jurnal hukum das sollen
Jurnal Das Sollen menghadirkan Jurnal yang berisi beragam tulisan seputar ilmu hukum terkait persoalan hukum yang terjadi di tengah masyarakat dan menganalisisnya dengan kondisi ideal yang mestinya di atur oleh hukum. Berbicara antara kenyataan dan kondisi ideal dalam realisasinya seringkali terjadi benturan kepentingan antara masyarakat dan penegak hukum di Indonesia atau sebaliknya.Akhirnya, tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Mitra Bestari yang telah berkenan memberikan catatan penting terhadap kesempurnaan isi Jurnal Das Sollen, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran kritisnya dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul ditengah masyarakat.
Articles
8 Documents
Search results for
, issue
"Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen"
:
8 Documents
clear
TINJAUAN TERHADAP PEMBEBASAN NARAPIDANA PADA KONDISI COVID 19
Fitri Wahyuni
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Wabah virus corona (Covid-19) yang bermula di Wuhan, provinsi Hubei, Cina pada akhir 2019 dinyatakan sebagai darurat kesehatan global oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Kondisi ini berimplikasi kepada berbagai aspek terutama aspek hukum pidana, salah satunya kebijakan pengeluaran narapidana dari lembaga pemasyarakatan. Kebijakan pengeluaran dan pembebasan narapidana melalui proses asimilasi dan integrasi akibat dari wabah covid-19 ini tentu saja menuai kontroversi. Tidak hanya pembebasan narapidana umum, namun wacana pembebasan narapidana khusus juga ikut menjadi kontroversi. Sebagian kalangan menilai keputusan tersebut merupakan langkah yang tepat guna menghormati hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana. Di sisi lain, tidak sedikit yang justru menyayangkan keputusan tersebut dengan berbagai alasan, khususnya kekhawatiran akan dampak kerentanan aspek sosial dan keamanan selepas narapidana tersebut bergerak bebas di masyarakat. Pembebasan narapidana untuk mengurangi penyebaran Covid-19 ditengah padatnya lembaga pemasayrakatan merupakan solusi yang bersifat sementara. Padahal persoalan utama yang ada dilembaga pemasyarakatan tersebut bukan pada penyebaran covid 19 namun kepada persoalan over capacity yang ada dilembaga pemasyarakatan tersebut. Besarnya persentase penggunaan penjara dalam peraturan perundang-undangan dan penjatuhan pidana tidak diimbangi dengan sarana prasarana yang mencukupi. Selama pemerintah tidak mengubah kebijakan penegakan hukum dalam bentuk penahanan dan pemenjaraan maka lembaga pemasyarakatan yang ada di Indonesia akan selalu padat dan berisiko dalam penyebaran virus. Pemerintah perlu memikirkan pendekatan restorative justice sebagai upaya mengurangi over kapasitas penjara. Konsep restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi para pelaku tindak pidana serta korban.
MEKANISME PELANTIKAN KEPALA DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
Jamri Jamri
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Para pendiri bangsa telah menyepakati dengan menetapkan model susunan negara Indonesia adalah Susunan Negara Kesatuan, sehingga pembagian wilyah Negara tersusun atas Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, dan Pemerintahan Desa. Tahun 2014 pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur desa secara mandiri dimana sebelumnya pengaturan desa hanya bagian dari undang-undang yang berhubungan dengan pemerintahan daerah yaitu lahirnya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Adapun dalam undang-undang tersebut mengatur secara jelas bagaimana tahapan mengenai pelantikan kepala kepala desa, namun ada sebagian pemerintah daerah masih elum melaksanakan secara maksimal terhadap tahapan mekanisme pelantikan kepala desa terpilih.
PELAKSANAAN PERDA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG RESTRIBUSI PELAYANAN PASAR DI KECAMATAN TEMBILAHAN
Muhsin Muhsin
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Restribusi Pelayanan Pasar diperlakukan pada setiap kegiatan ekonomi yang berjalan di daerah pasar. Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual, tempat tersebut merupakan sarana bagi pembeli dan penjual melakukan transaksi-transaksi perdagangan guna memenuhi segala kebutuhan-kebutuhannya. Pasar terbentuk atau tercipta bersumber pada kebutuhan manusia yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1)Bagaimana pelaksanaan Perda Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten Indragiri Hilir studi di kecamatan Tembilahan? 2)Bagaimana faktor penghambat dan upaya mengatasi faktor penghambat pelaksanaan Perda Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten Indragiri Hilir studi di kecamatan Tembilahan? Jenis dan sifat penelitian yaitu penelitian hukum empiris/sosiologis. Kesimpulan; 1)Pelaksanaan Perda Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten Indragiri Hilir studi di kecamatan Tembilahan sudah berjalan dengan baik hal ini dapat dilihat dari pedagang sudah mengetahui peraturan daerah karena Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar. Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir pernah mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar kepada Pedagang pasar secara langsung. Pendataan pedagang sering dilakukan dan pedagang sudah mengetahui tata cara membayarkan setoran restribusi pelayanan pasar. 2)Faktor penghambat dan upaya mengatasi faktor penghambat dan upaya mengatasi faktor penghambat pelaksanaan Perda Nomor 23 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten Indragiri Hilir studi di kecamatan Tembilahan sebagai berikut, masih banyaknya pedagang seringnya enggan membayar restribusi pajak dengan alasan pendapatan yang dihasilkan tidak seusuai dengan modal. Adapun upaya guna mengatasi faktor penghambat yang perlu dilakukan adalah dengan cara memberikan pemahaman kepada masyarakat dan sosialisasi tentang restribusi pelayanan pasar, dan menduskusikan setiap permasalahan yang ada serta memberikan solusi untuk kepentingan bersama baik dari pedagang dan pemerintah.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA OLEH ANAK
Siti Rahmah
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk memecahkan masalah. Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah pendekatan restorative justice, dilaksanakan dengan cara pengalihan (diversi) dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana yang dapat diupayakan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang melakukan tindak pidana diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. maka perkara anak tersebut wajib dilakukan upaya diversi.
TINJAUAN TERHADAP ALASAN-ALASAN TIDAK TERWUJUDNYA KEADILAN KOMUTATIF DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
Tiar Ramon
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan bidang hukum perjanjian adalah untuk mewujudkan keadilan komutatif. Tentunya begitu juga halnya untuk perjanjian kredit bank. Namun kenyataannya keadilan komutatif tersebut tidak terwujud. Untuk itu perlu mengetahui alasan-alasan tidak terwujudnya keadilan komutatif dalam perjanjian kredit bank. Hasilnya menyimpulkan bahwa alasan-alasan tidak terwujudnya keadilan komutatif dalam perjanjian kredit bank adalahperjanjian kredit bank sebagai perjanjian baku, perjanjian kredit bank sebagai perjanjian yang klausulnya mengandung berat sebelah, perjanjian kredit bank sebagai perjanjian baku melanggar doktrin atau prinsip hukum kontrak dan perjanjian kredit bank para pihaknya tidak mempunyai bargaining power seimbang.
PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana pada dasarnya, metode mediasi untuk menyelesaikan kasus tindak pidana di Kepolisian tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan tentang sistem peradilan pidana. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menimbang bahwa anak adalah tunas penerus bangsa yang perlu dilindungi dari tindak pidana kekerasan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Nomor 23 tahun 2022) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-Undang 35 Tahun 2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tidak dikenal istilah chip, chip adalah alat pendeteksi keberadaan pelaku kejahatan seksual terhadap anak, chip merupakan istilah bahasa Inggris dari alat pendeteksi elektronik perlindungan khusus bagi anak korban kejahatan seksual. Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, karena penderitaan dan dampak yang dirasakan oleh korban sangat besar, sementara kalangan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) keberatan dengan materi ancaman pidana di dalam Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tersebut, khususnya mengenai pengenaan ancaman pidana hukuman mati dan tindakan kebiri kimia yang dianggap bertentangan dengan HAM.
PROSES PENCORETAN SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
Darmiwati
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pencoretan Hak Tanggungan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan ketika Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus, dengan cara mencoret catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama dengan buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Masalah muncul ketika Sertipikat Hak Tanggungan hilang dan karenanya tidak dapat dilampirkan untuk permohonan pencoretan Hak Tanggungan.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DARI PERSPEKTIF PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI PELAPOR DAN SAKSI PELAKU
Aris Irawan
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Korupsi telah menjadi extra ordinary crimes yang membahayakan perekonomian negara Indonesia dan menghambat pembangunan Nasional. Semua elemen tidak mengharapkan korupsi menjadi suatu akar masalah yang tidak terselesaikan dari dahulu sampai sekarang. Selama ini kebijakan hukum pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi lebih mengarah terhadap pelaku semata, kebijakan hukum pidana tentang perlindungan saksi di Indonesia khusus dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebuah gagasan yang perlu di optimalkan, karena mengoptimalkan perlindungan saksi pelapor tindak pidana korupsi dapat dijadikan sebagai instrument alternatif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Penegak hukum kesulitan untuk mengungkap sebuah kasus korupsi yang biasanya sangat terencana secara sistemik. Biasanya saksi dan/atau pelapor enggan untuk melaporkan sebuah kasus korupsi, karena adanya ancaman, intimidasi dan kriminalisasi terhadap terhadap dirinya dari pihak-pihak tertentu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pengaturan perundang-undangan tentang perlindungan saksi dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. (2) Bagaimanakah urgensi perlindungan saksi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. (3) Bagaimanakah Kebijakan Hukum Pidana terhadap perlindungan Saksi sebagai sarana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Normatif. Tipe penelitiannya adalah deskriptif. Sumber data adalah data primer didukung data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis simpulkan Pertama, Perkembangan Pengaturan tentang perlindungan saksi dalam kasus korupsi tidak terlepas dari kedudukan saksi dalam sistem peradilan pidana. Kedua, urgensi perlindungan saksi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, berkaitan dengan praktik intimidasi dan ancaman kepada saksi merupakan pengalaman empirik yang sering dialami. Berbagai laporan kasus dirilis oleh beberapa pihak telah menunjukkan bahwa perlindungan saksi dan korban adalah persoalan yang sangat penting dan urgen. Ketiga, kebijakan hukum pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi lebih mengarah terhadap pelaku tindak pidana, sangat kurang terhadap saksi pelapor yang ikut berperan dalam mengungkap tindak pidana. Perlunya Optimalisasi peranan LPSK di dalam suatu kebijakan hukum pidana termasuk dalam memberikan perlindungan bagi saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi, sehingga perlu pembaharuan Undang-Undang menyangkut perlindungan saksi dalam tindak pidana korupsi.