cover
Contact Name
Mashdar Jurnal
Contact Email
mashdarjurnal@uinib.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
novizalwendry@uinib.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
ISSN : 26851547     EISSN : 26851555     DOI : -
Core Subject : Religion,
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis adalah jurnal imiah yang diterbitkan oleh Prodi Ilmu Hadis Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang. Jurnal ini terbit pada bulan Juni dan Desember setiap tahun semenjak semenjak 2019. Fokus kajian jurnal ini berkaitan dengan kajian al-Qur’an dan Hadis dengan segala aspek berkaitan dengannya, seperti tafsir dan syarh dalam bentuk literatur, living di tengah masyarakat, manuscript, serta disiplin keilmuan lain yang berkaitan dengannya.
Arjuna Subject : -
Articles 60 Documents
Ziya>dah dalam Manhaj Z|awi al-Naz{ar: Melacak Independensi Mahfuz Termas terhadap al-Suyuthi Dewi Putri
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 1 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i1.209

Abstract

Penelitian ini berawal ketika ditemukan penambahan bait yang dilakukan Mahfuz Termas di dalam kitabnya Manhaj Z|awi> al- Naz}ar  syarah terhadap Alfiyah al- Suyuthi, di mana al- Suyuthi mengklaim bahwa naz{amnya di dalam Alfiyah tersebut berjumlah 1000 bait, namun setelah dihitung ulang oleh Mahfuz Termas, hanya ditemukan 980 bait, maka di dalam kitabnya yang mensyarah Alfiyah tersebut, Mahfuz menambahkan 20 bait mencukupi 1000 bait. Penambahan tersebut tersebar pada empat pembahasan, 14 bait pada pembahasan ‘ilal h}adi>s|, 1 bait pada pembahasan adab t}a>libul hadis|, 4 bait pada pembahasan asba>b al- h}adi>s|, dan 1 bait pada pembahasan al- asma>’ wa al- kuna>.  Sumber penelitian ini terdiri dari dua komponen, yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah kitab Tadri>b al- Ra>wi>, Manhaj Z|awi> al- Naz}ar, dan Alfiyah al- Suyuthi beserta kitab-kitab ilmu hadis lainnya yang menjadi rujukan al- Suyuthi dan Mahfuz Termas, seperti Muqaddimah Ibn S{}ala>h}, Ma’rifah ‘ulu>m al h}adi>s| dan Nukhbatul fikr. Sedangkan yang menjadi rujukan sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau literatur- literatur lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Setelah diteliti, maka terlihat adanya korelasi dan intertekstualitas di dalam kitab Manhaj Z|awi> al- Naz}ar Mahfuz Termas. Korelasi dan intertekstualitas tersebut khususnya terlihat pada penambahan dan syarah Syaikh Mahfuz Termas terhadap syair al- Suyuthi di dalam Alfiyahnya. Meskipun terdapat korelasi dan unsur intertekstualitas di dalam kitab Manhaj Z|awi> al- Naz}ar  khususnya terhadap kitab Tadri>b al- Ra>wi>, namun tidak mengurangi independensi Mahfuz Termas di dalam karyanya tersebut. Sebagaimana terlihat kesamaan isi konten Manhaj Z|awi> al- Naz}ar terhadap Tadri>b al- Ra>wi> al- Suyuthi, tetapi juga ditemukan perbedaan- perbedaan yang menjadi bukti independensi Manhaj Z|awi> al- Naz}ar sebagai syarah dari sebuah kitab.
Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak Kabupaten Agam Gusnanda Gusnanda
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 1 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i1.211

Abstract

Katam Kaji merupakan sebuah tradisi atau perayaan bagi anak-anak yang telah selesai “mengaji” di surau, MDA (Madrasah Diniyah Awwaliyah), atau TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Pelaksanaannya melibatkan semua elemen masyarakat. Secara sosio-antropologis, tradisi ini lahir dalam rangka mensyiarkan ajaran Islam (perintah membaca al-Qur’an) di tengah kehidupan beragama masyarakatnya. Selain itu, melalui tradisi ini juga terdapat upaya penanaman rasa cinta dalam hati masyarakat terutama peserta yang mengikutinya untuk membaca kitab suci umat Islam tersebut. Secara tidak langsung, tradisi ini menjadi sarana dan media bagi tokoh agama dalam mengedukasi umat untuk mengamalkan ajaran Islam. 
MANGALEHEN TUOR: Fenomena Living Hadis dalam Adat Mandailing Lanna Khairani
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 1 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i1.210

Abstract

Tuor merupakan sebutan mahar pernikahan dikalangan masyarakat Mandailing dan Angkola, dimana seorang laki-laki wajib memberikan tuor kepada calon perempuan yang akan dinikahi. Namun sebagian orang, yakni pemuda yang akan menikah tuor bisa menjadi penghalang dikarenakan ketiadaan atau ketidak sanggupan  untuk memenuhi permintaan keluarga perempuan karena ekonomi laki-laki yang rendah. Di adat Mandailing tuor bisa tinggi dikarenakan dilihat dari segi status perempuan yaitu pendidikannya, keturunannya dan lain sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mengetahui pelaksanaan pemberian tuor, Kedua untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi pemberian tuor. Ketiga untuk mengetahui nilai hadis yang terkandung dalam tradisi tuor dalam adat Mandailing. Jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dapat disimpulkan: pertama, dalam hal sejarah, tuor telah ada sejak masa raja-raja Mandailing. Kedua, dalam pelaksanaan tuor dimulai sebelum hari H pernikahan, Ketiga,landasan masyarakat Mandailing dalam memberikan tuor, mereka berdalil kepada hadis-hadis tentang mahar. Dampak negatif tradisi tuor dalam adat Mandailing, dapat membatalkan pernikahan, pernikahan tertunda, Walimatul ’ursy hanya dilaksanakan satu pihak, nikah lari, dapat memberatkan seorang laki-laki untuk menikah. Sedangkan segi positifnya ialah untuk menghindari terjadinya perceraian, adanya tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya,dan lain sebagainya.
Kritik terhadap Pemikiran Tafsir Agus Mustofa tentang Azab Kubur Gafil Bunayya R
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 1 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i1.207

Abstract

Peristiwa setelah kematian merupakan sebuah misteri, hanya Allah saja yang mengetahui ihwalnya. Akan tetapi setiap muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya mesti percaya bahwa kehidupan dunia ini bukanlah akhir dari segalanya. Kematian merupakan jembatan seseorang menuju kehidupan akhirat. Alam barzakh merupakan tempat persingghan selanjutnya dan setiap orang pasti akan memasuki fase tersebut. Al-Qur’an telah memberikan indikasi bahwa akan ada nikmat dan siksaan yang akan diterima setiap orang yang telah mengalami kematian di alam kuburnya. Walaupun ayat-ayat al-Qur’an tentang peristiwa di alam kubur bersifat global namun dalil-dalil tersebut juga didukung oleh hadits-hadits nabi SAW yang terperinci. Mayoritas mufassir turut membenarkan adanya nikmat dan azab kubur melalui dalil-dalil yang telah mereka tafsirkan. Baru-baru ini seorang penulis buku yang bernama Agus Mustofa memberikan pandangan yang kontroversial terkait azab kubur. Dengan metode penafsiran yang ia ciptakan sendiri, ia mencoba mendeskripsikan dalil-dalil al-Qur’an tentang masalah azab kubur dalam bukunya yang berjudul “Tak Ada Azab Kubur?” hingga pada kesimpulan akhirnya ia menafikan adanya azab kubur. Tentu saja pemikiran dan karyanya tersebut perlu untuk diteliti agar orang-orang yang membaca karyanya tidak terjebak pada penafsiran-penafsiran yang keliru dan menyimpang.
Syarah al-Mujtaba : Melacak Intertekstualitas Syarah al-Sindi terhadap al-Suyuti Asih Pertiwi
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 1 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i1.208

Abstract

Tulisan ini mencoba mengungkap hubungan antar teks (intertekstualitas) yang terdapat dalam kitab syarah al-Mujtaba  yang ditulis oleh al-Suyuti (w. 911 H) dan al-Sindi (w. 1138 H) serta melihat bagaimana keilmuan Islam setelah abad ke IX H. Hubungan antar teks dapat dilihat dari segi gendre, tema, bentuk, aliran, ideologi dan lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam syarah al-Mujtaba, interteks terdapat dalam beberapa aspek, yaitu pengutipan pendapat ulama, penjelasan bahasa, informasi nasikh-mansukh dan unsur ziyadah matan. Selain interteks, dalam syarah al-Mujtaba  juga ditemukan Independensi al-Sindi dalam menulis syarah. Independensi tersebut adalah adanya syarahan mengenai judul bab dan jumlah pensyarahan. Dalam syarahnya al-Sindi menuliskan syarahan terhadap judul bab seperti yang tertulis dalam kitab sunan al-Nasa’i, sementara al-Suyuti tidak menulisnya. Dalam jumlah syarahan,  al-Sindi mensyarah 3.047 hadis dari 5.726 hadis yang terdapat dalam al-Mujtaba . Sementara al-Suyuti hanya mensyarah 1.118 hadis dari 5.726 hadis yang terdapat dalam kitab yang sama.Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reaserch) yang bersifat deskriptif-analisis. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan memilih secara acak contoh syarah yang terindikasi terdapat independensi al-Sindi dalam mensyarah.
Metode Tematik Multidisipliner: Aplikasi Pada Tafsir Ekologi Berwawasan Gender Nur Arfiyah Febriani
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 2 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i2.1016

Abstract

Perkembangan metode tafsir al-Quran kontemporer semakin menggeliat seiring dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Metode tafsir maudu’i atau tematik misalnya, sejak diperkenalkan oleh al-Kumi dan dijelaskan sistematikanya oleh al-Farmawi, membawa kajian al-Quran semakin bervariasi, hasil kajiannya dianggap lebih mampu menjawab problematika sosial kontemporer. Gaya dari metode ini dimulai dari penelitian kajian kosa kata dalam al-Quran sampai kepada sebuah konsep yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dan diharapkan dapat membantu menciptakan al-sakīnah al-ijtimā’iyyah (kedamaian di tengah masyarakat). Namun demikian, metode ini kemudian juga ditantang harus mampu merespon dinamika sosial yang terkait dengan perkembangan sains kontemporer. Hal ini yang belum digagas sistematikanya dalam metode tafsir tematik.Oleh sebab itu, metode ini perlu dikembangkan, mengingat kajian tafsir tematik semakin diminati para peneliti dengan berbagai background keilmuan yang beragam. Metode tematik multidisipliner adalah metode yang penulis gagas dengan pemahaman bahwa: metode tafsir tematik yang membahas dan mengkaji objek dan mengakaitkannya dengan beberapa disiplin ilmu. Metode ini memiliki beberapa langkah yaitu: 1. Menentukan masalah yang akan diteliti; 2. Analisis kritis pendapat para ahli terkait permasalahan yang diangkat dari sisi ilmu naqliyah, ‘aqliyah, dan ‘amaliyah; 3. Melacak dan mengkoleksi ayat-ayat sesuai topik yang diangkat; 4. Menata ayat-ayat tersebut secara kronologis (sebab turunnya), mendahulukan ayat makiyah dari madaniyah dan jika ada disertai pembahasan tentang latar belakang turunnya ayat (dalam bentuk tabel); 5. Mengetahui korelasi (munāsabah) ayat-ayat tersebut; 6. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang sistematis (outline); 7. Analisis komparatif antara respon al-Quran dan hadis terhadap pendapat pro/kontra para saintis; 8. Menyimpulkanperspektif al-Quran dan hadis; 9.“Counter argument” dengan menawarkan konsep yang akomodatif, integratif dan solutif. Dalam contoh aplikasi metode ini, konsep yang ditemukan adalah bahwa: perspektif al-Qur’an mengenai ekologi berwawasan gender mengusung teori ekohumanis teosentris. Hal ini berdasarkan deskripsi al-Qur’an mengenai interkoneksi dan interaksi harmonis antara manusia dengan dirinya sendiri (ḥabl ma‘a nafsih), manusia dengan sesama manusia (ḥabl ma‘a ikhwānih), manusia dengan alam raya (ḥabl ma‘a bī’atih) dan manusia dengan Allah (ḥabl ma‘a Khāliqih), tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, dengan ditemukannya isyarat keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia, penulis ini berbeda pendapat dengan tokoh ekofeminis yang menganggap kerusakan lingkungan memiliki korelasi dengan sikap dominatif laki-laki terhadap perempuan. Dalam al-Qur’an, manusia secara umum dideskripsikan memiliki potensi yang sama dalam merusak sekaligus melakukan upaya konservasi lingkungan.
Kontekstualisasi Pemahaman Hadis tentang Keutamaan Membunuh Tokek Arif Budiman
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 2 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i2.985

Abstract

This article analyzes the hadith about the Prophet's order to kill a lizard. If at a glance, this hadist seems contradictory to Q.S: Al-A'raf: 56 that is the prohibition of damaging natural balance. In terms of the command to kill animals is one of the forms of devastation. Meanwhile, the facts of science show that lizards are useful in alternative medicine. Thus, the editor of hadist seems contrary to the verses of the Qur'an and scientific facts. The settlement is carried out by taking step of the research method of Thematic Hadist (maudhu'iy). The author compiles data from various canonical and non-canonical hadist book. As a result, it has three variants. First, it is explain the order of killing lizards. Second, it explains the quantity of reward for killing lizards (wazagh). Third, it contains information that lizards (wazagh) is a nasty animal, which means an animal that is bothersome and hostile to humans.The scholars of Hadist states this hadist can be practiced, because the law is suppressed by hadist’s validity of killing 5 nasty animals. However, a review of the health and medical aspects, it shows that the lizard is beneficial for curing certain diseases. If the lizard is killed with the reason that has been stated by the scholars that it is killed because the animal is in vain, then the understanding is no longer relevant in the present. So that, a more precise understanding is to look at the hadith's essential inspiration that the Prophet SAW states "killed" is the nature of wickedness, which is symbolized through the lizards.
Karakteristik Pemegang Amânah dalam Al-Qur’an Abdul Halim; Zulheldi Zulheldi; Sobhan Sobhan
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 2 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i2.919

Abstract

There are three important components in amâna. Of course amâna itself, giver and receiver or holder. Man is an ultimate receiver in amâna. However, not all can maintain and fulfill amâna but also a competent holder of amâna who have doing this. By using the maudhû’i method and content analysis approach, research on the story of the Prophet Josef, Moses and Thalut produced three classification of characteristics that must be owned by the holder of amâna, that is spiritual characteristics, operational characteristics and emotional characteristics. 
Daī’f al-Jāmi’: Menilik Konsistensi al-Albānī dalam Tashīh ad-Da’īf Miftahul Ghani; Edi Safri; Luqmanul Hakim
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 2 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i2.636

Abstract

Muhammad Nāsir ad-Dīn al-Albānī merupakan salah satu sarjana hadis yang dianggap kontroversial. Banyak ulama yang mengatakan bahwa penilaian-penilaiannya terhadap hadis tidak dapat diperpegangi. Hal ini dikarenakan adanya kontradiksi penilaian al-Albānī dalam banyak hadis. Dalam satu kasus ditemukan ia men-da’īf-kan suatu hadis, namun dalam karyanya yang lain hadis itu dinilainya hasan, atau bahkan sahīh, atau sebaliknya. Artikel ini berupaya mengungkap bagaimana konsistensi al-Albānī dalam kritik hadis, khususnya hadis-hadis yang telah direvisi penilaiannya oleh al-Albānī dari hadis yang awalnya ia hukumi dengan status da’īf kemudian diralat menjadi sahīh dalam karyanya Daī’f al-Jāmi’. Ditemukan bahwa dalam menerapkan konsep tashīh terhadap hadis-hadis yang telah di-da’īf -kan, tampaknya ia kurang konsisten. Berdasarkan penelitian ditemukan kasus al-Albānī men-sahīh-kan hadis yang telah dihukuminya dengan status da’īf jiddan (hadis matrūk dan hadis mungkar), dan hal itu bertentangan dengan metodenya yang menyatakan bahwa hadis da’īf tidak dapat dinaikkan derajatnya jika tingkat ke-da’īf -annya berat meskipun ditemukan riwayat-riwayat lain sebagai pendukung.
Interpretasi Semiotika Ferdinand De Saussure dalam Hadis Liwa dan Rayah M Dani Habibi
Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis Vol 1, No 2 (2019): Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hadis
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/mashdar.v1i2.612

Abstract

This article is a study evaluating the Hadith interpretation in flag  Rayah and Liwa or the flag of monotheism. In Indonesia, an organization that uses the banner of Tawheed is the symbol of the organization Hizbut Tahriri Indonesia. There are two warana flag that is black and white. Each of these color marked Laa illaaha illaa Allah Muhammad Messenger of God and both have a different meaning. In the context of the history of Liwa and Rayah flag used by the Prophet Muhammad and the cultural context and Rayah Liwa flag is used to establish the Khilafah state. With the legitimacy that the flag is the monotheistic flag of the Ministry of Defense so that the Indonesian Hizb ut-Tahrir organization uses the flag as a manifestation of the Khilafah Islamiyah as an ideology in the government system. Hizbut Tahrir insists that the flag Liwa and Rayah not the flag but the flag of Islam. Semiotic analysis of Ferdinand de Saussure, With semiotikanya theory consisting of four concepts, but in this study the researchers only used two concepts is the first between signifiant and signifie and both concept langue and parole. As the shape of the object flag Hizbut Tahrir and hadith texts about liwa and Rayah become the object of focus in this study.