cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Kajian Gender
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Model Treatment Dalam Membantu Korban Kekerasan Rumah Tangga Erhamwilda, Erhamwilda
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3734

Abstract

Kasus suami menjadi korban KDRT merupakan salah satu kasus yang jarang dibahas, dan belum terungkap  bagaimana langkah yang ditempuh untuk mengatasinya. Penelitian ini bermaksud menganalisis kasus suami korban KDRT, dan merumuskan model treatmennya dalam perspektif psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan secara psikologis pada suami termasuk KDRT yang menjadi pemicu munculnya depresi, dapat dibantu dengan melakukan treatmen yang komprehensif, melibatkan beberapa ahli.
Perempuan-Perempuan Pekerja Seks Komersial Yang Terkomodifikasi Roem, Elva Ronaning
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3730

Abstract

Tulisan ini merupakan sebuah penelitian, yang menceritakan tentang Perempuan-perempuan perantau yang semakin terseksualisasi dan terkomodifikasi akibat tuntutan hidup dan faktor ekonomi yang sulit. Gaya hidup dan tuntutan ekonomi yang tinggi, membuat Perempuan-perempuan Perantau yang tidak punya bekal pendidikan ilmu yang tinggi, ingin mendapatkan penghidupan yang layak, yang ingin hidup seperti manusia kalangan kelas-kelas kaya yang keasyikan dengan seks dan konsumerisme sehingga mengaburkan perbedaan-perbedaan  antara  yang “Lurus” dengan yang “sesat”, dan semuanya saling dipengaruhi oleh suatu kebenaran yang berdasarkan pada citra dan penampilan. Perubahan-perubahan ini mendatangkan akibat yang kontradiktif  bagi perempuan-perempuan penjaja seks komersial kelas bawah dan sikap mereka. Pada akhirnya mereka menjadi perempuan-perempuan yang terkomodifikasi dan harus bertarung melawan kehidupan dalam sebuah perjuangan yakni “Garis Hidup”.Tidak lah mudah bagi Para Perantau-perantau yang notabene Kaum hawa ini memutuskan nasib untuk bekerja sebagai wanita malam disebuah lokalisasi yang bernama “Taleju” yang berada di wilayah Pekanbaru-Riau. Mereka bekerja untuk membantu kelangsungan hidup kolektif mereka di kota. Sebenarnya tempat tinggal mereka di Pulau Jawa, bila dilihat dari faktor ekonomi jauh lebih memberikan keuntungan dari di kota Pekanbaru, yang tidak termasuk kedalam kategori kota Metropolitan, namun bagi wanita penjaja seks komersial ini, Jauh dari keluarga justru lebih baik dan mendatangkan keuntungan yang besar setiap bulannya.Rutinitas  pelacur swa-kerja yang dimulai dari pagi hingga malam hari ini dibentuk berdasarkan tradisi atau diatur oleh majikan (mucikari). Perempuan-perempuan dari mulai gadis belia hingga wanita dewasa dan paruh baya bekerja menjadi seorang yang materialis. Mereka bekerja sebagai penjaja seks komersial, mirip dengan perempuan pedagang jalanan, dalam hal ini mereka individualistis pada titik ekstrinsitas, menyandarkan diri pada kepandaian dan humor dalam ciri perdagangan mereka yang ganjil.Para penjaja Seks Komersial ini diperlakukan sebagai barang dagangan dan direndahkan sebagai orang penyimpang amoral atau patologis, tetapi dari pengalaman sebenarnya mereka melakukan pilihan yang rasional dalam menanggani aspek ekonomi mereka, seperti hanya bisa menjual tubuh mereka sebagai barang dagangan mengeksploitasi sistem kapitalis untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Uang yang diperoleh memungkinkan mereka untuk memuaskan aspirasi-aspirasi konsumeris yang tidak dapat mereka penuhi dengan cara lain, sementara kesempatan mereka untuk “berhasil” selalu genting, mereka menjual diri untuk ikut berkongsi dengan sistem yang ada dalam memacu garis hidup yang kurang sempurna.
Manohara: “Personal Case, dan Media Construction” Yuliati, Nova
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3735

Abstract

Kasus Manohara disetting dalam bingkai hiburan sesuai dengan kebiasaan stasiun televisi kita. Padahal seperti diungkapkan Manohara media massa Indonesia telah banyak membantunya. Lewat medialah kasus Manohara bisa tercium publik dan sedikit banyak, langsung atau tidak langsung kembalinya Manohara adalah berkat peran serta media massa. Sayang, advantage kebebasan media kita kurang bisa dioptimalkan untuk menangkap esensi dari sebuah kasus dan luput menangkap konteks. Kasus Manohara   bisa diberi muatan politis karena dapat dijadikan alat untuk membongkar masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan kasus ini. Sekali lagi bukan sepenuhnya salah Manohara karena selain (diduga) menjadi korban KDRT ia juga korban gegap gempita dunia hiburan televisi di Negara kita. Dan untuk kesekian kalinya media menunjukkan bahwa ia lebih powerfull daripada publiknya. 
Keikutsertaan Perempuan Dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Pada Masyarakat Matrilineal Minangkabau Sarmiati, Sarmiati
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3731

Abstract

Research on the Participation of Women in Poverty Reduction Programs in matrilineal Minangkabau society was done in Padang West Sumatera. The purpose of this study was to describe, explain and analyze the participation of women in poverty reduction, using the concept of silent group (muted group). Silent group is the person or group of women who followed P2KP in Padang. This study used the constructivist paradigm with a qualitative approach. The study found that almost in every village who get this program, the involvement of women exceeds the minimum rate set by the program. The program set a minimum 30% involvement of women in each cycle of activity. When there is a cycle of activities that do not involve women, or not attended by at least 30% of women, then these activities must be repeated. Although the minimum number set by the program reached, but the silence of women is still there. Theoretically, this study shows that the program PNPM Urban (P2KP) found groups of silence, there are women who get involved in the program, but not maximized in doing poverty reduction. For that is expected this research can move the hearts of other researchers to explore this issue through the theory and concepts are the same. In practical given the poverty rate in Indonesia, West Sumatera in particular, especially the poverty being experienced by women, it needs serious attention and treatment from the government in cooperation with the community and as well as women’s activeness in addressing it.
Televisi Dan Media Literacy Keluarga Gani, Rita
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3736

Abstract

Membicara soal televisi, seperti tidak ada matinya, selalu saja banyak permasalahan yang muncul dari kotak ajaib yang saat ini menjadi “sahabat” di tengah lingkungan keluarga. Televisi “menyentuh” semua lapisan masyarakat, menyediakan berbagai hal untuk anak-anak hingga orang dewasa, menyajikan kesedihan sekaligus kegembiraan bagi semuanya. Namun sayangnya, belakangan ini kehidupan kita seolah “dibelenggu” oleh berbagai tayangan acara televisi, menyebabkan adanya sebuah ketergantungan yang sulit dilepaskan. Seakan “tidak asyik” bila menonton tidak televisi, walaupun remote kontrolnya seratus persen ada di tangan kita. Salah satu bentuk kontrol tersebut adalah media literasi (melek media). Sebenarnya, ini bukanlah subyek yang baru, dan juga bukan sekadar tentang televisi, namun merupakan literacy bagi masyarakat informasi. Media literacy adalah semacam code of conduct bagi masyarakat di Era Informasi. Siapa saja yang layak harus melakukan media literacy? Jawabnya adalah semua penonton televisi termasuk anak-anak yang diawasi oleh orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Tulisan ini dilatari oleh  keberagaman tayangan di televisi yang akhirnya memunculkan ”keprihatinan” terhadap khalayak- terutama anak-anak- dalam menerima pesan yang disampaikan. Banyaknya acara yang di kemas untuk anak-anak belum sepenuhnya layak untuk di tonton oleh anak-anak, karena itu dibutuhkan peranan orang tua dan orang dewasa di sekitarnya untuk membimbing anak selama ”menikmati” televisi. Penelitian ini kami fokuskan untuk  mengeksplorasi bagaimana pola pendampingan orangtua terhadap anaknya tatkala berhadapan dengan tayangan televisi Televisi.
Kesetaraan Gender: Fenomena Pergeseran Peran Ekonomi Wanita Dari Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung Fadilah, Sri
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3732

Abstract

Secara tidak sadar emansipasi wanita berdampak pada pergeseran peran wanita termasuk diantaranya peran ekonomi. Pergeseran  peran tersebut juga diperkuat oleh adanya perjuangan kaum feminis untuk melakukan kesetaraan gender. Di luar itu semua, karena alasan tertentu sehingga wanita yang dulu secara ekonomi hanya dianggap sebagai tulang rusuk bagi suami dalam rumah tangga yaitu peran sebagai pendamping, teman, mitra dan bahkan ada yang menganggap sebagai peran minor yang menumpang hidup kepada suaminya, kini bergeser menyandang peran sebagai tulang punggung (pencari nafkah) bagi keluarganya. Tentu saja ini tidak bisa dianggap sebagai kemajuan tetapi paling tidak peran ekonomi wanita saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata khususnya oleh kaum pria (suami). Untuk bisa memahami pergeseran peran tersebut, kita harus bisa memandang berbagai aspek kehidupan wanita seperti penciptaan wanita, bagaimana wanita dalam pandangan islam, karakteristik wanita dan masih banyak aspek lainnya. 
Analisis Kritis Teori Pembangunan dan Kedudukan Perempuan dalam Perspektif Ekofeminisme Khotimah, Ema
Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak) Volume 1, No. 1 (Januari) Tahun 2018
Publisher : Mitra Gender (Jurnal Gender dan Anak)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/.v1i1.3733

Abstract

Pembangunan yang dilaksanakan oleh negera-negara Dunia Ketiga secara paradigmatik telah banyak dikecam dan dikritisi oleh para peneliti di Negara-negara Selatan dan sejumlah Negara Timur. Mengapa? Karena pembangunan telah banyak menimbulkan dampak social,budaya,politik dan ekologis yang harus ditanggung oleh masyarakat yang dikenai pembangunan tersebut. Selain semua kebijakan pembangunan bersifat top-down juga atas nama pertumbuhan ekonomi telah mengabaikan aspek-aspek lainnya selain ekonomi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Kedua, pembangunan menempatkan masyarakat terutama kaum perempuan sebagai objek pembangunan, misalnya jelas terlihat dalam kebijakan program Keluarga Berencana.            Oleh karena secara paradigmatik  teori pembangunan diadopsi sepenuhnya dari konsep pembangunan di negara-negara maju, dengan sendirinya indikator-indikator pembangunan pun menggunakan parameter negera-negara maju tersebut. Bahkan,  saat pertumbuhan ekonomi dijadikan tulang punggung keberhasilan pembangunan, parktik pembangunan ini telah menggunakan kepercayaan pada ilmu ekonomi yang “bebas budaya” dengan sendirinya netral. Resiko yang ditanggung pembangunan dengan titik pandang ini sejak pembangunan dicanangkan hingga saat ini masih menyisakan persoalan yang rumit secara social, ekonomi, politik, budaya, dan ekologis.            Perempuan di Indonesia misalnya,  dengan populasi 49,9% (102.847.415) berdasarkan sensus Penduduk 2000 dari total 206.264.595  penduduk Indonesia masih menangggung marjinalisasi dalam bidang pendidikan,kesehatan, dan akses secara politis. Padahal, salah satu tolok ukur  Indeks Pembangunan Manusia yang ditetapkan oleh UNDP adalah indeks kesehatan dan pendidikan. Sehingga tidak mengherankan bilaIndonesiadari 117 negara yang disurvey untuk Indeks Pembangunan Manusia ini menempati urutan ke 111. Kaum Ekofeminisme menuduh mengejar pembangunan hanya menempatkan perempuan sebagai “korban” (objek) pembangunan ketimbang subjek yang ikut serta aktif berpartisipasi dalam proses pembangunan.            Berangkat dari fakta tersebut, tulisan ini berusaha melakukan analisis kritis secara paradigmatis atas teori-teori pembangunan dan kedudukan perempuan dalam pembangunan dalam perspektif  Ekofeminisme.  Juga, menawarkan alternatif kerangka paradigmatik teori pembangunan yang sensitif gender dan berbasis budaya yang selama ini diabaikan dalam paradigma pembangunan lama. Karena rendahnya perempuan dalam akses pendidikan , kesehatan dan politik diIndonesiajuga menjadi penyebab rendahnya Indeks Pembangunan ManusiaIndonesia. 

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2018 2018