cover
Contact Name
fitri wahyuni
Contact Email
fhunisi01@gmail.com
Phone
+6281374261889
Journal Mail Official
dassollenunisi01@gmail.com
Editorial Address
Jl. R. Soebrantas Tembilahan (Kampuus Unisi Tembilahan)
Location
Kab. indragiri hilir,
Riau
INDONESIA
jurnal hukum das sollen
ISSN : 25802003     EISSN : 25987321     DOI : 10.32520
Core Subject : Social,
Jurnal Das Sollen menghadirkan Jurnal yang berisi beragam tulisan seputar ilmu hukum terkait persoalan hukum yang terjadi di tengah masyarakat dan menganalisisnya dengan kondisi ideal yang mestinya di atur oleh hukum. Berbicara antara kenyataan dan kondisi ideal dalam realisasinya seringkali terjadi benturan kepentingan antara masyarakat dan penegak hukum di Indonesia atau sebaliknya.Akhirnya, tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Mitra Bestari yang telah berkenan memberikan catatan penting terhadap kesempurnaan isi Jurnal Das Sollen, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran kritisnya dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul ditengah masyarakat.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen" : 10 Documents clear
P PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE PADA PROSES PERDAMAIAN PELAKU DAN KORBAN ATAS KERUGIAN DALAM PROSES PERSALINAN (Studi Kasus RS X Di Duri ) Kasmanto Rinaldi
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1777

Abstract

Tindakan persalinan didefinisikan sebagai prosedur yang dilakukan untuk memfasilitasi kelahiran bayi. Sering kali kebiasaan praktek yang salah menyebabkan korban mengalami sejumlah kerugian yang terjadi seperti kehilangan nyawa, dan biasanya kasus-kasus seperti ini akan diselesaikan dengan cara restorative justice. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat penerapan restrorative justice. restrorative justice adalah suatu pendekatan yang lebih menitik beratkan pada penciptaan kondisi yang adil dan seimbang bagi pelaku dan korban itu sendiri. Tujuan restrorative justice juga memiliki tujuan yang berbeda, yaitu metode pengurangan kejahatan dengan mengadakan pertemuan antara korban dan pelaku, dan juga terkadang membutuhkan pastisipasi perwakilan dari masyarakat. Maksudnya adalah untuk saling bercerita mengenai apa yang terjadi, membahas siapa yang dirugikan oleh kejahatannya,dan bagaimana mereka bisa bermusyawarah mengenai hal yang harus dilakukan oleh pelaku untuk menebus kejahatannya. Hal tersebut yang bisa dilakukan meliputi pemberian ganti rugi kepada korban,permintaan maaf, atau tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap key informan dan informan terkait. Hasil penelitian ini bidan bersangkutan melakukan Negligence yang mana terjadinya insiden patah tulang pada bahu bayi yang menyebabkan tidak sempurna nya postur tubuh bayi. Penyelesaian kasus dilakukan dengan menggunakan Restroratif Justice yaitu VOM (victim offender mediatation) yang dimana merupakan suatu pertemuan antara korban dengan pelaku yang dipimpin oleh seorang mediator.
IMPLEMENTASI HUKUM POSITIF TERHADAP PENETAPAN WASIAT WAJIBAH BERDASARKAN KEWENANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA Amiroel Oemara Syarief; MERINA PRATIWI
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1780

Abstract

This study aims to provide guidance to religious court judges with their authority in deciding the heirs who are entitled to a mandatory will. So far, mandatory wills are only given to children and adoptive parents, but in its development, mandatory wills can be given to other parties other than adopted children and adoptive parents, including non-Muslim heirs. The method in this study is a normative juridical method. The results of the study explain that the mandatory will is regulated in the Compilation of Islamic Law where the rules are not clearly regulated by the KHI. To resolve the issue of mandatory wills, judges are authorized by law to resolve cases that enter the judiciary by making legal discoveries of cases that do not yet have permanent legal force, such as by carrying out historical understanding seen in a concrete case in which case the case already has regulations. legally binding, but the regulation must be interpreted in its implementation. Interpretation is tried by studying the origin of the formation of a legal decision, including the origin of its provisions or the origin of the formation of laws. Then it is done by means of a sociological understanding that prioritizes the interests of the purpose of a regulation through a concrete event in the related official regulations. In practice, judges can interpret unclear provisions based on community demands, as well as laws and regulations that are synchronized with social ties and situations that occur. In addition to the two methods used by judges to make legal findings to create laws that are not found in existing regulations, judges can do reasoning or argumentation. The argumentation procedure consists of argumentum per analogium, argumentum a contrario, and legal narrowing.
Implementasi Pemungutan Retribusi Daerah Bidang Persampahan Dan Kebersihan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Kabupaten Indragiri Hilir Muhsin Muhsinhukum
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1811

Abstract

Efforts to implement the implementation of the Regional Regulation regarding the retribution for waste and sanitation services in Indragiri Hilir Regency certainly require support from many parties, both from the local government and the community who are classified as obligatory levies. The problems in this study are (1) How is the Implementation of Collection of Regional Retribution in the Sector of Waste and Cleanliness Based on Regional Regulation Number 15 of 2011 Indragiri Hilir Regency, (2) What are the Inhibiting Factors in the Implementation of Collecting Regional Levies in the Sector of Waste and Cleanliness Based on Regional Regulation Number 15 of 2011 Indragiri Hilir Regency. (3) What are the Efforts in Implementing Regional Retribution Collectors in the Sector of Waste and Cleanliness Based on Regional Regulation Number 15 of 2011 Indragiri Hilir Regency This research method uses empirical/sociological legal research, the nature of this research is descriptive, that is, it provides a clear picture. It can be concluded that (1) Implementation of Collection of Regional Levies in the Sector of Waste and Cleanliness Based on Regional Regulation No. 15 of 2011 Indragiri Hilir Regency begins with collecting data and mandatory registration of user fees clearly and correctly and collecting using SKRD which is carried out once a month turns into two times in one month. month. (2) Inhibiting factors in this implementation can be seen from the lack of supervision, factors from the law itself, law enforcement factors, facilities and facilities and community factors. (3) Efforts are made by increasing the supervision carried out by DLHK together with Bapenda, issuing regulations further implementing regulations as a basis for implementing additional regulations, involving Satpol PP who act as regional regulations enforcers and the formation of PPNS as part of investigators who are authorized to take action on cases of regional regulations violations committed by retribution obligations that do not implement regulations.
PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYUSUNAN ANGGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Syariffuddin
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1813

Abstract

Sejak di tetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat melakukan penataan desa. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Penyusunan peraturan desa perlu Penyusunan Peraturan Desa tentang APBDes merupakan instrumen yang sangat penting dalam menentukan rangka perwujudan di lakukan proses penguatan kerjasama pemerintah desa, BPD, dan masyarakat. penelitian ini menggunakan metode penulisan hukum normatif, yakni yang bersumber dari bahan kepustakaan. Hasil pembahasan dalam penelitian ini menerangkan bahwa BPD memeliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBDes, dimulai dari tahap inisiasi, sosio-politis dan yuridis.
PERAN MAQASHID SYARI'AH DALAM IJTIHAD Herdiansyah Herdiansyah; Sri Hidayati
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1831

Abstract

ABSTRACT This paper is intended to examine the impact of Maqashid Shari'ah in Ijtihad. Maqashid Syari'ah was originally a sub-discussion in the study of Ushul Fiqh. But now Maqashid Shari'ah has its own study. Likewise with Ijtihad which is part of the discussion of Ushul Fiqh. Usul Fiqh experts usually put the discussion of Ijtihad at the end of each of their works. This does not indicate that the study of Ijtihad is not important compared to other studies. This is because ijtihad is the conclusion of all the discussions in ushul fiqh. Ijtihad is an effort made by experts in Islamic law to explore laws that do not have clear arguments from sources of Islamic law. Those who perform Ijtihad are called Mujtahid. To achieve this goal, this article begins with a discussion of the meaning of Maqashid Shari'ah and its benefits, the meaning of Ijtihad and its urgency. The Maqashid impact in Ijtihad. The danger of an excessive Maqashid approach in Ijtihad without paying attention to the rules that have been set. The method used in writing this article is a literature review method by reviewing and referring directly to primary and secondary references in the study of Maqashid and Ijtihad. Keywords: Maqashid Syari’ah, Ijtihad, and Syari’ah.
INDENPENDENSI MAHKAMAH PELAYARAN DIHUBUNGKAN DENGAN PRINSIP NEGARA HUKUM nurhan
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1832

Abstract

Indenpendensi Mahkamah Pelayaran jika dihubungkan dengan Prinsip Negara Hukumbelum dapat dikatakan Indenpendesi karena Mahakamah pelayaran merupakan Lembaga yang berada langsung dibawah Menteri Perhubungan sehingga masih adanya intervensi terhadap proses pemeriksaan; dalam prakteknya sulit dihindarkan adanya intervensi dari pihak lain. Adanya hubungan anggota Mahkamah Pelayaran dengan penegak pihak lain mencakup hubungan yang terlalu akrab dan pribadi, seperti pengusaha pelayaran dan pejabat dilingkungan Kementeian Perhubungan dapat menyulitkan Anggota Mahkamah Pelayaran dalam menjaga obyektifitasnya.
FENOMENA KEJAHATAN CARDING BERDASARKAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA: FENOMENA KEJAHATAN CARDING BERDASARKAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA raden dimas ari wibowo dimas; Vivi Arfiani Siregar
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1833

Abstract

Hukum yang salah satu fungsinya menjamin kelancaran proses pembangunan nasionalsekaligus mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai harus dapat melindungi hak parapemakai jasa internet sekaligus menindak tegas para pelaku cyber crime. Maka, pentingbagi pemerintah untuk memberlakukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan TransaksiElektronik, yang melakukan pengawasan memblokir situs-situs fraud, dan merancangsistem yang baik untuk melindungi masyarakat dari ancaman cyber crime. Dalammelakukan penulisan, memerlukan adanya masalah pokok sebagai perincian pembahasanberupa pengaturan kejahatan carding dalam hukum pidana Indonesia dan upaya hukumdalam penanggulangan terhadap kejahatan carding Di Indonesia. Dilihat dari jenisnya,penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh data yang menggambarkan secaramenyeluruh, jelas dan sistematis. Dalam kaitannya dengan tindak pidana kejahatan cardingdi Indonesia, sanksi yang di tetapkan terhadap terdakwa didasarkan pada Undang-UndangITE sebagai lex specialis. KUHP sebagai lex generais, tergantung pada penilaian hakimterhadap fakta persidangan dan alat bukti yang dihadirkan. Peningkatan upaya pencegahandini terhadap kemungkinan terjadinya potensi suatu gangguan keamanan dan ketertibanumum serta pelayanan masyarakat meliputi kegiatan penyuluhan hukum seperti melakukanseminar kesadaran hukum di masyarakat, patroli atau razia di tempattempat tertentu yangterindikasi adanya kejahatan carding, dan mengadakan koordinasi dengan instansi terkaitdan masyarakat dengan tujuan memperdayakan
ANALISIS PENGUJIAN PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA: ANALISIS PENGUJIAN PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Jamri; novyar Satriawan
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1834

Abstract

Pengujian peratuan perundang-undangan di indonesia terdapat dua lembaga untuk mengajukan judicial review. Pertama menguji UU terhadap UUD 1945 kewenangan mengujinya ada pada Mahkamah Konstitusi. Kedua pengujian melalui judicial review peraturan perundang-undangan dibawah undang undang apabila bertentangan dengan undang-undang kewenangannya berda di Mahkamah Agung. pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia tersebut sebenarnya mejaga agar setiap produk peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang di Indonesia dalam pembentukan norma tidak boleh bertentangan dengan norma yang telah ada pada konstitusi atau UUD 1945, begitu juga dengan pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dimana UUD 1945 sendiri telah di letakan pada posisi yang paling tinggi pada peraturan perundang-undangan.I. PENDAHULUANDalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, gagasan untuk menyerahkan kewenangan menguji produk kekuasaan legislatif terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) kepada kekuasaan kehakiman telah lama dikemukan oleh para pendiri dan tokoh bangsa. Hanya saja perjuangan tersebut hingga runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1999 selalu kandas di tengah jalan.1 Harusnya, sebagai sarana check and balances kewenangan pengujian pada badan kehakiman dianggap sangat penting untuk menghindari kekuasaan yang berlebihan.Peluang untuk melembagakan gagasan mengenai pentingnya badan kehakiman memiliki kewenangan menguji Undang-Undang (UU) semakin memperoleh dukungan luas dari masyarakat setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilu 1999 memutuskan bahwa perlu di lakukan perubahan terhadap UUD 1945 memalui metode amandemen. Keputusan tersebut merupakan prasyarat untuk menyelenggarakan sistem penyelenggara pemerintahan negara yang lebih demokratis.2Setelah melalui perdebatan yang sengit akhirnya UUD 1945 mengalami amandemen, dimana salah satu hasil produk amandemen UUD 1945 adalah diberikannya kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan melalui
EKSEKUSI TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR.18/PUU-XVII/2019. Darmiwati Darmiwati2021
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1835

Abstract

Fiduciary is the transfer of ownership rights to an object on the basis of trust provided that the object whose ownership rights are transferred remains in the control of the owner of the object. In the implementation of fiduciary, the goods that are pledged remain in the power of the debtor. Fiduciary guarantees are security rights for movable objects, both tangible and intangible and immovable objects, especially buildings that cannot be encumbered with mortgage rights. The principle of the object of the fiduciary guarantee is the creditor's trust in the debtor. In the fiduciary guarantee law, if the debtor defaults, the object of the fiduciary guarantee will be handed over to the creditor for the purpose of fiduciary execution. The fiduciary guarantee law gives the creditor the right to carry out the execution of the fiduciary guarantee object, the existence of this power, the creditor can withdraw the fiduciary guarantee object by means of parate execution. However, with the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 regarding the application for judicial review of Article 15 section (2) and section (3), which requires a breach of contract agreement between the creditor and the debtor and the debtor's willingness to submit the object of collateral, has eliminated the rights of creditors and eliminated the principle of material rights. Based on these problems, the question in the research is how to execute the object of fiduciary security after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 and what is the impact of the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019. The legal research method in this paper is normative juridical which is reform oriented research. The conclusion in this study should be in the fiduciary guarantee certificate including the completeness of the default clause, to strengthen the evidence that the debtor has committed a breach of contract. If the debtor (fiduciary giver), after being agreed by the parties, is deemed to be in breach of contract (default), the execution of the object of the fiduciary guarantee can be carried out independently.
perlindungan hukum perlindungan hukum debitor terdampak covid 19 terhadap PKPU: perlindungan hukum debitor terdampak covid 19 terhadap kewajiban penundaan pembayaran utang triyana syahfitri
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v6i2.1837

Abstract

Pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap dunia usaha di berbagai sektor dan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya jumlah pengajuan perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga. Untuk mencegah hal tersebut, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan & Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan penundaan pembayaran utang sebagai kesempatan untuk melunasi utangnya. Namun dalam proses penetapan status permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sampai dengan homologasi rencana penyelesaian penundaan kewajiban pembayaran utang, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan & Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang masih memberikan ruang bagi kreditur dengan itikad buruk untuk merugikan debitur. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis mengkaji bagaimana perlindungan hukum bagi debitur terhadap pelaksanaan perjanjian damai penangguhan pembayaran utang yang terkena dampak Covid-19. Hasil penelitian menunjukkan masih belum memadainya perlindungan hukum bagi debitur terhadap penangguhan perjanjian perdamaian pembayaran utang yang terkena dampak Covid-19 karena belum adanya ketentuan yang dapat melindungi debitur dalam undang-undang kepailitan dan penangguhan kewajiban pembayaran utang.

Page 1 of 1 | Total Record : 10