cover
Contact Name
Imam Akhmad
Contact Email
jurnallayar.filmtv.isbibdg@gmail.com
Phone
+6285724844134
Journal Mail Official
jurnallayar.filmtv.isbibdg@gmail.com
Editorial Address
Jl. Buah Batu No.212, Cijagra, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat 40265
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam
ISSN : 24077992     EISSN : 28285379     DOI : http://dx.doi.org/10.26742/layar
Core Subject : Education, Art,
LAYAR merupakan jurnal ilmiah pada bidang seni media rekam. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Jurnal ini terfokus ke dalam tulisan yang diangkat dari hasil kajian dan penelitian di bidang media rekam: 1) Film. 2) Televisi. 3) Fotografi. 4) Animasi. 5) Broadcast.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL" : 6 Documents clear
KAJIAN KARAKTERISTIK PSIKOLOGI DALAM FILM KOREA SWEET & SOUR Ajeng Ayu Milanti; Abdullathif Mahbub
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2422

Abstract

KONSEP PENCIPTAAN FILM WAYANG HOROR BEKASAKAN Muhammad Naufal Fawwaz
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2416

Abstract

ABSTRACT Bekasakan is a horror movie that uses shadow puppets as the object of its character. This work aims to create a new genre in the shadow puppets of Java, especially in packaging horror themes as special performance plays. Based on puppet performances which were later adapted into a movie perspective, this work is one of the most attractive offers for teh shadow puppets. The novelty of this work is the formation of the demonic figure of Mahakali, which is realized by depicting a strange anatomy of the body and at the same time giving the audience a scary impression. In addition to the formation of the devil Mahakali figure, the application of rules in film is also worked out in such a way as to produce a film work that can give the impression of horror to the audience. It is hoped that the works of secondhand horror puppet films will become an offer or a new style in the world of puppet creativity as well as being a useful contribution to the development of arts and sciences. ABSTRAK Bekasakan merupakan sebuah karya film horor dengan menggunakan media wayang kulit sebagai objek pemerannya. Karya ini bertujuan untuk menciptakan sebuah genre baru dalam dunia pewayangan terutama dalam mengemas tema-tema horor sebagai lakon pertunjukan secara khusus. Berpijak dari pertunjukan wayang yang kemudian diangkat ke dalam perspektif film menjadikan karya ini sebagai salah satu tawaran menarik bagi dunia pewayangan. Kebaruan dari karya ini adalah pembentukan sosok setan Mahakali yang direalisasikan dengan penggambaran anatomi tubuh yang aneh sekaligus memberi kesan seram bagi penonton. Selain terbentuknya sosok setan Mahakali juga penerapan kaidah-kaidah dalam perfilman digarap sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu garap karya film yang dapat memberi kesan horor bagi pernonton. Karya film wayang horor bekasakan diharapkan dapat menjadi tawaran atau gaya baru dalam dunia kreativitas pewayangan sekaligus dapat menjadi sumbangan berguna bagi perkembangan ilmu seni dan ilmu pengetahuan.
PERSEPSI MANUSIA TERHADAP TEKNOLOGI DALAM FILM BLACK MIRROR SERIES 3 BERJUDUL NOSEDIVE (KAJIAN MANUSIA SATU DIMENSI HERBERT MARCUSE) Meylfin Ridona; Rufus Goang Swaradesy
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2417

Abstract

ABSTRACT Human who controls information and media, then they will be able to control the world because the development of information media technology can reduce the various dimensions that exist in human life and society. This research uses descriptive qualitative methods. The primary data source in this study is the Black Mirror series 3 film titled Nosedive. Data collection techniques are carried out by reviewing films and then analyzing the data obtained. This analysis knife uses the one-dimensional man Herbert Marcuse. The result of this research is that the power of media and consumption shown in the Black Mirror 3 film titled Nosedive, can shape and transform human reality into a popular reality based on ratings (stars) alone. Technology in the form of media provides a view that progress is always close to the anxiety caused. Marcuse reminded that it is important for humans to continue to place the ability of ratio and conscience to keep from being human beings who see from one dimension only. ABSTRAK Manusia yang menguasai informasi dan media, maka ia akan dapat mengendalikan dunia. Pernyataan ini bukan tanpa dasar, karena perkembangan teknologi media informasi dapat mereduksi berbagai dimensi yang ada dalam kehidupan manusia dan kemasyarakatannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah film Black Mirror series 3 berjudul Nosedive. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan review film dan selanjutnya dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh. Pisau analisisnya menggunakan manusia satu dimensi Herbert Marcuse. Hasil dari penelitian ini adalah kekuatan media dan konsumsi yang ditunjukkan dalam film Black Mirror 3 berjudul Nosedive, dapat membentuk dan mengubah realitas manusia menjadi realitas populer berdasarkan rating (bintang) semata. Teknologi dalam wujud media memberikan sebuah pandangan bahwa kemajuannya selalu berdekatan dengan kegelisahan yang ditimbulkan. Marcuse mengingatkan bahwa penting bagi manusia untuk terus menempatkan kemampuan rasio dan hati nurani untuk menjaga supaya tidak menjadi manusia yang melihat dari satu dimensi saja (one dimensional man).
NILAI RELIGIUS PADA PROSES EKRANISASI NOVEL RANAH 3 WARNA KE DALAM FILM Annisa Hanif; Imam Akhmad
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2418

Abstract

ABSTRACT Sjuman Djaja said that the ecranization of film can occur when a novel "lives and talks" with the director, teasing his "artistic glands". Unlike the movies. Movie viewers are presented with live, concrete, and visual images, as if the audience is watching real objects or things. Thus, encryption means a change in the enjoyment process, namely from reading to watching, the audience itself changes from a reader to a spectator. This study is also based on the idea that there are more and more films based on novels. This study uses a descriptive-qualitative method. The results of the study show that several films still retain story ideas, plots, and a number of events from the ecranized novels. However, there are not a few films that experience plot changes and a number of events from the story in the novel. ABSTRAK Sjuman Djaja mengatakan bahwa ekranisasi film bisa terjadi ketika suatu novel “hidup dan berbicara” dengan sutradara, menggoda “kelenjar artistiknya”. Berbeda dengan film. Penonton film disuguhi gambar-gambar hidup, konkret, dan visual, seakan-akan penonton sedang menyaksikan barang-barang atau benda-benda yang sesungguhnya. Dengan demikian, enkranisasi berarti terjadinya perubahan pada proses penikmatan, yakni dari membaca menjadi menonton, penikmatnya sendiri berubah dari pembaca menjadi penonton. Kajian ini juga dilandasi pemikiran semakin banyak muncul film-film yang diangkat dari novel. Kajian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa beberapa film masih mempertahankan ide cerita, alur, dan sejumlah peristiwa dari novel yang diekranisasi. Namun, tidak sedikit pula film yang mengalami perubahan alur dan sejumlah peristiwa dari kisah dalam novel.
IMPLEMENTASI GAYA PENYUTRADARAAN EXPOSITORI DALAM FILM DOKUMENTER “SEMUT IBRAHIM” Fathira Deiza Aldarubi
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2419

Abstract

ABSTRACT The activity of 99 Home Improvements for Widows of the Elderly is a social movement carried out by Semut Ibrahim Kompassmatic. This activity contains a noble culture of gotong royong, social interaction that shows cooperation between individuals and between groups and forms positive values that strengthen mutual trust to cooperate in dealing with problems of common interest. The main purpose of this movement is to awaken the spirit of mutual cooperation in the community, because mutual cooperation for Semut Ibrahim is a national germplasm that must be maintained, cared for, and passed on. The creation of this documentary film was initiated through research using qualitative methods followed by stages including pre-production, production and post-production. Documentary film directing applies expository Documentary which relies on logical information, presented through text or sound. The presence of images or visuals is only a support. Images are presented as illustrations, amplify sound, build drama, or are presented as contradictions with sound. The production of the Semut Ibrahim documentary film is the author's attempt to introduce the “99 Movement for the Surgery of the Semut Ibrahim Widow House” and to interpret the mutual cooperation culture contained therein. Film work, it is hoped that the data will inspire the community that fellow human beings can jointly create solidarity to help each other alleviate the suffering of people in need. ABSTRAK Gerakan 99 Bedah Rumah Janda Jompo merupakan gerakan sosial yang dilakukan oleh Semut Ibrahim Kompassmanic. Aktifitas ini mengandung budaya luhur gotong royong, interaksi social yang menunjukan bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok serta membentuk nilai-nilai positif yang memperkuat rasa saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Tujuan utama gerakan ini untuk membangkitkan semangat gotong royong masyarakat, karena gotong royong bagi Semut Ibrahim merupakan plasma nutfah kebangsaan yang harus dijaga, rawat, dan diwariskan. Penciptaan film documenter ini dimulai melalui penelitian dengan metode kualitatif dilanjutkan dengan tahapan meliputi pra produksi, produksi dan paska produksi. Penyutradaraan film dokumenter menerapkan Dokumenter ekspositoris yang bersandar pada informasi logis, disajikan melalui teks maupun suara. Kehadiran gambar atau visual merupakan pendukung saja. Gambar dihadirkan sebagai ilustrasi, memperkuat suara, membangun drama, ataupun dihadirkan sebagai kontradiksi dengan suara. Produksi Film dokumenter Semut Ibrahim merupakan upaya penulis untuk memperkenalkan “Gerakan Bedah 99 Rumah Janda Jompo Semut Ibrahim” serta memaknai budaya gotong royong yang terkandung di dalamnya. Karya Film, diharapkan data mengsinspirasi masyarakat bahwa sesama manusia bisa bersama-sama mewujudkan solidaritas membantu sesama meringankan penderitaan hidup masyarakat yang membutuhkan.
ANALISIS VIDEO CLIP TONGTOLANG SAMBASUNDA DALAM PERSPEKTIF SEMIOTIKA ROLAND BARTHES Anggit Surya Jatnika
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 9, No 2 (2022): NILAI, ISU, DAN KREATIVITAS DALAM KARYA AUDIOVISUAL
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/layar.v9i2.2420

Abstract

ABSTRACT This study analyzes the audio-visual video clip of Tongtolang Sambasunda. The purpose of this study is to reveal the symbols in the Tongtolang Sambasunda video clip. Video clip is one of the symbolic communication media that functions as a conveyer of information to the public. This study uses Roland Barthes' symbolic approach, namely the "subject" of art experience, which remains and persists, is not the subjectivity of the person experiencing it, but the work itself. From the research results it is known that understanding (subtility intelligence), explication (subtility expicandi), and application (subtility applicandi) of the Tongtolang Sambasunda audio-visual video clip are paradoxical expressions of the lyrics of the Tongtolang song. That when the father character falls into the world of polygamy, he is actually rising because he managed to get the young girl he wanted. Man falls to the top, that is, opposes or denies the truth that he has so far adhered to, and he begins to struggle to find that "way up". When he falls, he is actually rising, Paradox. ABSTRAK Penelitian ini menganalisis audio visual video clip Tongtolang Sambasunda. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap simbol dalam video clip Tongtolang Sambasunda. Video Clip merupakan salah satu media komunikasi simbolik yang berfungsi sebagai penyampai informasi terhadap publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan simbolik Roland Barthes yaitu "Subjek" pengalaman seni, yang tetap dan bertahan, bukanlah subjektivitas orang yang mengalaminya, melainkan karya itu sendiri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemahan (subtilitas intellegendi), eksplikasi (subtilitas expicandi), dan aplikasi (subtilitas applicandi) dari audio visual video clip Tongtolang Sambasunda merupakan ungkapan paradoks dari syair lagu Tongtolang. Bahwa ketika tokoh Bapa jatuh ke dalam dunia poligami sesungguhnya ia sedang naik ke atas karena berhasil mendapatkan gadis muda yang diinginkan. Manusia jatuh ke atas, yakni menentang atau menyangkal kebenaran yang selama ini dianutnya, dan mulailah ia berjuang untuk menemukan “jalan ke atas” itu. Ketika ia jatuh, sebenarnya ia sedang naik, Paradoks.

Page 1 of 1 | Total Record : 6