cover
Contact Name
Dr. Yati Nurhayati, SH.,MH
Contact Email
yatinurhayati1904@yahoo.com
Phone
+6281223692567
Journal Mail Official
yatinurhayati1904@yahoo.com
Editorial Address
Jl Adyaksa No.2 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia.
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Al-Adl : Jurnal Hukum
ISSN : 19794940     EISSN : 24770124     DOI : -
Core Subject : Social,
Al - Adl : Jurnal Hukum is a journal that contains scientific writings in the field of law either in the form of research lecturers and the results of studies in the field of law published the first time in 2008 with the period published twice a year. Al - Adl Journal of Law is registered in LIPI with the code E-ISSN 2477-0124 and P-ISSN 1979-4940. Every script that goes into the editorial will be reviewed by reviewers in accordance with the field of knowledge. The review process is not more than 1 month and there is already a decision about whether or not the submission is accepted.This journal provides open access which in principle makes research available for free to the public and will support the largest exchange of global knowledge. Al Adl : Jurnal Hukum publihes twice a year (biannually) on January and July focuses on matters relating to: - Criminal law - Business law - Constitutional law - State Administration Law - Islamic law - The Basic Law
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 211 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PAEDOFILIA Salamiah salamiah
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 6, No 11 (2014)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.823 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v6i11.200

Abstract

Anak berhak mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi, pelecehan seksual, perdagangan anak, penculikan, serta dari berbgai zat adiktif lainnya hal ini tercantum dalam pasal 65 UU No. 35 tahun 1999. Perlindungan dan perhatian khusus ini sebaiknya tidak hanya diberikan oleh pemerintah dan orang tua saja tetapi juga seluruh lapisan masyarakat juga diharapkan mampu berperan secara aktif dalam melindungi dan menjaga hak-hak anak. Keluguan dan dan rasa ingin tahu yang kuat terhdap kehidupan seksualitas  inilah yang dimanfaatkan pelaku tindakan kekerasan pelecehan seksual untuk menjerat korbannya. Metode yang digunakan adalah penelitian normative yaitu dengan cara mempelajari  peraturan perundang-undangan yang terkait dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu UU No. 23 tahun 2002. Dimana untuk mengetahui  hambatan-hambatan apa saja yang dalam penegakan hukum terhadap anak sebagai korban .Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak,
PENATAAN LEMBAGA NEGARA REFLEKSI PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL Abustan Abustan
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 9, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.241 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v9i2.940

Abstract

The amendment of Article 1 Paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia indicates the affirmation of Article 4 Paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, namely the affirmation of a presidential government system by affirming the position of the President as head of state as head of government of government) can not be separated and elected directly by the people, so that the President has the authority as "the sobereigh executive" to run "independent power" and "inherent power", while establishing the separation of power in establishing cheks and balances among state institutions. Prior to the amendment of the 1945 Constitution, the institutional system adopted is the separation of power but is often referred to as the distribution of power. The President not only holds the highest administrative power (executive but also holds the power to form legislation or legislative powers together with the DPR as his co-legislator, while the question of judicial power (judicial in the 1945 Constitution before changes are made by a Supreme Court and other judicial bodies according to the law. Given the change of power of the formation of a law which was originally owned by the President to be owned by the House of Representatives based on the amendment of the 1945 Constitution, especially Article 5 paragraph (1) and Pasa1 20 paragraph (1), the so-called legislative body (main) DPR, while the executive is the President. Although the process of making a law requires the approval of the President, but the function of the President in this case is as co-legislator as the DPD for the material of a particular law, not as the main legislator. While the judicial authority (judicative conducted by the Supreme Court (and the judicial bodies under it) and the Constitutional Court under Article 24 paragraph (2) of the 1945 NRI Constitution. Structuring the building of presidential government system, as well as other state institutions (DPR, MPR, DPD, MA and MK) within the framework of the 1945 Constitution of 1945 should be harmonized and synchronized to prevent the occurrence of various disorders among state institutions.
TELAAH TEORITIK MENGENAI HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN PADA ERA REZIM ORDE BARU F. A. ABY
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 8, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.651 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v8i1.346

Abstract

Dari sekian banyak negara-negara di dunia yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi, salah satu di antaranya adalah indonesia. Untuk menilai sampai seberapa jauh negara-negara tersebut benar-benar telah melaksanakan demokrasi, ada beberapa parameter yang dapat dapat digunakan untuk itu. Salah satu di antara parameter tersebut adalah tegaknya supremasi hukum. Indonesia yang katanya sebagai negara demokrasi, ternyata selama lebih dari 32 tahun rezim orde baru berkuasa telah memperlihatkan pengingkaran terhadap supremasi hukum dengan adanya berbagai macam bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan. Hukum yang semestinya berfungsi sebagai alat kontrol kekuasaan, oleh rezim orde baru ternyata ternyata telah dijadikan sebagai subordinat dari kekuasaan
PERDEBATAN ANTARA METODE NORMATIF DENGAN METODE EMPIRIK DALAM PENELITIAN ILMU HUKUM DITINJAU DARI KARAKTER, FUNGSI, DAN TUJUAN ILMU HUKUM Yati Nurhayati
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 5, No 10 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.658 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v5i10.191

Abstract

Konsep keilmuan ilmu hukum memiliki cakupan yang luas dan tidak mudah untuk dipahami, sedangkan wacana metodologi sebagai sarana keterbukaan kinerja suatu penelitian mengalami dinamika perdebatan yang tidak pernah usai. misalnya perdebatan tentang metodologi ilmu hukum yang dipengaruhi oleh perdebatan pada ilmu social. mengingat ada anggapan bahwa ilmu social adalah genus (umum-nya), sedangkan ilmu hukum merupakan species (khusus) dari ilmu-ilmu social. sebagai konsekukuensi masuknya ilmu hukum dalam genus ilmu sosial tersebut maka perdebatan tentang metodologi dalam ilmu social juga merasuk dalam ilmu hukum.Kata Kunci : Penelitian ilmu hokum, Metode Normatif, Metode Empirik.
MERIT SYSTEM DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI PEMBINAAN KARIER APARATUR SIPIL NEGARA Nurwita Ismail
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 11, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.571 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v11i1.2023

Abstract

AbstractThe Merit System is a reflection of professional staffing management where the placement of employees and officials uses performance competencies and track records as a means of measuring appointments. But so far the system merit has not been fully implemented even though if this system is implemented, it can produce qualified official figures and have good performance other than that it will not interfere with internal conditions because it has continuity with the old officials. Practices that occur are politicization of the State Civil Apparatus. Merit violations are usually like people being demoted without clear reasons and mutations. New regional heads usually dismantle their employees with people he knows. Everything is still related to retribution and revenge, so that this article is carried out with the aim of knowing how the implementation of the Merit System in ASN career development and the factors that influence the implementation of Merit System can realize the transparency of ASN career coaching using Qualitative analysis methods. So that it is expected to contribute ideas to the government in the study and implementation of a better Merit System. Keywords: Merid System and State Civil Apparatus AbstrakMerit sistem merupakan cerminan manajemen kepegawaian yang profesional dimana penempatan pegawai dan pejabat menggunakan kompetensi kinerja dan track record sebagai alat ukur pengangkatan. Namun sejauh ini merit sistem belum sepenuhnya dilakukan padahal Jika sistem ini diterapkan, dapat menghasilkan figur pejabat yang mumpuni dan memiliki kinerja bagus selain itu tidak akan mengganggu kondisi internal karena memiliki kesinambungan dengan pejabat lama. Praktek-praktek yang terjadi adanya politisasi terhadap Aparatur Sipil Negara. Pelanggaran Merit itu biasanya seperti orang diturunkan jabatannya tanpa alasan yang jelas dan mutasi. Kepala daerah baru biasanya membongkar pegawainya dengan orang-orang yang dia kenal. Semuanya masih berkaitan dengan balas budi dan balas dendam, sehingganya tulisan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui Bagaimana implementasi Merit System dalam  pembinaan karier ASN serta Faktor yang mempengaruhi penerapan Merit System dapat mewujudkan transparansi pembinaan karier ASN dengan menggunakan Metode analisis Kualitatif. Sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemerintah dalam pengkajian dan pelaksanaan Merid Sytem kearaha yang lebih baik. Kata Kunci: Merid System, Aparatur Sipil Negara
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE) MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Mohammad Ikbal
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 7, No 14 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7.941 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v7i14.223

Abstract

Integrasi ekonomi global telah menumbuhkan kekuatan-kekuatan ekonomi baru, demikian pula dengan Negara-negara ASEAN. Integrasi ekonomi regional ASEAN telah menyepakati Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC). Dalam kesepakatan tersebut mengembangkan AEC Blueprint yang merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015. Berdasarkan pertimbangan terhadap perkembangan integrasi ekonomi global, dan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN perlu dilakukan pembentukan pembangunan payung hukum yang bisa mengantisipasi kecepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya bidang e-commerce dan  aspek hukum perlindungan terhadap konsumenKata kunci : E-commerce, Aspek Hukum, Konsumen dan Masyarakat Ekonomi ASEAN
PENERAPAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA PONTIANAK DALAM PERKARA PERKAWINAN BAGI PASANGAN YANG BERALIH AGAMA Etika Rahmawati
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 10, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.299 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v10i2.1361

Abstract

Asas Personalitas Keislaman adalah asas utama yang melekat pada Undang-Undang Peradilan Agama yang memberikan makna bahwa pihak yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Peradilan Agama adalah hanya mereka yang beragama Islam. Dapat dikatakan bahwa Keislaman seseoranglah yang menjadi dasar kewenangan Peradilan Agama dan dengan kata lain, seorang penganut agama non-Islam tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama. pemberlakuan Asas ini selalu dikaitkan dengan perkara perdata (bidang tertentu), seperti bidang perkara yang berkaitan dengan hal Perkawinan, baik dalam hal perceraian, pembatalan dan sebagainya. Dalam studi kasus Putusan MA No. 726K/SIP/1976 terdapat suatu pelanggaran asas personalitas keislaman dalam perkara pembatalan perkawinan yang mengakibatkan adanya perbedaan sudut pandang antar dua lembaga peradilan yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan putusan tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai penerapan asas personalitas keislaman di lingkungan Pengadilan Agama Pontianak  khususnya yang berkaitan dengan perkara perkawinan bagi pasangan yang beralih agama.  Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif (Doctrinal Research) dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Tujuan dari penulisan ini agar masyarakat dapat mengetahui tentang asas personalitas keislaman dengan melihat latar belakang asas personalitas keislaman dalam aspek Hukum Islam dan keberadaan beberapa teori sebelum pemberlakuan asas personalitas keislaman ini, seperti teori Receptio In Complexu yang memiliki keterkaitan dan saling berhubungan dengan asas personalitas Keislaman, sehingga dapat dilihat penerapan asas personalitas keislaman yang ada di lingkungan Pengadilan Agama Pontianak telah diterapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia atau masih ada pelanggaran yang terjadi pada asas personalitas keislaman di Indonesia.
PERAN KEJAKSAAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Yasmirah Mandasari Saragih
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 9, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.601 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v9i1.802

Abstract

AbstractThe criminal act of corruption in large numbers has the potential to harm the state's finances so as to disrupt development resources and endanger the political stability of a country. Currently corruption is transnational. The prosecutor's office as the case controller or Dominus Litis has a central position in law enforcement, since only the prosecutor's office can determine whether a case can be brought to the Court or not based on valid evidence as per criminal law. To carry out the task of eradicating corruption, the Attorney General can not work alone by relying on the ability of the prosecutor apparatus without cooperation with other agencies. According to the prevailing regulations, corruption investigators are prosecutors and police, so cooperation between the two law enforcers should be mutually supportive and mutually supportive for the successful investigation of criminal acts of corruption.Keywords: Prosecutor, Corruption, Eradication.
ANALISIS PERLINDUNGAN TERHADAP MEREK NON-TRADISIONAL DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 NOMOR 2016 Yoga Saputra; Yati Nurhayati
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 11, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (744.498 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v11i2.2603

Abstract

Perlindungan terhadap merek tidak bisa dianggap remeh karena secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan upaya yang luar biasa agar terciptanya merek baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, pertama, tentang pentingnya mendaftarkan merek nontradisional, dan kedua, bagaimana cara mendaftarkan merek nontradisional tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif dimana metode ini mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Hasil dari penelitian ini adalah berupa kesimpulan yaitu, pertama, pentingnya mendaftarkan merek nontradisional adalah agar merek tersebut mendapat perlindungan hukum, dan kedua, untuk mendaftarkan merek nontradisional yaitu melalui Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (SUATU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DALAM MENGHADAPI ARUS GLOBALISASI DAN INDUSTRI) Achmad Ratomi
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 10, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.281 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v10i1.1150

Abstract

Tujuan dari kajian ini adalah ingin menjelaskan dan menganalsis ratio legis dianutnya pemahaman korporasi sebagai subjek tindak pidana dan mencari bentuk sanksi yang ideal untuk korporasi sebagai pelaku tindak pidana dengan memperhatikan ciri dan karakteristik korporasi sebagai subyek hukum pidana. Keberadaan korporasi sebagai salah satu subjek hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Sehingga korporasi berpotensi melakukan perbuatan yang menyimpang dan berujung pada tindak pidana. Pemidanaan terhadap korporasi berbeda dengan pemidanaan terhadap orang, oleh karena korporasi mempunyai karakter yang berbeda secara prinsipil dengan subjek hukum pidana orang. Ada bentuk-bentuk pidana yang bisa diterapkan kepada orang tetapi tidak bisa diterapkan kepada korporasi. Misalnya Pidana penjara dan pidana mati. Oleh karena itu, maka diperlukan bentuk pidana (sanksi) yang cocok untuk bisa diterapkan kepada korporasi sehingga tujuan dari pemidanaan dapat tercapai. Bentuk-bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi harus melihat kepada manfaat pemidanaan korporasi yang tidak hanya melihat kepada kepentingan korporasi itu sendiri tetapi lebih jauh harus melihat kepada kepentingan masyarakat luas. Berdasarkan hal tersebut, maka ada beberapa bentuk sanksi yang bisa diterapkan kepada korporasi yang melakukan tindak pidana, yaitu sanksi percobaan (Probation), denda equitas (Equity Fine), pengalihan menjadi sanksi individu, sanksi tambahan, sanksi pelayanan masyarakat (community service), kewenangan yuridis pihak luar perusahaan, dan kewajiban membeli saham.

Page 4 of 22 | Total Record : 211