cover
Contact Name
Lusy Liany
Contact Email
lusyliany@gmail.com
Phone
+6285263332791
Journal Mail Official
adil.jurnalhukum@yarsi.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum, Universitas Yarsi Yarsi Tower Building Lt. 3 Jl. Letjen Soeprapto, Cempaka Putih
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
ADIL : Jurnal Hukum
Published by Universitas Yarsi
ISSN : 20866054     EISSN : 25979884     DOI : https://doi.org/10.33476/ajl
Core Subject : Social,
Jurnal adil adalah jurnal yang berfokus pada ilmu hukum secara keseluruhan yang dihasilkan dari ilmu-ilmu dasar hukum, masyarakat serta penelitian ilmu hukum yang mengintegrasikan ilmu hukum dalam semua aspek kehidupan. Jurnal ini menerbitkan artikel asli, ulasan dan laporan kasus-kasus hukum yang menarik.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 173 Documents
Pasal 33 Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Penerapannya dari Masa ke Masa sejak Era Pemerintahan Soekarno, Soeharto, dan Pemerintahan Era Reformasi Ratih Lestarini
Jurnal ADIL Vol 4, No 1 (2013): ADIL : Jurnal Hukum Vol. 4 No.1
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (352.864 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v4i1.29

Abstract

AbstractConsumers’ protection ultimately depends on how the institutions on this matter respond, handle, and document all sorts of issues or claims reported by consumers. The Agency for the Settlement of Consumers' Disputes (BPSK) in this respect serves as an alternative off-court solution to any disputes related to consumers’ right protection as stipulated in UU No.8/1999 on consumers’ rights. In fact, the findings of assessment conducted by the National Agency for Consumers’ Protection (BPKN-RI) reveal that the operating procedures of LPKSMs have contributed to the better performance of the existing BPSKs in serving the BPSKs’ functions as required by UUPK 1999, that is, to protect consumers’ right. Focusing on consumers’ financing scheme, this study suggests that BPSKs have successfully managed to prevent consumers’-protection related cases from remaining unsolved. The handling of these cases—which is under the Junior Chief Justice’ supervision and which is a big success—should be appreciated despite the institution’s lack of sufficient law of procedure. The government should therefore put the revised decree (on the Ministries of Industry and Trade dated December 10 2001 on BPSK’s job description) into effect. So far (until 2013) this decree, which was formulated by an expert team in 2006 and was completed in 2007, has not been put into effect even with the disharmony of control on this matter.Keywords: Optimization, the Agency for the Settlement of Consumers' Disputes, the National Agency for Consumers’ Protection, Consumers’ Financing Scheme, Dispute, Consumers’ Claim, disharmony of ControlAbstrakReferensi sahih dalam perlindungan konsumen digantungkan pada bagaimana berbagai lembaga-lembaga perlindungan konsumen menangkap, menangani dan mendokumentasikan berbagai masalah pengaduan-pengaduan konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di luar pengadilan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK 1999). Pada kenyataannya, dari sejumlah assessment Badan Perlindungan Konsumen Nasiona Republik Indonesia (BPKN-RI) yang dilakukan di lapangan diketahui bahwa cara kerja LPKSM-LPKSM turut mendorong dan mempengaruhi kinerja BPSK-BPSK yang sudah beroperasi untuk berperan lebih aktif sesuai tugas pokok organisasi (tupoksi) berpihak pada perlindungan konsumen sejalan dengan latar belakang filosofis pemberlakuan UUPK 1999. Fokus kajian penulis pada topik pembiayaan konsumen menunjukkan sukses BPSK-BPSK dalam mencegah terjadinya penumpukan perkara-perkara perlindungan konsumen yang menjadi tanggung jawab Ketua Muda Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) Urusan Perdata Khusus pada tingkat kasasi, layak untuk diapresiasi di tengah-tengah berbagai kendala keterbatasan yang dialami BPSK-BPSK tersebut, antara lain hukum acara yang mengaturnya. Pemerintah perlu segera memberlakukan revisi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang revisinya sudah diselesaikan oleh satu tim ahli (2006-2007) namun hingga kini (2013) revisinya pun belum diberlakukan dalam situasi dimana terjadi disharmonisasi pengaturan.Kata Kunci: Optimalisasi, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Pembiayaan Konsumen, Sengketa, Pengaduan Konsumen, Hukum Acara, Disharmonisasi Pengaturan
PENGAWASAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI OLEH KOMISI YUDISIAL Jesi Aryanto
Jurnal ADIL Vol 3, No 2 (2012): DESEMBER 2012
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.393 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i2.812

Abstract

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum,maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraankekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnyauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.Hukum bukan hanya berarti pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusankeharusanyang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) dapat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya. 31 orang hakim kemudian menggugat judicial review UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD. Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim agung itu hanyalah taktik saja, sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak jelas Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjang Komisi Yudisial, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak mempunyai legal standing atau tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan (sekurang-kurangnya dibiarkan dan didorong maju) adalah para hakim agung secara perseorangan.
JURISDIKSI NEGARA DALAM KEJAHATAN TERORISME Yulia Fitriliani
Jurnal ADIL Vol 4, No 1 (2013): ADIL : Jurnal Hukum Vol. 4 No.1
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.476 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v4i1.34

Abstract

AbstractAt present, it is most likely that any type of crimes involves jurisdictions of more than one or two states, instead of just one. In practice, this has sparked jurisdictional conflicts which irk international relations. Terrorism is one example of cross-jurisdictional crime since its impacts afflict more than one country and its facilities and methods are beyond one state‟s territory.Keywords: Terrorism, State JurisdictionAbstrakDewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa semua jenis kejahatan tidak lagi dapat hanya dipandang sebagai jurisdiksi satu negara, tetapi sering diklaim termasuk jurisdiksi lebih dari satu atau dua negara. Dalam perkembangannya, hal ini telah menimbulkan masalah konflik jurisdiksi yang sangat mengganggu hubungan internasional antar negara yang berkepentingan di dalam kasus kejahatan tertentu yang bersifat lintas batas teritorial. Kejahatan terorisme merupakan salah satu contoh kejahatan yang bersifat lintas batas teritorial karena tindakannya memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara dan sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampui batas-batas teritorial suatu negara.Kata kunci: Terorisme, yurisdiksi negara
PENGELOLAAN RISIKO PEMBIAYAAN DI BANK SYARIAH Trisadini Prasastinah Usanti
Jurnal ADIL Vol 3, No 2 (2012): DESEMBER 2012
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.24 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i2.817

Abstract

Pembiayaan adalah sumber pendapatan bank syariah yang terbesar, namunsekaligus merupakan sumber risiko operasi bisnis yang terbesar, yaitu timbulnya Pembiayaan bermasalah, karena dengan adanya pembiayaan bermasalah bukansaja menurunkan pendapatan bagi bank syariah tetapi juga akan berdampak padakesehatan bank syariah dan pada akhirnya akan merugikan nasabah penyimpan.Oleh karena itu, diperlukan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur,memantau dan mengendalikan risiko yang sesuai dengan kegiatan usahaperbankan syariah. Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam rangka memitigasirisiko dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan Prinsip Syariah.
PENGAWASAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI OLEH KOMISI YUDISIAL Jesi Aryanto
Jurnal ADIL Vol 3, No 2 (2012): ADIL : Jurnal Hukum Desember 2012 Vol 3 No 2
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.393 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i2.58

Abstract

(Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUU-IV/2006 Tentang Yudisial Review UU No.22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial) AbstractChapter 1 Article 3 of the 1945 Constitution stipulates that the State of Indonesia shall be a state based on the rule of law, and thus one of the underlying principles is that the State should provide the court with the power of judgment, free from interventions from other institutions to guarantee that the institution well functions to enforce the law and to serve justice. Law does not merely refer to imperative articles or ‘das sollen’ obligations; however, it should be perceived as a sub-system which, in reality (‘das sein’), can be determined by politics, not only in the formulation processes but also in its implementation. There have been 31 supreme judges who file for a judicial review of the Law No. 22 of 2004 on Judicial Commission for the Constitution. It can be clearly inferred that such a move—claimed to be initiated individually—is mere tactic for it is obvious that those judges in the Supreme Court somehow feel uncomfortable with Judicial Commission’s maneuvers. And since the Supreme Court has no legal standing for any cases in the Constitutional Court, it is the individuals of the Supreme Court who seemingly make the move.Keywords : Das Sollen, Das Sein, Judicial Review, Legal Standing, Intervention, Judges, DisputeAbstrakPasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hukum bukan hanya berarti pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) dapat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya. 31 orang hakim kemudian menggugat judicial review UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD. Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim agung itu hanyalah taktik saja, sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak jelas Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjang Komisi Yudisial, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak mempunyai legal standing atau tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan (sekurang-kurangnya dibiarkan dan didorong maju) adalah para hakim agung secara perseorangan.Kata Kunci : Das Sollen, Das Sein, Judicial Review, Legal Standing, Intervensi, Judges, Dispute.  
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN DAN KEDUDUKAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA rfan Islami
Jurnal ADIL Vol 6, No 2 (2015): DESEMBER 2015
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (775.258 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v6i2.822

Abstract

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) pada umumnya memiliki dua latar belakangpendirian dan kegiatan, yaitu sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagailembaga keuangan syariah. Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT berfungsisebagai lembaga intermediasi yang menyerupai kegiatan bank pada umumnya,untuk itu BMT harus berdiri dan menjalankan kegiatan usahanya sesuai denganhukum yang berlaku. Saat ini BMT dimasukkan ke dalam kategori lembagakeuangan mikro yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 TentangLembaga Keuangan Mikro. Selain Undang-Undang LKM, BMT juga diaturdalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaka Kecil dan Menengah No. 16 Tahun2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan PembiayaanSyariah oleh Koperasi. Permasalahan yang muncul adalah apakah denganberlakunya peraturan perundang-undangan tersebut telah menaungi seluruh aspekkebutuhan BMT dalam menjalankan peran dan fungsinya. Penulisan inimerupakan hasil penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui danmenganalisis pengaturan atau regulasi tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah(LKMS) atau yang dikenal dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang termuatdi dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini,apakah sudah memadai atau belum. Target yang hendak dicapai dalam penelitianini untuk memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam pengembanganilmu pengetahuan, baik bagi para akademisi ataupun praktisi yang bergerak dalambidang pengembangan ekonomi mikro khususnya, dan hukum ekonomiumumnya. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan, mengingat prospekdan peran BMT yang sangat penting dan terus berkembang dalam membantupeningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat. Metode penelitian yang digunakanadalah penelitian hukum normatif yang mengkaji permasalahan dari bahan-bahanliteratur kepustakaan dan dari peraturan-peraturan perundangan-undangan yangberkaitan dengan lembaga keuangan mikro syariah atau BMT.
PENGELOLAAN RISIKO PEMBIAYAAN DI BANK SYARIAH Trisadini Prasastinah Usanti
Jurnal ADIL Vol 3, No 2 (2012): ADIL : Jurnal Hukum Desember 2012 Vol 3 No 2
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.24 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i2.63

Abstract

AbstractFor Syariah banks, financing is the largest proceeds on one hand, yet—on the other hand—it poses the biggest risk due to its non-performing loans since they prone to not only decrease the banks’ total income but also put the banks’ CAR (capital adequacy ratio) at risk, which might eventually jeopardize the customers. With respect to this, it is essential that risk management be present in Syariah banks in order to identify, measure, monitor, and control risk level tolerable in their business activities. Embracing this risk management will mitigate risks by putting compatibility to Syariah principles into consideration.Keywords : Risk Management, Financing, Syariah BankAbstrakPembiayaan adalah sumber pendapatan bank syariah yang terbesar, namun sekaligus merupakan sumber risiko operasi bisnis yang terbesar, yaitu timbulnya Pembiayaan bermasalah, karena dengan adanya pembiayaan bermasalah bukan saja menurunkan pendapatan bagi bank syariah tetapi juga akan berdampak pada kesehatan bank syariah dan pada akhirnya akan merugikan nasabah penyimpan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang sesuai dengan kegiatan usaha perbankan syariah. Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam rangka memitigasi risiko dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan Prinsip Syariah.Kata kunci : Manajemen, Risiko, Pembiayaan, Bank Syariah
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERKAIT PELUNASAN HUTANG OLEH DEBITOR (STUDI KASUS PUTUSAN No.50/Pailit/2010/PN.Niaga.JKT.PST) Wilda Prima Putri
Jurnal ADIL Vol 9, No 2 (2018): DESEMBER 2018
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.384 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v9i2.827

Abstract

Nasabah debitor dalam pelaksanaan perjanjian kredit bank dapat mengalamikesulitan untuk tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada bank kreditorkarena mengalami kepailitan. Akibatnya permasalahan muncul terkait bagaimanaperlindungan hukum terhadap bank misalnya Bank BNI sebagai pemegangjaminan kebendaan untuk memperoleh pelunasan piutang terhadap para debitoryang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga; dan bagaimana upaya hukum yangdapat ditempuh oleh Bank BNI sebagai pemegang jaminan kebendaan agardebitor pailit dapat melunasi utangnya. Hasil analisis menunjukkan bahwawalaupun instrumen hukum kepailitan berdasarkan UU PKPU tidak dapatsepenuhnya memberikan perlindungan hukum kepada bank sebagai kreditorpemegang jaminan kebendaan untuk memperoleh keseluruhan hak-haknyamelalui mekanisme penyelesaian piutang oleh kurator sampai saat berakhirnyakepailitan. Bank BNI belum melengkapi dengan regulasi, akta-akta danpersyaratan-persyaratan tambahan guna melindungi kepentingan bagi pelunasanseluruh piutangnya ketika terjadi kepailitan debitornya. Pembatasan waktu bagibank sebagai kreditor pemegang jaminan kebendaan untuk melakukan hakeksekusinya mengakibatkan UU PKPU tidak cukup efektif untuk memberikanperlindungan hukum kepada bank sebagai kreditor pemegang jaminan kebendaan.
ANCASILA DI DALAM PEMBUKAAN UUD 1945 BUKAN GRUNDNORM Yogi Sumakto
Jurnal ADIL Vol 3, No 1 (2012): JUNI 2012
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.27 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i1.832

Abstract

Pancasila selama ini terlanjur dikenal sebagai norma dasar (Grundnorm) dalamtertib hukum Indonesia dan sistem norma hukum Indonesia . Bahkan lebih dariitu, Pancasila tidak hanya menjadi sumber asal suatu tertib hukum, tetapi jugasumber asal dari seluruh norma-norma kehidupan bangsa Indonesia, termasuketika, moral, dan lain sebagainya. Pandangan ini terutama dibela keras oleh duatokoh hukum Indonesia, Roeslan Saleh dan A. Hamid S. Attamimi. Tulisan iniberupaya membongkar asumsi yang sudah beruratakar tersebut. Denganmenelusuri langsung ke sumber teoretis konsep Grundnorm, yaitu pemikiran HansKelsen, tulisan ini menemukan bahwa Pancasila tidaklah masuk ke dalam kategoriGrundnorm jika merujuk pada pemikiran asli Kelsen. Klaim Pancasila sebagainorma dasar ternyata tidak mampu memenuhi empat kriteria norma dasar Kelsen.Pertama, norma dasar bukanlah norma yang “ditetapkan”. Kedua, norma dasar bukan hukum kodrat. Ketiga, norma dasar memberikan keabsahan obyektifkepada norma-norma dari konstitusi tanpa terikat kepada isi norma-normatersebut. Keempat, norma dasar harus menutup hierarki norma. Oleh karena itu,tulisan ini menyimpulkan bahwa Pancasila bukanlah norma dasar sebagaimanasudah diyakini luas selama ini. Pancasila yang terkandung di dalam PembukaanUUD 1945 justru lebih tepat dikatakan sebagai hukum positif karena sifatnyayang ditetapkan dan hukum kodrat (natural law) karena wataknya sebagai prinsipprinsipsumber bagi produk-produk hukum di bawahnya.
Kesdaran Hukum Terhadap Kepemilikan Merek Terdaftar Pada Pengrajin Batik Pekalongan Jawa Tengah Endang Purwaningsih
Jurnal ADIL Vol 5, No 2 (2014): ADIL : Jurnal Hukum Desember 2014
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.984 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v5i2.285

Abstract

Terhadap  warga  pengrajin  batik  Pekalongan  yang  masih  tradisional  baik dari  manajemen  maupun  kepemilikan  hak  kekayaan  intelektualnya,  perlu dilakukan  sosialisasi  atau  pun  pelatihan  yang  relevan.  Rendahnya  kesadaran hukum  dapat  disebabkan  oleh  kurangnya  sosialisasi  hukum,  kurangnya  akses masyarakat tentang informasi hukum dan budaya masyarakat itu sendiri. Untuk itu diperlukan  upaya  untuk  membuka  wawasan  pengetahuan  hukum  warga masyarakat    agar  lebih  memahami  akan  hukumnya  sendiri,  upaya  hukum  yang dapat  dilakukan  apabila  terjadi  sengketa,  maupun  untuk  tujuan  peningkatan kesadaran hukum akan pentingnya merek terdaftar dan penguasaan materi hukum transaksi.  Penelitian  ini  merupakan  penelitian  normatif  dengan  pendekatan sosiologis  dan  memanfaatkan  data  sekunder  beserta  data  primer.  Subyek penelitian  adalah  masyarakat  pengrajin  batik  di  Pekalongan  Jawa  Tengah  pada home industry maupun skala industri kecil dan menengah.  Subyek penelitian ini dipilih karena selain Pekalongan terkenal dengan Kota  Batik, juga beberapa area di    Pekalongan    merupakan  sentra  industri  batik usaha  kecil  dan  menengah  yang jumlahnya  banyak  dan  terkumpul  dalam  satu  area  industri,  atau  dikenal  desa Batik/Desa  Wisata  Batik/Kampung  Wisata  Batik,  dipilih  daerah  Pesindon  dan Kauman serta didukung pengamatan daerah Buaran dan Pekajangan.

Page 1 of 18 | Total Record : 173