cover
Contact Name
Erni Agustin
Contact Email
media_iuris@fh.unair.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
media_iuris@fh.unair.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Media Iuris
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26215225     DOI : -
Core Subject : Social,
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS" : 7 Documents clear
Implikasi Putusan Mk Nomor 68/Puu-XV/2017 Terhadap Jaksa Penuntut Umum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Lutfia Nazla
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.446 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.10884

Abstract

Dalam penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum untuk lebih melindungi dan mengayomi anak diberlakukan pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan  Pidana Anak (SPPA) dengan kebijakan diversif sebagai bentuk keadilan restoratif. Aturan ini selaras dengan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child).  Konvensi tahun 1989 ini telah diratifikasi oleh lebih 191 negara, termasuk Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, seterusnya lahir peraturan perundangan lain yang berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest of the Child). Aturan itu antara lain dengan pendekatan diversif sebagai bentuk keadilan restoratif. Di sisi lain ada ancaman terhadap penegak hukum berupa sanksi pidana apabila tidak melakukan diversi terhadap perkara yang wajib diversi sebagaimana diatur Pasal 99, pasal 100 dan Pasal 101 UU SPPA. Namun pasal tersebut telah dibatalkan MK pada Maret 2013 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XV/2017 sebagai bentuk perlindungan terhadap penegak hukum yang bekerja melaksanakan tugasnya. Ini bukan berarti tidak melaksanakan prinsip diversi karena penjatuhan hukuman adalah termasuk dalam bagian pembinaan anak itu sendiri. Jurnal ini menguji Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 68/PUU-XV/2017 terhadap penuntut umum 
Kekuatan Pembuktian Akta Notaris yang Dibuat Oleh Notaris yang Sedang Diusulkan Untuk Diberhentikan dengan Tidak Hormat Selly Yashinta Theresa Laseduw
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.532 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11053

Abstract

Lembaga notariat merupakan suatu lembaga yang dibutuhkan masyarakat dalam pembuatan alat bukti bagi mereka yaitu berupa akta otentik. Profesi Notaris merupakan suatu jabatan kepercayaan yang bertanggung jawab. Namun demikian dilapangan dalam praktek seorang notaris terdapat bnyakpelanggaran yang terjadi, sebagaimana kasus yang menjerat salah satu Notaris di Kalimantan Tengah, dimana Notaris AP serta Masdundung dan AT melakukan pembuatan akta notaris illegal. Dalam kasus ini Notaris AP dijatuhkan Pidana Pasal 266 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, secara UUJN dan Kode Etik Notaris Notaris AP telah melanggar Pasal 16 ayat (1)huruf a UUJN. Terhadap pelanggaran tersebut yang dibuat oleh AP, ia harus bertanggung jawab secara pribadi dan dikeluarkan surat keputusan dari Majelis Pengawas Pusat yakni perihal usulan pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Timbul Persoalan ketika AP yang sudah mendapat surat usulan pemberhentian dengan tidak hormat namun tetap masih menjalankan aktifitas kantornya.
Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/Puu-XV/2017 Terkait Pembatalan Sanksi Pidana Terhadap Jaksa Penuntut Umum Dalam Penanganan Perkara Anak Berhadapan Dengan Hukum Harry Rachmat
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.53 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11156

Abstract

Penjatuhan sanksi pidana terhadap Jaksa Penuntut Umum diakarenakan tidak melakukan kewajiban mengeluarkan anak dari tahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012. Pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran administratif bukan merupakan suatu perbuatan pidana. Ancaman pidana terhadap perbuatan pelanggaran yang bersifatadministratif merupakan tanggungjawab bersama dengan lembagapemasyarakatn dalam hal penahanan seorang anak yang berhadapandengan hukum sangatlah tidak tepat dan error in iuris karena sanksi administratifmerupakan konsekuensi logis pertama yang harus didahulukan dari sanksipidana. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai Jaksa Penuntut Umum, adanya sanksi pidana terhadap jaksa dalam penanganan perkara anak berdampak buruk bagi kalangan jaksa. Banyak jaksa yang menghindar bahkan ketakutan dalam menangani perkara anak. Kebanyakan jaksa menolak jika ditunjuk untuk menangani perkara anak. Dengan status jaksa sebagai PNS sebagaimana diamanatkan dalam UU Kejaksaan, membuat profesi jaksa harus tunduk pula kepada UU ASN. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jaksa wajib menerapkan AUPB dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode etik prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per –014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Kode Prilaku Jaksa, Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhi tindakan administratif dengan tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman disiplin berdasakan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar. 
Peran Anak Sebagai Pemicu Terjadinya Tindak Pidana Persetubuhan Akhmad Heru Prasetyo
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.914 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11293

Abstract

Masalah korban adalah masalah manusia maka sudah sewajarnya apabila kita berpegang pada pandangan yang tepat mengenai manusia serta eksistensinya. Tidak ada seorangpun yang secara normal menghendaki dirinya dijadikan korban, sasaran ataupun obyek dari kejahatan. Tetapi, dari sisi korban, karena keadaan yang ada pada korban atau karena sikap dan perilakunyalah yang membuat pelaku terangsang untuk menjalankan niat jahatnya. Mereka yang dipandang lemah, baik dari sisi fisik, mental, sosial atau hukum relatif lebih memancing pelaku untuk melaksanakan kejahatannya. Tentu saja dengan melihat serta memahami pengertian serta penempatan posisi korban dengan semestinya maka, akan menghindari pemahaman-pemahaman yang keliru terhadap korban oleh masyarakat, maupun alat-alat penegak hukum serta lembaga pengadilan secara kusus.Korban dalam putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 285/Pid.Sus/2016/PN.Njk  termasuk kedalam jenis korban Provocative victims, yaitu mereka yang menimbulkan rangsangan terjadinya kejahatan. Jenis korban semacam ini merupakan korban yang aktif dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kejahatan. Ironisnya dalam putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 285/Pid.Sus/2016/PN.Njk., Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan jenis korban dan peran dari korban sehingga terjadi tindak pidana. Sedangkan dalam Putusan Nomor: 91/Pid.Sus/2018/PN.NJK. termasuk kedalam jenis korban Biologically week victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban. Berdasarkan duduk perkara sebagaimana putusan Nomor: 91/Pid.Sus/2018/PN.NJK. korban sudah berusaha menolak ajakan terdakwa, tetapi karena korban tidak berdaya karena kelemahan fisiknya sebagai seorang perempuan, akhirnya terdakwa dengan leluasa melakukan tindak pidana persetubuhan.
Eksekusi Putusan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Terkait Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Ika Mauluddhina
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.797 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11358

Abstract

Eksekusi putusan hakim dalam tindak pidana lingkungan hidup terkait limbah B-3 tidak diatur jelas dalam perundang-undangan. Dimana hal tersebut harus memenuhi kriteria menjamin keberlanjutan pemanfaatan dari makhluk hidup dan ekosistemnya. Dari negera berkembang sampai dengam negara maju limbah bahan berbahaya beracun (B3) mulai terbukti menimbulkan masalah karena dapat membahayakan lingkungan hidup. Masalah yang seringkali timbul adalah mengenai pelaksanaan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dilakukan oleh Jaksa selaku eksekutor. Bagaimana cara pelaksanaan dan biaya eksekusi belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara komphrehensif. Masalah besarnya biaya pengolahan limbah B-3 di negara-negara maju mungkin tidak menjadi masalah karena sudah jelas penaatan dan hukum yang tegas. Sebaliknya, tidak adanya biaya dalam pemusnahan limbah B-3 di negara-negara berkembang yang menjadi barang bukti di peradilan akan menyebabkan lemahnya penegakan hukum. Di sisi lain, bila B3 tersebut dirampas untuk dimusnahkan akan menimbukan pencemaran kembli di Indonesia. Keberadaan ekspor impor limbah B-3 antara negara maju dengan negara berkembang boleh dikatakan sudah berlangsung cukup lama sampai munculnya kembali kesadaran masyarakat internasional terhadap bahaya dari pencemaran limbah industri tersebut. Putusan hakim perkara tindak pidana lingkungan terkait barang bukti perkara impor limbah B-3 seharusnya adalah direekspor kembali ke negara asal dengan biaya dari impoter atau terdakwa bukan dirampas atau dimusnahkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran kembali di Indonesia. 
Tanggung Jawab Promotor Perseroan Terbatas Terhadap Kontrak Pra Inkorporasi Di Indonesia Xavier Nugraha; Ave Maria Frisa Katherina
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.694 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11814

Abstract

Ratification of a legal entity based on the issuance of a Decree of the Minister of Law and Human Rights requires a process that is not brief. Meanwhile, corporation which has not been ratified as a legal entity does not rule out the possibility that the promotors of corporation will carry out legal actions in the name of corporation. This journal aims to provide an explanation of the extent to which the liability of corporation and promoters on contracts made before corporation becomes a legal entity. The research methods in this study are conceptual approach and statute approach. Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies in Indonesia currently regulates the liability of promotors before corporation becomes a legal entity. From this journal, it will be known that liability which appears from pre-incorporation contract lies on promotor before corporation becomes a legal entity, but when the legal action has been approved by the General Meeting of Shareholders or has been stated in the deed of establishment, it will become corporate's actions, therefore the liability is also attached.
Pengelolaan Tanah Aset Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya) donny ferdiansyah sanjaya
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.45 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.13215

Abstract

Adanya berbagai masalah yang muncul dalam pengelolaan Kebun Binatang Surabaya, menggugah Pemerintah Kota Surabaya untuk hadir mengatasi hal ini dengan menetapkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perusahaan Daerah Kebun Binatang Surabaya, sebagai perusahaan daerah yang berwenang untuk mengelola Kebun Binatang Surabaya. Selanjutnya pada tanggal 13 Agustus 2014 Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan No. SK.677 / Menhut-II / 2014 yang menyatakan bahwa pemberian izin sebagai Lembaga Konservasi dalam Bentuk Kebun Binatang kepada PD. Taman Kebun Binatang Surabaya di Provinsi Jawa Timur. Namun, pada 20 Oktober 2016, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta melalui Putusan Nomor: 57 / G / LH / 2016 / PTUN. Jkt, yang termasuk salah satu putusan, menyatakan bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dibatalkan S.677 / Menhut-II / 2014 tentang Pemberian Izin sebagai lembaga konservasi dalam bentuk kebun binatang untuk PD. Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya di Provinsi Jawa Timur 13 Agustus 2014. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Makna pengelolaan aset tanah yang dimiliki oleh pemerintah daerah. (2) Rasio Putusan Rasio Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor: 57 / G / LH / 2016 / PTUN. Jkt. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada Perusahaan Kebun Binatang Kebun Binatang Surabaya untuk mengelola Kebun Binatang Surabaya, dimana Kebun Binatang Surabaya pada dasarnya merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya.

Page 1 of 1 | Total Record : 7