cover
Contact Name
Hanevi Djasri
Contact Email
hanevi.djasri@ugm.ac.id
Phone
+628161913332
Journal Mail Official
hanevi.djasri@ugm.ac.id
Editorial Address
Gedung Epicentrum Walk Unit 716B Jl. Boulevard, Jl. Epicentrum Sel., RT.2/RW.5, Karet Kuningan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12960, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
The Journal of Hospital Accreditation (JHA)
ISSN : 26567237     EISSN : -     DOI : https://doi.org/10.35727/jha.v1i1
Core Subject : Health,
Jurnal ini diperuntukan untuk sosialisasi artikel ilmiah terkait dengan pengembangan, penerapan dan evaluasi sistem akreditasi rumah sakit, termasuk didalamnya artikel ilmiah tentang regulasi akreditasi, standar akreditasi, manajemen lembaga akreditasi, surveior akreditasi, dan berbagai hal lain yang terkait.
Articles 72 Documents
Survei Persepsi Kebutuhan dan Hambatan Rumah Sakit dalam Menjalankan Fungsi Panitia Pengendalian Resistensi Antibiotik Ronald Irwanto; Djoko Widodo; Aziza Ariyani; Hadianti Adlani
The Journal of Hospital Accreditation Vol 1 No 02 (2019): Resistensi Antimikroba, Pencegahan Pasien Jatuh dan Waktu Tunggu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v1i2.40

Abstract

Latar Belakang: Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) edisi 1 (2018) menetapkan pengkajian pengendalian resistensi antibiotik di setiap rumah sakit di seluruh Indonesia sebagai salah satu syarat akreditasi rumah sakit. Namun, dalam pelaksanaannya, kerapkali pengendalian resistensi antibiotik mengalami banyak kendala. Tujuan: Menilai persepsi anggota Panitia Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) terhadap hambatan dan kebutuhan rumah sakit dalam menjalankan peran PPRA. Metode: Dilakukan survei potong lintang dengan membagikan kuesioner kepada responden 156 rumah sakit. Responden mengisi kuesioner berupa pertanyaan tertutup pilihan berganda dan memilih satu jawaban yang paling tepat. Analisa dilakuakn secara deskriptif. Hasil: Pada survei ini diperoleh 26.92% dari 156 rumah sakit yang telah menjalankan program PPRA di rumah sakit. 65.38% menyatakan hanya sebagian dokter yang duduk sebagai anggota PPRA mampu melakukan tugasnya. 40.48% dari responden rumah sakit yang telah menjalankan program PPRA mengatakan bahwa tidak adanya sistem implementasi merupakan kesulitan utama dalam menjalankan program PPRA. Sementara 61.90% mengatakan anggota PPRA rumah sakitnya baru setengah mampu melakukan restriksi antibiotik. 93.86% dari 114 responden rumah sakit yang belum menjalankan program PPRA menyatakan saat ini yang paling dibutuhkan adalah konsep yang jelas untuk menjalankan program PPRA. Kesimpulan: Sebagaian besar responden berpersepsi bahwa hanya sebagian dokter yang mampu menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota PPRA di rumah sakit. Kebutuhan terbesar dalam menjalankan PPRA di rumah sakit adalah konsep yang jelas, agar antibiotik dapat diberikan sesuai Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB), program restriksi dan penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara benar.
Penerapan Lean Management Untuk Menurunkan Waktu Tunggu Proses Pemulangan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta Retno Esti Respati Wirandari; Adi Utarini
The Journal of Hospital Accreditation Vol 1 No 02 (2019): Resistensi Antimikroba, Pencegahan Pasien Jatuh dan Waktu Tunggu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v1i2.41

Abstract

Latar Belakang: Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), RS dituntut juga untuk dapat mengendalikan mutu dan biaya. Waktu tunggu proses pemulangan pasien rawat inap di rumah sakit merupakan masalah yang penting diatasi oleh karena masih melebihi standar waktu yang ditetapkan (yaitu 2 jam). Untuk memecahkan masalah tersebut, diterapkan Lean management. Tujuan: Menerapkan Lean management dengan mengekplorasi peran tim Kaizen dan menggunakan Value Stream Mapping untuk menurunkan waktu tunggu proses pemulangan pasien rawat inap di RS Panti Waluyo Surakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain Action Research. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi pemulangan pasien rawat inap dan wawancara mendalam. Selanjutnya dilakukan penerapan tools Kaizen dan Value Stream Mapping dalam Lean dengan intervensi berupa perubahan alur proses pemulangan pasien rawat inap di RS Panti Waluyo Surakarta. Hasil: Rerata lama waktu tunggu proses pemulangan pasien rawat inap di RS Panti Waluyo menurun secara bermakna dari 3 jam 10 menit menjadi 2 jam 14 menit penerapan Lean management (p<0,01). Kesimpulan: Lama waktu tunggu proses pemulangan pasien rawat inap di RS Panti Waluyo Surakarta dapat diturunkan dengan penerapan Lean, meskipun belum mencapai standard pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah. Perlu dilakukan tindak lanjut perbaikan untuk mencapai standar yang ditetapkan.
Sistem Sesi Layanan Terbagi Memperbaiki Durasi Waktu Tunggu Layanan di Instalasi Rehabilitasi Medik Guido Okta Vianney; Emi Kristiana; Andreas Andoko
The Journal of Hospital Accreditation Vol 1 No 02 (2019): Resistensi Antimikroba, Pencegahan Pasien Jatuh dan Waktu Tunggu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v1i2.42

Abstract

Masalah Mutu: Pelayanan kesehatan yang berfokus pada kepuasan pasien tanpa mengesampingkan keselamatan merupakan halpenting di Rumah Sakit Baptis Kediri (RSBK). Peningkatan jumlah kunjungan di Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) denganketerbatasan sarana dan prasarana, berdampak pada lamanya waktu tunggu layanan. Diperlukan sistem pengelolaan untukmemenuhi salah satu indikator mutu unit IRM, yaitu waktu tunggu layanan tidak melebihi 30 menit.Pilihan Solusi: Kehadiran pasien di IRM diatur dengan sistem sesi layanan terbagi. Dalam satu hari layanan, terbagi menjadibeberapa kelompok sesi. Setiap pasien yang sudah terjadwal untuk menjalani layanan akan mendapatkan jadwal sesi yang tertentu. Implementasi: Setiap pasien yang terjadwal untuk menjalani layanan di IRM akan mendapatkan jadwal waktu yang tertentu.Implementasi dilaksanakan di IRM RSBK, dengan partisipan adalah pasien yang terjadwal untuk menjalani layanan di IRM periodeJanuari-Mei 2018. Waktu kedatangan saat mendaftar ulang di bagian administrasi dan waktu saat dipanggil pertama kali untukmenjalani layanan dicatat oleh petugas. Selisih waktu diantaranya tercatat sebagai waktu tunggu layanan, dan dihitung rerata waktu tunggu layanan. Evaluasi dan Pembelajaran: Rerata waktu tunggu adalah 12,10 menit, dengan waktu tunggu terpendek a 1 menit dan waktutunggu terlama 85 menit. Sistem layanan pasien dengan mengatur jam kehadiran pasien dalam sesi layanan terbagi, memperbaikidurasi waktu tunggu layanan di IRM RSBK.
Modifikasi Manajemen Risiko Jatuh Pada Pasien Rawat Inap Psikogeriatri RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Yuniar Sunarko; Muhammad Zamroni; Diah Ayu Kusumawardani; Jennyla Puspitaning Ayu; Mariani Indahri; Etha Riska Amalia
The Journal of Hospital Accreditation Vol 1 No 02 (2019): Resistensi Antimikroba, Pencegahan Pasien Jatuh dan Waktu Tunggu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v1i2.43

Abstract

Masalah Mutu: Jatuh adalah insiden keselamatan pasien yang sangat menonjol pada populasi pasien berusia lanjut dengan masalah psikogeriatrik di rumah sakit, sehingga manajemen risikonya tidak dapat disamakan dengan populasi umum. Berbagai karakteristik yang melekat pada populasi ini menyebabkan para Profesi Pemberi Asuhan (PPA) harus melakukan pengamatan yang seksama, merencanakan, implementasi, hingga mengevaluasi secara terus menerus. Pedoman Manajemen Risiko Jatuh yang ada di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang (RSJRW) belum dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan di atas. Pilihan Solusi: Implementasi peningkatan mutu berkelanjutan dan konsep patient-centered care dalam manajemen risiko jatuh sehingga sesuai bagi populasi pasien psikogeriatrik di RSJRW. Implementasi: Tim Pengembang Layanan Psikogeriatri bekerjasama dengan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien melakukan modifikasi sebagai translasi hasil pengamatan dalam implementasi asesmen, reasesmen, penggunaan penanda risiko, integrasi proses asuhan, pendokumentasian, dan tindak lanjut pelaporan insiden yang berkaitan dengan risiko jatuh pada pasien rawat inap psikogeriatri di RSJRW. Evaluasi dan Pembelajaran: Proses yang melibatkan PPA multidisipliner ini berhasil menurunkan angka kejadian pasien jatuh dari 1,5% (2016) menjadi 0,8% (2017), dan 0% (2018). Komunikasi efektif dan komitmen semua pihak mendasari semua proses pembelajaran berkelanjutan ini, sementara pendokumentasian menggunakan sistem informasi teknologi menjadi katalisator perubahan-perubahan yang terjadi.
Implementasi Sistem Pengendalian Internal Rumah Sakit Mata Bali Mandara (SIPRIMA) dalam Manajemen Risiko Ellien Christiansen Nainggolan; Ni Made Yuniti; I Made Arif Adiguna
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 02 (2020): Person-Patient-Family-Community Centered Care
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i02.46

Abstract

Masalah Mutu: World Health Organization menyatakan bahwa 10% pasien di rumah sakit mengalami insiden, dan 5-21% dari kejadian tersebut menyebabkan kematian. Di Indonesia, 14,41% KTD dan 18,53% KTD disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26 %), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh (5,15%). Manajemen risiko dipercaya dapat menjamin pengawasan dan pencegahan risiko dapat dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Namun, hanya seperempat organisasi di dunia yang menerapkan manajemen risiko secara matur. Pada rumah sakit dengan maturitas manajemen risiko yang rendah, indeks pelaporan risiko atau insiden hanya mencapai 50% dengan indeks kemapanan manajemen risiko yang rendah. Pilihan Solusi: RS Mata Bali Mandara (RSMBM) membangun aplikasi software pengendalian internal berbasis komputer bernama Sistem Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko RSMBM (SIPRIMA) yang memudahkan identifikasi dan analisis risiko, pengelolaan risiko yang komprehensif dan terintegrasi, serta memudahkan pelaporan berbagai insiden.Implementasi: Prosedur manajemen risiko melalui SIPRIMA meliputi memasukkan berbagai jenis risiko oleh masing-masing unit; menentukan risk priority number (RPN) inherent dan residual, prioritas risiko, matrix grading; merumuskan rencana pengelolaan dan menetapkan siklus FOCUS-PDCA untuk risiko yang memerlukan pengelolaan yang kompleks. FOCUS-PDCA dapat berlanjut ke siklus berikut dan seterusnya, mencetak detil risiko, siklus FOCUS-PDCA, dan pengendalian apabila risiko telah selesai dikelola.Evaluasi dan Pembelajaran: Terlihat peningkatan jumlah risiko dari 114 (2016) menjadi 249 (2018). Selain itu juga prosentase penanganan masalah meningkat, dari sebesar 86,80% (2016) menjadi sebesar 97,59% (2018), dan unit yang memiliki daftar risiko juga meningkat dari 53,8% (2016) menjadi 84,62% (2018). Sebesar 88,46% unit telah menyusun program berbasis manajemen risiko. Namun demikian, SIPRIMA masih belum optimal mendukung komunikasi dan koordinasi terkait manajemen risiko, sehingga perlu pengembangan aplikasi lebih lanjut.
Peningkatan Mutu Penggunaan Antibiotik Bijak Melalui Kesesuaian Temuan Hasil Kultur Dengan Kajian Risiko Pasien Menurut Model Regulasi Antimikroba Sistem Prospektif (Raspro) Ronald Irwanto Natadidjaja; Hadianti Adlani; Hadi Sumarsono
The Journal of Hospital Accreditation Vol 3 No 02 (2021): Teknik dan Hasil Penerapan Standar Akreditasi
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v3i2.47

Abstract

Masalah Mutu: Standar 4 Kajian SNARS 2018 menyatakan bahwa rumah sakit wajib memiliki surveilens kepekaan kuman terhadap antibiotik. Hal ini harus menjadi dasar pertimbangan pembuatan Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB). Di sisi lain, timbulnya kuman Multi Drug Resistance (MDR) juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pemberian antibiotik empirik, selain berdasar pada pola kuman, juga sebaiknya mempertimbangkan berbagai faktor risiko timbulnya kuman MDR. Pilihan Solusi: Regulasi Antimikroba Sistem Prospektif (RASPRO) adalah sebuah model tataguna antimikroba yang disintesis dari berbagai kepustakaan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kuman-kuman MDR pada surveilans kepekaan kuman, sehingga dapat mengarahkan klinisi pada peresepan antibiotik bijak. Implementasi: Kajian risiko yang dibuat dalam RASPRO menentukan bahwa immunocompromised dan/ atau dengan komorbid Diabetes Melitus yang tidak terkontrol atau dengan riwayat konsumsi antibiotik kurang dari 90 hari, dan/ atau riwayat perawatan di rumah sakit lebih dari 48 jam dalam waktu kurang dari 90 hari, dan/ atau riwayat penggunaan instrumen medis kurang dari 90 hari masuk dalam risiko MDR. Pasien-pasien yang tidak termasuk dalam kategori di atas akan masuk ke dalam prediksi infeksi oleh kuman multisensitif. Evaluasi dan Pembelajaran: Pada surveilans kepekaan kuman dengan data sekunder diambil dari sebuah rumah sakit swasta tipe B di Jakarta antara tahun 2016-2018, dengan rumus sampel tunggal, didapatkan 106 sampel kultur dari 86 pasien. Terdapat kesesuaian pada 54 dari 57 hasil kultur yang diambil dari pasien dengan kajian risiko infeksi kuman multisensitif (94,74%). Kesesuaian antara temuan hasil kultur MDR dengan kajian risiko model RASPRO terdapat pada 44 dari 49 kultur (89,80%), dengan 9 kultur menunjukkan Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). Total kesesuaian hasil kultur dengan kajian risiko empirik model RASPRO mencapai 92,45%. Tingginya persentase kesesuaian temuan kultur kuman penyebab infeksi dengan kajian faktor risiko model RASPRO sepertinya dapat menjadi pertimbangan dalam mengarahkan klinisi dalam pemberian antibiotik empirik spektrum sempit dan luas pada praktek klinis sehari-hari di rumah sakit. Dengan praktik seperti ini kualitas penggunaan antibiotik diharapkan dapat meningkat.
Asesmen Pra-Anestesi: Bukan Sekedar Kepatuhan Else Agustina; Viera Wardhani; Asti Melani Astari
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 02 (2020): Person-Patient-Family-Community Centered Care
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i02.52

Abstract

Latar Belakang: Asesmen praanestesi adalah prosedur penting yang bertujuan untuk memastikan keamanan tindakan bedah yang akan dilakukan. Prosedur ini sebenarnya adalah tanggung jawab dokter anestesiologi. Namun, dalam prosesnya melibatkan dokter, perawat serta pasien dan keluarganya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan asesmen praanestesi serta menggali praktik pendelegasian tugas (task shifting) dalam pelaksanaan asesmen praanestesi di ruangan rawat inap. Metode: Penelitian ini dilakukan di sebuah rumah sakit (RS) tipe C (140 tempat tidur) di kota Malang Jawa Timur. Peneliti melakukan observasi selama 11 hari terhadap pelaksanaan asesmen praanestesi pada kasus operasi elektif. Untuk melengkapi data, dilakukan juga pengamatan terhadap dokumen rekam medis pasien yang sama. Untuk menilai praktik pendelegasian tugas dari dokter ke perawat, peneliti menggunakan kuesioner yang berisi 28 aspek aktivitas asesmen praanestesi. Kuesioner ini didistribusikan kepada 80 orang responden yang terdiri dari perawat dan dokter spesialis yang terlibat dalam operasi elektif. Kuesioner ini menilai persepsi responden mengenai harapan dan kenyataan tentang siapa yang seharusnya melaksanakan aktivitas tersebut. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan pola pelaksanaan pendelegasian tugas dan asesmen praanestesi. Hasil: Asesmen praanestesi hanya dilakukan pada 19,5% dari total 43 kasus operasi elektif, namun tidak satupun yang menuliskan hasil asesmen pada dokumen yang semestinya. Dokumen rekam medis tentang asesmen praanestesi akan dilengkapi saat setelah pelaksanaan operasi (di kamar operasi). Sebagian besar responden beranggapan bahwa asesmen praanestesi dilaksanakan secara kolaborasi antara dokter dan perawat. Namun, dalam praktiknya, kebanyakan aktivitas dalam asesmen praanestesi dilakukan oleh perawat. Pendelegasian tertinggi dari dokter ke perawat terjadi pada aspek meminta tanda tangan persetujuan tindakan medis (informed consent) serta aspek menjelaskan tentang puasa kepada pasien dan keluarganya. Kesimpulan: Asesmen praanestesi belum terdokumentasi dengan lengkap dan tepat sebelum pelaksanaan operasi, serta terjadi pendelegasian tugas ke perawat terutama pada proses persetujuan tindakan medis.
Penerapan Metode Preceptorship dalam Kegiatan Orientasi untuk Perawat Baru pada Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Eriliana Aryanti; Rima Aurelia Dimpudus; Lisa Setiawati; Viera Wardhani
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 02 (2020): Person-Patient-Family-Community Centered Care
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i02.53

Abstract

Latar Belakang: Praktik keperawatan yang dilakukan dalam pelayanan hemodialisis harus sesuai dengan standar profesi maupun standar prosedur operasional dengan memperhatikan aspek keselamatan pasien. Preceptorship merupakan salah satu metode yang dipersiapkan untuk meningkatkan kemampuan praktik klinis keperawatan. Tren peningkatan insiden ketidaktepatan insersi vena dan arteri pada pasien hemodialisis mendorong peneliti untuk mencari solusi dengan metode preceptorship. Tujuan: Untuk mendeskripsikan penerapan metode preceptorship yang sudah digunakan dalam kegiatan orientasi perawat baru pada Unit Hemodialisis di rumah sakit serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Metode: Metode penelitian menggunakan penelitian deskriptif berdasarkan hasil pengumpulan data primer dan sekunder. Berbagai faktor yang menjadi akar penyebab masalah dikelompokkan berdasarkan 5M, yaitu man, machine, method, material, dan money, kemudian dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram dan 5 whys analysis. Akar penyebab masalah yang teridentifikasi diprioritaskan sesuai kriteria Urgency, Seriousness, dan Growth (USG) melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh pejabat manajemen rumah sakit dan perawat Unit Hemodialisis sebagai subjek penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil: Akar penyebab masalah terbesar dalam penerapan metode preceptorship di Unit Hemodialisis yaitu faktor sumber daya manusia berupa jam terbang dan jumlah yang kurang. Beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan antara lain perlu ditetapkan standardisasi dalam penerapan metode preceptorship terkait waktu pelaksanaan bimbingan, perlunya pelatihan komunikasi asertif dalam metode preceptorship untuk meningkatkan kepercayaan antara pasien dengan perawat, dibutuhkan penetapan target bagi perawat baru untuk melakukan tindakan keperawatan pada pasien hemodialisis, dan penyediaan fasilitas laboratorium untuk peningkatan keahlian perawat di bidang hemodialisis. Kesimpulan: Terdapat beberapa kendala dalam penerapan metode preceptorship pada perawat baru di Unit Hemodialisis. Kendala berupa teknis pelaksanaan bimbingan, perbandingan jumlah preceptor dengan perawat baru, pemenuhan kualifikasi sebagai preceptor, dan standardisasi untuk mengevaluasi preceptor maupun peningkatan kompetensi perawat baru yang dihasilkan setelah menjalani masa orientasi. Perlu disusun modul yang dapat digunakan sebagai standardisasi panduan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan berbasis metode preceptorship pada Unit Hemodialisis di rumah sakit.
Evaluasi Waktu Tunggu dan Kesalahan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pascasurvei Akreditasi Tahun 2015 di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dewi Ratmasari
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 01 (2020): Covid-19 dan Inovasi Peningkatan Mutu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i1.55

Abstract

Latar belakang: Akreditasi rumah sakit merupakan proses berkesinambungan, yang tidak berakhir saat survei selesai. Terdapat rekomendasi KARS yang harus ditindaklanjuti terhadap indikator ketidaktepatan waktu tunggu dan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu rumah sakit harus menggunakan prinsip peningkatan mutu dengan data indikator mutu yang diukur. Pencapaian indikator tersebut sebelum survei akreditasi sudah mendekati standar. Dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi KARS, diharapkan setelah survei akreditasi pencapaian indikator tersebut bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Tujuan: Mengevaluasi ketidaktepatan waktu tunggu dan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium sebelum dan setelah survei akreditasi, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan peningkatan mutu indikator tersebut, meliputi faktor motivasi, regulasi, kepemimpinan, budaya organisasi dan kerjasama tim. Metode: Penelitian ini merupakan mixed method sekuensial tipe eksploratoris. Penelitian kuantitatif merupakan observasional analitik untuk mengevaluasi ketidaktepatan waktu tunggu dan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium sebelum dan setelah survei akreditasi. Penelitian kualitatif dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) kepada 10 orang analis kesehatan, dan wawancara mendalam kepada 2 orang dokter spesialis patologi klinik serta Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan. Hasil: Rerata ketidaktepatan waktu tunggu hasil pemeriksaan laboratorium setelah survei akreditasi (8,3793) lebih rendah dibandingkan sebelum survei akreditasi (9,5511), namun tidak berbeda bermakna (p = 0,226). Rerata kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium setelah survei akreditasi (0,0129) lebih rendah secara bermakna dibandingkan sebelum survei (0,0611), p = 0,040. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan peningkatan mutu indikator ketidaktepatan waktu tunggu dan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium RS UGM, meliputi faktor motivasi, regulasi, kepemimpinan, budaya organisasi dan kerjasama tim telah memenuhi sesuai dengan yang seharusnya. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada pencapaian indikator mutu ketidaktepatan waktu tunggu hasil pemeriksaan laboratorium di RS UGM antara sebelum dan setelah survei akreditasi, sedangkan indikator mutu kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium setelah survei akreditasi lebih rendah secara bermakna dibandingkan sebelum survei. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan peningkatan mutu indikator tersebut, meliputi faktor motivasi, regulasi, kepemimpinan, budaya organisasi dan kerjasama tim telah memenuhi sesuai dengan yang seharusnya. Kata kunci: Ketidaktepatan waktu tunggu, kesalahan hasil laboratorium, akreditasi rumah sakit, indikator mutu
Optimalisasi Pelaksanaan Discharge Planning Secara Terintegrasi di Ruang Rawat Inap X RS Militer Jakarta FRISKA HARIANJA
The Journal of Hospital Accreditation Vol 2 No 01 (2020): Covid-19 dan Inovasi Peningkatan Mutu
Publisher : Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35727/jha.v2i1.56

Abstract

Masalah Mutu: Tuntutan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi menjadi fokus penting dalam era reformasi sistem perawatan kesehatan. Salah satu masalah penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS) adalah pelaksanaan dan pendokumentasian Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) atau yang sering dikenal dengan discharge planning. Rendahnya peran perawat yang disebabkan pemahaman dan Pengetahuan dalam pelaksanaan P3 menjadi tidak optimal dilakukan. Selain itu, kurangnya motivasi dan komunikasi yang tidak baik antar tenaga kesehatan menjadi faktor pendukung ketidakoptimalam pelaksanaan P3, sehingga berdampak pada peningkatan readmission dan rerata lama rawat, menurunnya tingkat kepuasan dan loyalitas pasien, serta meningkatkan cost efektif RS. Pilihan Solusi: Dilakukan penyusunan perencanaan draft Standar Prosedur Operasional (SPO) pelaksanaan P3 dan pengoptimalan formulir discharge planning, pengkajian keperawatan awal rawat inap, edukasi terintegrasi, Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), dan resume keperawatan yang telah dimiliki oleh RS, dilanjutkan dengan hearing expert, sosialisasi, dan uji coba di ruangan rawat inap melati. Implementasi: Proses implementasi P3 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 33,6% sedangkan pada evaluasi pelaksanaan P3 sebesar 36,6%. Evaluasi dan Pembelajaran: Pelaksanaan P3 pada proses penetapan diagnosis keperawatan P3, intervensi, implementasi, serta evaluasi masih perlu dilakukan supervisi oleh kepala ruangan dan perlunya peningkatan peran kepala bidang keperawatan untuk memberikan program pelatihan secara khusus kepada perawat pelaksana dan Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA) dalam meningkatkan pelaksanaan dan pendokumentasian P3 di ruangan secara optimal. Kata kunci: P3, manajemen asuhan keperawatan, kontinuitas perawatan, RS Militer Jakarta