cover
Contact Name
Mada Apriandi Zuhir
Contact Email
madazuhir@yahoo.com.sg
Phone
-
Journal Mail Official
lexlatamihunsri@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. ogan ilir,
Sumatera selatan
INDONESIA
Lex Lata: Jurnal Ilmah Ilmu Hukum
Published by Universitas Sriwijaya
ISSN : -     EISSN : 26570343     DOI : -
Core Subject : Social,
Lex Lata, disingkat LexL, diluncurkan pada tanggal 31 Januari 2019 oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Tujuan dari jurnal ilmiah ini adalah untuk menyediakan ruang publikasi baik yang berasal dari hasil penelitian maupun pemikiran ilmiah murni. Jurnal ini mencakup semua bidang dalam ilmu hukum, antara lain: hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum islam, hukum agraria, hukum perdata, hukum pidana, hukum bisnis, hukum kesehatan, dll.
Arjuna Subject : -
Articles 125 Documents
Analisis Peralihan Paten sebagai Objek Wakaf Moulyta Elgi Trinanda; Joni Emirzon; Muhammad Syaifuddin
Lex LATA Vol 1, No 1 (2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Memilih analisis judul paten transisional sebagai objek wakaf (kajian Pasal 74 Ayat (1) UU No. 13 tahun 2016 tentang Paten terkait UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf) dimotivasi oleh penggantian UU Paten yang menjadikannya satu perubahannya adalah menambah transfer paten melalui wakaf yang pada dasarnya telah diakomodir dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf sehingga memperkuat transfer paten sebagai objek wakaf. Pengalihan paten jelas juga menyebabkan konsekuensi hukum bagi penemu dan pemegang paten. Transisi paten sebagai objek wakaf adalah terobosan baru mengingat wakaf didominasi oleh objek tidak bergerak, sedangkan paten memiliki potensi besar untuk wakaf di Indonesia. Berdasarkan uraian ini, masalah hukum: 1) Apa dasar konseptual untuk paten yang akan digunakan sebagai objek wakaf ? 2) Apa efek hukum dari paten sebagai objek wakaf?, 3) Bagaimana mengoptimalkan paten sebagai objek transisi wakaf menuju wakaf di Indonesia? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan normatif, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Teknik analisis hukum dilakukan dengan cara penafsiran hukum, termasuk: a. interpretasi gramatikal; b. interpretasi sistematis; c. interpretasi resmi; d. interpretasi historis dan; Penafsiran teleologis. Sedangkan teknik menyimpulkan dari rumusan masalah dalam penelitian ini digunakan deduktif
DUALISME KEWENANGAN DALAM EKSEKUSI DENDA BUKTI PELANGGARAN (TILANG) SEBAGAI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) Nina Alfiana; Nashriana Nashriana; Iza Rumesten
Lex LATA Vol 1, No 1 (2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kedudukan Kejaksaan dalam sistem peradilan pidana bersifat menentukan karena merupakan jembatan yang menghubungkan tahap penyidikan dengan tahap pemeriksaan disidang pengadilan sampai putusan pengadilan tersebut dilaksanakan, kewenangan Kejaksaan sendiri diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Mencermati isi pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 16 Tahun 2004 ini,Jaksa mempunyai beberapa wewenang penting yaitu, i. Sebagai Penuntut Umum, ii. Sebagai pelaksana putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (kewenangan eksekusi), serta adanya wewenang penting yang dijabarkan lebih lanjut didalam Pasal 30 Undang-undang tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kewenangan eksekusi merupakan salah satu bentuk kebijakan negara yang diamanatkan kepada kejaksaan sebagai eksekutor mengenai hal tersebut. Pelaksanaan eksekusi denda uang tilang dan biaya perkara telah diatur didalam ketentuan mengenai kewenangan hal tersebut, walaupun didalam pelaksanaan dilapangan ternyata terdapat dualisme kewenangan dalam eksekusi denda tilang yaitu antara kewenangan kejaksaan dan kewenangan kepolisian. Berdasarkan uraian di atas, maka isu hukum yang akan dibahas dalam tesis ini sebagai berikut : 1) Apakah kepolisian berwenang dalam melakukan eksekusi uang denda tilang sebagai PNBP ?, 2)Apa yang menjadi kendala dalam melakukan eksekusi uang denda tilang perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas sebagai PNBP ?.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris yang bertujuan untuk melihat hukum secara nyata dan bagaimana hukum bekerja dimasyarakat, dengan menggunakan logika berpikir deduktif. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Kejaksaan mempunyai wewenang sebagai pelaksana putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (fungsi eksekutorial). Termasuk di dalamnya kewenangan eksekusi denda tilang sebagai salah satu penerimaan negara yang di golongkan ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), 2) Kendala internal yang dihadapi dalam eksekusi denda tilang adalah mengenai identitas yang tidak lengkap dalam catatan bukti pelanggaran lalu-lintas, sehingga menyulitkan pihak Kejaksaan apabila terdakwa tidak hadir di dalam persidangan, sedangkan kendala eksternal berupa PP No. 50 Tahun 2010 tentang PNBP Kepolisian yang telah melampaui ketentuan yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP dan lampiran ke-2 PP No. 22 Tahun 1997 tentang PNBP Kejaksaan
KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PENEGAKAN HUKUM ANTIMONOPOLI Ning Herlina
Lex LATA Vol 1, No 1 (2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Anti Monopoli). Berhubung dengan kewenangan KPPU yang begitu besar, ada ketentuan pasal lain yang menjadikan kewenangan/kekuasaan begitu tumpul yaitu Pasal 44 ayat (2): pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat – lambatnya 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Pada pasal 44 ayat (4) bahwa pelaku usaha tidak menjalankan secara sukarela terhadap putusan KPPU tersebut, maka Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk diadakan penyidikan, dan Pasal 44 ayat (5) menyatakan putusan komis tersebut hanya merupakan bukti permulaan bagi penyidikan oleh penyidik. Metode penelitian, penulis menggunakan metode normatif melalui studi pustaka dari beberapa buku dan artikel yang terkait dengan materi jurnal penelitian yang ada.
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENYITAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG KEPEMILIKANNYA MASIH DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN PEMBIAYAAN Rico Andrianto; Syarifuddin Pettanasse; Abdullah Gofar
Lex LATA Vol 1, No 1 (2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian mengenai kewenangan penyidik dalam melakukan penyitaan kendaraan bermotor yang kepemilikannya masih dimiliki oleh perusahaan pembiayaan difokuskan pada pertanyaan mengenai kewenangan penyidik melakukan penyitaan terhadap sepeda motor yang digunakan untuk melakukan kejahatan narkoba yang kepemilikannya masih dimiliki oleh perusahaan pembiayaan, bagaimana pertanggung jawaban penyidik kepolisian terhadap pengembalian aset sepeda motor kepada perusahaan pembiayaan, dan bagaimana hak dari perusahaan pembiayaan dalam mendapatkan kembali sepeda motor yang sedang disita oleh penyidik kepolisian untuk dijadikan alat bukti. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan penelitian adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Jenis sumber data yaitu data primer dan sekunder. Teknik penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif. Hasil penelitian adalah dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik dapat langsung menyita suatu benda dan alat yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda yang patut diduga sudah digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat digunakan sebagai barang bukti. Dalam pengambilan sepeda motor yang disita oleh penyidik pihak perwakilan perusahaan pembiayaan harus membawa surat surat kuasa dari perusahaan pembiayaan tempat orang tersebut bekerja, harus menunjukkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) pribadi, BPKB (Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor), dan print out history pembayaran konsumen yang motornya disita tersebut. Setelah perusahaan pembiayaan berhasil mendapatkan kembali sepeda motor dari konsumen (lessee) atau dari institusi kejaksaan apabila sepeda motor tersebut disita untuk dijadikan alat bukti, perusahaan pembiayaan biasanya akan segera menjual kembali sepeda motor tersebut dalam proses lelang untuk menutupi sisa hutang dari konsumen (lessee) tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGEMUDI TAKSI (MITRA) BERBASIS ONLINE PADA PT. GRAB INDONESIA Yochi Ayunita; Annalisa Yahanan; Muhammad Syaifuddin
Lex LATA Vol 1, No 1 (2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hasil penelitian menunujukkan bahwa hubungan antara PT. Grab dan driver merupakan hubungan kemitraan. Isu hukum yang akan dibahas dalam tesis ini: 1) Apa legalitas dan konstruksi hukum (status, kedudukan, hak, dan kewajiban) para pihak PT. Grab dan Pengemudi taksi dalam perjanjian pengangkutan jalan berbasis online, 2) Apakah legalitas dan konstruksi hukum perjanjian pengangkutan jalan berbasis online telah memberikan perlindungan hukum terhadap pengemudi taksi berbasis online, 3) Bagaimanakah konsep perlindungan hukum terhadap pengemudi taksi dalam pelaksanaan perjanjian jalan berbasis online dimasa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normative yang bertujuan untuk menghasilkan argumentasi, dan teori. Teknik analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh pengertian keterkaitan badan hukum dengan yang lainnya sehingga dasar hukum yang digunakan adalah Kitab undang – undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan pelaksanaan teknis operasional didasarkan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 108 Tahun 2017, pengaturan hukum belum memberikan perlinungan hukum terhadap driver karena aturan yang belum secara spesifik mengatur hubungan antara penyedia aplikasi seperti PT. Grab dan driver. Dan konsep perlindungan hukum terhadap pengemudi taksi dalam pelaksanaan perjanjian transaksi online diawali dengan pembentukan badan hukum yang menjadi para driver. Penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan masukan bagi akademisi dan bagi usaha jasa pelayanan aplikasi berbasis online. 
KEWENANGAN EKSEKUSI PENUNTUT UMUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI JAKARTA NOMOR 34/PID/TPK/2014/PT.DKI) Muhammad Taufik Akbar
Lex LATA Vol 1, No 2 (2019): Vol 1, No 2 (Juli 2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji kewenangan pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa penuntut umum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini dimotivasi oleh tidak adanya ketentuan hukum yang mengatur pelaksanaan keputusan pengadilan oleh KPK. Dari sudut pandang itu, KPK secara substansial mengeksekusi keputusan pengadilan tanpa hak untuk berolahraga. Namun demikian, argumen tersebut dibantah oleh pandangan bahwa jaksa penuntut KPK yang berasal dari Kejaksaan pada dasarnya melekat pada posisinya sebagai penuntut, sedangkan berdasarkan Pasal 39 ayat (3), jaksa penuntut KPK ditangguhkan. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diangkat adalah: 1) Bagaimana konsep hukum jaksa dan jaksa penuntut dalam sistem peradilan pidana korupsi di Indonesia 2) Apa dasar hukum bagi otoritas eksekutif jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi 3) Apa wewenang pengaturan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi di masa depan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan statuta dan pendekatan konseptual, serta pendekatan analitik dalam konteks analisis kewenangan penuntut KPK dan kewenangan Penuntut. Hasil penelitian dan analisis menyimpulkan bahwa: 1) Konsep hukum jaksa dan jaksa penuntut umum dalam sistem peradilan pidana korupsi di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu Jaksa Penuntut Umum dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan dan Jaksa Penuntut Umum. yang hanya berwenang untuk menuntut karena berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang dalam kasus ini ditangguhkan sementara dari Kantor Kejaksaan. 2) Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi dari aspek wewenang pada dasarnya tidak memiliki kewenangan hukum untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan pengadilan karena tidak lagi berdomisili sebagai jaksa penuntut karena sementara diberhentikan dari Kejaksaan Agung. Selain itu, Perintah Eksekusi Putusan Pengadilan bukan surat perintah yang bersumber dari Layanan Penuntut Umum. 3) Peraturan tentang kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Pemberantasan Korupsi yang seharusnya di masa depan harus dilakukan dengan menggunakan Surat Perintah dari Kantor Kejaksaan, oleh karena itu substansi kewenangan penuntut KPK harus diubah atau pelaksanaan suatu putusan pengadilan harus dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang harus dikoordinasikan oleh KPK selama pelaksanaan putusan pengadilan.
SANKSI HUKUM DISIPLINER BAGI APARATUR SIPIL NEGARA MELALUI BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KOTA PALEMBANG Agung Wijaya
Lex LATA Vol 1, No 2 (2019): Vol 1, No 2 (Juli 2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak : Penelitian mengenai penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang dilatarbelakangi bahwa di lingkungan Pemkot Palembang periode tahun 2015, tahun 2016, dan tahun 2017, didapati jenis pelanggaran disiplin ASN tertinggi adalah tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Permasalahan penelitian adalah bagaimana penerapan serta kendala-kendala dalam hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan jenis dan sumber bahan penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif, dengan teknik penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian ini adalah, penerapan hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang telah optimal menurunkan tingkat pelanggaran disiplin, dan dilaksanakan melalui peraturan-peraturan pelaksana PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yaitu SE Walikota Palembang No. 800/071/BKPSDM.V/2018 tentang Pembinaan Disiplin ASN, Keputusan Walikota Palembang No. 005/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Pelanggaran Disiplin ASN, dan Keputusan Walikota Palembang No. 006/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan Pelaksanaan Penjatuhan Hukuman Disiplin ASN. Kendala pemberian hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang yaitu : dari faktor penegak hukum/aparatur, yaitu Pejabat Tim Pemeriksa dan Tim Pertimbangan tidak di tempat karena pejabat yang ditunjuk memiliki kesibukan dan aktifitas tupoksi tugas dan tanggung jawab jabatan pokoknya masing-masing. Dari faktor budaya kesadaran hukum yaitu : kurangnya tanggung jawab atasan langsung; dan SKPD langsung melimpahkan kasus dugaan pelanggaran disiplin ke BKPSDM.Kata Kunci : Aparatur Sipil Negara (ASN), Hukuman Disiplin, Tidak Masuk Kerja dan Tidak Menaati Ketentuan Jam Kerja
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK SEBAGAI PENGGUNA FASILITAS LAYANAN MANDIRI ONLINE Surya Chandra; Joni Emirzon; Annalisa Yahanan
Lex LATA Vol 1, No 2 (2019): Vol 1, No 2 (Juli 2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transaksi perbankan melalui ponsel yang dilakukan oleh pelanggan yang disebut Mandiri Online yang memiliki perbedaan signifikan dengan transaksi perbankan pada umumnya, nasabah dan bank tidak saling bertatap muka dalam mengadakan transaksi, maka akan menjadi masalah jika nasabah mengajukan klaim karena nasabah merasa dirugikan karena transaksi yang terjadi dan diluar dari sepengatahuan nsabah tersebut. Karena ini akan mempersulit nasabah untuk mengajukan bukti terutama bukti tertulis. Sehingga bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai pengguna fasilitas layanan Mandiri Online, Penelitian ini merupakan penelitian normatif, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (pendekatan konseptual) dengan teknik penarikan kesimpulan deduktif.. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis dapat menjelaskan beberapa hal yaitu, tanggung jawab hukum PT Bank Mandiri (Persero) Tbk terhadap nasabah yang dirugikan sebagai pengguna fasilitas layanan Mandiri Online, adalah bilamana terjadi kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan dalam penggunaan layanan mandiri online merupakan kelalaian pihak bank, maka bank harus memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pelanggan tetapi sebaliknya jika telah terbukti bahwa penyalahgunaan Mandiri Online adalah karena kesalahan atau kelalaian dari nasabah maka nasabah bertanggung jawab sepenuhnya, dan nasabah dengan ini membebaskan bank dari segala tuntutan yang mungkin timbul karena penyalahgunaan informasi. Tanggung jawab PT Bank Mandiri (Persero) Tbk terhadap nasabah yang dirugikan sebagai pengguna fasilitas layanan Mandiri Online adalah bilamana terjadi kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan dalam penggunaan layanan Mandiri Online merupakan kelalaian pihak bank, maka seharusnya pihak bank mempunyai kewajiban untuk memberi ganti kerugian kepada nasabah namun begitu juga sebaliknya apabila telah terbukti bahwa penyalahgunaan Mandiri Online disebabkan karena kesalahan atau kelalaian dari nasabah maka nasabah bertangung jawab sepenuhnya, dan nasabah dengan ini membebaskan bank dari segala tuntutan yang mungkin timbul. Saran bahwa Bank perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada nasabah mengenai tata cara penyampaian pengaduan dan kerugian apa saja yang akan ditangung baik oleh bank atau nasabah dalam hal terjadi kerugian sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk menggunakan Mandiri Online dengan lebih bijaksana dan bertangung jawab.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Siti Meylissa Puspitasari
Lex LATA Vol 1, No 3 (2019): (November 2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin kompleks masalah yang dihadapi, salah satunya adalah masalah wanita atau masalah yang berkaitan dengan wanita, salah satunya adalah meningkatnya frekuensi kejahatan kekerasan terhadap perempuan. Namun, karena berbagai alasan, hingga kini belum banyak orang yang mengajukan permohonan perlindungan. Berdasarkan Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Indonesia No. 23 Tahun 2004 yang berbunyi bahwa dalam 1 x 24 (satu periode dua puluh empat) jam untuk mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, polisi harus segera memberikan perlindungan sementara kepada para korban. Berdasarkan uraian tersebut di atas masalah yang dibahas dalam tesis ini dirumuskan sebagai berikut: 1) bentuk perlindungan hukum dan layanan sementara oleh polisi untuk korban kekerasan dalam rumah tangga; 2) Apa dampaknya bagi para korban kekerasan dalam rumah tangga; dan 3) Hambatan apa yang dihadapi dalam memberikan perlindungan dan layanan sementara kepada para korban kekerasan dalam rumah tangga. Kasus yang menjadi sorotan dalam penulisan skripsi ini adalah kasus yang ditemukan di Polres Palembang. Pertama, polisi, sesuai dengan tugas dan wewenang mereka dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan penahanan dengan bukti awal yang cukup yang disertai dengan perintah penahanan terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Kedua, kekerasan dalam rumah tangga pasti berdampak pada korban, orang lain, atau pelaku. Kekerasan dalam rumah tangga dapat memiliki dampak internal dan eksternal. Para korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya akan mengalami dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek. Ketiga, kendala yang dihadapi oleh Polisi dalam memberikan perlindungan bagi para korban kekerasan dalam rumah tangga adalah bahwa polisi dianggap mengganggu urusan rumah tangga orang lain.
MODEL PENEGAKAN HUKUM PROGRESIF DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA MELALUI PIDANA UANG PENGGANTI Ade Mahmud
Lex LATA Vol 1, No 2 (2019): Vol 1, No 2 (Juli 2019): Lex LATA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Tujuan utama pembayaran pidana uang pengganti adalah memulihkan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang wajib dibayarkan terpidana sesuai dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan . Pidana uang pengganti semestinya dibayar untuk mengembalikan kerugian negara secara utuh, tetapi eksekusi uang pengganti terbentur persoalan yuridis yang memberi ruang terpidana mengganti dengan menjalani pidana subsider. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian deskriptif analitis, menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan teknik analisis secara kualitatif. Kendala yang mempengaruhi proses pembayaran pidana uang pengganti meliputi pertama, Undang-Undang c.q Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua,  penegak hukum tidak segera melakukan pelacakan, pembekuan dan penyitaan uang/aset hasil tindak pidana korupsi. Ketiga, modus operandi pelaku melalui pencucian uang. Model penegakan hukum progresif mengembalikan kerugian negara adalah mengubah paradigma penegak hukum bahwa sanksi pidana yang tepat adalah sanksi yang berorientasi pada uang/aset hasil korupsi (follow the money and asset recovery) dengan melakukan pelacakan, pembekuan dan penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi sejak tahap penyidikan diikuti dengan putusan kewajiban membayar uang pengganti tanpa mensubsidairkannya dengan pidana penjara sehingga tetap membebankan tanggung jawab hukum kepada terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara. Kata Kunci : Penegakan Hukum Progresif, Pidana Uang Pengganti.

Page 1 of 13 | Total Record : 125