cover
Contact Name
Erni Agustin
Contact Email
media_iuris@fh.unair.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
media_iuris@fh.unair.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Media Iuris
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26215225     DOI : -
Core Subject : Social,
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS" : 9 Documents clear
Back Door Listing: Kewenangan Badan Usaha dan UMKM Untuk Melakukan Initial Public Offering Tanpa Melewati Proses IPO Yoga Partamayasa
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.19518

Abstract

Konsep hukum pasar modal sangat erat kaitannya dengan konsep hukum perseroan terbatas. Karena dalam melakukan proses pencatatan saham di bursa efek, salah satu persyaratan utamanya bahwa usaha tersebut harus berbentuk perseroan terbatas. Namun biaya untuk membuat sebuah perseroan tidak murah. Ditambah lagi dengan biaya pencatatan saham, biaya Due Diligence yang tidak sedikit serta prosesnya yang panjang. Hal ini mengakibatkan perusahaan yang masuk ke bursa efek didominasi oleh perusahaan dengan kapitalisasi besar. Sedangkan perusahaan startup dan usaha UMKM hampir tidak mungkin untuk dapat mencatatkan sahamnya di bursa efek. Konsep Back Door Listing adalah solusi yang dapat dilakukan bagi perusahaan dengan kapitalisasi kecil dan/atau UMKM untuk mencatatkan sahamnya di bursa efek. Diharapkan dengan mekanisme Back Door Listing kegiatan pencatatan saham di bursa efek sudah tidak didominasi lagi hanya oleh perusahaan dengan kapitalisasi besar, namun juga dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan yang memiliki kapitalisasi kecil dan/atau UMKM untuk masuk ke Pasar Modal.
Tindak Pidana Insider Trading Dalam Praktik Pasar Modal Indonesia Ardian Junaedi
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.19639

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kualifikasi Tindak Pidana Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam) menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap kasus Insider Trading Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan sedikit pendekatan kasus. Hasil penelitian artikel ini menunjukkan bahwa tindak pidana Insider Trading ini telah dikualifikasikan dengan jelas dalam Undang-Undang Pasar Modal yang jika perlu dapat pula dikombinasikan dengan Pasal 323 ayat (1) dan (2) KUHP mengenai tindak pidana pembocoran rahasia sehingga memberikan dasar hukum penindakan bagi para penegak hukum termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi kejahatan dalam praktik pasar modal di Indonesia yang nantinya berdampak pada kepercayaan investor untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Mengenai penegakan hukum kejahatan pasar modal selama ini masih dianggap lemah jika ditinjau dari salah satu kasus yang pernah ditangani oleh OJK  yakni PT. Bank Danamon Tbk, padahal instrumen hukum yang ada sudah cukup memadai untuk dilakukan penegakan hukum yang tegas.
Analisis Upaya Pemerintah Dalam Menangani Mudik Melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 Pada Masa Covid-19 Ainaya Nadine; Zulfa Zahara Imtiyaz
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.20674

Abstract

Covid-19 is a contagious disease that causes emergencies in the world including Indonesia. This situation causes all activities to be hampered, especially in terms of mobility that is needed to carry out activities. Transportation is an important tool in this regard. The government is demanding that as soon as possible take steps to prevent and control the spread of Covid-19, so a rule or regulation is needed. The spread of Covid-19 in Indonesia, which began in March 2020, continued until the Eid 1441 H took place. It has become a culture and tradition in Indonesia when Eid is to stay in touch with relatives and return to their hometown or usually called mudik. This of course requires a mode of transportation. To prevent the acceleration of the spread of the virus, the government issued a regulation on the prohibition of mudik through Permenhub No. 25/2020. The issuance of this regulation is a government preventive measure in handling Covid-19. However, this causes losses to prospective passengers who have already bought tickets for going home and those who hope to meet with their families. Regarding this, regulation must not only contain regulatory matters such as prohibitions and sanctions for those who violate them but also provide solutions to unwanted things such as compensation as a form of liability. However, whether law enforcement and the application of this regulation are effective according to government directives or not.
Kewajiban Penyidikan Oleh Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Perusakan Hutan Syahrul Arif Hakim; Didik Endro Purwoleksono; Andi Surya Perdana
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.22493

Abstract

Penyidikan yang dilakukan oleh Penuntut Umum setelah Penyidik ( Kepolisian / PPNS ) tidak dapat melengkapi berkas perkara sebagaimana Pasal 39 huruf b UU No. 18 Tahun 2013 tidak dijelaskan lebih lanjut dalam pasal tersendiri maupun penjelasan tentang ruang lingkup kewenangan penyidikan tersebut serta dalam undang-undang juga tidak disebutkan apakah penyidikan oleh Penuntut Umum ini termasuk Penyidikan Lanjutan atau penuntut umum melakukan penyidikan dari awal. Penyidikan oleh Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana perusakan dilakukan dalam tahap yang dikenal istilahnya Pra Penuntutan. Tugas Penuntut Umum dalam tahap Pra Penuntutan yang awalnya melakukan tugas dan kewenangannya meneliti berkas perkara yang disampaikan penyidik dan selanjutnya memberikan petunjuk, berdasarkan perintah undang-undang wajib melakukan penyidikan dengan jangka waktu tertentu setelah penyidik tidak dapat menyelesaikan penyidikannya baik karena berkas perkara belum lengkap dan atau masa penyidikan yang dilakukan oleh penyidik selama 60 ( enam puluh ) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari telah habis dan jika kewajiban sebagaimana Pasal 39 tersebut tidak dilaksanakan, maka sesuai Pasal 42 UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ( P3H ) dapat dikenakan sanksi administratif
Karakteristik Pengawasan terhadap Penyidik Militer dalam Proses Peradilan Pidana Militer Agus Setiyawan Dwi Arianto
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.23039

Abstract

Hukum acara pidana militer memiliki karakteristik pengawasan terhadap penyidik yang berbeda dengan pengawasan terhadap penyidik yang ada dalam peradilan pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHAP, hukum acara pidana militer tidak mengenal sistem pengawasan eksternal atau praperadilan yang dilakukan pada penyidik dalam menjalankan proses penyidikan yang diatur dalam KUHAP, karena dalam lingkungan militer terdapat asas kesatuan komando yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Perdilan Militer. Jadi pengawasan terhadap penyidik dalam menjalankan proses penyidikan di lingkungan Peradilan Militer hanya berupa pengawasan internal yang dilakukan dalam organisasi TNI, dan bentuk pengawasan internalnya berupa pengawasan teknis. Jika tersangka dirugikan atas tindakan penyidik dalam menjalankan proses penyidikan militer yang semena-mena dan tidak sesuai prosedur penyidikan dalam hukum acara pidana militer, tersangka tetap dapat melakukan upaya melaui pengawasan internal yang ada dalam organisasi TNI itu sendiri atas tindakan penyidik militer tersebut dengan mengadukannya kepada atasan yang berhak menghukum (Ankum) sebagaimana bentuk pengawasan yang dimiliki Ankum, selain itu juga dapat mengadukan tindakan penyidik militer tersebut di proses persidangan dalam lingkungan Peradilan Militer.
Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Dilindungi yang Berimplikasi Tindak Pidana Pencucian Uang Ferna Lukmia Sutra
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.23046

Abstract

Satwa liar dilindungi merupakan sumber daya alam hayati yang perlu dijaga. Namun potensi sumber daya alam Indonesia mulai terganggu karena praktek perdagangan satwa liar dilindungi pada berbagai macam modus. Peningkatan kejahatan tersebut terjadi karena faktor ekonomi, lemahnya penegakkan hukum, permintaan pasar yang tinggi, dan pelaku memiliki jaringan nasional dan internasional. Regulasi terkait perdagangan satwa liar dilindungi yakni Undang-Undang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistemnya nampakanya belum mengakomodasi subjek pelaku korporasi dan efek jera. Lembaga penegak hukum perlu mengggunakan berbagai peraturan yang ada salah satunya menggunakan instrumen pencucian uang. Penelitian hukum ini membahas perdagangan satwa liar dilindungi sebagai tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang dan pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar dilindungi berimplikasi tindak pidana pencucian uang dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan pembahasan dapat diketahui bahwa beberapa praktek perdagangan satwa dilindungi sulit terdeteksi, salah satunya karena hasil tindak pidana telah masuk pada legal market. Hal ini menunjukkan pentingnya instrumen hukum untuk menjerat subjek pelaku yang memproses pencucian uang. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistemnya dapat memenuhi syarat sebagai tindak pidana asal di dalam tindak pidana pencucian uang. Pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar dilindungi dapat berimplikasi pada tindak pidana pencucian uang, sehingga Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat menjadi instrumen hukum untuk memberantas kejahatan ini.
Pertanggungjawaban Pidana Pengguna Jasa Prostitusi Online Winda Hayu Rahmawati
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.23047

Abstract

Di Indonesia, kegiatan prostitusi merupakan  suatu tindak pidana yang telah ada dari jaman dahulu hingga sekarang. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti media sosial, kegiatan prostitusi semakin mudah untuk dilakukan. Saat ini, masih belum ada ketentuan yang mengatur secara rinci perihal larangan kegiatan prostitusi. Kegiatan prostitusi hanya diatur dalam KUHP yang hanya dapat dikenakan pada mucikari saja. Sedangkan pihak lain seperti penyedia jasa dan pengguna jasa yang juga turut terlibat dalam melaksanakan kegiatan prostitusi masih belum ada pengaturan yang dapat menjerat keduanya. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, dilakukan penelitian dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Merujuk pada hasil dari penilitian yang dilakukan, berdasarkan hukum nasional Indonesia, pengguna jasa prostitusi online masih belum dapat dipertanggungjawabkan secara pidana sebab masih belum ada aturan yang dapat menjerat para pengguna jasa prostitusi. Pengguna jasa prostitusi online hanya dapat dipertanggungjawabkan melalui Pasal 55 tentang penyertaan dan melalui Peraturan Daerah di masing-masing daerah yang telah mengatur tentang kegiatan prostitusi. Sebab itu perlu adanya pembaharuan kebijakan hukum pidana agar penanggulangan terhadap kegiatan prostitusi online dapat lebih maksimal.
Front Matter Vol. 3 No. 3, Oktober 2020 Front Matter
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.23051

Abstract

Back Matter Vol. 3 No. 3, Oktober 2020 Back Matter
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i3.23052

Abstract

Page 1 of 1 | Total Record : 9