth of modern thought in Islam, especially in the study of the Qur'an, was a critique of interpretation in the classical and middle ages, the interpretation at that time, according to him, was only coloured by the use of repeated history, political interests, etc., so that it was unable to produce the meaning of the text according to the needs of the times. Departing from this background, contemporary interpreters provide alternatives to reading the Qur'an that is scientific with the hermeneutic method, one of which is Mohammed Arkoun. This paper will describe Arkoun's thoughts on the hermeneutics of the Qur'an, which has attracted much controversy among Muslims and criticizes his thoughts. This type of qualitative research (library research) uses a descriptive-analytic approach. The study results show that Arkoun's hermeneutics has many shortcomings and aspects that must be abandoned. On a practical level, Arkoun's hermeneutics can only be used at the mahaulal Qur'an level, not at the ma fi Qur'an. Lahirnya pemikiran modern dalam Islam khususnya dalam kajian Alquran merupakan kritik atas penafsiran di masa klasik dan pertengahan, penafsiran pada masa tesebut menurutnya hanya diwarnai dengan penggunaan riwayat yang diulang-ulang, kepentingan politik dsb, sehingga tidak mampu memproduksi makna teks sesuai kebutuhan zaman. Berangkat dari latar belakang ini para penafsir kontemporer memberikan alternatif lain dalam pembacaan Alquran yang bersifat ilmiah dengan metode hermeneutika, salah satunya Mohammed Arkoun. Tulisan ini akan memaparkan pemikiran Arkoun tentang hermeneutika Alquran yang banyak menuai kontroversi dikalangan umat Islam, sekaligus melakukan kritik terhadap pemikirannya. Menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriftif-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hermeneutika Arkoun mempunyai banyak kekurangan serta sisi yang harus ditinggalkan, dalam tataran praktisnya hermeneutika Arkoun hanya bisa digunakan pada tataran ma haulal Qur’an bukan pada ma fi Qur’an.
Examining the History of Divine Religion: Theological Relations of Judaism, Christianity and Islam according to William Montgomery Watt Anshori
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 2 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i2.2687

Abstract

This paper discusses the thoughts of Montgomery Watt about Islamic studies, especially Watt's opinion regarding the relationship between the three divine religions (Judaism, Christianity, and Islam). This study aims to show that not all orientalists are subjective in studying Islam. Watt, for example, in his research tries to be objective by taking sources from Islam itself. The research method used in this study is descriptive analysis, which is a qualitative research method concerning library research sources. Then the data was analyzed using Huberman & Miles data analysis, which went through three stages: data reduction, data presentation, and conclusions or verification. The study results show that Watt and Muslims have the same opinion regarding the theological relations of the divine religion, Judaism, Christianity, and Islam. The similarity is in terms of the essence of the samawi religion brought by Ibrahim, also called millah Ibrahim Hanifa. Tulisan ini membahas mengenai pemikiran Montgomery Watt dalam kaitannya dengan kajian Islam, khususnya pendapat Watt mengenai hubungan antara ketiga agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam). Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bahwa tidak semua orientalis bersikap subyektif dalam mengkaji Islam. Watt misalnya yang dalam penelitiannya berusaha bersikap obyektif dengan mengambil sumber-sumber dari Islam itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini ialah deskriptif-analisis, yaitu metode penelitian kualitatif dengan merujuk pada sumber-sumber kepustakaan (library research). Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis data Huberman & Miles yang melewati tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Watt dan umat Islam memiliki pendapat yang sama mengenai relasi teologis agama samawi, Yahudi, Kristen dan Islam. Persamaan tersebut ialah dari segi esensi agama samawi yang dibawa oleh Ibrahim atau disebut juga millah Ibrahim Hanifa.
Representation of the Meaning of the Expression of Hijrah for Urban Muslim Community through Instagram: A Virtual Ethnographic Study Royanulloh Royanulloh; Thiyas Tono Taufiq; Komari
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2804

Abstract

The representation of the meaning of the expression of hijrah in the space of urban society is not only present in natural daily social life spaces but also in virtual spaces. The meaning of the expression hijrah in this study was traced through the hashtag hijrah (#hijrah). Hijrah is an interesting socio-religious phenomenon observed in urban Muslim communities. Hijrah between them is not just a spiritual phenomenon but has developed into a lifestyle trend. Hijrah has also developed into a social movement that forms a strong group identity. Through the virtual ethnographic method and the social representation theory approach, it was found that the expression of hijrah displayed on Instagram contains many meanings. First, hijrah is a persuasive tool in a business context, building account popularity and spreading religious values. Second, hijrah is a representation of self-existence. Urban communities express their physical and mental religious identity through content with #hijrah. Third, the expression through #hijrah also represents the values ​​of self-change in terms of style of dress, changes in pious behaviour with a high sense of spirituality, positive changes in social behaviour, the realization of a harmonious family, and sensitivity to religious education and religious history. Fourth, #hijrah represents the movement of an Islamic group, especially the Salafi community. Representasi makna ekspresi hijrah dalam ruang masyarakat urban tidak hanya hadir dalam ruang kehidupan sosial nyata sehari-hari, tetapi juga melalui ruang virtual. Makna ekspresi hijrah dalam penelitian ini ditelusuri melalui melalui hashtag hijrah (#hijrah). Hijrah merupakan fenomena sosial keagamaan yang menarik diamati pada masyarakat muslim urban. Hijrah di antara mereka tidak hanya sekedar fenomena spiritual, tetapi telah berkembang menjadi tren gaya hidup. Hijrah pun telah berkembang menjadi gerakan sosial yang membentuk identitas kelompok yang kuat. Melalui metode etnografi virtual dan pendekatan teori representasi sosial, didapatkan bahwa ekspresi hijrah yang ditampilkan melalui instagram mengandung banyak makna. Pertama, hijrah merupakan alat persuasif dalam konteks bisnis, membangun popularitas akun, hingga menyebarkan nilai-nilai keagamaan. Kedua, hijrah merupakan representasi eksistensi diri. Masyarakat urban perkotaan menuangkan identitas diri yang religius, baik secara fisik maupun batin, melalui konten-konten dengan #hijrah. Ketiga, ekspresi melalui #hijrah juga merepresentasikan nilai-nilai perubahan diri dalam hal gaya berpakaian, perubahan perilaku shaleh dengan rasa spiritualitas yang tinggi, perubahan perilaku sosial yang positif, perwujudan keluarga harmonis, serta kepekaan terhadap pendidikan agama dan sejarah agama. Keempat, #hijrah merepresentasikan gerakan suatu kelompok Islam, utamanya komunitas salafi.
Environmental Education in an Islamic Perspective: An In-Depth Study Based on Sufism Asmaul Lutfauziah; Aris Handriyan; Djoko Hartono; Fifi Khoirul Fitriyah
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2852

Abstract

Environmental education has not been studied in Islamic boarding schools, so students do not maintain cleanliness and do not understand the meaning of environmental education. In contrast, environmental education is a teaching of Islam. Recently, much research that combines environmental education with Sufism teachings is still not widely done. This study aims to describe environmental education from an Islamic point of view, especially from a Sufism perspective. Qualitative research with a systematic literature review was employed in this study. Three steps consisted of planning, conducting, and reporting were geared to collect the data. The results indicated that 1) Sufism taught environmental ethics. As a result, students had more noble character because Sufism covered various aspects of human activities; 2) The environment functioned as a verse (a sign of God's greatness), as material for reflection (tafakur) to take lessons and media to fulfill human needs, as a manifestation of God's form, and as a means for God to introduce Himself to humans; 3) Allah SWT created his creation for two purposes. Those are a servant of Allah SWT and as caliphs on earth, so the people always seek knowledge to recognize Allah (ma'rifatullah); and 4) the scope of environmental education in the perspective of Sufism included the physical realm, the spiritual realm, the realm of sentences, and the nature of God's substance. Sufism is needed to establish human morals toward the environment so that humans sincerely preserve and do not damage the environment. This is based on the nature of compassion for the environment as a manifestation of the nature of the mercy of God's womb. The ultimate goal is that humans reach the highest degree, which is knowing God (ma'rifatullah). Environmental education belum dipelajari di pesantren sehingga santri kurang menjaga kebersihan dan belum memahami makna environmental education. Padahal environmental education merupakan ajaran agama Islam. Pada saat ini, penelitian yang mengkombinasi environmental education dengan ajaran tasawuf masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan lingkungan dari sudut pandang Islam khususnya dari perspektif tasawuf. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif with systemtic literature review. The procedures consist of three steps. They are planning, conducting, and reporting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) ajaran tasawuf mengajarkan etika lingkungan agar manusia semakin berakhlak mulia karena tasawuf mencakup berbagai aspek kegiatan manusia, 2) lingkungan berfungsi sebagai ayat (tanda kebesaran Allah), sebagai bahan renungan (tafakur) guna mengambil hikmah dan pelajaran, media untuk pemenuhan kebutuhan manusia, sebagai manifestasi dari wujud Tuhan serta sebagai sarana Tuhan mengenalkan diri-Nya pada manusia, 3) manusia diciptakan oleh Allah SWT pada dasarnya memiliki dua peran yaitu sebagai hamba Allah SWT dan sebagai khalifah di muka bumi agar manusia mencari ilmu untuk mengenali Allah (ma’rifatullah), dan 4) ruang lingkup environmental education dalam perspektif tasawuf meliputi a) alam fisik, b) alam ruhani, c) alam kalimat, dan d) alam zat Allah. Tasawuf diperlukan dalam pembentukan akhlak manusia terhadap lingkungan sehingga manusia secara ikhlas menjaga kelestarian lingkungan dan agar tidak berbuat kerusakan lingkungan. Hal ini didasari karena sifat kasih sayang kepada lingkungan sebagai manifestasi sifat rahman rahim Allah. Tujuan akhirnya yaitu manusia mencapai derajat tertinggi yaitu mengenal Tuhan (ma’rifatullah).
Neglected Islamic Civilization? Muslim Intellectual Network in Mindanao, Philippines 19th Century in Aleem Ulomuddin Said Manuscript Collection Moch. Khafidz Fuad Raya; Johaina Ali Samsodden
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2922

Abstract

This article attempts to fill a research gap on the development of Islam in Mindanao, Southern Philippines, in the 19th century, where Muslim traditions in the region were well established and connected with Muslim intellectuals in other Islamic worlds. This relates mainly to a set of primary sources of Islamic manuscripts recently discovered by scholars such as Gallop, Fathurrahman, and Kawashima in the Mindanao area, which previously belonged to a local Maranao ‘ulamā’, named Shaykh Aleem Ulomuddin Said. This collection of manuscripts is written in three languages: Malay, Arabic, and Maranao, which contains various fields (al-Qur’ān studies, ḥadīth, tafsir, tasawuf, prayer, and ajimat, akidah and theology, and Arabic morphology). Using a qualitative approach and philological research methods, the findings of this study indicate that these Islamic manuscripts show the close relationship of Mindanao Muslim networks during the 18th and 19th centuries with their other Malay counterparts, such as those in Aceh, Banten, Cirebon, and Minangkabau. It also confirmed its network with the wider Islamic world in the Middle East region (Mecca, Medina, and Yemen) through the Sufi order of Shaṭṭārīyah, and influenced the intellectual tradition until the 19th century. Artikel ini mencoba mengisi gap research yang sangat terbatas tentang perkembangan Islam di Mindanao, Filipina Selatan pada abad ke-19 dimana tradisi Muslim di wilayah tersebut sudah mapan dan terhubung dengan intelektual Muslim di dunia Islam lainnya. Ini terutama berkaitan dengan satu set sumber utama manuskrip Islam yang baru-baru ini ditemukan oleh cendikiawan seperti Gallop, Fathurahman, dan Kawashima di daerah Mindanao, yang sebelumnya milik seorang ‘ulamā lokal Maranao, yang bernama Syaikh Aleem Ulomuddin Said. Koleksi manuskrip ini ditulis dengan tiga bahasa yaitu bahasa Melayu, Arab, dan Maranao yang berisi berbagai bidang (studi al-Qur’ān, ḥadīth, tafsir, tasawuf, doa dan ajimat, akidah dan teologi, serta morfologi Arab). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian filologi, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa manuskrip-manuskrip Islam ini menunjukkan hubungan erat jaringan Muslim Mindanao selama abad ke-18 dan 19 dengan rekan-rekan Melayu mereka lainnya seperti di Aceh, Banten, Cirebon, dan Minangkabau. Hal ini juga menegaskan jaringan mereka dengan dunia Islam yang lebih luas, lebih khusus lagi dengan wilayah Timur Tengah (Mekah, Madinah, dan Yaman) melalui tarekat Sufi Shaṭṭārīyah, dan berpengaruh terhadap tradisi intelektual sampai abad ke-19.  
Bustān al-Salāṭīn: Representation of Malay Islamic Civilization (Aceh) in the 17th Century Lailiyatul Azizah; Norhayati Hamzah
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2940

Abstract

Bustān al-Salāṭīn is a traditional Islamic text that tells about the history of Malay Islam, especially Aceh. Written in the 17th century by Shaykh al-Islām named Nūr al-Dīn al-Ranīrī (d. 1659), who was then under the rule of Sultan Iskandar Thani (1636-1641). This article discusses how Bustān represents the formation of the Aceh sultanate government system, the sultan who was in power when this manuscript was written, their political behavior, to the evidence of artifacts found based on information in the Bustān manuscript. The manuscript also contains 17th-century intellectual discourse as a marker of the early development of Islam in the Malay world. Reform of Muslim religious practices to change wujūdīyah Sufism. The preparation of Bustān was based on socio-religious conditions in the Aceh sultanate was advancing in the fields of politics and Islamic intellectual development. This article argues Bustān is not only a traditional Malay Islamic ancient text but more than that which can be proven archaeologically whose existence still exists today. Besides that, Bustān contributed to the pilgrimage tradition of the ‘auliyā’ where this practice is common in Java and other parts of the Muslim world. Bustān al-Salāṭīn adalah sebuah naskah tradisional Islam yang bercerita tentang sejarah Islam Melayu khususnya Aceh. Ditulis abad ke-17 oleh Syaikh al-Islām bernama Nūr al-Dīn al-Ranīrī (w. 1659) yang saat itu bawah kekuasaan Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Artikel ini membahas bagaimana Bustān merepresentasikan pembentukan sistem pemerintahan kesultanan Aceh yang berkuasa saat naskah ini ditulis, perilaku politik mereka, hingga bukti artefak yang ditemukan berdasar informasi di dalam naskah Bustān. Naskah tersebut juga berisi wacana intelektual abad ke-17 sebagai penanda awal Islam berkembang di dunia Melayu. Reformasi praktik keagamaan umat Islam untuk mengubah sufism wujūdīyah. Penyusunan Bustān didasarkan pada kondisi sosial keagamaan yang pada saat itu kesultanan Aceh maju di bidang politik dan perkembangan intelektual Islam. Artikel ini berargumen bahwa Bustān bukan saja naskah kuno tradisional Islam Melayu, melainkan lebih dari itu yang dapat dibuktikan secara arkeologis yang keberadaannya masih ada sampai sekarang. Disamping itu Bustān berkontribusi pada tradisi ziarah para ‘auliyā’ dimana praktik ini lumrah terjadi di Jawa dan belahan dunia Muslim lainnya.
Nurcholish Madjid's Multiperspective Neuroparaemiophenomenology of Love Tzu-Jen Kao; Dito Anurogo; Budhy Munawar Rachman; Taruna Ikrar
Journal of Islamic Civilization Vol 4 No 1 (2022): Journal of Islamic Civilization
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/jic.v4i1.2966

Abstract

Unification theory seeks to gain a comprehensive understanding of something. The goal of unification theory is to bring together multiviews on love. If “Love” is not understood from multiple perspectives, it will be difficult to understand and easy to misinterpret. This paper expresses Nurcholish Madjid's "Love" thoughts based on his works. Given the scope of the issue, Love will be examined through the lens of neuroparemiofenomenology, or the collaboration of neuroscience, paremiology, and phenomenology. The term "Love" was searched using "Nurcholish Madjid's Complete Works," edited by Dr. Budhy Munawar-Rachman. The neuroparemiopheno menological perspective is hoped to reveal the fundamental meaning of "love" in a comprehensive and complete manner. Teori unifikasi berusaha untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu. Tujuan dari teori unifikasi adalah untuk menyatukan berbagai pandangan tentang cinta. Cinta akan sulit dipahami dan mudah disalahtafsirkan bila tidak dimengerti melalui multiperspektif. Tulisan ini mengungkapkan pemikiran "Cinta" ala Nurcholish Madjid berdasarkan karya-karyanya. Mengingat luasnya problematika, maka Cinta akan dibahas berdasarkan perspektif neuroparemiofenomenologi, yakni: kolaborasi antara neurosains, paremiologi, dan fenomenologi. Terminologi "Cinta" dicari berdasarkan "Karya Lengkap Nurcholish Madjid" dengan Dr. Budhy Munawar-Rachman selaku ketua penyunting. Diharapkan perspektif neuroparemiofenomenologi dapat mengungkapkan makna fundamental "cinta" secara komprehensif dan paripurna.