cover
Contact Name
Erni Agustin
Contact Email
media_iuris@fh.unair.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
media_iuris@fh.unair.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Media Iuris
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26215225     DOI : -
Core Subject : Social,
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS" : 10 Documents clear
Front Matter Volume 5 No. 3, October 2022 Front Matter
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Front Matter Media Iuris Vol 5 No. 3, October 2022
Back Matter Vol. 5 No. 3, October 2022 Back Matter
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Back Matter Vol. 5 No. 3, October 2022
Pembentukan Peradilan Khusus Penyelesaian Hasil Pemilihan Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Pemilu Serentak Nasional Mohammad Syaiful Aris
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.34154

Abstract

AbstractThe urgency of establishing a special court for resolving election disputes because this special court is an order of Law Number 8 of 2015 which must be formed before the implementation of the national simultaneous regional elections in 2024. Although, in its development, The Constitutional Court Decision Number 85/PUU-XX/2022, the Constitutional Court has the authority to examine and adjudicate cases of disputes over election results are no longer limited to “until the establishment of a special judicial body”, but will be permanent, because such a special judicial body will no longer be formed. However, this is considered less than ideal. This study aims to outline the urgency of a special judiciary for the resolution of regional head election results in the implementation of national simultaneous elections using conceptual and statutory approaches. The results showed that it is necessary to establish a special judicial model for national simultaneous elections, which is a special judiciary that is ad hoc under the general judicial environment of the Supreme Court. For the seat of the special judiciary for dispute resolution, the regional elections are placed on the High Court to resolve disputes over the results of elections in the province as is the model of the corruption court based in the provincial capital so that the budget for the establishment and management of this special judiciary is not too large. Keywords: Election; Election Law; Special Courts for Regional Head Elections. AbstrakUrgensi pembentukan peradilan khusus penyelesaian sengketa pilkada karena peradilan khusus ini merupakan perintah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang harus dibentuk sebelum pelaksanaan Pilkada serentak nasional tahun 2024. Walaupun, dalam perkembangannya Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022, Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan tidak lagi terbatas hanya “sampai dibentuknya badan peradilan khusus”, melainkan akan bersifat permanen, karena badan peradilan khusus demikian tidak lagi akan dibentuk. Tetapi, hal tersebut dirasa kurang ideal. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan urgensi peradilan khusus penyelesaian hasil pemilihan kepala daerah dalam pelaksanaan pemilu serentak nasional dengan menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dibentuk suatu model peradilan khusus untuk pemilu serentak nasional, yang merupakan sebuah Peradilan khusus yang bersifat ad hoc di bawah lingkungan peradilan umum pada Mahkamah Agung. Untuk tempat kedudukan Peradilan khusus penyelesaian sengketa Pilkada diletakan pada Peradilan Tinggi untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada di wilayah propinsi tersebut sebagaimana model pengadilan tindak pidana korupsi yang berkedudukan di ibukota propinsi sehingga anggaran untuk pendirian dan pengelolaan peradilan khusus ini tidak terlalu besar. Kata Kunci: Pemilu; Hukum Pemilu; Peradilan Khusus Hasil Pemilihan Kepala Daerah.
Dinamika Regulasi Penyadapan dalam Undang-Undang dan Putusan Mahkamah Konstitusi Tutik Nurul Ramdhan; Bambang Sugiri; Yuliati
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.34204

Abstract

AbstractThe regulation of wiretapping in Indonesia still contains many problems, such as provisions regarding wiretapping which are scattered in various laws and regulations. One example and its consequence is the decision of the Constitutional Court 70/PUU-XVII/2019 which annuls the provision regarding the requirement for a permit to the KPK supervisory board. This study aims to describe and analyze the dynamics of wiretapping arrangements in laws and decisions of the Constitutional Court. This study uses a normative juridical research method with a statutory approach and case studies in court decisions. The results show that in Indonesia there are no standard provisions regarding wiretapping procedures, all provisions in special crimes regulate wiretapping materials with different procedures and standards. The Constitutional Court’s constitutional considerations state that wiretapping is part of the criminal justice system which is a criminal procedural law regime that limits human rights, so it must have regulatory legal certainty and must also be specifically regulated in the provisions of the law. Keywords: Regulations; Wiretapping; Laws; Constitutional Court Decisions. AbstrakPengaturan penyadapan di Indonesia masih banyak mengandung permasalahan, seperti ketentuan mengenai penyadapan yang tersebar diberbagai peraturan perundang-undangan. Salah satu contoh dan akibatnya adalah putusan MK 70/PUU-XVII/2019 yang membatalkan ketentuan tentang keharusan izin kepada dewan pengawas KPK. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis dinamika pengaturan penyadapan dalam undang-undang dan putusan MK. Riset ini mempergunakan metode riset yuridis normatif yang berpendekatan perudang-undangan serta studi kasus dalam putusan pengadilan. Hasil riset menampilkan bahwasanya tidak di Indonesia tidak ada ketentuan baku mengenai prosedur penyadapan, seluruh ketentuan dalam tindak pidana khusus mengatur materi penyadapan dengan prosedur dan standart yang berbeda-beda. Pertimbangan konstitusional MK menyatakan bahwa penyadapan adalah bagian dari sistem peradilan pidana yang merupakan rezim hukum acara pidana yang membatasi hak asasi manusia, sehingga harus memiliki kepastian hukum regulasi dan juga harus diatur secara spesifik dalam ketentuan undang-undang. Kata Kunci: Regulasi; Penyadapan; Undang-Undang; Putusan MK.
Penerapan Konsep Trust of Land Dalam Sistem Hukum Agraria: Suatu Perbandingan Hukum Antara Indonesia dan Britania Raya Oemar Moechthar; Ardian Firmansyah Arifin
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.34969

Abstract

AbstractWhen we are talking about the use of land in Indonesia, as an agricultural country, Indonesia has many talented individuals who are more than capable of managing and cultivating the land. Unfortunately, most of these gifted people do not own the land themselves. Indeed, it is not because they do not want to, but because most land already has its owner. On the other hand, there are numerous unused and neglected lands in Indonesia on which the owner cannot manage and cultivate the land themselves. Such an unfortunate situation causes the purpose of the land to achieve prosperity and welfare for the common good of the people to be a meaningless cliché and practically unachievable. For the same situation, the United Kingdom has a concept of land management called the trust of land. This article aims to identify whether the legislators can adopt this concept into the sphere of Indonesian agrarian law where this adoption might achieve the aim of common welfare within Law Number 5 of 1960. This article will provide a conceptual illustration and advice to the legislators to minimise the number of unused and neglected land in Indonesia to actualise Article 33 Clause (3) of the Constitution for the land to be used for the most benefits of the people. Keywords: Control of Neglected Lands; Trust of Land; Land Law Comparison; Bank of Lands. AbstrakBanyaknya tanah-tanah telantar yang ada di penjuru Republik Indonesia membuat tujuan penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tidak tercapai. Dalam satu sisi, banyak rakyat yang tidak memiliki tanah untuk digarap bahkan untuk ditinggali, padahal mereka merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Melihat kondisi di atas, Britania Raya memiliki konsep pengelolaan lahan yang bernama trust of land. Tujuan dari penulisan artikel ini yakni apakah legislator Indonesia dapat mengadopsi konsep trust of land ke dalam sistem hukum agraria di Indonesia, sehingga pemanfaatan sumber daya agraria dapat lebih memberikan manfaat dan berkelajutan seperti yang diharapkan dari ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1960. Tujuan dari penulisan artikel ini yakni memberikan gambaran serta masukan kepada legislator dalam upaya meminimalisir tanah-tanah terlantar yang ada di Wilayah Republik Indonesia agar dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Konstitusi Indonesia. Kata Kunci: Pengendalian Tanah Terlantar; Trust of Land; Perbandingan Hukum Agraria; Bank Tanah.
Menggali Hakikat dan Makna Pidana Peringatan sebagai Pidana Pokok dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Trian Diarsa; Sarwirini
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.35865

Abstract

AbstractOne of the special things regulated in the SPPA Law is regarding the criminal warning to children, the legal problem of imposing a warning penalty is not optimal because there are no technical rules for law enforcement officers. In addition, the message behind the warning of a child has not been conveyed properly, especially regarding the nature and meaning and its relationship to the best interests of the child. This causes the imposition of a warning against children that can injure child protection efforts as contained in the SPPA Law. Using normative research methods, this research will explore the nature of the warning punishment as the main crime and its implementation against children. Keywords: Criminal Warning; Child Protection; SPPA Law. AbstrakSalah satu hal khusus yang diatur dalam UU SPPA ialah mengenai pidana peringatan kepada anak, permasalahan hukum penjatuhan pidana peringatan belum optimal lantaran tidak ada aturan teknis untuk aparat penegak hukum. Selain itu, pesan dibalik pidana peringatan anak juga belum tersampaikan dengan baik, khususnya tentang hakikat dan makna serta hubungannya terhadap kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini menyebabkan Penjatuhan Pidana Peringatan terhadap anak dapat menciderai usaha perlindungan anak sebagaimana terdapat dalam UU SPPA. Menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini akan menggali hakikat dari pidana peringatan sebagai pidana pokok serta implementasinya terhadap anak. Kata Kunci: Pidana Peringatan; Perlindungan Anak; UU SPPA.
Prinsip Pembuktian Perkara Tindak Pidana Pencucian Yang Berdiri Sendiri (Stand Alone Money Laundering) Defid Tri Rizky; Mochamad Kevin Romadhona
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.36098

Abstract

AbstractThis research will explain about the nature of the stand alone money laundering’s case handling and the substantiation’s formulation on the stand alone money laundering’s case handling in the future. The urgency of this research is the implementation of principle of proof on the crime of an independent money laundering. The arrangement of this research uses judicial normative method by analizing both the regulations on criminal law in Indonesia and the international provisions regulating the criminal act of money laundering. This research results that in the stand alone money laundering’s case handling can be executed independently without prior process of the prosecution and verdict on its predicate crimes, but in the substantiation’s process remain to need the availability of proof or evidences which can explain the relation between the property assets and the crime resulting those property assets, based on proofing’s principles provided in Article 183 Code of Criminal Procedure (KUHAP) and carried out using indirect evidential (circumstantial evidence). Thus, the provisions on the norms regulating the concept of stand-alone money laundering in the Law Number 8 Year 2010 concerning Prevention and Eradication of Criminal Act of Money Laundering needs to be reformulated. Keywords: Criminal Act; Money Laundering; Princple KUHAP 183; Stand Alone. AbstrakPenelitian ini akan membahas tentang hakikat penanganan perkara stand alone money laundering dan formulasi pembuktian terhadap penanganan perkara stand alone money laundering dalam penanganan perkara di masa yang akan datang. Urgensi penelitian ini adalah implementasi prinsip pembuktian atas tindak pidana pencucian uang yang yang berdiri sendiri. Penyusunan penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis peraturan-peraturan pidana di Indonesia maupun ketentuan-ketentuan internasional yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, penanganan perkara stand-alone money laundering merupakan penanganan perkara pencucian uang secara independen tanpa adanya penuntutan ataupun putusan atas tindak pidana asalnya terlebih dahulu, namun dalam pembuktiannya tetap dibutuhkan adanya bukti yang dapat menjelaskan adanya keterkaitan antara harta kekayaan dengan tidak pidana yang menghasilkan harta tersebut, berdasarkan prinsip pembuktian 183 KUHAP serta melalui bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Konsep stand-alone money laundering dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang perlu di reformulasi rumusannya. Kata Kunci: Tindakan Kriminal; Pencucian Uang; Prinsip KUHAP 183; Berdiri Sendiri.
Religious Basic Idea in Forming Non-Penal Policy to Countermeasures Supporter Anarchism Laras Astuti; Eko Soponyono; RB Sularto
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.36143

Abstract

AbstractThe background of this research is to analyze and formulate an ideal non-penal policy to countermeasures supporter anarchism based on religious values as contained in Pancasila. This is because the problem of supporter anarchism is no longer only solved through institutional punishment but must look for other “punishment” alternatives or “causative treatment” that are more internal in nature so that supporter anarchism can restore themselves and provide support to their football club properly. Especially if the main problem of supporter anarchism is caused by a misperception of understanding the implementation of fair play football, making them unfair and uncivilized supporters. Formulating a non-penal policy can be done as an answer to the weaknesses of the criminal justice system to countermeasures supporter anarchism. The policy will be carried out based on the religious ideas contained in Pancasila which reflects the identity and character of the Indonesian nation. This goal will be achieved by using normative research based on literature and legislation review with an emphasis on secondary data processing. Based on the research, it can be concluded that there are four basic religious ideas that can be used as a basis for countermeasures supporter anarchism, namely the domestication function as a tool to limit, the personalization function as a tool to make good and caring individuals, the compensation function as a tool to limit social conflict, and the function of innovation as a tool creative function to help resolve problems or conflicts. Keywords: Religious Idea; Non-Penal Policy; Supporter Anarchism.
Perkembangan Relasi Negara dan Agama Paska Reformasi Konstitusi Ferry Herlius; Donna Rumiris Sitorus
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.36810

Abstract

AbstractSpeaking of the number of religions in Indonesia, juridically, since the past until now Indonesia has not designated one particular religion as a state religion nor does it make Indonesia a religious state. The position taken by the Indonesian state is in line with the theory and conception of a symbiotic state, it can be seen with the emergence of laws that meet the needs of all religions in Indonesia. This paper will discuss the relationship between religion and the state in historical currents, as well as the guarantee of religious freedom in positive law and international conventions. The method used in discussing this matter is a normative research method, with primary legal materials consisting of laws and regulations and secondary legal materials consisting of literature literature. The approach used is a statute approach and a conceptual approach. The results showed that religion and state in Indonesia have a dynamic pattern from the beginning of independence to the present. The relationship of religion and the state, has a symbiotic pattern of mutualism. The state needs religion as a source of morality for the administration of the state and the social system of society, religion needs the state to facilitate worship and certain religious needs of each religion. Keywords: Relation; State and Religioin; Amandement Constitution. AbstrakBicara banyaknya agama di Indonesia, secara yuridis, sejak dahulu hingga saat ini Indonesia tidak menetapkan satu agama tertentu menjadi agama negara dan juga tidak menjadikan Indonesia sebagai negara agama. Posisi yang diambil negara Indonesia sejalan dengan teori dan konsepsi negara simbiotik, hal itu terlihat dengan munculnya undang-undang yang memenuhi kebutuhan seluruh agama di Indonesia. Tulisan ini akan membahas mengenai relasi agama dan negara dalam arus sejarah, serta jaminan kebebasan beragama dalam hukum positif dan konvensi internasional. Metode yang digunakan dalam membahas hal tersebut adalah metode penelitian normatif, dengan bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari literatur kepustakaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agama dan negara di Indonesia memiliki pola yang dinamis sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Relasi agama dan negara, memiliki pola simbiosis mutualisme. Negara membutuhkan agama sebagai sumber moralitas bagi penyelenggaraan negara dan tata sosial kemasyrakatan, agama membutuhkan negara untuk memfasilitasi peribadatan dan kebutuhan keagaamaan tertentu dari tiap-tiap agama. Kata Kunci: Relasi; Negara dan Agama; Amandemen Konstitusi.
Eksplorasi Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal Berbasis Hak Asasi Manusia Diah Imaningrum Susanti
Media Iuris Vol. 5 No. 3 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i3.40174

Abstract

AbstractThis article explores the various scattered rules and their protections for Communal Intellectual Property Rights (KIK) within the framework of law and human rights (HAM) which include Traditional Cultural Expressions, Geographical Indications, Traditional Knowledge, and Genetic Resources. The aim is to determine the adequacy of Indonesia’s positive law in providing legal protection, both defensive and positive, as well as the human rights base in the KIK. The method used is normative juridical, with primary legal material, secondary legal material, which is analyzed using the hermeneutic circumference method, with linguistic and phenomenological analysis to obtain a comprehensive understanding of the protection of the right to KIK within the framework of law and human rights. The research findings show that: the inadequate legal protection for KIK in Indonesia is caused by the duality of nomenclature, recording, and institutional authorities that handle KIK. In addition, the concept of human rights as a claim right, privilege, immunity, power for KIK has not been identified in the KIK rules. A comprehensive and integrated legal protection model is needed for various types of communal intellectual property for the preservation of cultural heritage and national identity within the framework of human rights. Keywords: Business; Communal Intellectual Property Rights; Exploration; Human Rights; Protection. AbstrakArtikel ini mengeksplorasi berbagai aturan yang tersebar dan perlindungannya bagi Hak Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dalam kerangka hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang meliputiEkspresi Budaya Tradisional, Indikasi Geografis, Pengetahuan Tradisional, dan Sumber Daya Genetik. Tujuannya adalah untuk mengetahui kememadaian hukum positif Indonesia dalam memberikan perlindungan hukum, baik yang bersifat defensif maupun positif, juga basis HAM dalam KIK tersebut. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, yang dianalisis menggunakan metode lingkar hermeneutika, dengan analisis linguistik dan fenomenologis untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang perlindungan hak atas KIK dalam kerangka hukum dan HAM. Temuan penelitian menunjukkan bahwa: belum memadainya perlindungan hukum bagi KIK di Indonesia disebabkan oleh adanya dualitas nomenklatur, pencatatan, dan otoritas kelembagaan yang menangani KIK. Selain itu, konsep HAM sebagai claim right, privilege, immunity, power bagi KIK masih belum teridentifikasi dalam aturan KIK. Diperlukan model perlindungan hukum yang mengatur secara komprehensif dan terintegrasi atas berbagai jenis kekayaan intelektual komunal demi dilestarikannya warisan budaya dan jati diri bangsa dalam kerangka HAM. Kata Kunci: Bisnis; Eksplorasi; HAM; Kekayaan Intelektual Komunal; Perlindungan.

Page 1 of 1 | Total Record : 10