cover
Contact Name
Siska Lis Sulistiani
Contact Email
ummufathir26@gmail.com
Phone
+6281321839549
Journal Mail Official
ummufathir26@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung Gedung Dekanat lantai 1, Jalan Taman sari No. 24-26 Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam)
ISSN : 25981129     EISSN : 25977962     DOI : https://doi.org/10.29313/tahkim.v4i1.6844
Core Subject : Economy, Social,
hukum keluarga islam, Sejarah, hukum perdata Islam, hukum pidana islam, hukum ekonomi Islam, fiqh-ushul fiqh, kaedah fiqhiyah, masail fiqhiyah, tafsir hadis ahkam ataupun hasil penelitian yang relevan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 75 Documents
Potensi Masjid Agung Trans Studio Bandung dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid dengan Analisis SWOT muhammad fauzi arif
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v2i2.5054

Abstract

Abstrak Tujuan pemberdayaan ekonomi berbasis masjid yaitu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan umat. Masjid diharapkan mampu memenuhi kebutuhan finansial serta berperan dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera secara mandiri. Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal tidak terbatas pada usaha-usaha memproduksi barang dan jasa saja tetapi juga mencakup pelatihan dan pendampingan, pembiayaan atau akses permodalan dan akses pemasaran. Penelitian ini mengkaji potensi Masjid Agung Trans Studio Bandung dan memberi gambaran tentang peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitarnya. Kata kunci: masjid, pemberdayaan, ekonomi ABSTRACT Masjid-based economic empowerment aims to improve the independence and welfare of the people. Masjid is expected to be able to meet financial needs and play a role in creating a prosperous society independently. Economic empowerment of local communities is not limited to businesses producing and services but also includes training and mentoring, financing or access to capital and access to marketing. This study examines the potential of Masjid Trans Studio Bandung and provides an overview of opportunities and challenges in empowering the economy of the surrounding community. Keywords: masjid, empowerment, economy
WACANA PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM DI INDONESIA Yandi Maryandi
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v2i1.4469

Abstract

ABSTRAKMasyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, pada dasarnya memperjuangkan syariat Islam bagi umat Islam merupakan suatu  keharusan baginya. Salah satunya bentuknya dengan berupaya memberlakukan hukum pidana Islam sebagai salah satu solusi kebuntuan hukum yang dianggap pada saat sekarang ini. Upaya awal di dalam memperjuangkan formalisasi syariat Islam adalah kodifikasi ketentuan hukum perdata Islam, seperti perkawinan dan kewarisan, dalam sistem perundang-undangan nasional. Langkah selanjutnya untuk memberlakukan hukum pidana Islam hingga sekarang belum terwujud. Berbagai upaya sudah dilakukan demi terwujudnya hukum pidana nasional yang dapat mengakomodasi aspirasi umat Islam yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini. Pemerintah sudah mengajukan draf yang berisi RUU KUHP nasional. Draf ini sudah bertahun-tahun dibahas oleh para ahli dan praktisi hukum kita, namun hingga sekarang belum mencapai kata sepakat. Yang menjadi pembahasan utama RUU KUHP tersebut adalah pasal-pasal baru yang memuat ketentuan hukum pidana Islam (HPI). Sebagian masyarakat kita masih keberatan untuk memberlakukan ketentuan HPI di negara kita. Berbagai argumen diajukan agar HPI tidak dapat diberlakukan di tengah-tengah masyarakat kita. Hingga akhir ini belum ada kepastian tentang pemberlakuan RUU KUHP nasional yang memuat ketentuan HPI tersebut.Kata Kunci : Pidana Islam, Hukum, BerlakuABSTRACTThe majority of Indonesian people are Muslim, basically fighting for Islamic law for Muslims is a must for him. One of the forms is by trying to impose Islamic criminal law as a solution to the legal impasse that is considered at the present time. The initial effort in fighting for the formalization of Islamic law was a codification of the provisions of Islamic civil law, such as marriage and inheritance, in the system of national legislation. The next step to enforce Islamic criminal law has yet to materialize. Various efforts have been made to realize the national criminal law that can accommodate the aspirations of Muslims who are the majority population in this country. The government has submitted a draft containing the national Criminal Code Bill. This draft has been discussed for years by experts and our legal practitioners, but until now has not reached an agreement. The main discussion of the Criminal Code Bill is the new articles which contain provisions on Islamic criminal law (HPI). Some of our people still object to enforce HPI provisions in our country. Various arguments were put forward so that HPI could not be applied in the midst of our society. Until now, there has been no certainty regarding the enactment of the national Criminal Code Bill which contains the provisions of the HPI.Keywords: Islamic Crime, Law, Applies
SEKUFU DALAM KONTEKS HUKUM KELUARGA MODERN Rafida Ramelan
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v4i1.7560

Abstract

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan keluarga. Dalam membentuk sebuah keluarga, sebelum terjadinya perkawinan hendaknya calon suami dan istri saling mengenal pasangannya satu sama lain. Keserasian dan keseimbangan antar pasangan sangat dibutuhkan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Hal ini dapat dilakukan sejak tahap peminangan, yakni saat  seseorang menentukan siapa yang pantas untuk dijadikan sebagai pendamping hidupnya. Keserasian dan keseimbangan dalam Islam dikenal dengan istilah kufu’ atau kafa’ah. Di era modern ini tidak jarang kita temukan problem rumah tangga yang diakibatkan adanya perbedaan yang mencolok diantara keduanya dalam berbagai hal, baik dari sisi agama, ras, status sosial, dan sebagainya. Kriteria sekufu dalam Islam pada dasarnya hanya meliputi faktor harta, keturunan, kecantikan dan agama. Namun seiring berjalannya waktu, konsep ini berkembang menjadi beberapa faktor seperti usia, pekerjaan, pendidikan, bahkan organisasi keagamaan. Pasangan yang tidak sekufu seringkali menjadi pemicu terjadinya perselisihan di antara keduanya. Sebaliknya, pasangan yang sekufu akan sangat membantu proses sosialisasi menuju tercapainya kebahagiaan keluarga, yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.  ABSTRACT          Islam shows great concern for the welfare of the family. In forming a family, prior to marriage, the prospective husband and wife should know each other's partners. Harmony and balance between partners is needed in navigating the household ark. This can be done from the apprenticeship stage, which is when a person determines who is worthy of being his life companion. Harmony and balance in Islam is known as kufu 'or kafa'ah. In this modern era, it is not uncommon for us to find domestic problems that are caused by a striking difference between the two various things, both in terms of religion, race, social status, and so on. The criteria for kufu’ in Islam basically only include the factors of wealth, heredity, beauty and religion. However, over time, this concept has developed into several factors such as age, occupation, education, and even religious organizations. Unbalanced couples often lead to disputes between the two. Meanwhile, a balanced couples will greatly assist the socialization process towards family happiness, namely the sakinah, mawaddah and rahmah families.
PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH MASSAL PASANGAN SUAMI ISTRI TANPA AKTA NIKAH DI KABUPATEN LUWU UTARA Muhammad Yunus
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v1i2.3898

Abstract

Itsbat Nikah merupakan suatu upaya mensahkan pernikahan yang telah dilangsungkan dengan tidak dicatatkan oleh lembaga yang berwenang untuk itu, dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga perkawinan yang semula tidak diakui secara administratif kenegaraan, dapat menjadi sah dan diakui secara yuridis dan administratif. Dalam pelaksanaan yang harus dilakukan apabila seseorang akan mengajukan itsbat nikah adalah pemohon membawa surat keterangan dari Rumah Tangga, Rumah Warga, dan Kepala Desa setempat. Kemudian mengajukan permohonan secara tertulis yang memuat identitas pemohon, alasan-alasan pengajuan itsbat nikah maupun secara lisan. Kemudian membayar uang muka biaya perkara.  Dalam memeriksa dan memutus perkara itsbat nikah yang terjadi setelah tahun 1974, salah satu contohnya pada penetapan itsbat nikah massal ini, hakim mempergunakan Pasal 7 Ayat (3e) Kompilasi Hukun Islam dalam mengabulkan pemohonan. Dalam pelaksanaan istbat nikah di Luwu Utara berhasil mengurangi pernikahan tanpa akta nikah dilihat dari tahun 2014-2016, tahun menurut 46 sampai 21 pasangan pasangan.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FASILITATOR PERBUATAN ZINA Dudi Badruzaman
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v3i2.6367

Abstract

ABSTRACTAdultery is now not just an individual act anymore, but has become an "industry" with localization both legal and illegal. In this case many actors are involved in it such as the presence of pimps, sex brokers, providers of places, delivery people, etc. They can be referred to as the facilitator of adultery / obscenity, in addition to the adulterer itself. The purpose of this study is to find out the views of jurisprudence fiqh towards facilitators of assault and sanctions for them. , this study shows that the facilitators of immoral acts are jarimah acts and are included in ta'zir jarimah's part. Judging from the concept of participation, the facilitator of obscene acts includes participating indirectly and depending on the case, can by way of agreement, inciting (ordering), or giving assistance. The sanction for the facilitator of this obscene act is the sanction of ta'zir, the light weight become state rights in accordance with the demands of benefit.Keywords: Islamic Law, facilitator, Zina. 
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MENJADI KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOM0R 93/PUU-X/2012 Redi Hadiyanto
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v3i1.5644

Abstract

ABSTRACTThis research is motivated by the phenomenon of the Sharia Economic Dispute Settlement which could initially be resolved in a religious court also in the general court. There is no legal certainty. While the legal certainty of each citizen is guaranteed and regulated in the 1945 constitution article 28D paragraph (1), in that article states that the state guarantees the legal certainty of each citizen. The purpose of this study is to understand about the elimination of the explanation of article 55 paragraph 2 of law number 21 years, to reassure the certainty of the law, then law number 21 of 2008 must be tested materially to the Constitutional Court to guarantee the legal certainty of every citizen. The method used in this research is content analysis, namely analyzing the Constitutional Court Decision Number 93 / PUU-X / 2012. In addition, this research also uses sociological and normative-juridical approach. The results showed that the Constitutional Court granted the material test petition submitted by the petitioners, with the result of Constitutional Court decision number 93 / PUU-X / 2012, that the explanation of article 55 paragraph 2 of law number 21 of 2008 was abolished because it did not guarantee the legal certainty of every citizen country. So that after the ruling of the constitutional court is ratified, the Sharia Economic Dispute Settlement case becomes the absolute authority of the religious court, it cannot be processed and decided outside the religious court.Keywords: Sharia Economic Dispute Settlement, Religious Courts 
ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KOTA CIAMIS TENTANG DISPENSASI NIKAH Dudi Badruzaman
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v2i2.4797

Abstract

Abstrak Dalam pernikahan usia muda dimana kedewasaan fisik dan rohani masih labil atau kurang, sering timbul goncangan-goncangan dalam kehidupan berumah tangga, ini disebabkan karena kurangnya kesiapan mental dan masih belum masak jiwa raganya untuk membina rumah tangga sehingga tidak jarang terjadi pertengkaran, kesalahpahaman atau selisih pendapat antara keduanya tidak jarang berujung pada perceraian. Memang secara umum tidak ada seorang pun yang menginginkan pernikahannya berakhir dengan suatu perceraian, namun demikian sering kali lingkungan yang berbeda, serta perbedaan-perbedaan yang sifatnya pribadi mengakibatkan perkawinan tidak bisa dipertahankan lagi keutuhannya. Itulah sebabnya penetapan Peradilan Agama tentang dispensasi pernikahan menjadi amat penting.Kata Kunci: Konsep Keadilan Hukum, Hukum Waris, Hazairin 
HAK HADHANAH DALAM PERCERAIAN KARENA PINDAH AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Ramdan Fawzi
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v1i2.4106

Abstract

ABSTRAK Salah satu akibat hukum dari putusnya perkawinan karena perceraian adalah terhadap hak asuh anak yang dalam litelatur fikih disebut hadhanah. Istri mendapatkan legitimasi syariah lebih berhak mendapatkan hadhanah sampai anak usia tujuh tahun. Kendati demikian orang yang melakukan hadhanah memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam hukum Islam. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam belum mengatur syarat ke-Islaman bagi yang melakukan hadhanah. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumhur Ulama mensyaratkan ke-Islaman bagi orang yang hendak melakukan hadhanah demi tercapainya maksud syariah yaitu menjaga agama (hifzh al-din) dan menjaga keturunan (hifzh al-Nasl). Kata Kunci: Hadhanah, Cerai, Hukum Islam ABSTRACT One of the legal consequences of a marriage break because of divorce is the custody of children in fiqh litelatur called hadhanah. The wife gets the legitimacy of sharia more entitled to get hadhanah until the seven-year-old child. Even so, those who carry out hadhanah fulfill the conditions set out in Islamic law. Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and Presidential Instruction No. 1 of 1991 concerning Compilation of Islamic Law has not set Islamic requirements for those who have hadhanah. From the results of the study it can be seen that the majority of Ulama requires Islamization for people who want to do hadhanah in order to achieve the purpose of sharia, namely maintaining religion (hifzh al-din) and guarding descendants (hifzh al-Nasl). Keywords: Hadhanah, Divorce, Islamic Law 
ISLAM DAN GENDER: RELEVANSI PEMBAHARUAN ISLAM BIDANG KELUARGA DAN TUNTUTAN EGALITER Hijriatu Sakinah; Suyuti Dahlan Rifa'i
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v4i1.7017

Abstract

AbstrakHukum Jahiliyyah pra-Islam bersifat patriarki, diskriminatif, dan zalim, Islam hadir merubah bahkan menghapus tradisi-tradisi buruk yang telah mengakar kuat dalam masyarakat pra-Islam. Karakter Islam bertolak belakangan dengan tradisi Jahiliyyah. Islam menjunjung tinggi persamaan dan kesetaraan sebagaimana tertuang dalam al-Quran dan hadis. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data-data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis. Secara teoritis al-Quran mengandung prinsip kesetaran antara laki-laki dan perempuan, kelahiran Islam sebagai rahmatan lil alamin memberikan hak-hak dalam Perkawinan, Mahar Poligami, Waris  bagi perempuan, sehingga Islam mengubah budaya patriarki (otoritas suami) menjadi peradaban yang bersifat egaliter. Pembaharuan Islam di bidang keluarga tersebut sejalan dengan tuntutan egaliter antara perempuan dan laki-laki (suami dan istri).  AbstractThe pre-Islamic law was patriarchy, discriminatory, and despotic. Islam was present to change and even expunge a immoral traditions that were existing in past era. Islamic characters contradicted to the ignorance tradition. Islam upholds equality as stated in the Quran and hadith. The method used is library research and using a qualitative approach. The data obtained were analyzed using descriptive analysis techniques. Theoretically, the Qoran contains the principle of equality between men and women, the come of Islam as rahmatan lil alamin provides rights in marriage and inheritance for women. Thus, Islam changed the patriarchal culture (husband's authority) into an egalitarianism. Islamic reform in the family sector is regarded with egalitarian demands between women and men (husband and wife).Keywords: Islamic Reform, Family, Egality, Husband, Wife.
HADIS GERHANA DAN WAFATNYA IBRAHIM IBN MUHAMMAD Ahmad Ainul Yaqin; Fahmi Fatwa Rosyadi Satria Hamdani
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 1, No 1 (2018)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v1i1.3349

Abstract

Selama periode Nabi Muhammad SAW, yaitu pada kurun waktu 610-632 M, gerhana matahari telah terjadi delapan kali, yaitu empat kali terjadi pada periode Mekah dan empat kali terjadi pada periode Madinah. Gerhana terjadi bukan karena kematian atau kehidupan seseorang, melainkan suatu tanda atas kebesaran dan keagungan Allah. Gerhana terbagi menjadi dua yaitu gerhana matahari atau disebut dengan kusuf asy-syams, dan gerhana bulan atau disebut dengan khusuf al-qamr. Ketika terjadi fenomena gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan maka seorang muslim disyariatkan untuk melaksanakan ibadah shalat gerhana. Gerhana matahari pernah terjadi pada zaman Nabi SAW yaitu ketika meninggalnya putera beliau Ibrahim Ibn Muhammad. Para ahli hadis dan ahli astronom berbeda pendapat terkait waktu meninggalnya Ibrahim Ibn Muhammad, namun berdasarkan riwayat-riwayat hadis dan data astronomi diketahui bahwa Ibrahim Ibn Muhammad meninggal pada hari senin 27 Januari 632 M atau 29 Syawal 10 H dengan usia 1 tahun 10 bulan (22 bulan).