cover
Contact Name
Maya Nuriya Widyasari
Contact Email
medica.hospitalia@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
medica.hospitalia@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Medica Hospitalia
ISSN : 23014369     EISSN : 26857898     DOI : https://doi.org/10.36408/mhjcm
Core Subject : Health,
Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan RSUP Dr. Kariadi dan menerima artikel ilmiah dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang diharapkan dapat menjadi media untuk menyampaikan temuan dan inovasi ilmiah dibidang kedokteran atau kesehatan kepada para praktisi dan akedemisi di bidang kesehatan dan kedokteran.
Arjuna Subject : -
Articles 446 Documents
DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN STROKE DI RUANG SARAF RSUP DR. KARIADI SEMARANG Budi Wurtiningsih
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.067 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.42

Abstract

Latar belakang: Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 mencatat bahwa kasus tertinggi stroke terdapat di Kota Semarang yaitu sebesar 4.516 (17,36%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke di kota lain. Pada pasien stroke, dukungan keluarga berperan sangat penting untuk membantu dalam proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien yang sangat membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhka dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui fenomena dukungan keluarga pada pasien stroke Metode: Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Sampel adalah keluarga dengan penderita stroke yang dilakukan secara purposive sampling. Responden berjumlah 5 orang dan bersedia menjadi informan. Teknik pengambilan data dengan cara wawancara mendalam. Hasil: Dukungan informasional yang diberikan keluarga memperlihatkan bahwa penyakit yang diderita pasien adalah stroke. Beberapa bentuk perhatian juga diberikan keluarga sebagai bentuk dukungan emosional. Keluarga juga memberikan dukungan instrumental, seperti membantu rentang gerak sendi, memberikan makan melalui selang, dan membantu pasien untuk melakukan pengobatan rawat jalan. Sedangkan dukungan penghargaan pada umumnya diberikan keluarga dalam bentuk sikap dan perhatian. Kesimpulan: Dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan. Kata kunci: Dukungan keluarga, keluarga, stroke, penelitian kualitatif
An infant with severe Pertussis: Case Report and literature review Ignatius Adi Poerwanto
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.141 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.43

Abstract

Background : Pertussis is an acute bacterial infection of the respiratory tract caused by Bordetella pertussis. Without immunization and adequate therapy, the disease will evolve to severe complication. The purpose of the case report was to describe the diagnosis and treatment of severe pertussis from a Papuan infant in remote mountainous area of Papua. Case report : A 5 months old male Papuan infant, lived in the mountainous area of Papua was admitted to the hospital after 1 week of cough. No history of DPT immunization. Physical examination revealed continuous coughing, sunken fontanel, sunken eyes, nasal flaring, chest retraction, and bilateral crackles. Laboratory examination showed white blood count was 87,600/µL, CRP 48 mg/dL, ASTO negative. He deteriorated and referred to ICU for Mechanical Ventilation. His bronchoalveolar lavage taken at day 10 confirmed Pseudomonas from the culture and Bordetella pertussis by the PCR. Discussion : Children lived in the Honai without enough ventilation at the area of low coverage of immunization are susceptible to pneumonia. This infant was treated with Erythromicin and Ceftriaxon on admission with the idea that they will cover broad spectrum of antibacterial, atypical pneumonia or Pertussis infection. The Sputum culture from bronchoalveolar lavage showed Pseudomonas resistant to Amoxillin and Erythromicin, but sensitive to Amikacin. This finding explains why there was no clinical improvement after 2 weeks of Erythromicin. After changing to Amikacin, the clinical condition improved in 7 days. Conclusions : On the area with low immunization coverage, the pediatrician should consider Pertussis as one of the possible etiology of pneumonia, and start treating early to get the better result and avoid severe complication. It recommeded that all countries should consider expanding vaccination strategies to include adding Pertussis booster doses to pre-school children (4-6 years old), to adolescent and to those specific adults that have the highest risk of transmitting Bordetella pertussis infection to vulnerable infants.
PEMERIKSAAN EEG UNTUK DIAGNOSIS DAN MONITORING PADA KELAINAN NEUROLOGI Aris Catur Bintoro
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 1 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1414.269 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i1.44

Abstract

Elektroensefalografi (EEG) adalah rekaman aktifitas listrik neuron otak. Fluktuasi arus listrik tersebut didapatkan dari perbedaan voltase yang diukur dari elektrode yang ditempel di kulit kepala (skalp), langsung dipermukaan kortek serebri, atau di dalam jaringan otak. Sejarah penggunaan alat EEG dimulai pada tahun 1924 dimana Hans Berger seorang ahli fisiologi dan psikiatri Jerman untuk pertama kali melakukan rekaman otak pada manusia . Penemuan ini dikonfirmasi dan dikembangkan oleh para ilmuwan berikutnya. Tercatat nama seperti Gibbs, Davis dan Lennox pada tahun 1935 menemukan gelombang inter iktal spike dan 3 Hz spike and wave complex pada absence seizure, serta Gibs dan Jasper menemukan gelombang interiktal spike sebagai petunjuk epilepsi fokal. Dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi, maka mesin / teknik pemeriksaan EEG mengalami kemajuan. Semula mesin EEG menggunakan teknik pen yang langsung mencetak di atas kertas, saat ini dengan komputer yang data listrik otak bisa diolah langung sehingga memungkinkan disusun dalam berbagai montage dalam satuan waktu yang sama. EEG merupakan salah satu alat diagnostik dan monitoring penting di bidang Neurologi, yang berfungsi menilai neurofisiologi neuron otak. Interpretasi klinik temuan EEG harus dikaitkan dengan kondisi pasien seperti gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang lain. Proses rekaman dan interpretasi hasil EEG ini membutuhkan supervisi dari seorang ahli elektroensefalografi.
Perkembangan Terapi Sel Punca (Stem Cell) Pada Penyakit Jantung: Masa Kini dan Masa Depan Idrus Alwi
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (958.197 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.47

Abstract

Penelitian terapi sel punca di dunia telah berkembang dengan pesat dalam beberapa dasa warsa terakhir, khususnya pada penyakit jantung seperti infark miokard akut, penyakit jantung koroner tahap akhir (PJTA) dan kardiomiopati. Di masa mendatang terapi sel punca dianggap sebagai batas akhir (final frontier) pengobatan berbagai penyakit. Oleh karena itu pengembangan terapi sel punca diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan dalam tatalaksana berbagai penyakit secara mendasar. Indonesia merupakan salah satu pelopor terapi sel punca pada infark miokard akut di Asia Tenggara dan merupakan salah satu negara pertama di Asia selain Hongkong yang menggunakan alat NOGA untuk pemetaan (mapping) dan injeksi sel punca pada otot jantung melalui kateterisasi pada PJTA. Sel punca termasuk embryonic stem cells (ESC), cardiac stem cells (CSCs) dan induced pluripotent stem cells (iPSs) dapat mengalami diferensiasi menjadi kardiomiosit dan dapat mengembalikan fungsi kontraksi jantung. Sel tersebut juga dapat berdiferensiasi menjadi sel endotel, memicu pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), mengembalikan sebagian sel otot jantung yang rusak menjadi tetap hidup, dan menghambat perluasan jaringan parut. Mekanisme lain terapi sel punca pada jantung yang saat ini banyak dianut adalah melalui efek parakrin. Terdapat beberapa metoda pemberian sel punca pada jantung yaitu intrakoroner, epikardial dan intravena. Penelitian di bidang kedokteran kardiovaskular regeneratif mengenai terapi sel punca akan terus berkembang di masa depan, termasuk mengenai jenis sel dan teknik terbaik pemberian sel punca.
Kemampuan Auditorik Anak Tuli Kongenital Derajat Sangat Berat dengan dan Tanpa Bantu Alat Dengar Dimas Adi Nugroho
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.479 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.49

Abstract

Latar belakang : Tuli kongenital merupakan salah satu penyebab kurang pendengaran pada anak. Deteksi dan intervensi dini diperlukan untuk anak tuli kongenital. Salah satu intervensi pada anak tuli kongenital adalah dengan pemakaian alat bantu dengar (ABD). Sebagian anak tuli kongenital tidak mau dan/atau tidak mampu memakai ABD. Penelitian ini pertujuan untuk menilai perbedaan skor kemampuan auditorik pada anak tuli kongenital derajat sangat berat dengan dan tanpa ABD. Metode : Penelitian belah lintang dengan kuesioner. Sampel penelitian adalah anak tuli kongenital berusia 2– 5 tahun, derajat sangat berat pada kedua telinga yang telah diperiksa BERA di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2009. Skor kemampuan auditorik dinilai dengan Infant-Toddler Meaningful Auditory Integration Scale (IT-MAIS). Dukungan keluarga dinilai dengan Family Participation Rating Scale. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan. Hasil : Sampel penelitian 20 anak, 11 laki-laki dan 9 perempuan, dengan ABD 10 anak dan tanpa ABD 10 anak. Rentang usia sampel 30–60 bulan (rata-rata 49,25 ± 7,41 bulan), rentang usia terdeteksi 6–37 bulan (rata-rata 27,10 ± 8,27 bulan). Rata-rata skor auditorik kelompok sampel dengan ABD 26,60 ± 8,80 sedangkan kelompok tanpa ABD 3,40 ± 1,84 (p=0,000). Kelompok dengan ABD memiliki 70% dukungan keluarga baik, kelompok tanpa ABD memiliki 10% dukungan keluarga baik. Simpulan : Skor kemampuan auditorik anak tuli kongenital derajat sangat berat dengan ABD lebih baik. Kata kunci : tuli kongenital, alat bantu dengar, kemampuan auditorik
Penurunan Nilai Ambang Dengar Penderita Keganasan Kepala Leher Yang Mendapat Kemoterapi Cisplatin dan Radiasi Eksternal Ferri Daniel; Wiratno -; Muyassaroh -
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.436 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.50

Abstract

Latar belakang : Cisplatin dan radiasi eksternal tunggal maupun kombinasi, memproduksi radikal bebas yang bisa menyebabkan kerusakan sel rambut organ korti dengan akibat penurunan nilai ambang dengar. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa penurunan nilai ambang dengar pada kelompok penderita keganasan kepala leher (KKL) yang mendapatkan cisplatin dan radiasi eksternal lebih besar dibandingkan kelompok yang hanya mendapat cisplatin saja. Metode : Penelitian randomized controlled trial pre-post test group design pada KKL selama 3 bulan. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi di klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang dibagi dua kelompok, yaitu cisplatin 2 seri+2000cGy radiasi eksternal (perlakuan) dan cisplatin (kontrol). Data meliputi nilai ambang hantaran tulang audiogram nada murni kedua kelompok. Analisis data dengan chi-square dan independent-sample t-test. Hasil : Terdapat 29 subyek terdiri dari 14 subyek kelompok perlakuan dan 15 subyek kelompok kontrol. Rerata nilai ambang kedua kelompok tidak berbeda bermakna (telinga kanan p=0,34; telinga kiri p=0,26). Penurunan nilai ambang dengar hantaran tulang kelompok perlakuan lebih besar dibanding kelompok kontrol dengan perbedaan selisih nilai ambang hantaran tulang bermakna (telinga kanan p=0,02 ; telinga kiri p=0,01 ). Simpulan : Penurunan nilai ambang hantaran tulang audiogram nada murni penderita KKL dengan terapi cisplatin dan radiasi eksternal terbukti lebih besar dibanding kelompok dengan terapi cisplatin saja. Kata kunci : Kanker kepala dan leher, cisplatin dan radiasi eksternal, hantaran tulang.
Pengaruh Kombinasi Vitamin C dan D Dosis Tinggi Terhadap System Hemopoetik Penderita Kanker Kepala Leher yang Mendapat Kemoterapi Cisplatin Yusuf Aminullah; Wiratno -; Neni Susilaningsih
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.967 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.51

Abstract

Latar belakang : Cisplatin dapat menyebabkan penurunan sistem hemopoetik akibat Radical oxygen spesies (ROS) pada penderita kanker kepala dan leher (KKL). Kombinasi vitamin C dan E dosis tinggi sebagai antioksidan dari luar diperlukan untuk menetralisir ROS. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa kombinasi vitamin C dan E dosis tinggi dapat mengurangi penurunan sistem hemopoetik penderita KKL akibat cisplatin. Metode : Penelitian eksperimental pre-post test design. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari klinik dan bangsal THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang dilakukan randomisasi blok, kemudian dibagi menjadi dua kelompok; kelompok perlakuan diberikan kombinasi vitamin C 1000 mg dan E 400 mg dan kelompok kontrol diberikan vitamin C 2x50 mg selama 5 minggu. Analisis data dengan chi square, paired t-test dan independent t-test. Hasil : Empat puluh delapan subyek memenuhi kriteria inklusi, usia terbanyak 50–59 tahun yaitu 35,6%, laki-laki dan perempuan 3 : 1, KNF 32(71,1%), stadium IV 27(60%). Terdapat penurunan hemoglobin dan lekosit yang bermakna antara kedua kelompok (p<0,05), sedangkan penurunan eritrosit dan trombosit tidak berbeda bermakna (p>0,05) Simpulan : Kombinasi vitamin C dan E dosis tinggi dapat mengurangi penurunan kadar hemoglobin dan jumlah lekosit penderita KKL akibat cisplatin. Kata kunci: Kombinasi vitamin C dan E dosis tinggi, cisplatin, sistem hemopoetik.
Tingkat Pengetahuan Pada Mahasiwa Tingkat Akhir FK Undip Tentang Partograf Gandita Anggoro; Julian Dewatingrum; Amalia Setiawati
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.871 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.52

Abstract

Latar belakang : Partograf sebagai alat untuk memantau kemajuan persalinan, akan membantu mendeteksi persalinan abnormal, mencegah partus lama dan partus macet. Pengetahuan partograf harus dimiliki setiap tenaga penolong kesehatan, termasuk dokter. Penilaian pengetahuan partograf perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan mahasiswa kedokteran dalam menangani suatu persalinan, dengan menggunakan partograf. Penilaian tersebut ditujukan terutama pada mahasiswa kedokteran tingkat akhir, sehingga bila didapati hasil yang kurang memuaskan, dapat dilakukan intervensi sebelum mereka lulus menjadi dokter umum. Metode : Penelitian observasional ini dilakukan dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yang telah dilakukan pada Juni-Juli 2011 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang akan lulus menjadi dokter pada tahun 2011, sebelum mengikuti kepaniteraan komprehensif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling. Sebanyak 97 data responden memenuhi syarat kriteria. Data yang didapat diverifikasi dengan data yang berasal dari bagian akademik FK UNDIP Semarang. Analisis data berupa analisis deskriptif, dengan penyajian data dalam bentuk tabel, grafik dan presentase tingkat pengetahuan. Hasil : Pengetahuan mahasiswa kedokteran tingkat akhir mempunyai rata-rata skor pengetahuan 15,74 (±2,23) dari total 20 pertanyaan, dengan presentase pengetahuan partograf adalah 78,7%. Hanya 17 (17,5%) mahasiswa yang dapat menulis dan menerapkan pengetahuan tersebut dengan benar kedalam simulasi kasus pengisian partograf. Simpulan : Pengetahuan pada mahasiswa kedokteran tingkat akhir tentang partograf sudah baik. Namun masih ada beberapa poin pengetahuan yang belum dipahami oleh mahasiswa. Pengetahuan dalam pengaplikasian partograf ternyata masih kurang. Kata kunci : partograf, pengetahuan, mahasiswa kedokteran, dokter umum
Pengaruh Operasi Katarak Insisi Lebar Terhadap Sensibilitas Kornea dan Kejadi Dry Eye Paramastri Arintawati; Norma Handojo; Siti Sundari Sutedja
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.448 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.53

Abstract

Latar belakang : Operasi katarak adalah salah satu operasi mata yang bertujuan untuk memperbaiki tajam penglihatan dengan tingkat kesuksesan cukup tinggi. Beberapa pasien mengeluhkan gejala dry eye setelah operasi, yang diduga disebabkan karena insisi pada operasi katarak dapat menurunkan sensibilitas kornea yang mengakibatkan dry eye. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat penurunan sensibilitas kornea pada penderita pasca operasi katarak dan hubungannya dengan kejadian dry eye. Metode : Penelitian quasi experiment, one group pre-post test design. Pemeriksaan sensibilitas kornea, Tear Break Up Time (TBUT), tes Schirmer I dan pengecatan rose bengal dilakukan sebelum operasi ekstraksi katarak ekstra kapsuler (EKEK), dan minggu II, bulan I, II dan III pasca operasi. Hasil : Didapatkan 70 mata, 40 laki-laki (57,1%) dan 30 perempuan (42,9%). Terdapat penurunan sensibilitas kornea yang bermakna antara pre dan pasca operasi pada seluruh kuadran (p<0,001). Terdapat penurunan TBUT yang bermakna antara pre dan pasca operasi (p<0,001). Tes Schirmer I meningkat bermakna pada minggu II pasca operasi dibandingkan pre operasi (p=0,003), kemudian menurun pada bulan II dan III pasca operasi namun penurunan tersebut tidak bermakna (p= 0,438 dan p=0,171). Skor rose bengal meningkat bermakna pada bulan I, II dan III pasca operasi (p= 0,021; 0,032 dan 0,004). Simpulan : Terdapat penurunan sensibilitas kornea yang bermakna pada penderita pasca operasi EKEK namun tidak berhubungan dengan perubahan hasil uji pemeriksaan dry eye. Kata kunci: Ekstraksi katarak ekstrakapsuler, sensibilitas kornea,dry eye.
Gangguna Tidur Pada Anak Palsi Serebral Hendriani Selina; Winres Priambodo; M Sakundarno
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 1 No. 2 (2012): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.752 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v1i2.54

Abstract

Latar belakang : Gangguan tidur bisa terjadi pada 25% anak normal. Tetapi pada anak anak palsi serebral (CP) yang sering mengalami keterlambatan pada berbagai aspek perkembangan, kejadian gangguan tidur lebih sering terjadi. Gangguan tidur memerlukan pemeriksaan polisomnogram yang tidak selalu dapat dilakukan di setiap pusat kesehatan karena keterbatasan sarana. Sebagai alternatif dapat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner Child's Sleep Habits Questionare (CSHQ) yang dikembangkan oleh Owen dari Amerika Serikat. Tujuan penelitian adalah mengetahui adanya gangguan tidur serta jenis gangguan tidur pada masing masing tipe palsi serebral. Metode : Penelitian deskriptif dilakukan di YPAC cabang Semarang bulan Maret sampai Juli 2006 pada anak palsi serebral usia 4–12 tahun. Digunakan kuesioner CSHQ dengan cut off point > 41 sebagai tanda bahwa terdapat gangguan tidur. Kuesioner diisi oleh orang tua atau pengasuh pasien. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil : Lima puluh anak masuk dalam kriteria inklusi, didapatkan 96% dengan gangguan tidur. Pada 41 anak palsi serebral tipe spastik didapatkan gangguan tidur dominan berupa sleep onset delay (65%), satu anak tipe diskinetik didapatkan bedtime resistance, dua anak palsi serebral tipe ataksik dengan sleep anxiety dan enam anak palsi serebral tipe campuran dengan parasomnias (83%). Simpulan : Sebagian besar (96%) anak palsi serebral menderita gangguan tidur. Berbagai tipe palsi serebral mempunyai gangguan tidur dominan yang berbeda. Kata kunci: gangguan tidur, palsi serebral, CSHQ

Page 2 of 45 | Total Record : 446