cover
Contact Name
Nurzamzam
Contact Email
zamzam.law@gmail.com
Phone
+6285242942361
Journal Mail Official
bolrev.borneo@gmail.com
Editorial Address
Jalan Amal Lama No 1 Tarakan Kalimantan Utara
Location
Kota tarakan,
Kalimantan utara
INDONESIA
Borneo Law Review Journal
ISSN : 25806750     EISSN : 25806742     DOI : https://doi.org/10.35334/bolrev.v4i2
Core Subject : Social,
Jurnal Borneo Law Review is the Journal of Legal Studies that focuses on law science. The scopes of this journal are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights and International Law. All of focus and scope are in accordance with the principle of Borneo Law Review.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 110 Documents
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA Manurung, Darwis
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (963.294 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1014

Abstract

AbstrakAdvokat adalah orang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang undangan? yang berprofesi untuk memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Peran seorang advokat dalam memberikan layanan hukum dalam perkara perdata adalah bahwa Advokat sebagai penerima kuasa dari pihak penggugat atau tergugat untuk mewakili dalam beracara di depan Pengadilan untuk menjelaskan dan meluruskan fakta dan bukti yang diajukan oleh klien, sehingga mereka dapat membantu dan memfasilitasi hakim dalam mengambil keputusan.Dalam menjalankan fungsinya dan perananya dalam perkara perdata selaku kuasa hukum wajib menjalankan kode etiknya profesi selaku Advokat. Pekerjaan advokat atau kuasa hukum adalah pekerjaan atas dasar kepercayaan. Demikianlah hubungan antara advokat dengan klien harus diawali dengan hubungan kepercayaan. Sehingga hubungan antara kuasa hukum dengan klien dapat berjalan sesuai dengan kode etik yang telah ditentukan untuk profesi advokat. Para advokat dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya dilarang untuk membedakan klien berdasarkan gender, agama, ras, keturunan, politik, atau latar belakang sosial dan budaya.Kata kunci: advokat, penyelesaian perkara perdata?AbstractAdvocates are people who fulfill the requirements in accordance with statutory provisions that work to provide legal services both inside and outside the Court. The role of an advocate in providing legal services in civil matters is that the Advocate as the proxy of the plaintiff or the defendant to represent the proceedings in front of the Court to explain and straighten the facts and evidence submitted by the client, so that they can assist and facilitate the judge in making decisions.In carrying out its functions and its role in civil cases as attorneys must carry out the professional code of ethics as Advocates. The work of an advocate or attorney is work based on trust. Thus the relationship between advocates and clients must begin with a trust relationship. So that the relationship between attorneys and clients can run in accordance with the code of ethics that has been determined for the advocate profession. Advocates in carrying out their professional duties are prohibited from distinguishing clients based on gender, religion, race, descent, politics, or social and cultural background.Keywords: advocate, settlement of civil matters
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIDEPORTASI BERDASARKAN UU KETENAGAKERJAAN Shahnaz, Liza; Nurzamzam, Nurzamzam
Borneo Law Review Journal Volume 1, No 2 Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.826 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v1i2.716

Abstract

Konstitusi Indonesia menjamin hak warga negara Indonesia (WNI) untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945. WNI juga berhak mencari pekerjaan dimana saja sesuai keinginannya. Hak ini menimbulkan migrasi WNI ke luar negeri, khususnya ke Negara tetangga, Malaysia. Sayangnya, banyak masalah timbul ketika mereka sampai di Malaysia yang kemudian mengakibatkan banyak WNI yang harus dideportasi ke daerah perbatasan Nunukan Kalimantan Utara. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak warga Negara Indonesia yang dideportasi di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Secara spesifik, tujuannya adalah: (1) Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum warga negara Indonesia yang dideportasi berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Penelitian ini adalah penelitian hukum maka pendekatan masalah yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (cases approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara menelaah undang-undang dan regulasi yang masih berlaku khususnya di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara yang terlibat dengan isu hukum. Pendekatan ini digunakan untuk menginventarisir dan menganalisis instrumen hukum nasional Indonesia mengenai hak-hak warga negara Indonesia, terutama hak-hak warga negara Indonesia yang dideportasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan kelak mampu memberikan masukan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan strategi perlindungan bagi deportan di wilayah perbatasan Indonesia.
URGENCY KEBIJAKAN AFFIRMATIVE ACTION DALAM MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT KAWASAN PERBATASAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Putra, Aryono
Borneo Law Review Journal Volume 1, No 1 Juni 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (738.664 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v1i1.710

Abstract

Bahwa cita-cita bernegara adalah untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, Sebagaimana amanat dalam Konstitusi UUD 1945 Negara Republik Indonesia untuk mengantarkan rakyat Indonesia menjadi sebuah Negara yang sejahetara. Tatkala peranan hukum untuk menciptakan masyarakat perbatasan yang sejahtera menjadi lambat, maka diperlukan kebijakan khusus untuk pengelolaan perbatasan itu sendiri. Hakikat Negara hukum berperan untuk mengantarkan masyarakat pada tujuan hidup sejahtera. Dalam konteks masyarakat perbatasan, proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera sebagaimana cita-cita bernegara itu harus di dukung dengan kebijakan khusus (affirmative action) bagi pengelolaan masyarakat perbatasan. Affirmative action digunakan untuk dasar pemberian kebijakan bagi pengelolaan perbatasan di Indonesia. Namun demikian hal bukanlah salah satu jalan dalam memperjuangkan menuju kesejahteraan masyarakat perbatasan. Kebijakan khusus dirancang hanya untuk memfasilitasi akses masyarakat perbatasan pada pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mengatasi kondisi geografis, terbatasnya infrastruktur, sarana dan prasarana jalan, transportasi dan alat telekomunikasi lainnya, termasuk langkanya Sumber Daya Manusia yang dapat mendukung pembangunan kreatif dan inovatif. Ketika garis start masyarakat berada jauh dibelakang, Cita-cita menjadikan perbatasan sebagai beranda depan NKRI menjadi sangat penting. Bahwa Sumber Daya atau Kekayaan Alam juga tidak terkelola dengan baik untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan
Kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota Terhadap pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Elisa Mou, Gerit
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.721 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.727

Abstract

Berdasarkan amanat Konstutusi dan peraturan perundang-undangan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberi keleluasaan untuk menggali potensi yang dimilikinya dan salah satu potensi tersebut adalah pajak daerah. Terhitung 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Perdesaaan, yang selanjutnya disingkat PBB P2 sepenuhnya menjadi hak pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (selanjutnya disebut UU PDRD). Kebijakan penyerahan kewenangan pemungutan PBB-P2 kepada Pemerintah Kabupaten/kota menjadi Pajak Daerah berhubungan erat dengan makna otonomi daerah. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah dapat membawa harapan yang menjanjikan bagi keberhasilan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat sejumlah kebijakan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan aspirasi masyarakatnya
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM MELAKUKAN PERLINDUNGAN ATAS HUTAN PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG DAN HEART OF BORNEO Marthin, Marthin
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 1 Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (791.957 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i1.722

Abstract

Hutan pada kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang dan Heart of Borneo menunjukan bagaimana kearifan lokal masyarakat hukum adat yang mendiaminya. Masyarakat dayak pada kawasan hutan tersebut terdiri dari beberapa sub suku Dayak. Salah satu adalah Masyarakat Hukum adat Lundayeh di Kecamatan-kecamatan Krayan. Lundayeh (Lun Bawang) juga mendiami wilayah sekitar Krayan di daerah Serawak dan Sabah di Malaysia dan Brunei Darusalam. Isu hukum yang menjadi tujuan penulisan ini adalah; kearifan lokal masyarakat hukum adat dalam melindungi hutan dan kearifan lokal masyarakat hukum adat mengelola lingkungan hidup. Menggunakan pendekatan yuridis normatif dan penyelidikan hukum adat diharapkan menjawab isu hukum tersebut. Hutan dan dayak tak dapat dipisahkan, adat dan terutama hukum adat tumbuh berkembang melindungi hutan dari perkembangan masyarakat dan pembangunan. Peduli lingkungan hidup yang baik, masyarakat memilih cara pertanian organik dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Dipertemukan dengan kebutuhan global terhadap lingkungan hidup yang baik mendukung masyarakat hukum adat mempertahankan dan menggali lebih jauh kearifan lokal yang menunjang yang sempat ditinggalkan dan meninggalkan kebiasaan yang kurang mendukung perlindungan hutan dan lingkungan hidup.
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN GADAI TANAH MENURUT KETENTUAN PASAL 7 UNDANG-UNDANG NO.56 Prp TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN Nurzamzam, Nurzamzam
Borneo Law Review Journal Volume 1, No 2 Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.234 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v1i2.717

Abstract

Sulitnya Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga menjadi salahsatu penyebab gadai lahan pertanian di masyarakat terjadi. Masyarakat menggadaikan tanah yang mereka miliki seperti tanah garapan atau pertanian kepada orang lain dengan pembayaran sejumlah uang sebagai gantinya, ini adalah bentuk suatu kesederhanaan, kepraktisan, ekonomis dan bentuk kekeluargaan tanpa adanya aturan-aturan formal yang mempersulit mereka yang belum mengenal arti akan hukum positif kita. Gadai ini akan terus berlanjut tanpa batas waktu tertentu sampai kemudian pihak penggadai membayar utangnya kepada penerima gadai. Namun disisi lain Pengaturan perihal gadai tanah secara khusus telah diatur dalam Undang-Undang Perpu Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Pertanian, Dalam Pasal 7 dinyatakan ?barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sesudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran. Aturan ini secara umum tidak diketahui oleh masyarakat bahkan pemerintah itu setempat.mereka menganggap bahwa gadai tanah pertanian yang terjadi dimasyarakat benar dan telah menjadi hukum norma kebiasaan dalam masyarakat
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN NUNUKAN Akim, Inggit; Sapriani, Sapriani
Borneo Law Review Journal Volume 1, No 1 Juni 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (761.401 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v1i1.711

Abstract

PATEN dimaksudkan untuk untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dan untuk mewujudkannya diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Kewenangan Camat dalam melaksanakan PATEN meliputi aspek perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan dan kewenangan lain yang dilimpahkan. Peneli t ian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pelayanan administrasi terpadu kecamatan (PATEN) dalam upaya peningkatan kuali tas pelayanan publik dan hambatan-hambatan dal am penyelenggaraan PATEN di Kabupaten Nunukan. Kebijakan PATEN merupakan suatu upaya untuk meningkatkan akses pelayanan kepada masyarakat, khususnya pada daerah-daerah yang wilayah geografisnya sangat luas dan sulit terjangkau, sehingga dapat mewujudkan Kecamatan sebagai pusat pelayanan bagi masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota. Dalam implementasi PATEN di Kabupaten Nunukan ditemui hambatan-hambatan seperti Sumber Daya Manusia yang masih kurang baik jumlah maupun keahliannya, sarana dan prasana masih minim, pelaksana teknis yang belum optimal, dan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sistem PATEN ini.
PENANGANAN STATUS KEPENDUDUKAN ETNIS ROHINGYA (STUDI KASUS KOTA MAKASSAR) Asmar, Abd. Rais
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1004.267 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1010

Abstract

AbstractThe handling of Rohingya ethnic refugees who entered the city of Makassar due to persecution in their home countries, Myanmar is very necessary because of the vulnerability experienced by Rohingya ethnic refugees, especially this is an international community agreement through the 1951 Convention on Refugees. This vulnerability can occur in children, women, and vulnerability to refugee status. Determination of refugee status is a full right of UNHCR because Indonesia has not ratified the 1951 Convention so that there is no government involvement in this matter both in terms of regulation and action. The fact is that Makassar City is one of the destinations for Rohingya ethnic refugees who want to improve their destiny. The government has issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning handling refugees but not yet adequate. As a result, they do not get residence status so they can enjoy educational, health, legal assistance and other needs because of administrative document problems. Therefore, national regulations are needed for them and the role of non-governmental institutions so that ethnic Rohingya refugees can enjoy the facilities available in Makassar City.Keywords: Rohingya Refugees, Population Status???????????????? ?Abstrak??????????????? Penanganan pengungsi etnis rohingya yang masuk ke Kota Makassar akibat persekusi di negara asalnya yaitu Myanmar sangat diperlukan karena kerentanan yang dialami oleh para pengungsi etnis rohingya apalagi ini merupakan kesepakatan masyarakat internasional melalui Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Kerentanan tersebut dapat terjadi pada anak-anak, perempuan, maupun kerentanan status pengungsi. Penetapan status pengungsi menjadi hak penuh dari UNHCR karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 sehingga tidak ada keterlibatan pemerintah dalam hal ini baik dalam hal regulasi maupun aksi. Faktanya Kota Makassar menjadi salah satu tujuan pengungsi etnis rohingya yang ingin memperbaiki nasib. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang penanganan pengungsi tetapi belum memadai. Akibatnya mereka tidak mendapatkan status kependudukan sehingga dapat menikmati fasilitas pendidikan, kesehatan, bantuan hukum dan kebutuhan lainnya karena terbentur masalah dokumen adminstrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi nasional yang memadai bagi mereka dan peran lembaga-lembaga non pemerintah agar pengungsi etnis rohingya dapat menikmati fasilitas yang ada di Kota Makassar.Kata Kunci: Pengungsi etnis rohingya, Status kependudukan
Tinjauan Hukum Ketenagakerjaan dalam Mengatasi Pengangguran Terdidik Pada Era Revolusi Industri 4.0 Susianto, Agus
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.619 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.723

Abstract

This article aims to find the solution to educated unemployment in Industrial Revolution 4.0 era. The issue lies on imparity of the size of the labor force with the inadequacy of job vacancy which adds more problems to employment sector. The data from Badan Pusat Statistik show that unemployment is more prevalent among high school and university graduates than in diploma graduates. On the other hand, many entrepreneurs admit they have difficulties in finding prospective workers who are able to meet the desirable criteria. The existence of regulations that control foreign workers can be accommodated in order to overcome the need for more labor force. However, these regulations have to be examined further, since its existence should not under any circumstances reduce the opportunity of Indonesian labor forces to work in their own country. Solutions are required to overcome these problems. Each party can help reduce the high unemployment rate in Industrial Revolution 4.0. The government plays a crucial role in lessening the rate of educated unemployment. They are able to evaluate labor laws to protect workers and respond to the Industrial Revolution 4.0 era. Moreover, the government is encouraged to review the existing curriculum in each education level in order to assist graduates in developing soft skills and hard skills required in the Industrial Revolution 4.0 era. Each educational unit has to focus specifically to prepare their prospective graduates by implementing more practical learning. Furthermore, graduates should think more innovatively in creating new job opportunities in Industrial Revolution 4.0 era.
OPTIMALISASI POTENSI EKOWISATA DI LAHAN HUTAN BAKAU DIKAITKAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN BENCANA PADA WILAYAH PESISIR DESA LUBUK KERTANG Ramlan, Ramlan; Hakim, Nurul; Yusrizal, Muhammad; Fajriawati, Fajriawati
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 1 Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (851.648 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i1.718

Abstract

Kerusakan hutan bakau harus segera dihentikan, karena salah satu fungsi hutan bakau adalah untuk mencegah terjadinya bencana. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan potensi ekowisata di kawasan hutan bakau, sehingga hutan bakau tidak lagi dirusak, melainkan dirawat untuk dijadikan tempat wisata dan pada akhirnya dapat mencegah terjadinya bencana. Pemanfaatan kawasan hutan bakau sebagai objek wisata telah dilakukan oleh masyarakat Desa Lubuk Kertang, tetapi pengelolaan yang dilakukan belum berjalan optimal. Fakta ini menarik diteliti, dan tujuannya untuk mendeskripsikan hambatan optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata, serta memformulasikan konsep optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata guna mencegah bencana di Desa Lubuk Kertang. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, bersifat deskriptif dan bentuknya adalah preskriptif. Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder, sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi dokumen, selanjutnya analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan, kesadaran dan keterampilan masyarakat untuk pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau masih rendah, belum ada perhatian serius dari Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan instrumen hukum setingkat Peraturan Desa terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau tidak ada. Konsep penting optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau guna mencegah bencana di Desa Lubuk Kertang, yang perlu dikembangkan adalah melalui pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kemampuan aparatur Pemerintahan Desa Lubuk Kertang untuk merumuskan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau setingkat Peraturan Desa

Page 2 of 11 | Total Record : 110