cover
Contact Name
Febriaman Lalaziduhu
Contact Email
ferdinanmarcos1994@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
lp2mebenhaezer@gmail.com
Editorial Address
JI Buluran No.02 Talang Jawa RT 007 / RW 004 Kelurahan Pasar Tanjung Enim Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim Prop. Sumatera Selatan
Location
Kab. muara enim,
Sumatera selatan
INDONESIA
SCRIPTA : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual
ISSN : 26852144     EISSN : 27228231     DOI : https://doi.org/10.47154/scripta
Core Subject :
Jurnal Scripta merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer, dan sebagai sarana publikasi hasil penelitian serta sharing perkembangan ilmu teologi Kristen dan pelayanan kontekstual. Jurnal ini memuat artikel yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya yang berupa artikel hasil penelitian ataupun penelitian terapan, serta artikel telaah yang berkaitan dengan perkembangan ilmu teologi berdasarkan isu-isu terkini. Informasi mengenai pedoman penulisan artikel dan prosedur pengiriman artikel terdapat pada setiap penerbitan. Semua artikel yang masuk akan melalui ‘peer-review process’ setelah memenuhi persyaratan sesuai pedoman penulisan artikel. Penerbitan jurnal ini dilakukan sebanyak enam bulan sekali yaitu pada bulan Mei dan November setiap tahunnya.
Arjuna Subject : -
Articles 91 Documents
Makna Unkapan “Jangan Hidup Lagi Sama Seperti Orang-Orang Yang Tdak Mengenal Allah Dengan Pikirannya Yang Sia-Sia” Menurut Efesus 4:17 Yanjumseby Yeverson Manafe
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.111 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.18

Abstract

Orang percaya adalah orang yang telah menerima Yesus sebagai Juruslamat secara pribadi dalam hidupnya, atas dasar inilah seseorang menjadi jemaat Kristus. Sikap hidup orang percaya harus mampu menunjukkan statusnya sebagai orang percaya, yaitu dengan hidup dalam kekudusan, hidup dalam persekutuan, serta melayani Tuhan dan sesama. Namun, kenyataannya banyak jemaat Tuhan yang tidak mampu melakukan hal yang demikian. Efesus 4:17 menjelaskan bahwa sungguh Allah sangat peduli kepada setiap orang percaya sehingga Allah tidak menginginkan orang percaya tidak mengalami pertumbuhan iman, karena orang percaya yang tidak mengalami pertumbuhan iman adalah orang percaya yang masih mengenakan manusia lamanya, yaitu masih hidup dalam pikiran yang sia-sia, pengertiannya yang gelap, jauh dari persekutuan dengan Allah, mengutamakan hal-hal duniawi, dan bahkan ada yang sampai menduakan Tuhan. Maka melalui Paulus Allah mengingatkan orang percaya untuk mampu meninggalkan kemamusiaan lamanya dan menyadari statusnya sebagai orang percaya, sehingga mampu hidup kudus, serta menjadi teladan dalam hidupnya hari lepas hari. Believers are those who have accepted Jesus as their personal Savior in his life, on this basis a person becomes the church of Christ. The life attitude of believers must be able to show their status as believers, that is by living in holiness, living in fellowship, and serving God and others. However, in reality many God's people are not able to do this. Ephesians 4:17 explains that truly God cares so much for every believer that God does not want believers not to experience growth of faith, because believers who do not experience growth of faith are believers who are still wearing their old humans, that is, still living in vain minds vain, dark understanding, far from fellowship with God, prioritizing worldly things, and some even up to double God. So through Paul, God reminds believers to be able to leave their old humanity and realize their status as believers, so they can live a holy life, and set an example in their lives day after day.
Prinsip Filsafat Sebagai Ancilia Theologiae Dan Kontribusinya Bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Theologia Marlon Butar-butar
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.191 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.19

Abstract

Filsafat lahir sejak manusia mulai berpikir, karenanya perannya sangatlah penting dalam hidup dan kemajuan manusia. Tidak ada penemuan tanpa didahuli proses bertanya dan mencari jawabannya. Di sanalah filsafat memainkan peran. Karena itu manusia modern tidak mungkin meninggalkan filsafa. Filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa-apa saja yang menarik perhatian manusia. Komposisi filsafat mengandung pertanyaan mengenai asal-usul dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang hakikat manusia. Sederhananya, berfilsafat adalah kegiatan untuk mencari tahu. Dalam perkembangannya filsafat telah mendominasi ratio manusia untuk menetukan benar salah suatu pemikiran. Perkembangan ini pun sangat dimanfaatkan oleh para ilmuwan, yang akhirnya benar-benar sangat mempengaruhi soal-soal spiritual, termasuk bidang teologia. Dalam sejarah dua bidang ini sangat kuat saling mempengaruhi hingga pada abad pertengahan hingga modern filsafat seolah meninggalkan teologia, akhirnya banyak pihak menjadi antipati terhadapnya, karena dianggap sebagai musuh teologia. Keadaan ini sangat mempengaruhi sikap dan minat belajar mahasiswa di mana penulis berkecimpung, karenanya sebagai satu refleksi tulisan ini dibuat agar dapat mengembalikan peran filsafat dalam teologia. Philosophy was born since humans began to think, therefore its role is very important in human life and progress. There is no discovery without the process of asking questions and finding the answers. That's where philosophy plays a role. Therefore, modern humans can not leave philosophers. Philosophy does not investigate just one aspect of reality, but anything that attracts human attention. The philosophical composition contains questions about the origin and purpose, about life and death, about human nature. Simply put, philosophy is an activity to find out. In its development, philosophy has dominated the human ratio to determine whether a thought is correct. This development was greatly utilized by scientists, who ultimately really greatly influenced spiritual matters, including the field of theology. In the history of these two fields very strongly influenced each other until the Middle Ages to modern philosophy as if leaving theology, eventually many parties became antipathy towards it, because it was considered an enemy of theology. This situation greatly affects the attitudes and students' interest in learning where the author is involved, therefore as a reflection this paper is made in order to restore the role of philosophy in theology.
Pentingnya Pendidikan Agama Kristen (PAK) Bagi Etiket Pergaulan Anak Kristina Herawati
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (539.794 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.20

Abstract

Orang tua adalah wakil Allah di bumi untuk memelihara, mendidik, membina dan mengarahkan anak dengan baik sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Hal itu diperintahkan Allah karena anak adalah berkat yang diberikan-Nya dalam persekutuan pernikahan. Oleh sebab itu, tugas dan tanggung jawab tersebut harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, supaya anak dapat mengenal dan mempercayai Allah sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Selain orang tua di rumah, hamba Tuhan di gereja juga memiliki tugas yang sama yaitu untuk memperkenalkan Tuhan Yesus secara pribadi kepada anak dan mempersiapkan anak untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua kali serta memberikan keyakinan kepada anak bahwa mereka adalah ”pewaris negeri” yang sudah ditentukan Allah. Dengan demikian penting sekali PAK diberikan bagi anak, agar anak-anak Kristen agar memiliki karakter yang baik sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Parents are God's representatives on earth to nurture, educate, nurture and direct their children according to the truth of God's word. It was commanded by God because children are a blessing that He gives in marriage fellowship. Therefore, these tasks and responsibilities must be done in earnest, so that children can know and trust God as their Lord and Savior. Besides parents at home, the servants of God in the church also have the same task, namely to introduce the Lord Jesus personally to children and prepare children to welcome the second coming of the Lord Jesus and give confidence to children that they are "heirs of the land" determined by Allah.
Peranan Emotional Spritual Quotient (ESQ) Dalam Doing Theology Obet Nego Nego; Debby Christ Mondolu
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.963 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.21

Abstract

Dalam berteologi, Allah adalah sumber teologi, pokok teologi dan tujuan teologi. Dalam hal ini, Allah membuat manusia mempelajari-Nya di dalam Alkitab (Sola Scriptura), dan Roh Kudus yang menyingkapkan kebenaran-Nya sehingga menimbulkan iman di dalam diri umat-Nya (Sola Fide) kepada Allah dan kebenaran-Nya yang final, yaitu Tuhan Yesus Kristus saja (Sola Christo). Akhirnya, memimpin umat-Nya kepada diri-Nya sendiri dan demi kemuliaan nama Allah (Soli Deo Gloria). Dalam karya tulis memandang prinsip-prinsip dalam konsep Emotional Spiritual Quotient (ESQ) penting untuk diintegrasikan ke dalam doing theology atau berteologi. Dalam upaya mensinergiskan kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual dalam berteologi yang teosentris, di mana kecerdasan spiritual (SQ) menjadi pusat kecerdasan. In theology, God is the source of theology, theology and the aim of theology. In this case, God made people study Him in the Bible (Sola Scriptura), and the Holy Spirit who revealed His truth so as to cause faith in His people (Sola Fide) in God and His final truth, namely God Jesus Christ alone (Sola Christo). Finally, leading His people to Himself and for the glory of the name of God (Soli Deo Gloria). In writing, the principles in the concept of Emotional Spiritual Quotient (ESQ) are important to be integrated into doing theology or doing theology. In an effort to synergize intellectual, emotional and spiritual intelligence in a theocentric theology, where spiritual intelligence (SQ) becomes the center of intelligence.
Hidup Oleh Roh Meurut Roma 8 Rustam Siagian
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.5 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.22

Abstract

Setiap orang percaya terpanggil untuk menjadi saksi Kristus dalam dunia ini. Dalam mengemban tugas itu orang percaya menghadapi situasi-situasi yang tidak mudah, ada tantangan dari dalam diri dan dari luar dirinya. Karena itu Tuhan telah memperlengkapi orang percaya dengan kuasa rohani. Tetapi orang percaya sering lupa pada kuasa rohani itu yang menyebabkan kesaksian orang percaya menjadi tidak efektif. Firman Tuhan dari Roma 8 menolong orang percaya agar hidupnya menjadi kesaksian yang efektif. Karena itu dalam tulisan ini akan diuraikan eksegese Roma 8. Every believer is called to be a witness of Christ in this world. In carrying out that task the believer faces difficult situations, there are challenges from within and from outside himself. Therefore God has equipped believers with spiritual power. But believers often forget that spiritual power which causes the believer's testimony to be ineffective. God's Word from Romans 8 helps believers to make their lives an effective witness. Therefore in this paper the exegesis of Romans 8 will be described.
Ekspository Preaching: Jawaban Terhadap Kebutuhan Sistem Berkhotbah Masa Kini Aris Elisa Tembay
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.249 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.23

Abstract

Dalam ilmu Homeletika, dikenal ada tiga jenis khotbah; yakni khotbah Topikal, Tekstual, dan Ekspositori. Dibandingkan dengan dua jenis khotbah yang lain, ekspositori memiliki ciri-ciri dan kelebihan tersendiri, oleh karena pengkhotbah sangat terikat dengan teks yang dikhotbahkan dan teks tersebut harus merupakan teks yang lengkap seperti satu perikop. Sesuai dengan namanya “Ekspositori” adalah memberitakan atau mengekspos kebenaran Firman Allah dalam satu rangkaian yang terdiri dari tema, pokok-pokok besar dan kecil yang kesemuannya bersumber dari teks. Sehingga menolong pengkhotbah untuk jauh dari penafsiran alegoris, karena seluruh khotbah terdiri dari suatu penjelasan terperinci tentang satu bagian tertentu dari Alkitab dan nats Alkitab itu terjalin dalam seluruh uraian. Khotbah ekspositori menolong jemaat atau pendengar untuk mudah mengerti maksud dan tujuan Firman Tuhan, karena yang diberitakan bukan ide pengkhotbah tetapi murni penguraian dari teks yang dibacakan. Di samping itu sistematika ekspositori yang menguraikan pokok-pokok besar dan kecil bersumber dari tema yang berasal dari teks, memudahkan pendengar untuk mengerti bahkan mengingat Firman Tuhan yang diberitakan. Oleh sebab itu khotbah ekspositori adalah jawaban bagi tantangan pemberitaan Firman Tuhan masa kini. In Homiletics, there are three types of preaching known; namely Topical, Textual, and Expository sermons. Compared with the other two types of preaching, the expository has its own characteristics and advantages, because the preacher is very bound to the text being preached and the text must be a complete text like a passage. In accordance with its name "Expository" is to preach or expose the truth of God's Word in a series consisting of themes, big and small points whose findings are sourced from the text. So it helps the preacher to be far from allegorical interpretation, because the entire sermon consists of a detailed explanation of one particular part of the Bible and the scriptures are intertwined in the entire description. Expository preaching helps the congregation or listener to easily understand the purpose and purpose of God's Word, because what is preached is not the preacher's idea but purely a decomposition of the text read. In addition, expository systematics that outlines the major and minor points of origin comes from themes originating from the text, making it easy for listeners to understand and even remember the Word of God preached. Therefore expository preaching is the answer to the challenges of preaching God's Word today.
Parosia Menurut Paulus Yanjumseby Yeverson Manafe
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 1 No. 1 (2016): Scripta : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (695.379 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v1i1.24

Abstract

Kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan penggenapan janji Allah kepada manusia, setelah Kristus mati dan naik ke surga dan firman Tuhan menyaksikan bahwa Ia akan datang kembali ke dunia pada suatu hari kelak. Kedatangan Kristus yang kedua kali berbeda dengan kedatangan-Nya yang pertama dimana telah dinubuatkan oleh nabi baik tempat dan dari keturunan siapa. Kedatangan-Nya yang kedua kali bukan untuk membawa damai melainkan untuk menghakimi dan mengangkat orang-orang percaya, maka setiap orang percaya dituntut hidup berjaga-jaga dan terus menantikan kedatangan itu dengan iman dan pengharapan bahwa Yesus tidak pernah mengingkari janji kedatangan-Nya dan janji itu tidak ditunda sampai genap waktunya. Kedatangan Kristus yang kedua kali (Parousia) merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh setiap orang, namun hal ini tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya. Sebab Yesus sendiri yang mengklaim tentang hal itu, kedatangan-Nya seperti pencuri pada malam hari yang artinya bahwa tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya selain Dia sendiri. Rasul Paulus memberikan pengajaran tentang parousia, bahwa kedatangan-Nya kembali merupakan hal yang pasti, kendatipun waktuNya tidak ada seorangpun yang tahu. Namun setiap orang percaya harus selalu waspada dan siap sedia setiap saat menyambut kedatanganNya. Tuhan Yesus akan datang kembali untuk membangkitkan orang yang mati dalam kristus, kemudian menghancurkan iblis. Hal ini merupakan berita yang penuh sukacita, terlebih lagi karena Ia akan membawa setiap orang yang percaya padaNya ke surga, yaitu tempat mereka yang sebenarnya sebagai warga negara surgawi, dan akan mentransformasi tubuh mereka yang fana kepada tubuh yang tidak fana seperti tubuh-Nya sendiri. The second coming of Christ is the fulfillment of God's promise to humans, after Christ died and ascended to heaven and God's word testifies that He will come back to earth one day. The second coming of Christ is different from His first coming which was prophesied by the prophet both the place and from whose descendants. His second coming is not to bring peace but to judge and uplift believers, so every believer is required to stand guard and continue to wait for that coming with faith and hope that Jesus never breaks His promise of coming and that promise not postponed until the time is even. The second coming of Christ (Parousia) is something that everyone has been waiting for, but this is not known to anyone. Because Jesus himself claimed about it, His coming was like a thief in the night which means that no one can know but Himself. The Apostle Paul gave teachings about the parousia, that His return was a sure thing, even though His time was unknown. But every believer must be vigilant and ready at all times to welcome His coming. The Lord Jesus will come again to raise the dead in Christ, then destroy the devil. This is joyous news, especially because He will bring everyone who believes in Him to heaven, their true place as a citizen of heaven, and will transform their mortal bodies into immortal bodies like His own.
Analisis Kritis Terhadap Hermeneutika Kaum Postmodernis Febriaman Lalaziduhu Harefa
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 1 No. 1 (2016): Scripta : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.167 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v1i1.25

Abstract

KRISTUS YANG SUCI (Usaha Rancang Bangun Kristologi Bagi Keyakinan Leluhur Batak/Parmalim) Marlon Butar-butar
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 2 No. 2 (2016): Scripta : Jurnal Teologia dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (815.065 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v2i2.26

Abstract

Yesus Kristus adalah Tuhan dan penyelamat, sebuah credo yang paling tua dalam sejarah Kristologi. Masyarakat Eropa sangat memahami credo ini, memang proses lahir dan berkembangnya pengakuan ini menjadi satu doktrin telah melewati perjalanan perdebatan panjang. Credo ini dibawa orang Kristen Eropa ke berbagai negera ke mana mereka pergi. Ternyata respon yang muncul sangar beragam, kendati kalimat credo ini masih tetap dapat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, namun usaha untuk membangun keyakinan yang sama dengan tempat di mana credo ini dimunculkan, tidak segampang menjelaskan arti kalimatnya secara etimologi dan terminologi. Untuk membangun pemahaman mengenai Kristus dengan segala predikatnya, memerlukan usaha yang harus memahami cultur masyarakat itu. Jika tidak maka pemahaman terhadap Yesus Kristus akan memiliki rumusan yang berbeda-beda. Usaha menjelaskan Kritus dengan berbagai identitas dan predikatnya akan mengalami kesulitan jika hanya memaksakan pengertian yang terkandung di dalamnya. Ternyata setiap masyarakat di dunia ini memiliki kerangka berpikir yang dapat memudahkan orang memahami konsep Kristus. Demikian dengan masyarakat Asia pada umumnya, yang kita pahami sangat religius, bagi masyarakat Asia sesungguhnya tidak asing dengan cerita dewa yang menjelma, dewa yang melakukan berbagai perbuatan sakti, dewa yang menuntut para pengikutnya untuk taat dan setia. Jesus Christ is God and savior, the oldest credo in the history of Christology. European society really understands this credo, indeed the process of birth and development of this recognition into a doctrine has gone through a long debate. This creed was brought by European Christians to various countries where they went. It turns out that the responses that emerge are fierce, although this credo sentence can still be translated into various languages, but efforts to build the same belief in the place where the credo is raised, it is not easy to explain the meaning of the sentence etymologically and terminologically. To build an understanding of Christ with all its predicates, it requires effort that must understand the culture of the community. If not, then understanding of Jesus Christ will have a different formula. Efforts to explain Christ with its various identities and predicates will experience difficulties if they only force the understanding contained therein. It turns out that every society in the world has a frame of mind that can make it easier for people to understand the concept of Christ. Likewise with Asian society in general, which we understand to be very religious, for Asian people are actually no strangers to stories of incarnate gods, deities who perform various acts of magic, deities who demanded their followers to be obedient and loyal.
Logos Dalam Injil Yohanes: Allah Atau Hakikat Adikodrati Yang Lebih Rendah Dari Allah Fanny Y. M Kaseke
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 1 No. 1 (2016): Scripta : Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.035 KB) | DOI: 10.47154/scripta.v1i1.27

Abstract

Perdebatan tentang siapakah atau apakah yang dimaksud logos oleh Yohanes dalam Injilnya terus terjadi di antara para theolog. Beberapa theolog menyamakan sang logos dengan Allah, sementara sebagian lainnya keberatan dengan penyamaan itu. Pada masa kini, keberatan yang paling jelas datang dari kelompok yang mengusung ajaran pluralisme. Implikasi dari penyamaan sang logos dengan Allah dalam Injil Yohanes adalah memperkuat premis sebagian theolog bahwa ajaran Allah Tritunggal benar adanya dan bahwa sang logos adalah salah satu dari tiga “pribadi” Allah tritunggal, yakni pribadi kedua (Kristus Yesus). Tulisan ini memaparkan tentang kajian sang logos dalam Injil Yohanes yang dikemukakan oleh tokoh pluralisme, kemudian analisa tentang hal itu dalam bingkai worldview theologia Injili. The debate over who or what logos meant by John in his gospel continued to occur among theologians. Some theologians equate the logos with God, while others object to the equation. At present, the most obvious objection comes from groups that carry the teachings of pluralism. The implication of equating the logos with God in the Gospel of John is to strengthen the premise of some theologians that the teaching of the Triune God is true and that the logos is one of the three "persons" of the triune God, the second person (Christ Jesus). This paper describes the study of the logos in the Gospel of John put forward by pluralism figures, then analyzes it in terms of the worldview of Evangelical theology.

Page 1 of 10 | Total Record : 91