cover
Contact Name
-
Contact Email
Notaire@fh.unair.ac.id
Phone
0315023151
Journal Mail Official
Notaire@fh.unair.ac.id
Editorial Address
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Indonesia
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Notaire
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26559404     DOI : -
Core Subject : Social,
The name e-Journal (Notaire) is taken from French which means Notary. The Notaire name is also an acronym of Kenotariatan Airlangga E-Journal (The Airlangga E-Journal Notary). The name selection is based on the specificity of this journal as a journal belonging to the Master Program of Master of Notary of Airlangga University. This journal was established as a means for students of the Master Program of Notary in particular and the academic community in general to share ideas and ideas related to legal issues in the field of notary.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 151 Documents
Perlindungan Hukum Terhadap Pemberi Fidusi Dari Penerima Fidusia yang Pailit WULAN IRINE SETYABUDI
Notaire Vol. 2 No. 1 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (47.819 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i1.12898

Abstract

Keberadaan jaminan atau agunan dalam hal pemberian suatu kredit dianggap merupakan bagian yang penting, walaupun adanya jaminan ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak mutlak. Adanya suatu jaminan merupakan upaya untuk mengurangi resiko yang lebih besar terhadap pemberian suatu kredit tersebut. Debitor seringkali percaya atas penyerahan benda jaminan kepada kreditor. Seorang debitor perlu memperhatikan apakah lembaga pembiayaan tersebut sedang menghadapi masalah hukum, seperti terancam dipailitkan. Yang dimaksud dengan keadaan kepailitan adalah lembaga pembiayaan selaku kreditor dalam perjanjian utang piutang tetapi ia merupakan debitor dalam perjanjian yang lain. Apabila suatu ketika kreditor tersebut jatuh pailit, maka seluruh kekayaan kreditor tersebut masuk dalam boedel pailit. Sedangkan para debitor yang mengikatkan diri pada kreditor tersebut dalam perjanjian utang piutang dengan memberikan suatu jaminan tertentu juga akan merasakan akibatnya. Dalam Pasal 33 UUJF dan Pasal 36 ayat (1) UU KPKPU nampak bahwa terdapat perlindungan bagi debitor terhadap kepailitan kreditor. Dimana debitor pada saat terdapat putusan pernyataan pailit terhadap kreditor dapat meminta kepada kurator mengenai kepastian dari kelanjutan perjanjian kreditnya tersebut.
Keabsahan Kontrak Konstruksi dalam aspek kerjsama Pengelolaan Aset Daerah antara pemerintah dan swasta Muhammad Zainal Abidin
Notaire Vol. 1 No. 2 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.116 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i2.10219

Abstract

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi atas obyek hak tanggungan tanpa persetujuan dari debitor terlebih dahulu (Parate Executie) dan tanpa memerlukan fiat pengadilan yaitu dengan penjualan melalui lelang, sehingga memberikan kemudahan kepada pemegang hak tanggungan untuk memperoleh pelunasan piutangnya dari debitor. Namun dalam pelaksanaannya seringkali menemui hambatan dalam pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dikarenakan ada gugatan dari debitor yang menghambat proses lelang maupun pada saat pengosongan obyek lelang dimana pemenang lelang sudah ditentukan dan risalah lelang sudah diterbitkan. Gugatan tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum karena menganggap proses lelang tidak sah ataupun nilai limit terlalu rendah dan berbagai alasan lain. Permasalahan hukum yang kemudian timbul adalah pertama bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang eksekusi oleh bank berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Hak Tanggungan ketika ada gugatan dari debitor dan yang kedua bagaimana bentuk perlindungan kreditur pemegang Hak Tanggungan bilamana ekseskusi lelang Hak Tanggungan dibatalkan karena adanya gugatan dari debitor. guna menjawab isu hukum yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini digunakan metode penelitian hukum, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum hukum, maupun doktrin - doktrin hukum guna menjawab semua isu hukum yang dihadapi.berkaitan dengan permasalahan pertama pelaksanaan eksekusi lelang berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum dengan bantuan pejabat lelang kelas I tanpa membutuhkan persetujuan pihak debitor sedangkan perlindungan bagi pihak kreditor adalah kemudahan dalam melaksanakan eksekusi hak tanggungan tersebut dengan adanya ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, karena risalah lelang sendiri merupakan sebuah akta otentik yang dapat dijadikan dasar untuk balik nama objek hak tanggungan yang dilelang tersebut. 
Eksistensi Doktrin “Piercing The Corporate Veil” Atas Pelaksanaan Sentralisasi Procurement Anak Perusahaan oleh Induk Perusahaan Titik Tri Sulistyawati
Notaire Vol. 1 No. 1 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.702 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i1.9104

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa asas hukum yang mengatur tentang prinsip “Piercing The Corporate Veil” berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berkaitan dengan tanggung jawab Induk Perusahaan sebagai pemegang saham atas pelaksanaan sentralisasi kebijakan procurement dari Anak Perusahaan. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Teknik pengumpulan bahan hukum yang berkaitan dengan penulisan hukum ini adalah dengan metode telaah kepustakaan (study document) dengan sistem kartu (card system) dan didukung pula dengan penggunaan metode bola salju (snow ball) selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi atau penafsiran, yaitu interpretasi sistematis dan interpretasi gramatikal. Hukum Perseroan memperlakukan Anak Perusahaan sebagai suatu entitas hukum yang terpisah dari Induk Perusahaan. Sebagai badan hukum mandiri, pengurusan hak dan kewajiban terletak pada kewenangan masing-masing organ perseroan. Pemisahan kewenangan itu berujung pada prinsip tanggung jawab terbatas Induk Perusahaan sebagai pemegang saham dari Anak Perusahaan dan menjadi tidak terbatas bagi pemegang saham apabila terdapat penerobosan prinsip “Piercing The Corporate Veil”, salah satunya akibat “breach of duty” dari Induk Perusahaan. Namuncampur tangan Induk Perusahaan terhadap pengusahaan bisnis dan managemen Anak Perusahaan hendaknya dilakukan dengan menghormati prinsip kemandirian Anak Perusahaan dalam rangka pembatasan tanggung jawab diantara keduanya.
Pertanggung Jawaban Para Pihak Dalam Perjannjian Perkawinan Yang Dibuat Di Bawah Tangan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 Meutya Rachma; Ika Tunggal Puspitasari
Notaire Vol. 2 No. 2 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.598 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i2.13360

Abstract

AbstractThe community began to know notaries since the era of 1960, where the notary had a strong foundation, namely the Notary Position Regulations and has now been changed to the Act of Notary Position. One notary authority is to make sale and purchase agreement, where the aggrement is an agreement preliminary that will be made a sale and purchase deed. In practice, a notary has received a land title certificate related to the deed made in front of him. One reason the parties entrust a certificate to  notary is if the buyer has not been able to pay off the purchase and must be paid in installments within the stipulated time, this deposit occurs on the basis of agreement between the two parties. However, self-safekeeping is not permitted for notaries, there has been its own prohibition on article 52 paragraph (1) that the notary is prohibited from receiving the deposit, but in practice the parties have entrusted the document to the notary to make an authentic deed, sales agreement deed, as proof of authentic deed is perfect proof, so in the process of making a deed it must be seen, that the document used as the basis for making the deed is not in dispute. The purpose of this paper is to help provide an overview and reality of the impact of the certificate entrusted to the notary, supported by statute approach and conceptual approach to facilitate this writing.Keywords: Agreement, Deposit  Sertificate, and Compensation Abstrak Masyarakat mulai mengenal notaris sejak era tahun 1960, dimana notaris mempunyai dasar yang kuat yaitu Peraturan Jabatan Notaris dan sekarang telah diubah menjadi Undang – Undang Jabatan Notaris. Salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), dimana PPJB tersebut sebagai perjanjian pendahuluan yang nantinya akan dibuat akta jual beli (AJB).Dalam praktek, notaris telah menerima titipan sertifikat Hak Atas Tanah terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya, salah satu alasan para pihak menitipkan sertifikat Hak Atas Tanah kepada Notaris adalah jika pembeli belum mampu membayar lunas pembelian tersebut dan harus mengangsur dalam waktu yang ditentukan, Penitipan ini terjadi atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Akan tetapi penitipan sendiri tidak diperbolehkan untuk notaris, telah ada larangan sendiri pada pasal 52 ayat (1) yaitu notaris dilarang menerima titipan, tapi dalam prakteknya para pihak telah menitipkan dokumen tersebut pada notaris guna membuat akta otentik yaitu akta PPJB, karena pembuktian akta otentik tersebut adalah pembuktian yang sempurna, maka dalam proses pembuatan akta haruslah dilihat, bahwa dokumen yang digunakan sebagai dasar pembuatan akta tersebut adalah tidak bersengketa. Tujuan penulisan ini, untuk membantu memberikan gambaran yang ada akan dampak dari sertifikat yang dititipkan pada notaris, dengan didukung pendekatan perundang-undangan dan konseptual untuk memudahkan penulisan ini.Kata Kunci: Perjanjian, Penitipan seritikat, dan Ganti Rugi
Perbandingan Pengaturan Asas Monogami Antara Negara Civil Law (Indonesia) dan Common Law (Malaysia) Avisena Aulia Anita
Notaire Vol. 1 No. 1 (2018): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.652 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v1i1.9094

Abstract

Poligami dewasa ini masih menjadi perdebatan, terutama terkait dengan keberadaan asas monogami relative yang berlaku di Hukum Perkawinan Indonesia, dimana membuka peluang untuk dapat melakukan poligami. Hal ini membuka celah hukum praktik poligami yang tidak terkontrol. akibatnya berdampak pada kaum wanita jika poligami tidak dilakukan dengan hati hati. Penekanan terhadap asas monogami relatif terdapat pada pemberian izin istri pertama untuk melakukan poligami. Dalam hal izin saja,berpotensi untuk merusak hubungan rumah tangga sangatlah besar dan yang menjadi korbannya tentu pada pihak wanita. Tentu poligami sekarang dengan poligami pada masa Rosulullah SAW berbeda. Diperlukan peran negara dalam memperketat aturan dalam praktik poligami di Indonesia agar perlindungan hukum terhadap wanita lebih terjamin. Berbeda dengan negara Malaysia sebagai Negara dengan sistem Common Law, yang menganggap poligami sebagai sebuah tindakan kriminal. Perbedaannya terletak pada pembebanan pada syarat, alasan dan prosedur yang lebih ketat. Walaupun sistem hukum antara malaysia dengan Indonesia berbeda namun pengetatan terkait dengan syarat, alasan dan prosodur diharapkan dapat juga berlaku di Indonesia untuk memberikan perlidungan hukum terhadap wanita.
Kedudukan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah di atas Tanah Objek Perjanjian Bagi Bangun Feroza Dystarindra Isbullah
Notaire Vol. 2 No. 3 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.993 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i3.16018

Abstract

Perjanjian untuk membangun adalah bentuk perjanjian yang dibuat berdasarkan perjanjian yang diinginkan oleh para pihak, sebagai perjanjian anonim yang muncul dari prinsip kebebasan kontrak. Perjanjian ini oleh para pihak membuatnya dianggap sebagai alternatif untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang diinginkan. Sistem perjanjian untuk membangun pemilik tanah memberikan izin kepada pengembang untuk membangun rumah di tanah mereka, dengan periode waktu tertentu. Dalam akta perjanjian untuk konstruksi yang biasa, diikuti perjanjian tambahan (accesoir), yaitu akta kekuasaan untuk menjual, yang berarti bahwa pengembang memiliki hak untuk melakukan pemasaran atau penjualan rumahnya sendiri sebagai pembayaran setelah semua kewajiban telah dipenuhi . Ini menjadi masalah ketika kewajiban belum diselesaikan tetapi kekuatan untuk menjual digunakan dengan itikad buruk untuk mengalihkan hak kepada pihak ketiga. Pengembang mentransfer hak kepada pihak ketiga dengan membuat perjanjian jual beli. Masalah lain dalam proses memenuhi kewajiban pengembang dinyatakan bangkrut karena satu alasan, sehingga konsumen berdasarkan PPJB harus menjadi calon pemilik rumah dan kemudian hanya akan menggunakan status peminjam.
Kedudukan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Venootschap) Sebagai Corporate Guarantee Ida Bagus Abhimantara
Notaire Vol. 2 No. 3 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.314 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i3.16227

Abstract

Dalam tulisan ini penulis menyajikan suatu perspektif hukum dalam lembaga jaminan perorangan atau disebut sebagai borgtocht. Commanditaire vennootschap (CV) yang berposisi sebagai badan usaha yang tidak berbadan hukum mengambil posisi sebagai corporate guarantee dalam perjanjian accesoir dari perjanjian pokoknya, maka  perlu dikaji keabsahan dan kewenangan badan usaha tersebut untuk melakukan tindakan hukum sebagai penanggung utang Debitor. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini mengenai kedudukan CV selaku corporate guarantee dalam perjanjian penanggungan dan keabsahan CV menjadi penanggung dalam suatu perjanjian penanggungan. Isu-isu hukum yang dikemukakan dalam tulisan ini menyimpulkan bahwa CV yang merupakan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat berposisi sebagai corporate guarantee atau borgtocht karena dalam ketentuan jaminan perorangan pada Pasal 1820 Burgerlijk Wetboek yang dapat menjadi penanggung adalah subjek hukum baik badan hukum (recht persoon) maupun orang perorangan (naturlijk persoon) dan CV sebagai badan usaha tidak memiliki kewenangan bertindak (bevoegheid) dan perjanjian penanggungan tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar) karena tidak memenuhi unsur subyektif dalam Pasal 1320 BW.
Peralihan Hak Milik Sukuk Tabungan Melalui Pewarisan adam setiawan; Riansyah Towidjojo; yazid shidqi faisal
Notaire Vol. 2 No. 3 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.571 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i3.13399

Abstract

AbstractOne of the instrument in the shariah capital market is sukuk (sharia bond). Sukuk can be issued by companies or countries. At present there are 7 state sukuk instruments that have been issued by the giverment, two of which are intended for individual investors Indonesian citizens. State sukuk for individual investors are retail sukuk and sukuk savings. Both retail sukuk and sukuk savings are the same as state sharia securities issued to encourage the Indonesian people to invest and assist the country development because the procceds from the sale of these two sukuk will be used state insfrastructure development. However  one of dissent is striking which this two sukuk is retail sukuk is tradable (transferable / traded) while the savings sukuk is non tredeble  (non- tradable / non-transferable). So, how if  thesukuk ownership pass away, is the sukuk ownership can change by legacy?. The nethode used in this is the statute approach and this research in the kegal context used a doctrinal legal research approach,  but it dosen not rule out the possibility of legal interpretation method can do especially related to the problems to be research possession transfer the sukuk savings to inheriting can postponement legacy effect which is not justified in islamic law or in the civil law.Keywords: state sukuk, savings sukuk, sukuk ownershipabstrakSalah satu instrumen dalam pasar modal syariah adalah sukuk(obligasi syariah).sukuk dapat dikeluarkan oleh perusahaan maupun negara. Saat ini ada 7 instrumen Sukuk Negara yg telah diterbitkan oleh Pemerintah, dua diantaranya ditujukan untuk investor individu Warga Negara Indonesia. Sukuk Negara untuk investor individu adalah sukuk ritel dan sukuk tabungan. Baik sukuk ritel maupun sukuk tabungan sama sama surat berharga syariah negara yang dikeluarkan untuk  mengajak masyarakat Indonesia berinvestasi dan membantu pembangunan negara karena hasil penjualan dari kedua sukuk ini akan digunakan sebagai pembangunan infrastruktur negara.namun salah satu perbedaan yang paling  mencolok dari kedua sukuk ini ialah sukuk ritel bersifat tradable (bisa dialihkan/diperdagangkan) sedangkan sukuk tabungan bersifat non-tradble(tidak dapat diperdagangkan/tidak bisa dialihkan).lantas bagaimana jika pemilik sukuk meninggal dunia apakah kepemilikan sukuk ini bisa dialihkan melalui pewarisan.  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah statute approach dan Penelitian ini dalam konteks hukum menggunakan pendekatan penelitian hukum doktrinal, namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat dilakukan metode interpretasi hukum terutama terkait dengan masalah yang akan diteliti.perlihan hak milik sukuk tabungan melalui pewarisan ini bisa mengakibatkan penundaan pewarisan yang mana hal ini tidak dibenarkan dalam hukum islam maupun dalam kitab undang-undang hukum perdata.Kata kunci:sukuk Negara,sukuk Tabungan,kepemilikan sukuk
Perampasan Obyek Fidusia dan Akibat Hukumnya Memet Achirius Sjafar
Notaire Vol. 2 No. 3 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.847 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i3.14721

Abstract

Pilihan seseorang menggunakan lembaga jaminan fidusia untuk kepentingan bisnisnya mencerminkan bahwa lembaga jaminan fidusia terkait erat dengan kegiatan bisnis, namun ada kalanya debitur atau pihak lain menggunakan obyek fidusia sebagai sarana untuk melakukan kejahatan, akibatnya jika kejahatan tersebut dapat dibuktikan oleh Hakim, maka dimungkinkan bahwa obyek fidusia tersebut dinyatakan dirampas untuk Negara. Perampasan objek fidusia oleh Negara akan menimbulkan akibat hukum terhadap kreditor dan debitor maupun kepada pemenang lelang atau pembeli pada pelaksanaan lelang elsekusi barang rampasan. Akibat hukum bagi kreditor adalah hilannya atau terhapusnya hak hak kebendaan yang melekat pada dirinya. Bagi debitor akibat hukumnya adalah dia harus menyelesaikan kewajibannya yang timbul dari perjanjian pokok yang telah disepakati bersama dengan kreditor meskipun obyek fidusia tidak dalam penguasaannya. Jika eksekusi terhadap barang rampasan dilaksanakan oleh Kejaksaan, kemudian kreditor menggugat hasil lelang tersebut ke Pengadilan dan pengadilan mengabulkan yang dalam putusannya menyatakan hasil lelang batal demi hukum, maka pihak yang paling dirugikan adalah pemenang lelang atau pembeli yang beritikat baik, karena apabila hasil lelang dinyatan batal demi hukum, berakhir pula hak milik atas benda yang dibelinya. Akibat hukum yang menimpa pihak-pihak tersebut di atas merupakan akibat dari norma kosong atau tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur perampasan obyek fidusia oleh Negara dan lelang eksekusi barang rampasan atas barang yang sebelumnya menjadi obyek fidusia.
Tanggung Jawab Kurator terhadap Hak Pekerja Anis Nur Nadhiroh
Notaire Vol. 2 No. 3 (2019): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.361 KB) | DOI: 10.20473/ntr.v2i3.16237

Abstract

Berbicara mengenai ketenagakerjaan tentu menyisakan banyak pertanyaan, selain terbayang oleh nasib para pekerjanya, perusahaan dalam dunia usaha banyak sekali yang mengalami kolaps atau mengalami kepailitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi Pekerja atau Buruh dalam pengambilan putusan atas pembagian pada boedel pailit oleh Kurator. Kurator memiliki tanggungjawab besar dalam melakukan pembagian harta hasil pailit. Termasuk harta pailit yang seharusnya dibagikan kepada para pekerja atau buruh sebagai kreditor Preferen. Sebagai kreditor Preferen, yakni kreditor yang diutamakan, sudah seharusnya Pekerja atau buruh dalam memperoleh harta pailit adalah diutamakan. Namun kenyataannya pekerja atau buruh dalam perusahaan yang pailit sering kali tidak memperoleh bagian akan hak-haknya hasil dari boedel pailit. Hal ini menjadi PR tersendiri padahal sudah diatur dalam Pasal 95 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normative yuridis. Dimana maksudnya adalah dengan melakukan pengkajian terhadap aturan perundang-undangan sebagaimana asas-asas yang berlaku. Hukum inklusif hadir sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan yang kerap kali tidak mampu dijawab oleh undang-undang atau hukum positif. Sebagai sarana hukum untuk menyentuh wilayah yang jarang sekali memperoleh perhatian oleh para penegak hukum.

Page 4 of 16 | Total Record : 151