cover
Contact Name
Erni Agustin
Contact Email
media_iuris@fh.unair.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
media_iuris@fh.unair.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Media Iuris
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26215225     DOI : -
Core Subject : Social,
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Arjuna Subject : -
Articles 161 Documents
KONSTITUSIONALITAS MODEL PENGISIAN JABATAN WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) Wilda Prihatiningtyas
Media Iuris Vol. 1 No. 2 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.227 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i2.8836

Abstract

The local government is very important in the context of unitary state according to Indonesia Constitution (UUD NRI 1945). There is no constitution in the world that does not regulate important thing regarding to local government or state government explicitly. Therefore formulations charging a place on local government may be related parameter early governance in the region. There are 2 (two) important issues relating to constitutionality of model charging office deputy head of the regions in the regional head election. First, standing of deputy head based on the laws. Second, constitutionality of model charging office deputy head of the regions based on Law No. 1/2015 jo Law No. 8/2015. In this paper, there are 2 (two) models in placing the position of deputy head of region. First, the position is hierarchical under the head of the region with the argument that the deputy head of the region appointed by the head of the region. And second, the position of the deputy head of the region is considered parallel to the regional head because both are directly elected by the people in a package.
ITIKAD BAIK DALAM PROSES MEDIASI PERKARA PERDATA DI PENGADILAN Ajrina Yuka Ardhira; Ghansham Anand
Media Iuris Vol. 1 No. 2 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.104 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i2.8821

Abstract

Mediation is a duty which must be taken by the parties wishing to settle its dispute in the Court as specified in the Civil Procedure Code and in accordance with Article 130 HIR and 154 RGB. To improve the regulation of mediation in the Court, the Supreme Court shall issue its Regulation, namely the Supreme Court Regulation No. 1 of 2016 on Mediation Procedures in the Court. Where the regulations on mediation as stipulated in the Supreme Court Regulation No. 1 of 2016 use good faith in its formal conditions. And with such a condition the Supreme Court expects the success rate of mediation in the first level to increase so as to reduce the number of cases accumulated at the Supreme Court. Good faith as a duty to the parties in the Supreme Court Regulation Number 1 Year 2016 is made clear in Article 7 paragraph (1), where there are legal consequences for parties that are considered not having good intentions by doing things listed in Article 7 paragraph (2) , namely Article 22 for the plaintiff and Article 23 for the defendant. 
Pengelolaan Tanah Aset Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya) donny ferdiansyah sanjaya
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.45 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.13215

Abstract

Adanya berbagai masalah yang muncul dalam pengelolaan Kebun Binatang Surabaya, menggugah Pemerintah Kota Surabaya untuk hadir mengatasi hal ini dengan menetapkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perusahaan Daerah Kebun Binatang Surabaya, sebagai perusahaan daerah yang berwenang untuk mengelola Kebun Binatang Surabaya. Selanjutnya pada tanggal 13 Agustus 2014 Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan No. SK.677 / Menhut-II / 2014 yang menyatakan bahwa pemberian izin sebagai Lembaga Konservasi dalam Bentuk Kebun Binatang kepada PD. Taman Kebun Binatang Surabaya di Provinsi Jawa Timur. Namun, pada 20 Oktober 2016, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta melalui Putusan Nomor: 57 / G / LH / 2016 / PTUN. Jkt, yang termasuk salah satu putusan, menyatakan bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dibatalkan S.677 / Menhut-II / 2014 tentang Pemberian Izin sebagai lembaga konservasi dalam bentuk kebun binatang untuk PD. Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya di Provinsi Jawa Timur 13 Agustus 2014. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Makna pengelolaan aset tanah yang dimiliki oleh pemerintah daerah. (2) Rasio Putusan Rasio Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor: 57 / G / LH / 2016 / PTUN. Jkt. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada Perusahaan Kebun Binatang Kebun Binatang Surabaya untuk mengelola Kebun Binatang Surabaya, dimana Kebun Binatang Surabaya pada dasarnya merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya.
REKAMAN ELEKRONIK PERSONAL CHAT PADA SOCIAL MEDIA SEBAGAI ALAT BUKTI I PUTU KRISNA ADHI
Media Iuris Vol. 1 No. 3 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.179 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i3.9829

Abstract

Abstract:This journal is titled "Personal Chat Electronic Record on Social Media as a Proof Tool". The problem formulation of this journal contains how a Personal Chat can be used as a legitimate evidence in front of the court seen from Indonesia's positive law and also the comparison of some personal chat features on some social media that can be used as valid evidence in court. This writing uses a normative legal research method by linking various sources related to the validity of the Personal Chat as a valid proof. The reason for using normative due to the obscurity of norms in national rules regarding the verification of Personal Chat in court. The conclusion of this journal is in accordance with the Republic of Indonesia Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions which will then be referred to as the ITE Law, Electronic Information and / or Electronic Documents and / or results the print is a valid legal proof, and this Personal Chat is a proof of evidence that the Personal Chat as a proof cannot stand alone. The requirement for Personal Chat to become evidence in the trial is that it has fulfilled the formal and material requirements, accompanied by expert information or digital forensics, fulfills the verification of authentication and also the necessity of merging with other evidence as a provision for the minimum principle of evidence. Regarding the use of personal chat as a legitimate means of proof it is also not immediately obtained from various social media, but from several social media applications that have fulfilled the standardization of authenticity and security guarantees.Keywords: Electronic Recordings, Personal Chat, Social Media, Digital Evidence.Abstrak:Jurnal ini berjudul "Rekaman Elektronik Personal Chat Pada Social Media Sebagai Alat Bukti". Rumusan masalah jurnal ini berisikan tentang bagaimana suatu Personal Chat tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dimuka pengadilan dilihat dari hukum positif Indonesia dan juga komparasi dari beberapa fitur personal chat pada beberapa social media yang dapat dijadikan alat bukti yang sah dimuka persidangan. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengaitkan berbagai sumber yang berkaitan dengan keabsahan Personal Chat tersebut sebagai alat bukti yang sah. Alasan mempergunakan normatif dikarenakan kekaburan norma dalam aturan nasional mengenai pembuktian Personal Chat di dalam pengadilan. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu sesuai dengan -Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang ITE, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, serta Personal Chat ini sebagai alat bukti petunjuk dimana Personal Chat sebagai alat bukti tidak dapat berdiri sendiri. Syarat agar Personal Chat menjadi alat bukti dalam persidangan adalah telah memenuhi syarat formil dan materiil, disertai oleh keterangan ahli atau digital forensik, memenuhi kasifikasi otentifikasi dan juga keharusan penggabungan dengan alat bukti lain sebagai sebuah ketentuan adanya prinsip minimum alat bukti. Mengenai penggunaan personal chat sebagai alat bukti yang sah juga tidak serta-merta didapat dari berbagai social media akan tetapi dari beberapa aplikasi social media yang sudah memenuhi standarisasi otentisitas dan jaminan keamanan.Kata kunci : Rekaman Elektronik, Personal Chat, Social Media, Alat Bukti.
Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Eksploitasi Seksual pada Anak melalui Internet Twenty Purandari
Media Iuris Vol. 2 No. 2 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.829 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i2.12717

Abstract

Eksploitasi seksual terhadap anak  atau Sexual Exploitation of Children adalah sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak dan oleh karena itu para pelanggarnya harus mendapatkan sanksi pidana yang setimpal. Upaya perlindungan hukum dan penegakan hukum dalam kasus ini perlu mendapatkan perhatian bersama karena persoalan eksploitasi seksual terhadap anak saat ini menjadi masalah yang sangat memprihatinkan dan belum dapat terselesaikan dengan baik bahkan cenderung makin mewabah sejak penggunaan media informasi dan komunikasi melalui internet marak di seluruh lapisan masyarakat. Perlu aturan hukum yang lebih mengatasi dan peran serta masyarakat untuk antisipasi. Persoalan eksploitasi seksual terhadap anak hingga dimasukkan dalam kategori kejahatan kemanusiaan yang perlu dicegah dan dihapuskan.  Ekspolitasi ini selain melanggar hukum, melanggar Konvensi Hak Anak (KHA), juga bertentangan dengan norma agama dan budaya.  Bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi baik secara ekonomi dan/atau seksual. Namun pada kenyataannya masih sering terjadi praktek eksploitasi terhadap anak, terlebih di era informasi dan komunikasi yang makin canggih berbasis internet seperti saat ini, sehingga modus-modus baru pun muncul dan aturan hukum  pun dituntut untuk dapat mengatasi perkembangan persoalan ini. Pada sisi inilah penelitian yuridis normatif ini ditekankan dengan pendekatan masalah secara statue approach  dan conceptual approach, penelitian ini diharapkan dapat mengurai permasalahan.
Eksekusi Putusan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Terkait Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Ika Mauluddhina
Media Iuris Vol. 2 No. 1 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.797 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i1.11358

Abstract

Eksekusi putusan hakim dalam tindak pidana lingkungan hidup terkait limbah B-3 tidak diatur jelas dalam perundang-undangan. Dimana hal tersebut harus memenuhi kriteria menjamin keberlanjutan pemanfaatan dari makhluk hidup dan ekosistemnya. Dari negera berkembang sampai dengam negara maju limbah bahan berbahaya beracun (B3) mulai terbukti menimbulkan masalah karena dapat membahayakan lingkungan hidup. Masalah yang seringkali timbul adalah mengenai pelaksanaan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dilakukan oleh Jaksa selaku eksekutor. Bagaimana cara pelaksanaan dan biaya eksekusi belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara komphrehensif. Masalah besarnya biaya pengolahan limbah B-3 di negara-negara maju mungkin tidak menjadi masalah karena sudah jelas penaatan dan hukum yang tegas. Sebaliknya, tidak adanya biaya dalam pemusnahan limbah B-3 di negara-negara berkembang yang menjadi barang bukti di peradilan akan menyebabkan lemahnya penegakan hukum. Di sisi lain, bila B3 tersebut dirampas untuk dimusnahkan akan menimbukan pencemaran kembli di Indonesia. Keberadaan ekspor impor limbah B-3 antara negara maju dengan negara berkembang boleh dikatakan sudah berlangsung cukup lama sampai munculnya kembali kesadaran masyarakat internasional terhadap bahaya dari pencemaran limbah industri tersebut. Putusan hakim perkara tindak pidana lingkungan terkait barang bukti perkara impor limbah B-3 seharusnya adalah direekspor kembali ke negara asal dengan biaya dari impoter atau terdakwa bukan dirampas atau dimusnahkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran kembali di Indonesia. 
PENEGAKKAN HUKUM ATAS PENGAWASAN PEMBAWAAN UANG TUNAI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Retta Ayu Mawarni
Media Iuris Vol. 1 No. 3 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.78 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i3.9106

Abstract

Terdapat permasalahan yang menarik terkait pengawasan pembawaan uang tunai oleh pelaku pembawaan uang tunai ke dalam maupun ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin berkembang terutama penukaran uang rupiah terhadap uang asing sejumlah Rp. 100.000.000,00 di tempat penukaran uang. Namun di sisi lain, akibat dari pelaku tersebut membawa uang dalam pecahan besar disalahgunakan sebagai penyuapan dan sebagai pelacakan aliran dana kepada pihak lain yang menerima dana oleh pelaku tersebut. Berkaca dari permasalahan tersebut, guna memberantas pencucian uang maka terdapat dua institusi yaitu Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan berwenang menindaklanjuti pelaku yang tidak melaksanakan laporan pembawaan uang tunai karena Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan sebagai fokus utama pencegahan pelaku pembawaan uang tunai ke dalam maupun ke luar negeri sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Pencucian Uang serta dalam hal pencegahan pelaku diwajibkan melaksanakan dan memberitahukan laporan pembawaan uang tunai tidak boleh melebihi Rp 100.000.000,00 agar tidak dikenai sanksi pidana dan sanksi administrasi dan mencegah keuangan yang direkayasa. 
KONTRAK KAPITASI DALAM HUKUM KONTRAK INDONESIA Andini Aprilia Wardhani; Erni Agustin
Media Iuris Vol. 1 No. 2 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.732 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i2.8826

Abstract

The existence of Act No. 3 of 1992 on Social Security of Labor which regulates that a company is required to provide social security, one of them by providing health insurance for its workers. One form of health insurance provided by the company to its employees is through a healthcare contract, made between the company and the hospital generally referred to as the capitation contract. However, until now there has been no legislation regulating the capitation contract so that the question arises about the validity, characteristics, and implementation of the capitation contract itself. This article aims to examine the characteristics, the validity, and the implementation of capitation contract in Indonesia. Specifically, this type of capitation contract has not been regulated in Indonesian legislation. The parties to the capitation contract are hospitals as providers of healthcare services and companies as recipients of healthcare services. Payments in capitation contracts are fixed and made regularly provided by the recipients of health care services. Capitation contracts are included in contracts that are beneficial to the third parties. Implementation of captation contract in Indonesia refers to the prevailing laws and regulations in Indonesia and should not be contradictory to the regulations such as Social Security of Labor, Health Law and Hospital Law.
Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal Bagi Investor Dalam Transaksi Saham Pada Pasar Modal Mohammad Solehodin Attijani
Media Iuris Vol. 2 No. 2 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.467 KB) | DOI: 10.20473/mi.v2i2.13678

Abstract

AbstractInvestors who want to invest in the capital market in Indonesia, which include securities in the form of shares, need to have a good knowledge of investment objects because basically all investments contain risk and there is no guarantee of getting profits. Investor protection fund operators have the main goal of forming investor protection funds to increase protection and trust that investors’ assets are safe without being worried about the inability of securities companies to fulfill their obligations. The capital market can fail due to loss of investor distrust caused by the failure or bankruptcy of securities companies, resulting in a systemic effect that can reduce the reliability of the capital market industry. Through the organizer of the protection fund investors will provide compensation claims to investors who are victims of violations and securities crimes, not from loss of personal transactions. Investors whose assets receive investor protection funds are investors who meet the requirements set by the financial services authority.Keywords  :  Organizers of Investor Protection Funds, Investor Compensation Claims AbstrakInvestor yang ingin berinvestasi pada pasar modal di Indonesia, yakni antara lain surat berharga berbentuk saham, perlu memiliki pengetahuan yang baik mengenai obyek investasi karena pada dasarnya semua investasi mengandung risiko dan tidak ada jaminan pasti mendapatkan keuntungan. Penyelenggara dana perlindungan pemodal mempunyai tujuan utama membentuk dana perlindungan pemodal untuk meningkatkan perlindungan dan kepercayaan bahwa aset investor aman tanpa dihinggapi rasa khawatir atas ketidakmampuan perusahaan efek dalam memenuhi kewajibannya. Pasar modal dapat mengalami kegagalan akibat hilangnya ketidakpercayaan pemodal yang disebabkan kegagalan atau kebangkrutan perusahaan efek, sehingga menimbulkan efek sistemik yang dapat menjatuhkan kridibilitas industri pasar modal. Melalui penyelenggara dana perlindungan pemodal akan memberikan klaim ganti rugi kepada investor yang menjadi korban dari pelanggaran dan kejahatan sekuritas, bukan dari kerugian transaksi pribadi. Investor yang asetnya mendapat dana perlindungan pemodal adalah investor yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan otoritas jasa keuangan.Kata Kunci :  Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal, Klaim Ganti Rugi Investor
DELIK PENCEMARAN NAMA BAIK YANG DILAKUKAN OLEH ADVOKAT DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA SEBAGAI KUASA KLIEN mohamad adnan fanani
Media Iuris Vol. 1 No. 3 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.929 KB) | DOI: 10.20473/mi.v1i3.10457

Abstract

Setiap orang memiliki rasa harga diri mengenai kehormatan dan rasa harga diri mengenai nama baik. Tindak pidana penghinaan (beleediging) yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang, baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus, ditujukan untuk memberi perlindungan bagi kepentingan hukum mengenai rasa semacam ini. Tentang tindak pidana penghinaan (pencemaran nama baik), ada yang merupakan penghinaan umum dan ada penghinaan khusus yang diatur dalam KUHP.Tesis ini menggunakan metode penelitian  normatif dengan mengkaji pengaturan hukum mengenai tindak pidana pencemaran nama baik. Sumber data yang digunakan dalam tesis ini adalah data sekunder dan digolongkan atas bahan hukum primer yang terdiri dari KUHP, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku – buku dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana dalam hal surat yang berindikasi adanya delik pencemaran nama baik yang dilakukan oleh advokat dalam melaksanakan tugasnya sebagai kuasa klien. Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi Pendekatan Perundang-Undang an (Statute Approach) dan pendekatan konseptual ( Conceptual Approach). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Dengan penulisan ini diharapakan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

Page 1 of 17 | Total Record : 161