Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 1 PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK ETANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus (BL) Miq) THE INFLUENCE OF DRYING TEMPERATURE AGAINST FLAVONOID TOTAL EXTRACT ETHANOL LEAVES CUCUMBER SOUL (Orthosiphon aristatus (BL) Miq) Eka Fitri Susiani1, Any Guntarti2, Kintoko2* 1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari Banjarbaru 2Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta *Email:kkintoko77@gmail.com ABSTRAK Masyarakat Indonesia secara turun temurun memanfaatkan daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus (BL) Miq) sebagai obat untuk hipertensi dan batu ginjal karena efek diuretik yang dimilikinya, dan hal ini karena adanya kandungan flavonoid di dalamnya. Perbedaan suhu pengeringan simplisia kemungkinan besar akan memberikan pengaruh terhadap kadar flavonoid total yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kumis kucing. Oleh sebab itulah maka perlu dilakukan penelitian agar dapat diketahui suhu pengeringan optimal simplisia daun kumis kucing untuk mendapatkan kadar flavonoid total tinggi. Suhu pengeringan yang digunakan adalah 30o C,50o C, dan 70o C dengan metode maserasi. Penetapan kualitatif flavonoid dilakukan secara KLT dengan uap amoniak, AlCl3, dan sitroborat. Sedangkan untuk penetapan kuantitatif kadar flavonoid total ditetapkan secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksiA1C13. Hasil yang didapat menunjukan kadar flavonoid total terbesar pada suhu pengeringan 30o C (37,25 ± 1,23) μg QE/mg ekstrak; suhu 50o C (33,30 ± 1,54) μg QE/mg ekstrak; suhu 70o C (31,15 ± 1,49) μg QE/mg ekstrak. Maka berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suhu pengeringan simplisia berpengaruh terhadap kadar flavonoid total dalam ekstrak etanol daun kumis kucing. Kata kunci: Kumis kucing (Orthosiphon aristatus (BL) Miq), Suhu pengeringan, Flavonoid total, Spektrofotometri visibel. Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 2 ABSTRACT Kumis kucing (Onhosiphon aristatus (BL) Miq) is one of thousands of plants of medicinal plants in Indonesia and is often used for traditional medicine in community. Hereditary society use its leaves as a remeiy for hypertension d kidney stones because of its diuretic effect,due to to flavonoid content in it. The drying temperature differences are likely to have significant content of total flavonoids in the ethanol extract of leaves of kumis kucing. Therefore it is necessary to study the optimal drying temperature icumis icucing leaves to obtained the highest total flavonoid content. Drying temperatures tested were 30o C, 50o C, and 70o Cand the extraction method used were maceration. Qualitative determination of flavonoids by TLC carried out with ammonia vapor, A1C13, and sitroborat. The quantitative, analysis flavonoid content was determined by spectrophotometiy visible using A1C13 reagent. The results indicated the highest total flavonoid content in the drying temperatire of 30o C(37,25 ± 1,23) μg QE/mg extract, then 50o C (33,30 ± 1 ,54) μg QE/mg extract, and the smallest on the drying temperature 70o C (31 , 15± 1,49) μg QE/mg extract. Based on this research it could be concluded that drying temperature affected total flavonoids content in the ethanol extract of leaves of kumis kucing. Keywords: kumis kucing (Orthosiphon aristatus (BL) Miq), drying temperature, total flavonoids,visible spectrophotometry. Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 3 PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alamnya. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia, sebanyak 30.000 jenis dijumpal di Indonesia dan baru1.200 diantaranya yang dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional (Anonim, 2007). Kumis kucing merupakan salah satu jenis tanaman obat yang sering digunakan untuk pengobatan tradisional. Baik secara empiris maupun klinis, kumis kucing bisa digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit, diantaranya batu ginjal. Daun kumis kucing merupakan tanaman obat yang mengandung senyawa flavonoid (Gunawan, dkk., 1996). Mengingat kegunaan flavonoid dalam pengobatan, maka perlu dilakukan penetapan kadar flavonoid total dalam daun kumis kucing. Dalam penelitian ini, dilakukan penetapan kadar flavonoid total menggunakan metode maserasi dengan variasi suhu pengeringan simplisia30° C, 50° C, dan 70° C. Dari penelitian mi diharapkan memperoleh suhu pengeringan simplisia daun kumis kucing optimal sehingga akan didapat kadar flavonoid total yang tinggi.Apabila suhu pengeringan terlalu rendah, maka waktu yang diperlukan akan sangat lama sehingga kemungkinan besar simplisia akan ditumbuhi kapang dan ini akan merusak kandungan zat aktif yang terkandung di dalamnya. Namun jika suhu pengeringan terlalu tinggipun dikhawatirkan akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya (Depkes RI,1985). Oleh sebab itulah pentingnya dilakukan penelitian pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar flavonoid total pada ekstrak etanol daun kumis kucing guna mengetahui suhu pengeringan yang paling tepat untuk mendapatkan kadar flavonoid total tertinggi pada simplisia daun kumis kucing. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus (BL) Miq.) berbunga ungu, Etanol 96% p.a, Kuersetin p.a, n-Butanol p.a, Asam asetat p.a, AlC136H2O (E-Merck) dan Petroleum eter (teknis) Alat yang digunkaan yaitu Spektrofotometer UV-Vis (Pharmaspec I700, SHIMADZU), Rotary evaporator,oven, seperangkat peralatan gelas (Pyrex), bejana kromatografi, timbangan analitikHalogen Moisturizer Analyzer, mikropropipet, plate selulosa, pipa kapiler 5 μl dan alat penyemprot. Pembuatan Simplisia Daun kumis kucing dikeringkan pada suhu 30° C, 50° C, dan 70° Cmenggunakan oven sampai didapatkan simplisia yang benar-benar kering,ditandaidengan uji fisik yaitu kerapuhan simplisia pada saat diremas. Simplisia kemudiandiserbuk dengan menggunakan blender untuk selanjutnya ditetapkan kadar airnya dan diekstraksi. Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 4 Pembuatan Ekstrak Ekstrak dibuat secara metode maserasi (1x24 jam) yang disertai dengan proses pengadukan menggunakan pengaduk elektrikselama 6 jam. Penyari yang digunakan adalah etanol 96% (1:10). Larutan hasil maserasi yang didapat kemudian disaring dan dipisahkan dari ampasnya sehingga diperoleh maserat. Proses remaserasi dilakukan sampai cairan penyari pada maserasi berwarna jernih. Saridipekatkan dengan cara diuapkan pada Rotary evaporator yang dilanjutkan dengan penguapan ekstrak di atas waterbath sampai terbentuk ekstrak kental. Identifikasi Senyawa flavonoid Dengan Metode KLT Larutan uji dibuat dengan cara mengencerkan ekstrak kental dalam etanol96%. Plate selulosa diaktivasi sebelum digunakan dengan cara dlpanaskan dalamoven pada suhu 105° C selama 1 jam. Larutan uji dalam jumlah tertentu kemudianditotolkan pada plate selulosa tersebut dengan kuersetin sebagai pembanding.Selanjutnya dielusi dengan fase gerak n-butanol: asam asetat: akuades (4:1:5). Bercak pada kromatogram diamati pada sinar UV λ254, UV λ366 nm dan sinar tampak. Kromatogram kemudian dianalisa dengan pereaksi uap amoniak, AlCl3, dansitrobrat, dengan dan tanpa cahaya tampak dan sinar UV λ366 nm. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak etanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus (BL) Miq)ditimbang sebanyak 50,0 mg, ditambah dengan etanol hingga 10 ml.Diencerkan sampai absorbansi yang diperoleh masuk range antara 0,2-0,8 nm. Dari larutan tersebut diambil 2,00 ml ditambahkan 2,00 ml larutan AlCl3.6H2O 2%, diamkan pada waktu OT kemudian absorbansi dibaca padapanjang gelombang maksimum. Analisis Data Analisis data terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan metode kurvastandar, regresi linier y = bx + a dibuat berdasarkan data luas area dibawah kurva dankonsentrasi dari larutan standar daun kumis kucing.Analisis data dilanjutkan dengan menguji normalitas (Kolmogorov Smirnov) dan uji homogenitas (Levene Test) dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila hasiluji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen, maka analisis dilanjutkan dengan metode parametrik ANOVA dan uji PostHoc (uji Least Significant Difference (LSD)). HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Simplisia Sampel berupa daun kumis kucing diperoleh dari Sleman, Yogyakarta pada bulan Maret 2010. Usia tanaman ketika dipanen 2 bulan, dan bagian yangdiambil adalah bagian pucuk daun beserta 10 lembar daun di bawahnya. Secaraempiris bagian inilah yang digunakan Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 5 masyarakat untuk pengobatan tradisional.Pengeringan daun kumis kucing dalam penelitian ini dilakukan pada 3 variasi suhu yaitu suhu 30o C, 50o C, dan 70° C.Pengeringan bahan tanaman bertujuan untuk menjaminkeawetan, mencegah tumbuhnya kapang dan jamur, menghilangkan air, mencegah terjadinya reaksi enzimatis, dan mempermudah pada saat simplisia akan dihaluskan menjadi serbuk (Depkes RI, 1985).Dalam proses pengeringan ini daun disusun tidak terlalu bertumpuk agar pengeringan berlangsung merata dan tidak terjadi face hardening, yakni bagian luar bahan sudah kering namun bagian dalamnya masih basah. Pada waktu dikeringkan, daun sering dibalik agar terjadi sirkulasi udara sehingga mempercepat pengeringan. Daun dikeringkan sampai mencapai titik kekeringan dengan ditandai kerapuhan, mudah patahnya daun yang dikeringkan, dan kadar air yang kurang dari 10% (Depkes RI, 1985). Lamanya proses pengeringan dari tiap suhu berbeda-beda. Pada Tabel 1 dapat dilihat lama pengeringan dan hasil penetapan kadar air pada masing-masing suhu pengeringan. Tabel 1. Lama Pengeringan dan Hasil Penetapan Kadar Air Simplisia Suhu Pengeringan Lama Pengeringan Kadar Air (%) ????̅ ± ????. ???? 30o C 45 jam 15 menit 6,01 ± 0,34 50o C 24 jam 10 menit 5,55 ± 0,22 70° C 10 jam 15 menit 5,08 ± 0,09 Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 6 Berdasarkan analisis data dengan SPSS 16, nilai signifikansi α < 0,05 sehingga terdapat perbedaan yang bermakna pada ketiga suhu pengeringan dalampenetapan kadar air simplisia daun kumis kucing. Pembuatan Ekstrak Rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstrak Sampel Bobot Simplisia (g) Bobot Ekstrak (g) Rendemen (%) 30o C 20,059 2,995 14,93 50o C 20,046 3,085 15,39 70° C 20,056 1,866 9,30 Hasil rendemen ini dapat dijadikan acuan dalam memperkirakan berapa jumlahsimplisia yang diperlukan untuk diekstraksi,agar didapatkan ekstrak sejumlahyang diinginkan. Uji Kualitatif Pada penclitian ini uji kualitatif dilakukan secara KLT dengan menggunakan fase gerak hasil orientasi BAW 4:1:5 (n-Butanol: Asam asetat:Air) fase atas dan fase diam selulosa. Pereaksi umum yang digunakan untuk uji kualitatif flavonoid yaitu uap amoniak, pereaksi sitroborat, dan pereaksi AlC13.Hasil uji kualitatif flavonoid dengan pembanding kuersetin dapat dilihat pada Gambar 1. Sebelum diuapi dengan amoniak,bercak sampel dilihat pada sinar UV366 memberikan warna hijau kekuningan, sedangkan pada sinar tampak dan Sinar UV254berwarna kuning lemah. Setelah diuapi dengan amoniak pada sinar UV366 bercak semua sampel memberi sedikit perubahan warna menjadi kuning kehijauan, sedangkan pada sinar tampak dansinar UV254 bercak sampel berwarna kuning yang lebih intensif dari warna kuning sebelumnya. Kemungkinan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daunkumis kucing adalah jenis flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan disertaiatau tanpa 5-OH bebas. Perubahan warna ini dikarenakan adanya pembentukan struktur kinoid (Robinson, 1995).Bercak sampel pada saat sebelum dansesudah disemprot sitroborat mengalami perubahan warna yang semula pada sinartampak berwarna kuning pucat menjadi kuning yang lebih terang, sedikitmemberikan perubahan warna pada sinar UV366, dan tetap kuning pada sinar UV254.Setelah disemprot dengan AlCl3 memberikan sedikit perubahan warna pada sinar UV366 menjadi lebihintensif, warna kuning pada sinar tampak dan UV254. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa flavonoid yang terkandung adalah flavonol yang mengandung3-OH bebas dan disertai atau tanpa 5-OH bebas. Untuk pereaksi AlCl3, terjadinya perubahan warna disebabkan oleh adanya pembentukan kompleks dengan senyawa flavonoid. Pembentukan kompleks ini akan menyebabkan pergeseran panjang gelombang ke arah batokromik. Gambar 1. Hasil Uji Kualitatif Flavonoid dengan Pembanding Kuersetin Keterangan cuplikan : a Kuersetin; b.Sampel suhu 300C; c. Sampel suhu 500C; d.Sampel suhu 700C Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 7 Prinsipnya gugus hidroksi flavonoid akan bereaksi dengan AlCl3 membentuk kompleks kelat berwama kuning yang apabila gugus hidroksi tersebut berada pada posisi orthodihidroksi maka bersifat tidak stabil dalam suasana asam, sehingga jika direaksikan denganHCl akan mengalami pergeseran hipsokromik jika dibandingkan pada saat direaksikan dengan AlCl3. Namun jika gugus hidroksi berada pada posisi hidroksikarbonil, maka larutan bersifat stabil terhadap asam, sehingga ketika direaksikandengan HCl tidak terjadi pergeseran hipsokromik seperti halnya pada posisiortho dihidroksi (Mabry, dkk., 1970) Uji Kuantitatif Flavonoid Total Hasil penetapan kadar flavonoid total dalam ekstraksi etanol daun kumis kucing dengan variasi suhu pengeringan 30o C, 50o C, dan 70o C disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil penetapan kadar flavonoid total dalam daun kumis kucing dengan tiga variasi suhu pengeringan Suhu Kadar Flavonoid (μg QE/mg ekstraksi) ????̅ ± ????. ???? (μg QE/mg ekstraksi) 300 C 37,25 37,25 ± 1,23 500 C 33,30 33,30 ± 1,54 700 C 31,15 31,15 ± 1,49 Ket: P95%, α , 0,05 Ekstrak etanol daun kumis kucing terbukti mengandung senyawa flavonoid. Adanya perbedaan kandungan flavonoid total dalam ekstrak daun kumis kucing pada tiga suhu pengeringan bukan dipengaruhi adanya kapang atau jamur, sebab daun dengan ketiga variasi suhu pengeringan mengandung kadar air kurang dari 10%, tetapi kemungkinan perbedaan itu dipengaruhi oleh adanya peningkatan kecepatan degradasi kimia. Kecepatan degradasi akan meningkat dengan adanya peningkatan suhu. Hal ini sangat terlihat pada warna daun kumis kucing yang berbeda pada masing-masing suhu pengeringan, yaitu saat pengeringan dengan suhu 30° C daun masih tampak dalam kondisi baik, tidak gosong seperti halnya daun pada suhu 70° C. Pada proses degradasi ini terjadi reaksi oksidasi yang memutus ikatan rangkap karbon terkonjugasi, hal inidisebabkan oleh adanya panas yang mengalir. Oleh sebab itulah, senyawa tersebuttidak bisa dibaca absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditetapkan. Sehingga akibatnya kadar flavonoid total dalam ekstrak etanol daun kumis kucing menjadi berkurang. Kadar flavonoid total pada ekstrak etanol daun kumis kucinghasil penelitian pada masing-masing suhu pengeringan 30°C, 50° C, 70° Cberturut-turut yaitu (37,25 ± 1,23) μg QE / mg ekstrak ; (33,30 ± 1,54) μg QB /mg ekstrak ; (31,15 ±1,49) μg QE / mg ekstrak. Jadi, suhu pengeringan 30° C inilah suhu yang optimal dengan kandungan flavonoid total yang paling besar. KESIMPULAN Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 02, Tahun 2017 ISSN- Print. 2541 – 3651 ISSN- Online. 2548 – 3897 Research Article 8 Suhu pengeringan daun kumis kucing dapat mempengaruhi kadar flavonoid total yang terkandung dalam daun kumis kucing.Suhu pengeringan 30°C merupakan suhu pengeringan yang optimal untuk mendapatkan ekstrak etanol daun kumis kucing dengan kadar flavonoid total paling banyak 37,25 ± 1,23 μg QE/mg ekstrak. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007, Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RIhttp://www.bmf.litbang.depkes.go.id/index2.php?option=content&do_pdf=1&id= 175diakses tanggal 13 Maret 2010 Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 2-9,51, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, 4-31, Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 7, Departemen RepublikIndonesia, Jakarta. Gunawan, D., Sudarsono, Agus P., Subagus W., Imono A. D., M.Dradjat, Samekto W., Ngatidjan,. 1996.Tumbuhan Obat, 90-95, Pusat PenelitianObat Tradisional UGM, Yogyakarta. Mabry, T.J, Markham, K.R., Thomas, M.B., 1970, The Systematic and identification of Flavonoid, 3-56, Springer-Verlag, New York, Helderberg-Berlin. Robinson,T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi Edisi keenam,191-216, Penerbit 1TB, Bandung.