cover
Contact Name
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Contact Email
akppsekp@gmail.com
Phone
+62251-8333964
Journal Mail Official
akppsekp@gmail.com
Editorial Address
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Kota Bogor 16111
Location
,
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
ISSN : 16932021     EISSN : 25497278     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Ruang lingkup substansi yang dibahas dalam naskah meliputi salah satu atau beberapa aspek sosial ekonomi dalam pembangunan pertanian dalam arti luas atau subsistem dari sistem agribisnis. Pembahasan dapat menyajikan aspek sosial ekonomi dari pembangunan pertanian dan pedesaan, pengembangan agribisnis, atau pengembangan komoditas lingkup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Articles 268 Documents
Respon terhadap Kebijakan IP Padi 400: Pola Penelitian vs Pola Tanam Petani Sudana, Wayan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.997 KB) | DOI: 10.21082/akp.v8n2.2010.103-117

Abstract

Peningkatan produksi beras dalam rangka ketahanan pangan nasional, mengharuskan pemerintah untuk menempuh berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan tersebut adalah melalui peningkatan Indek Pertanaman dengan jalan penanaman 4 kali padi dalam setahun (IP Padi 400). Tujuan tulisan ini adalah untuk mengantisipasi atau merespon syarat keharusan dan kecukupan yang harus dipenuhi agar pelaksanaan program IP Padi 400 dapat berjalan sesuai harapan. Berdasarkan evaluasi pola petani, agar program ini dapat berjalan sesuai rencana, dibutuhkan beberapa kondisi yang harus dipenuhi. Diantaranya, air irigasi tersedia sepanjang tahun, tersedianya varietas umur sangat genjah dibawah 80 HST, periode waktu pengolahan tanah, tanam dan panen dalam satu hamparan lahan tidak melebihi dari satu minggu. Hal ini membutuhkan kecukupan tersedianya tenaga kerja orang maupun traktor. Selain itu, juga perlu mengubah kebiasaan petani dengan mempercepat jadwal pengolahan tanah, pesemaian dan tanam padi serta memperpendek waktu antara kegiatan panen padi dengan waktu tanam padi berikutnya (turn around time), yaitu maksimum satu minggu.
Transformasi Sosio-Budaya dalam Pembangunan Pedesaan Pranadji, Tri; Hastuti, Endang Lestari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.997 KB) | DOI: 10.21082/akp.v2n1.2004.77-92

Abstract

Abstrak tidak tersedia
Telaahan Penggunaan Pendekatan Sekolah Lapang dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi: Kasihs di Kabupaten Blitar dan Kediri, Jawa Timur Jamal, Erizal
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.805 KB) | DOI: 10.21082/akp.v7n4.2009.337-349

Abstract

Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk tanaman padi merupakan upaya sistematis yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman petani terhadap masalah yang dihadapinya dalam usahatani padi serta identifikasi peluang pengembangan yang mungkin dilakukan. Pada pendekatan ini dipersyaratkan adanya pemahaman petani tehadap komponen inovasi yang diintroduksi dengan memperhatikan local knowledge yang ada, dan proses pembelajaran pengambilan keputusan secara sistematis berdasarkan pengalaman kegiatan bersama di lahan terpilih. Penggunaan sekolah lapang dianggap sebagai pendekatan terbaik untuk percepatan pemahaman petani serta proses adopsi itu sendiri. Sementara itu agar pendekatan sekolah lapang dapat efektif, diperlukan beberapa syarat keharusan yang antara lain terkait dengan adanya kegiatan bersama di lahan petani secara reguler. Dengan jumlah petani yang terbatas, petani dapat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan selama semusim dengan kurikulum yang berbasis kondisi spesifik lokasi dan pendampingan yang intensif. Beranjak dari persyaratan di atas dicoba melihat proses pelaksanaan di Desa Sido Warek dan Watu Gede,Kediri serta Desa Plumbangan, Blitar. Secara umum terlihat bahwa pelaksanaan SLPTT belum sepenuhnya didukung oleh berbagai syarat keharusan yang ada bagi terlaksananya sekolah lapang yang baik, sehingga pemahaman petani dan adopsi belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Ketersediaan tenaga pendamping masih merupakan faktor utama bagi keberhasilan pendekatan ini. Sementara itu, proses penciptaan suasana belajar diantara petani sendiri belum dapat berjalan dengan baik. Diperlukan sinergi berbagai program yang ada, sehingga kegiatan belajar dalam kelompok dapat maksimal dilakukan.
Analisis Kebijakan Pengembangan Padi, Jagung, dan Kedelai di Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN Dermoredjo, Saktyanu K.
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.977 KB) | DOI: 10.21082/akp.v12n1.2014.51-68

Abstract

Perdagangan bebas mempengaruhi seluruh aspek kegiatan pertanian, khususnya terhadap kebijakan pembangunan pertanian. Untuk meningkatkan produksi komoditas pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai diperlukan perhatian khusus terhadap dampak perdagangan bebas. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan pengembangan padi, jagung, dan kedelai di tingkat lokal untuk medukung pengembangan produksi ketiga komoditas tersebut. AHP (Analytic Hierarchy Process) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi prioritas kebijakan dalam strategi pengembangan pangan utama dalam menghadapi kondisi yang terjadi pada petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemerintah pusat merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian, kecuali aktor penentu kebijakan pengembangan kedelai di luar Jawa dipegang oleh pemerintah kabupaten. Di samping itu, sebagian besar arahan kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk komoditas jagung di Jawa yaitu kebijakan produksi, pendapatan, dan permintaan modal serta kebijakan pengembangan kedelai di Jawa yaitu produksi dan permintaan modal, selanjutnya lainnya relatif beragam. Oleh karena itu, diperlukan sinkronisasi kebijakan yang dimulai dari hulu hingga hilir serta adanya penekanan pembagian kewenangan dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah.
The Features of Vegetables in Indonesia and The Current Policy in The Framework of Agricultural Development Maulana, Mohamad; Sayaka, Bambang
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.583 KB) | DOI: 10.21082/akp.v5n3.2007.267-284

Abstract

Vegetables are grown throughoutIndonesia, especially on high altitude areas. Indonesians traditionally consume vegetables for their daily food. The objectives of this paper are (1) to describe status and characteristics of agriculture and vegetables inIndonesiaand (2) to illustrate current policy in the framework of agricultural development. The results showed that during the period of 1998 – 2005 the trend of vegetable tended to decline in harvested area and stagnant in production. On the other hand, vegetable consumption inIndonesiais very small. Budget allocation for vegetable increased from 8.96 percent of total food expenditure in 1996 to 9.91 percent in 2002. During the same period, vegetable import value fluctuated. However, the share of vegetable export value showed a constant performance, especially during 1999 – 2003 period, namely 0.09 – 0.11 percent. Entering global market, increasing strategies currently implemented in developing horticulture products are aimed at increasing production, yields, and improving quality through efficient farm management to produce competitive products.
Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Suryana, Esty Asriyana; Martianto, Drajat; Baliwati, Yayuk Farida
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.592 KB) | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.1-12

Abstract

Animal protein intake determines food consumption quality for healthy, active, and productive life. Objectives of this study were to analyze consumption patterns and demand for animal protein sources in cattle producing centers in West Nusa Tenggara (NTB) and East Nusa Tenggara (NTT) provinces. This study employed 2014 Susenas data. Animal protein consumption levels in both provinces were below the recommended daily nutritional adequacy. Beef consumption participation level was very low (6.06%). Demand elasticities for animal products in rural areas were higher than those in urban areas, except for fresh fish. Income elasticities in urban areas were higher in terms of beef, chicken, milk, fresh fish and preserved fish. Income elasticities of meats and eggs in rural areas were higher for meats and eggs. Beef per capita consumption in 2020 is estimated to be 0.44 kg and in 2025 will reach 0.51 kg. Total demand for beef are projected to be 4,720 kg and 5,734 kg in 2020 and 2025, respectively. To achieve self-sufficiency in animal protein, in addition to beef self-sufficiency program currently implemented, it is necessary to increase other livestock products such as poultry with protein content equal to beef but with cheaper prices. AbstrakAsupan protein hewani menentukan kualitas konsumsi makanan yang diperlukan untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi dan permintaan pangan sumber protein hewani di daerah sentra produsen sapi di provinsi NTB dan NTT. Model AIDS digunakan untuk mengestimasi elastisitas permintaan pangan dan persamaan linear untuk mengestimasi proyeksi permintaan pangan hewani tahun 2020-2025. Data yang digunakan adalah data Susenas tahun 2014 dari BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber protein hewani masyarakat di dua provinsi di Nusa Tenggara  belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Tingkat partisipasi konsumsi pangan sumber protein hewani untuk daging sapi cukup rendah, yaitu sebesar 6,06 %. Nilai elastisitas permintaan pangan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan untuk seluruh komoditas kecuali ikan segar. Elastisitas pendapatan masyarakat perkotaan lebih tinggi untuk daging sapi, daging ayam, susu, ikan segar, dan ikan awetan, sedangkan bagi masyarakat pedesaan untuk daging lainnya dan telur lebih besar. Hasil proyeksi menunjukkan permintaan daging sapi dalam periode tahun 2020-2025 terus meningkat. Konsumsi daging sapi per kapita di kedua provinsi tersebut tahun 2020 diperkirakan sebesar 0,44 kg/tahun dan tahun 2025 mencapai 0,51 kg/tahun, sehingga  permintaan daging sapi tahun 2020 dan 2025 diproyeksikan masing-masing sebesar 4.720 kg dan 5.734 kg. Dalam rangka mewujudkan upaya swasembada protein hewani, selain program pencapaian swasembada daging sapi yang sudah berjalan, sebaiknya perlu diupayakan peningkatan komoditas pangan hasil ternak lainnya seperti unggas yang memiliki kandungan protein yang tidak kalah dengan daging sapi dengan harga yang lebih murah.
Pola Pengembangan Kelembagaan UPJA untuk Menunjang Sistem Usaha Tani Padi yang Berdaya Saing Mayrowani, Henny; Pranadji, Tri
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.526 KB) | DOI: 10.21082/akp.v10n4.2012.347-360

Abstract

Untuk mempercepat adopsi alsin pertanian oleh petani, pemerintah mengembangkan Usaha Pelayanan Jasa Alsin Pertanian (UPJA). UPJA sudah ada, namun kelembagaannya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tulisan ini mencoba memberikan alternatif pengembangan kelembagaan UPJA yang dapat memberikan manfaat berupa efisiensi dan dayasaing yang lebih baik dari usahatani padi sawah di perdesaan. Permasalahan pengembangan UPJA terletak pada kelembagaan/organisasi dan dalam kaitannya dengan kelembagaan ekonomi perdesaan lainnya seperti kelembagaan finansial. Permasalahan tersebut antara lain adalah : kelembagaan UPJA belum diarahkan untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi, belum didukung oleh jaringan permodalan, peningkatan kemampuan manajerial, serta sarana dan infrastruktur perdesaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut beberapa alternatif kebijakan dapat dilakukan, yaitu : (1) Kelembagaan UPJA perlu diintegrasikan dengan pengembangan kelembagaan perekonomian desa lainnya; (2) Jasa pelayanan alsin harus difokuskan pada pengembangan produk pertanian dalam arti luas; dan (3) Kelembagaan UPJA harus diintegrasikan dengan percepatan dan penguatan agro-industrialisasi di perdesaan.
Kebijakan Sistem Diseminasi Teknologi Pertanian: Belajar dari BPTP NTB Basuno, Edi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.976 KB) | DOI: 10.21082/akp.v1n3.2003.238-254

Abstract

Abstrak tidak tersedia
Pendirian Bank Pertanian di Indonesia: “Apakah Agenda Mendesak?” Ashari, Ashari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.967 KB) | DOI: 10.21082/akp.v8n1.2010.13-27

Abstract

Proporsi penyaluran kredit lembaga perbankan nasional yang masih rendah ke sektor pertanian, memunculkan kembali wacana pendirian lembaga keuangan khusus untuk sektor pertanian. Salah satu bentuk lembaga keuangan yang diusulkan oleh beberapa pihak adalah berupa bank pertanian. Tulisan ini berusaha mengemukakan beberapa pandangan tentang urgensi bank pertanian dan lembaga keuangan apa yang sesuai untuk membantu penyediaan modal bagi pelaku usaha sektor pertanian. Pembentukan bank pertanian masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan praktisi pertanian maupun perbankan. Perdebatan tersebut menyangkut definisi, efektivitas, sumber modal, cakupan pembiayaan, format bank, dan aspek teknis lainnya. Bagi pihak yang pro pembentukan bank pertanian menganggap bank pertanian akan dapat mengatasi kebutuhan modal yang besar, lebih fokus, mengurangi moral hazard kredit program, dan dapat mengakselerasi pembangunan sektor pertanian. Sementara pihak yang kontra menganggap bank spesialis tidak akan viable, memiliki ketergantungan dana dari pemerintah/lembaga donor, terisolasi dari lingkungan perbankan, dan dapat mendistorsi pasar kredit. Di samping itu pembentukan bank pertanian belum dapat menjamin efektivitas dan efisiensi dalam membiayai sektor pertanian serta memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Dengan kompleksitas pembentukan bank pertanian serta berdasarkan fakta bahwa pelaku usaha pertanian  umumnya petani menengah-kecil, maka lembaga keuangan khusus pertanian berbentuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dipandang lebih sesuai menjadi sumber pembiayaan usahatani. LKM memiliki beberapa keunggulan diantaranya: kemudahan akses, proses lebih cepat, prosedur relatif sederhana, dekat dengan lokasi usaha, dan  pengelola LKM umumnya lebih memahami dan mengenal karakter petani.
Keserakahan, Kemiskinan, dan Kerusakan Lingkungan Pranadji, Tri
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.502 KB) | DOI: 10.21082/akp.v3n4.2005.313-325

Abstract

Abstrak tidak tersedia

Page 4 of 27 | Total Record : 268


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue