cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 194 Documents
PERSPEKTIF MEDIASI PENAL DAN PENERAPANNYA DALAM PERKARA PIDANA Lilik Prihatini
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (998.427 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.922

Abstract

Abstrak Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini (hukum positif) pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan, walaupun dalam hal-hal tertentu, dimungkinkan adanya penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan. Walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau melalui mekanisme musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam masyarakat (musyawarah keluarga, musyawarah desa, musyawarah adat dan lain sebagainya). Dalam perkembangan wacana teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi pidana/penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Kata Kunci: Perundang-undangan, mediasi, Perkara pidanaAbstractBased on the existing legislation in Indonesia (positive law), in principle, criminal cases cannot be resolved outside the court, although in certain cases, it is possible to settle criminal cases outside the court. Although in general the resolution of disputes outside the court is only in civil disputes, in practice often criminal cases are resolved outside the court through various discretion of law enforcement officers or through deliberation / peace mechanisms or institutions of forgiveness that exist in the community (family consultation, deliberation villages, traditional meetings and so on). In the development of theoretical discourse as well as the development of criminal law reform in various countries, there is a strong tendency to use criminal mediation / punishment as an alternative to solving problems in the field of criminal law.Keywords: Legislation, mediation, criminal cases
Prospek Pengaturan Organisasi Masyarakat Dalam Transisi Demokrasi Muhammad Mihradi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (964.36 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.923

Abstract

AbstrakDemokrasi tanpa organisasi masyarakat sebagai komponen masyarakat sipil (civil society) adalah kemusykilan. Sebab, demokrasi memerlukan partisipasi politik. Partisipasi dapat diorganisir dalam kelembagaan seperti organisasi masyarakat (ormas) dan bisa pula masing- masing individu. Hal ini dijamin secara konstitusional dalam Pasal 28 UUD 1945. Selama ini, pengaturan organisasi masyarakat berinduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dipastikan, undang-undang dimaksud bukan saja tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat melainkan dibentuk dalam suasana watak otoritarian sehingga penggantiannya merupakan keniscayaan. Kini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengusulkan inisiatif Rancangan Undang- Undang tentang Organisasi Masyarakat (RUU- Ormas). Dalam kerangka demikian, menarik dicermati bagaimana model ormas yang sebaiknya didorong di masa depan dan diatur dalam undang-undang ormas. Bagaimana pula desain ormas yang hendak dibentuk bila dikaitkan dengan kontekstualisasi transisi demokrasi, sebuah fase yang tidak mudah dipastikan dilalui tanpa pelembagaan dan penguatan mentalitas demokrasi yang substansial.Kata Kunci: Undang-undang, Demokrasi, Organisasi, Masyarakat. AbstractDemocracy without community organizations as a component of civil society is impossible. Because, democracy requires political participation. Participation can be organized in institutions such as community organizations (CSOs) and can also be each individual. This is guaranteed constitutionally in Article 28 of the 1945 Constitution. So far, the regulation of community organizations is based on Law Number 8 Year1985 about Community Organizations. Certainly, the said law is not only no longer in accordance with the needs of the community but was formed in an atmosphere of authoritarian character so that its replacement is a necessity. Now, the House of Representatives (DPR) of the Republic of Indonesia has proposed a Draft Law on Community Organizations (Draft Ormas). Within this framework, it is interesting to look at how the model of CSOs should be encouraged in the future and regulated in CSO laws. What is the design of CSOs to be formed when it is related to the contextualization of the democratic transition, a phase that cannot be easily ascertained without institutionalization and strengthening of a substantial democratic mentality.Keywords: Law, Democracy, Organization, Society.
PERANAN BALAI LELANG SWASTA TERHADAP PELAKSANAAN LELANG Dinalara Dermawati Butarbutar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (982.527 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.924

Abstract

ABSTRAKHubungan perkreditan diawali dengan pembuatan kesepakatan antara nasabah (debitur) dan bank (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Dalam transaksi perkreditan atau peminjaman uang, terdapat dua jenis perikatan ditinjau dari segi pemenuhan pembayaran kembali uang yang dipinjam. Pertama, transaksi kredit tanpa jaminan atau unsecured transaction. Kedua, transaksi kredit yang dilindungi jaminan atau secured transaction. Hal ini tentu berkaitan dengan risiko yang mungkin saja terjadi apabila terdapat kegagalan dalam pelunasan utang oleh debitur. Debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi secara sukarela, maka kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Penyelesaian kredit macet diharapkan dapat lebih terfokus dan terarah, sehingga pencapaian hasil dapat optimal. Penyelesaian kredit macet tahap awal sebelum terjadinya eksekusi biasanya dilakukan melalui negosiasi dan upaya terakhir yang dilakukan melalui litigasi, hal ini merupakan proses dalam mengeksekusi atau menjual barang yang dijadikan jaminan utang melalui penjualan lelang. Penjualan lelang ini dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri, Kantor Pelayanan Piutang danLelang Negara (KP2LN) dan Balai Lelang, bagi bank-bank swasta dapat melakukan parate eksekusi melalui Balai Lelang Swasta, yang pelaksanaannya lebih cepat dan pasti dibandingkan dengan KP2LN. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan pengkajian terhadap Peranan Balai Lelang Swasta Terhadap Pelaksanaan Lelang Objek jaminan tersebut. Kata Kunci: Kreditur, Debitur, Balai Lelang Swasta, Lelang.ABSTRACTThe credit relationship begins with making an agreement between the customer (the debtor) and the bank (the creditor) as outlined in the form of a credit agreement. In credit transactions or money lending, there are two types of engagement in terms of meeting the repayment of borrowed money. First, unsecured credit transactions. Second, credit transactions that are protected by collateral or secured transactions. This certainly relates to risks that might occur if there is a failure in paying off debts by the debtor. Debtors who cannot fulfill their achievements voluntarily, the creditor has the right to claim the fulfillment of his receivables, namely the debtor's assets used as collateral. Non-performing loan settlement is expected to be more focused and targeted, so that optimal results can be achieved. Settlement of bad loans at the initial stage before the execution is usually done through negotiations and the last attempt made through litigation, this is the process of executing or selling goods that are used as collateral for debt through auction sales. This auction sale can be done through the District Court, the Office of Receivables and State Auctions (KP2LN) and the Auction Hall, for private banks to parate execution through the Private Auction Hall, which is faster and more certain compared to KP2LN. In connection with this the authors conducted a study of the Role of Private Auction Centers Against the Implementation of the Guaranteed Object Objects.Keywords: Creditors, Debtors, Private Auction Centers, Auctions.
KEJAHATAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH OKNUM ADVOKAT DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN PROFESINYA Isep H Insan
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (842.208 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.925

Abstract

ABSTRAKDalam mencapai tatanan hukum yang baik penegakan hukum di Indonesia dijalankan oleh aparat-aparat penegak hukum yang terdiri dari Hakim, Jaksa, Polisi, dan juga Advokat. Advokat merupakan salah satu aparat penegak hukum, saat ini advokat dalam menjalankan profesinya diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam kenyataannya Advokat ternyata ada pula yang terindikasi melakukan kejahatan dalam menjalankan tugas dan profesinya seperti yang terjadi pada tahun 2010 di mana dua Pengacara ditetapkan sebagai tersangka. Kejahatan yang dapat dilakukan oleh seorang Advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya sebenarnya semua kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun apabila kontrol dalam diri orang tersebut sangat lemah dan khusus yang berkaitan dengan tugas serta profesi seorang Advokat tentunya kejahatan tersebut adalah kejahatan yang berhubungan dengan tugas dan profesi Advokat dalam penegakan hukum di mana kejahatan tersebut ditujukan untuk memperlancar proses penegakan hukum bagi klien Advokat misalnya untuk memperlancar klien dalam kasus pidana maka Advokat bisa saja melakukan kejahatan berupa kejahatan penyuapan. terhadap beberapa pihak penegak hukum lain dan para saksi.Kata Kunci: Advokat, Penegak Hukum, Kejahatan. ABSTRACTIn achieving a good legal order, law enforcement in Indonesia is carried out by law enforcement officials consisting of Judges, Prosecutors, Police, and also Advocates. Advocates are law enforcement officers, currently advocates in carrying out their profession are regulated in Law No. 18 of 2003 concerning Advocates. In reality, there were also advocates who were indicated to have committed crimes in carrying out their duties and profession as happened in 2010 where two lawyers were named as suspects. Crimes that can be committed by an Advocate in carrying out their duties and profession are actually all crimes can be committed by anyone if the control in that person is very weak and specifically related to the duties and profession of an Advocate of course the crime is a crime related to the duties and profession of Advocates in law enforcement where the crime is intended to expedite the law enforcement process for Advocate clients, for example to expedite clients in criminal cases, Advocates may commit crimes in the form of bribery crimes. against several other law enforcement parties and witnesses.Keywords: Advocate, Law Enforcement, Crime.
Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) Dikaitkan Dengan Eksistensi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Berbadan Hukum Perseroan Terbatas (PT) Suhermanto Suhermanto
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.589 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.926

Abstract

Abstrak:Konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan setelah ditelaah dari perspektif teleologis atau segi tujuan, maka tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat diidentikkan dengan program kemitraan dan bina lingkungan. Adapun perbedaannya hanya di dalam konteks teknis dan hal inipun masih perlu didukung terbitnya berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengatur teknisnya. Disimpulkan bahwa program PKBL sebaiknya terus dijalankan sebagai bentuk interpretasi dari CSR sebagaimana diamanatkan Pasal 74 UU PT 2007.Kata Kunci: Perseroan Terbatan, Badan Umum Milik Negara, PKBL.Abstract:The concept of social and environmental responsibility after being examined from a teleological perspective or objective aspect, social and environmental responsibility can be identified with partnership and community development programs. The difference is only in the technical context and even this needs to be supported by the issuance of various laws and regulations to regulate the technical aspects. It was concluded that the PKBL program should continue to be implemented as a form of interpretation of CSR as mandated by Article 74 of the 2007 PT Law.Keywords: Limited Liability Company, State Owned Public Corporation, PKBL.
PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE) DALAM PEMBIAYAAN SYARIAH SEBAGAI UPAYA MENJAGA TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH Lindryani Sjofjan
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1017.533 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.927

Abstract

ABSTRAKFungsi utama dari perbankan yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan (financial intermediary Institution). Mengingat pentingnya fungsi ini, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, dalam beberapa ketentuan perbankan dijabarkan rambu-rambu penerapan pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) dalam dunia perbankan, yang harus dipatuhi oleh semua bank. Prinsip yang digunakan dalam perbankan syariah adalah prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah. Dimana kepatuhan terhadap prinsip- prinsip tersebut berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank syariah itu sendiri. Prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) adalah kehati-hatian bank untuk meminimalkan risiko usaha operasional bank dengan berpedoman kepada ketentuan bank sentral dan ketentuan intern bank. Tujuannya, agar bank selalu dalam keadaan sehat, likuid dan solvent. Diabaikannya penerapan prinsip kehati-hatian tersebut oleh bank, baik oleh bank konvensional maupun oleh bank syariah tentu akan berdampak pada kerugian dan risiko terhadap bank itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam memberikan fasilitas pembiayaan, setiap bank harus lebih memperhatikan aspek personality yang dapat diketahui dengan menerapkan prinsip 5 C (the five cs of credit analysis). Pihak bank syariah, sebaiknya secara aktif melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle), untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada bank syariah.Kata Kunci: Bank Sayriah, resiko, Prinsip kehati-hatianABSTRACTThe main function of banking is as an institution that collects funds from the public in the form of deposits and channel them back to the community in the form of credit or financing (financial intermediary Institution). Considering the importance of this function, efforts to maintain public trust in banks are a very important part to do. Therefore, in several banking regulations the guidelines for the implementation of prudential banking principles are applied in the banking world, which must be obeyed by all banks. The principles used in Islamic banking are the principle of prudence and sharia principles. Where adherence to these principles affects the soundness of the Islamic bank itself. The prudential banking principle is the prudence of banks to minimize the risk of bank operational business by referring to central bank regulations and bank internal regulations. The goal is that banks are always in a healthy, liquid and solvent condition. Ignoring the application of the precautionary principle by banks, both by conventional banks and by Islamic banks, of course will have an impact on losses and risks to the bank itself. Therefore, in providing financing facilities, each bank must pay more attention to aspects of personality that can be identified by applying the 5 C principle (the five cs of credit analysis). Islamic banks should actively implement the prudential banking principle to foster public confidence in Islamic banks.Keywords: Bank Sayriah, risk, the Principle of prudence 
TRANSFORMASI KEUANGAN PUBLIK MENJADI KEUANGAN PERDATA DALAM PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) OLEH PEMERINTAH Ari Wuisang
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (982.408 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.928

Abstract

AbstrakPerseroan terbatas yang didirikan oleh negara merupakan badan hukum perdata yang tidak mempunyai kewenangan publik. Kekayaan negara yang menjadi modal dalam bentuk saham dari badan usaha tersebut tidak lagi merupakan kekayaan negara, melainkan telah berubah status hukumnya menjadi kekayaan badan usaha tersebut. Di sini telah terjadi apa yang disebut transformasi keuangan negara menjadi keuangan privat. Demikian pula kedudukan hukum pejabat pemerintah yang duduk sebagai pemegang saham atau komisaris sama atau setara dengan pemegang saham lainnya.Kata kunci : keuangan negara, keuangan privat, transformasi hukum, BUMN. AbstractLimited companies established by the state are civil legal entities that do not have public authority. State assets that become capital in the form of shares of the said business entity are no longer state assets, but have changed their legal status to those of the business entity. Here has happened what is called the transformation of state finances into private finance. Likewise, the legal position of a government official sitting as a shareholder or commissioner is equal or equal to other shareholders.Keywords: state finance, private finance, legal transformation, BUMN.
MENGATASI KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE/GUNTAI Dinalara Dermawati Butarbutar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (854.224 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.929

Abstract

ABSTRAKTanah merupakan sumber daya yang penting bagi masyarakat, baik sebagai media tumbuh tanaman, maupun sebagai ruang atau wadah tempat melakukan berbagai kegiatan. Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dengan Pelaksanaan PP Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 224 Tahun 1961 jo. Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 1964 diatur adanya larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai, yang menyatakan bahwa pemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya dilarang, yaitu agar petani bisa aktif dan efektif dalam mengerjakan tanah pertanian miliknya, sehingga produktivitasnya bisa lebih optimal. Dan dalam kenyataannya masih banyak terdapat orang yang memiliki tanah pertanian secara absentee/guntai, sehingga dalam prakteknya adanya peraturan mengenai larangan tanah absentee/guntai belum bisa diterapkan secara efektif, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemilikan tanah secara absentee/guntai, sehingga dapat mencari jalan keluar untuk mengatasi kepemilikan tanah absentee/guntai.Kata Kunci: Kepemilikan Tanah, Absente, masyarakat. ABSTRACTLand is an important resource for the community, both as a medium for growing plants, as well as a space or container for carrying out various activities. As the implementation of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles (UUPA), the government issued Law Number 56 of Prp of 1960 concerning Determination of Agricultural Land Area with Implementation of PP Number 224 of 1961 concerning Implementation of Land Distribution and Giving Compensation , in Article 3 paragraph (1) PP Number 224 of 1961 jo. Article 1 PP No. 41 of 1964 regulates the prohibition of absentee / guntai land ownership, which states that the ownership of agricultural land by people who live outside the sub-district where the land is located is prohibited, namely so that the farmer can be active and effective in working his agricultural land, so that productivity can be optimized. And in fact there are still many people who have absentee / guntai agricultural land, so that in practice the existence of regulations regarding absentee / guntai land prohibition cannot be applied effectively, so this study aims to find out about the factors that cause absentee land ownership. / guntai, so they can find a way to overcome absentee / guntai land ownership.Keywords: Land Ownership, Absente, community.
PERKEMBANGAN DAN PERGESERAN PEMIDANAAN Iwan Darmawan
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (859.72 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.930

Abstract

Abstrak Paradigma pemidanaan telah bergeser dan berkembang, melalui pengkajian dan analisis para pakar hukum pidana. Oleh karena itu pemidanaan harus dikasih porsi yang besar, karena mengingat begitu berat tugasnya, di satu sisi hulasan harus tegak meskpun langit akan runtuh, di lain pihak ada pemikiiran-pemikiran yang lebih modern yang menempatkan hukum pidana sebagai suatu yang tidak seram dan kaku.Kata kunci: Pemidanaan, Hukum pidana. Peraturan. AbstractThe criminal paradigm has shifted and developed, through the study and analysis of criminal law experts. Therefore, punishment must be given a large portion, because given the heavy workload, on the one hand the outreach must be upright even though the sky will collapse, on the other hand there is a more modern thought-thinking that places the criminal law as something that is not scary and rigid.Keywords: Criminal, Criminal Law Regulation. 
JAMSOSTEK DAN NEGARA KESEJAHTERAAN Hari Nur Arif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.197 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i2.931

Abstract

ABSTRAKPenyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, pada saat ini dilaksanakan oleh PT Jamsostek, yang diberi hak monopoli sebagai penyelenggara jaminan sosial bagi tenaga kerja seluruh Indonesia. Posisi ini disandang hingga saat ini, meski dalam pelaksanaannya perusahaan ini sering mendapat kecaman, baik terhadap pelayanannya maupun penyalahgunaan dana yang terkumpul, bahkan di saat hembusan angin reformasi melanda Indonesia, Menteri Tenaga Kerja (pada waktu dijabat oleh Fahmi Idris), sempat melontarkan gagasan agar monopoli PT Jamsostek segera dihapuskan, dengan satu-satunya alasan bahwa monopoli adalah buruk.Kata kunci: Jamsostek, Tenaga kerja, perusahaan. ABSTRACTThe implementation of Workers' Social Security in Indonesia, currently carried out by PT Jamsostek, which is given a monopoly right as the organizer of social security for workers throughout Indonesia. This position is held to date, although in its implementation the company has often been criticized, both for its services and the misuse of funds collected, even when the gusts of reformation struck Indonesia, the Minister of Manpower (at the time held by Fahmi Idris), had an idea to PT Jamsostek's monopoly was immediately abolished, with the only reason that monopoly was bad.Keywords: Social Security, Labor, companies.

Page 1 of 20 | Total Record : 194