cover
Contact Name
Moh. Shofan
Contact Email
jurnal@maarifinstitute.org
Phone
+6281316538753
Journal Mail Official
jurnal@maarifinstitute.org
Editorial Address
Jalan Tebet Barat Dalam 2 No 6, Tebet, Jakarta Selatan, 12810
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Maarif
Published by MAARIF Institute
ISSN : 19078161     EISSN : 27155781     DOI : https://doi.org/10.47651/mrf
Jurnal MAARIF diarahkan untuk menjadi corong bagi pelembagaan pemikiranpemikiran kritis Buya Ahmad Syafii Maarif dalam konteks keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Beberapa isu yang menjadi konsen jurnal ini adalah tentang kompatibilitas Islam dan demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralisme. Isu-isu lain yang juga menjadi perhatian jurnal ini adalah soal kemiskinan, kekerasan atas nama agama, terorisme dan berbagai persoalan kebangsaan dan kemanusiaan yang mengemuka dalam kehidupan Indonesia kontemporer.
Articles 250 Documents
Bukan Sekedar Penggaung (Buzzers): Media Sosial dan Transformasi Arena Politik Akmaliah, Wahyudi
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.392 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.9

Abstract

Artikel ini melihat kemunculan buzzers (penggaung) politik sekaligusinfluencer (subyek berpengaruh) di Indonesia pasca rejim Orde Baru dalam memproduksi informasi, mempengaruhi publik dan berdampak terhadap elektablitas tokoh politik yang mengajukan diri sebagai pemimpin dalam politik elektoral. Ada tiga pertanyaan yang diajukan; kekuatan struktur apa yang mempengaruhi perubahan sekaligus pergeseran arena politik dari mobilisasi massa turun ke jalan melalui keramaian kemudian menjadi ranah online? Bagaimana dampak perubahan lanskap tersebut seiring dengan kemunculan otoritas-otoritas baru dengan kehadiran penggaung politik sebagai sumber referensi pengetahuan yang menjadi preferensi pilihan warganet sekaligus mempengaruhi elektabilitas seorang calon dalam politik elektoral? Apa dampak ikutan yang muncul dalam ranah maya ini? Artikel ini berargumen bahwa kemunculan internet dan media baru, ditandai dengan kehadiran media sosial, setidaknya telah menggeser distribusi informasi pengetahuan yang sebelumnya mutlak digenggam oleh oligarki pemilik media lama (televisi, media cetak, radio). Pergeseran struktur media ini membawa dampak terhadap kemunculan otoritas-otoritas baru dengan kehadiran penggaung, yang sebelumnya hanya digunakan dalam ranah periklanan. Sebagai bagian dari agensi, otoritas baru ini membawa kepada dua wajah; kreativitas dalam mengkampanyekan gagasan dan aktivitas destruktif yang dapat memecah sensivitas solidaritas kebangsaan dan kenegaraan di level akar rumput.
Media Sosial dan Pergulatan Masyarakat Muslim Indonesia di Inggris: Merayakan ‘Ingatan’ tentang Tanah Air dalam Konteks ‘Lokal’ Basya, M. Hilali
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.793 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.10

Abstract

Semakin meningkatnya teknologi komunikasi membuat cara berinteraksi masyarakat dan otoritas keilmuan mengalami pergeseran. Saat ini media sosial (medsos) seperti Facebook (FB) dan Whatsapp (WA) menjadi media yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi, baik dalam bentuk percakapan singkat maupun diskusi yang mendalam. Meskipun percakapan secara langsung (face to face) antar individu dan diskusi dalam forum masih tetap terjadi, namun aktifitas semacam ini mengalami peningkatan dalam dunia maya terutama melalui FB dan WA. Konsekuensinya, sebuah diskusi yang sebelum dominasi medsos hanya melibatkan narasumber atau komentator secara terbatas dan sesuai dengan keahliannya, saat ini bisa menempatkan siapapun berada dalam posisi tersebut. Semua orang, termasuk yang awam sekalipun, bisa menjadi narasumber yang sepertinya sangat memahami sebuah topik. Artikel ini mengkaji tentang bagaimana masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan medsos. Sebagian besar dari mereka adalah dosen, aktifis, ulama muda, birokrat, dan lain-lain yang sedang menempuh pendidikan tingkat S2 atau S3. Hidup dalam nilai-nilai, norma, dan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Inggris yang tentu saja memiliki perbedaan dengan di Indonesia menjadi konteks sosial yang menarik untuk dikaji. Fokus yang ingin dijelaskan dalam artikel ini adalah bagaimana pengaruh konteks sosial tersebut terhadap cara masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan media sosial.
Hijrah Milenial: Antara Kesalehan dan Populism Annisa, Firly
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.06 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.11

Abstract

Publik Islam yang pada rezim sebelumnya dikontrol dalam ruang keagamaan formal agar mudah dikendalikan oleh negara, pada era Reformasi mulai menyebar pada kepemimpinan organisasi masyarakat dan politik praktis. Hadirnya berbagai partai politik yang menggunakan Islam sebagai basis dan simbol politik menjadi petanda “kebangkitan” Islam dalam ruang demokrasi. Apabila dihubungkan dengan tumbuhnya media sosial dan jaringan internet di Indonesia, micro celebritiesmenjadi komponen penting menghadirkan identitas Islam dalam budaya populer. Dengan menarik pengikut di media sosial Instagram, para micro-celebritiesMuslim, dapat berpotensi membentuk "Publik Islam" mereka sendiri. Dengan mengelola wacana kesalehan melalui performativitas tubuh yang di unggah secara terus menerus di media sosial, publik Islam dapat terbentuk dengan berbagai tujuan seperti menggaet popularitas yang berujung pada keuntungan ekonomi dan popularitas. Penyebaran otoritas pengetahuan semakin terjadi dalam segmen-segmen kecil, yang justru sulit dikontrol dan justru dapat menjadi embrio radikalisme, fanatisme dan intoleransi karena hanya menghadirkan hitam putih agama yang sekali lagi miskin argumentasi dan kontemplasi.
Mediatisasi Dakwah, Moralitas Publik dan Komodifikasi Islam di Era Neoliberalisme Pamungkas, Arie Setyaningrum
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.077 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.12

Abstract

Dakwah Islam bukan hanya ditujukan untuk menyampaikan pesan spiritual bagi pembentukan pribadi Muslim, melainkan juga ditujukan untuk suatu tujuan normatif, praktik moralitas publik yang didasari oleh interpretasi atas ajaran Islam tertentu. Perkembangan media telah memfasilitasi praktik dakwah, sejak masa kolonial dimana percetakan Al Qur’an bahkan ikut difasilitasi oleh pemerintah kolonial, hingga terbentuknya press Islam yang ikut mendorong munculnya nasionalisme sebagai bentuk resistensi, hingga bentuk-bentuk dakwah yang dimediasikan sehingga membentuk ranah publik Muslim. Keragaman medium dalam dakwah telah menciptakan ranah publik Muslim (Muslim public sphere) sehingga bukan hanya mampu menjadi basis terbentuknya konstituensi politik, bahkan pasar baru bagi identitas Muslim. Sengkarut antara kepentingan politis dan kapital ekonomi secara rentan mengubah muatan dakwah menjadi alat propaganda dan bahkan mampu menciptakan ‘fandom’ dimana komodifikasi Islam mengabdi pada logika pasar neoliberalisme. Inilah yang berlangsung di Indonesia selama dua dekade terakhir. Fenomena yang mentransformasi moralitas publik menjadi komoditas baik sebagai komoditas politik maupun ekonomi ini juga sesungguhnya berlangsung secara global.
Perempuan-Perempuan ‘Pembawa Pesan’ dalam Layar Kaca Muthmainnah, Yulianti
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.151 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.13

Abstract

Dua puluhan tahun lalu, media yang bisa mendekatkan jarak yang jauh serta bisa diakses dengan mudah, hanya butuh beberapa menit saja dengan cara mengirimkan tulisan adalah email. Kini, di tahun 2018, email bahkan bisa mengirimkan gambar, suara, dan video bergerak. Selain itu, ada facebook, dropbox, skipe, instagram, twitter dan lain sebagainya. Media-media sosial di atas berkembang sangat cepat. Informasi baik yang benar ataupun tidak (hoax) dari belbagai manca negara dengan mudah bisa tersebar hingga ke pelosok negeri. Sekalipun perkembangan tehnologi dan akses pada media demikian luas, gambar layar kaca maupun layar lebar tetap memiliki tempat tersendiri. Industri film tetap hidup, pun film-film yang berdurasi panjang, bersambung hingga beberapa episode nyaris selalu ditunggu penonton. Ada kenikmatan tersendiri ketika menonton film, apalagi bila film bisa diakses dalam genggaman tangan. Film-film tersebut bisa dinikmati sambil berdiri di atas bis atau kereta dengan mudah melalui aplikasi iflix. Lantas, bagaimana film-film tersebut mencitrakan perempuan? Artikel ini mengkaji bagaimana film menjadi medium komunikasi, bukan saja sekadar hiburan, tetapi juga sebagai media yang mampu memberikan pencerahan dan pendidikan. Juga berperan sebagai alat propaganda atas sebuah tujuan, yang pada akhirnya disadari atau tidak akan membawa pengaruh yang kuat terhadap pola pikir suatu masyarakat.
Arus Teknologi Global: Tantangan Eksistensi Agama dalam Ruang Sosial Kapitalisme Data Sumrahadi, Abdullah
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.522 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.14

Abstract

Artikel pendek ini tidak memiliki maksud untuk mereduksi makna besar tentang agama. Bukan juga menguji pendekatan atau hipotesa tertentu. Artikel ini merupakan alat atau semacam fondasi untuk membaca dengan memberikan rentetan diskusi secara deskriptif. Sehingga yang muncul adalah bacaan kritis yang in-line dalam setiap topik dan sub-topik bahasan, juga tidak menyimpulkan suatu simpulan. Tetapi menawarkan ruang refleksi sosiologis bagi para pembacanya. Maksud model penulisan dan pengungkapan demikian ini adalah untuk memudahkan pembaca memahami alur berpikir beserta cabang atau varian perkembangan teknologi informasi melalui medium internet yang kini sudah bermutasi kepada kapitalisasi data. Serta bagaimana kehidupan beragama, kemanusiaan dan demokrasi yang akar nilainya pada prinsip-prinsip kebaikan tidak menjadi pelaku kediktatoran arus kapital dunia data.
Pesan Instan Muslimah Kelas Menengah Baru: Studi Identitas Islam di Group Whatsapp “Islam” Ridho, Subkhi
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.752 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.15

Abstract

Di Era posmodern, masyarakat memproduksi ribuan pesan dalam jumlah yang sangat besar. Peningkatan tersebut terjadi akibat keberadaan internet yang jangkauannya hingga ke berbagai wilayah. Tulisan ini melakukan observasi mengenai wacana di tiga grup WhatsApp jamaah pengajian yaitu Pengajian Medina, Pengajian Safina, dan Pengajian al-Hijrah yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok perempuan kelas menengah Muslim di kota Yogyakarta. Rata-rata anggota jamaah pengajian ini merupakan representasi dari perempuan kelas menengah Muslim yang kuat secara ekonomi dan kalangan terpelajar. Tulisan ini mengelaborasi pandangan mereka dan praktik mereka sebagai Muslim kota di media WhatssApp. Selain itu juga berusaha memahami konstelasi pandangan perempuan kelas menengah Muslim kota kaitannya dengan serangkaian demonstrasi yang menggunakan identitas Islam, seperti Aksi Bela Islam 411, dan 212.
Jurnalisme dan Seni Sebagai Jalan Perdamaian Alka, David Krisna
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.971 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.16

Abstract

Rudi Fofid tak menyimpan dendam atas peristiwa masa lalu. Ayah dan dua kakak perempuannya dibunuh saat konflik terjadi. Ketika konflik mulai memanas di Bacan, ayah dan keluarganya memilih tidak mengungsi, karena merasa sudah sehati dan sejiwa dengan daerah itu. Ayahnya sudah diperingatkan oleh para tetangga, akan terjadi serangan ke rumahnya. Sang ayah bersikukuh tidak mengungsi, namun menyuruh keluarga yang lain untuk segera pergi dari rumah. Hingga kemudian, ayah dan kakaknya terbunuh. Saat kejadian itu, Rudi Fofid sedang berada di kota Tual, Provinsi Maluku. Rudi tak menyimpan dendam atas peristiwa masa lalu itu. Bahkan tidak menangis berbulanbulan. Ia hanya merasa tak ada kesempatan berkumpul lagi. Ia memahami bahwa dalam konflik, pelaku pembunuhan juga didesain untuk menjadi pembunuh. Dalam hal itu, menurut Rudi, mereka, para pelaku pembunuhan adalah juga korban.
Politisasi Agama di Ruang Publik: Ideologis atau Politis ? Shofan, Mohammad
MAARIF Vol 13 No 2 (2018): Politisasi Agama di Ruang Publik: Ideologis atau Politis ?
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.439 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i2.17

Abstract

Tulisan ini difokuskan sebagai upaya untuk membangun pemahaman dan kesadaran kritis isu politik identitas, politisasi agama, yang sering kali memicu konflik horizontal—yang diakibatkan oleh gesekan kepentingan, baik intra maupun antar-pemeluk agama yang berbeda. Persekongkolan di antara mereka yang ingin mendapatkan keuntungan secara materi dan politik dari agama akan membawa dampak-dampak yang sangat destruktif. Agama yang di dalamnya mengajarkan hidup damai dan saling menghormati akan terjebak dalam tafsir tunggal melalui fatwa-fatwa keagamaan yang ekstrem. Padahal, agama menyediakan ruang tafsir yang sangat terbuka dengan catatan setiap tafsir mampu membawa kemaslahatan bersama
Politik Identitas? Renungan Tentang Makna Kebangsaan Suseno, Franz Magnis
MAARIF Vol 13 No 2 (2018): Politisasi Agama di Ruang Publik: Ideologis atau Politis ?
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.969 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i2.18

Abstract

Sesudah dijelaskan dalam arti apa istilah “politik identitas” dan “populisme” dipergunakan, esei ini menegaskan bahwa tempat wajar politik identitas adalah perlawanan terhadap penjajahan oleh bangsa lain. Kebangsaan Indonesia tidak berdasarkan satu bahasa, etnik atau agama, melainkan bersifat etis, berdasarkan tekad luhur untuk bersatu yang tumbuh dalam perjuangan bersama melawan penindasan oleh penjajah asing. Dalam Indonesia Merdeka masalah yang dihadapi dipecahkan atas dasar Pancasila sebagai kesepakatan tentang keadilan dasar kehidupan bersama bangsa Indonesia, dan tidak lagi atas dasar identitas salah satu komponen. Memobilisasikan rasa identitas bahasa, etnik atau agama merupakan sabotase terhadap eksistensi Indonesia sebagai satu bangsa.

Page 1 of 25 | Total Record : 250