cover
Contact Name
Muhamad Abas
Contact Email
jurnaljustisi.fh@ubpkarawang.ac.id
Phone
+6285318977135
Journal Mail Official
jurnaljustisi.fh@ubpkarawang.ac.id
Editorial Address
Universitas Buana Perjuangan Karawang Jalan Ronggo Waluyo Sirnabaya, Puseurjaya, Kec. Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat 41361
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Justisi : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 25282638     EISSN : 25805460     DOI : https://doi.org/10.36805/jjih
Core Subject : Social,
JUSTISI Jurnal Ilmu Hukum adalah jurnal akademik yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang. JUSTISI Jurnal Ilmu Hukum pertama kali diterbitkan pada bulan september 2016, yang telah memuat artikel-artikel pendidikan khususnya ilmu hukum dan akan mewadahi serta memfasilitasi hasil penelitian dosen dan mahasiswa dalam pengembangan keilmuan hukum. JUSTISI Jurnal Ilmu Hukum terbit 2 kali dalam 1 tahun di bulan September dan Maret pada setiap volumenya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum" : 8 Documents clear
RAPUHNYA BENTENG KEADILAN DI INDONESIA (Kajian terhadap kekuasaan kehakiman (peradilan) sebagai benteng keadilan dalam Sistem Peradilan Pidana) Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.503

Abstract

Abstrak Penegakan hukum dengan menggunakan sistem peradilan pidana berarti mengimplementasikan bekerjanya dalam setiap tahapan peradilan pidana, yaitu tahapan penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan putusan. Permasalahan konseptual yang menyangkut struktur penegakan hukum pidana, bersumber dari sistem penegakan hukum yang dibangun berdasarkan desain konstitusional. Pasca amandemen ke III terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian juga diikuti terbitnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai peraturan pelaksana, terhadap koreksi pada Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman dijalankan dan dipegang oleh badan peradilan, hal ini sesuai dalam teori maupun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Badan peradilan di Indonesia yang menjalankan kekuasaan kehakiman berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan pengadilan-pengadilan tingkat lebih rendah yang di bawah Mahkamah Agung. Ketentuan tersebut juga diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 Ayat (2). Pengadilan selama ini dijadikan sebagai suatu simbolik bagi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan hukum khususnya keadilan dari permasalahan atau sengketa-sengketa hukum yang harus diselesaikan. Supremasi hukum akan dapat berjalan secara maksimal tatkala komponen-komponen dalam penegakan hukum yang tersistem ke dalam bentuk sistem peradilan pidana yang integral. Dalam penegakan hukum yang juga berhubungan dengan kekuasaan kehakiman, maka peran yang utama yaitu hakim-hakim pengadilan. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Sistem Peradilan Pidana. Abstract Law enforcement by using the criminal justice system means implementing its work at every stage of criminal justice, namely the stages of investigation, prosecution, trial and implementation of decisions. Conceptual issues concerning the structure of criminal law enforcement are derived from a law enforcement system that is built on constitutional design. After the third amendment to the Constitution of 1945, which was also followed by the issuance of Law Number 48 of 2009 on Concerning Judicial Power as the implementing regulation, against correction to Judicial Power. Judicial power is carried out and held by the judiciary, this is in accordance with the theory and provisions in the legislation. Judicial bodies in Indonesia that exercise judicial authority based on the amendments to the Constitution of 1945 are the Supreme Court, the Constitutional Court and lower-level courts under the Supreme Court. These provisions are also explicitly regulated in the Constitution of 1945 in Article 24 Paragraph (2). The court has been used as a symbolic for the community to achieve legal objectives, especially justice from problems or legal disputes that must be resolved. The supremacy of law will be able to run maximally when the components in systemic law enforcement are in the form of an integral criminal justice system. In law enforcement which also relates to judicial power, the main role is court judges. Keyword: Law Enforcement, Judicial Power, Criminal Justice System.
POLITIK HUKUM PENGATURAN NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2018 Harry Setya Nugraha; Dimar Simarmata; Imentari Siin Sembiring
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.504

Abstract

Abstrak Artikel ini mengkaji tentang hadirnya berbagai pengaturan mengenai Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Dearah (Pilkada) yang kemudian membuat penulis bertanya tentang: apa yang menjadi politik hukum pengaturan tentang netralitas ASN dalam Pilkada dan apa pentingnya netralitas ASN tersebut dalam pelaksanaa Pilkada. Tulisan ini merupakan tulisan hukum yuridis-normatif dengan sumber hukum sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue apporoach) dengan mengkaji berbagai regulasi atau pengaturan mengenai netralitas ASN dalam Pilkada Serentak khususnya Tahun 2018. Tulisan ini berkesimpulan, pertama: politik hukum dari pengaturan menganai netralitas ASN adalah dalam rangka menjaga integritas, profesionalitas, dan netralitas ASN demi terwujudnya Pilkada yang demokratis. Kedua: pengaturan mengenai netralitas ASN menjadi penting guna mencegah penyalahgunaan wewenang baik oleh ASN maupun oleh calon kepala daerah yang bersangkutan. Kata Kunci: Netralitas, ASN, Pemilihan Kepala Daerah Abstract This article analyzes the presence of various regulations regarding the neutrality of civil servant apparatus in the regional election which makes the author ask about what became the politics of law of regulating of the neutrality of civil servant apparatus in the regional election and what was the importance of neutrality of civil servant apparatus in the regional election. This article is a normative juridicial legal writing with secondary legals sources consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The approach used by the statue apporoach that analyzes of the regulations of neutrality of civil servant apparatus in regional election especially in 2018.The conclution of this paper are, first: the politics of law of regulations of the neutrality of civil servant apparatus was in order to maintain the integrity, professionalism, and neutrality of civil servant apparatus to created democratic regional elections. Second: the regulations of the neutrality of civil servant apparatus was important to prevented abuse of power by both civil servant apparatus and the regional head candidates concerned. Keywords: Neutrality, civil servant apparatus, regional head election
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PENGGUNAAN KTP DAN PASPOR DALAM PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM KERANGKA MENJAMIN HAK MEMILIH DALAM PEMILU Bagus Anwar Hidayatulloh
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.505

Abstract

Abstrak Implikasi putusan mahkamah konstitusi terkait penggunaan KTP dan paspor dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dalam kerangka menjamin hak memilih dalam pemilihan umum. Terkait dengan ini maka memunculkan permasalahan terkait implikasinya. Bagaimana implikasi baik secara langsung maupun tidak langsung putusan Mahkamah Konstitusi terkait penggunaan KTP dan Paspor dalam pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasilnya adalah implikasi langsung yang terdiri dari penerapan KTP dan Paspor sebagai ganti DPT, Memunculkan putusan yang bersifat self executing, mengesampingkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, mengesampingkan keputusan dan peraturan KPU terkait aturan baru akibat putusan MK dan Implikasi tidak langsung yang terdiri dari Mengurangi terjadinya perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden, KPU bekerja ekstra. Tujuan ke depan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan sumbangsih dalam dunia akademik terutama terkait tentang penjaminan hak asasi manusia terutama hak memilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Penelitian ini menggunakan metode kajian peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan metode ilmu hukum. Kata Kunci: Putusan Mahkamah Konstitusi, Pemilu, Kartu Tanda Penduduk Abstract The implications of the constitutional court's decision regarding the use of resident identity cards and passports in the election of president and vice president in the framework of guaranteeing the right to vote in general elections. Related to this, problems arise regarding their implications. What are the implications of either directly or indirectly the decision of the Constitutional Court regarding the use of Identity Cards and Passports in general elections. The Constitutional Court as the executing agency of judicial power whose authority is to examine the Law against the State Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 in order to realize a democratic state based on law as stipulated in Article 1 of the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945. The result is implications directly consisting of the application of Identity Cards and Passports in lieu of the Permanent Voters List, Raising decisions that are self-executing, overriding Government Regulations Substituting the Law, overriding the decisions and regulations of the General Election Commission regarding new rules due to the Constitutional Court ruling and indirect implications consisting of Reducing the disputes over the results of the Presidential General Election, the Election Commission works extra. The future goal of this research is to know and contribute in the academic world, especially related to guaranteeing human rights, especially the right to vote in the presidential and vice presidential elections. This study uses the method of reviewing legislation in accordance with the method of law. Keywords: Decision of the Constitutional Court, Election, Identity Card
HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF INTERKONEKTIF (TINJAUAN DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA) Sigit Wibowo
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.506

Abstract

Abstrak Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 menyatakan bahwa "setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi". Demikian juga dalam pasal 28 huruf A UUD 1945 bahwa "Setiap orang memiliki hak untuk hidup dan memiliki hak untuk mempertahankan kehidupan dan hidupnya". Ini berarti bahwa hak untuk hidup dijamin oleh hukum. Legalisasi Aborsi di Indonesia adalah percakapan yang cukup populer di kalangan aparat penegak hukum dan petugas kesehatan (kedokteran). Selain itu, ini menyangkut aspek interkoneksi-integrasi antara aspek hukum positif dan aspek hukum Islam. Oleh karena itu menimbulkan masalah mengenai bagaimana posisi hukum tindakan aborsi dalam perspektif interkoneksi hukum Islam dan hukum Indonesia yang positif? Posisi hukum Aborsi adalah tindakan yang melanggar hukum dan tidak dibenarkan dalam keadaan apa pun kecuali untuk kepentingan ibu. Ini telah diatur dalam hukum negara, juga dalam hukum Islam termasuk fatwa MUI nomor 4 tahun 2005 yang pada dasarnya melarang karena lebih banyak ruginya daripada manfaatnya. Aborsi memiliki dampak yang sangat berbahaya pada seseorang yang melakukannya, baik dari segi kesehatan maupun sosial, termasuk degradasi moral bagi para pelaku. Pelaku juga dijerat dengan hukuman fisik dalam bentuk penjara setelah menerima keputusan oleh hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum. Untuk menghilangkan tingginya tingkat aborsi, termasuk kematian yang disebabkan oleh aborsi yang tidak aman, diperlukan tiga pendekatan, yaitu hukum, medis dan agama, serta moral. Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Aborsi, Hukum Islam. Abstract Article 3 Universal Declaration of Human Rights 1948 states that "everyone has the right to life, liberty, and security of person". Likewise in article 28 point A of the 1945 Constitution that "Every person has the right to live and has the right to defend his life and life". This means that the right to life is guaranteed by law. Legalization of Abortion in Indonesia is a conversation that is quite popular among law enforcement officials and health workers (medicine). Moreover, it concerns the interconnective-integration aspects between positive legal aspects and aspects of Islamic law. Therefore it raises problems regarding how the legal position of abortion acts in the interconnective perspective of Islamic law and positive Indonesian law? The legal position of Abortion is an act that violates the law and is not justified under any circumstances except for the benefit of the mother. This has been regulated in State law, as well as in Islamic law including the Indonesian Religious Leader (MUI) Fatwa Number 4 of 2005 which essentially prohibits because more harm than benefits. Abortion has a very dangerous impact on someone who does it, both in terms of health and social, including moral degradation for the perpetrators. The perpetrator was also ensnared by a physical sentence in the form of a prison after receiving a decision by a judge who had obtained legal force. To eliminate the high rate of abortion, including deaths caused by unsafe abortion, three approaches are needed, namely legal, medical and religious, as well as moral. Keywords: Human Rights, Abortion, Islamic Law.
KAJIAN PERBANDINGAN DALAM PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN PADA HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Anwar Hidayat; M. Gary Gagarin Akbar; Deny Guntara
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.546

Abstract

Abstrak Pemberlakuan aturan mengenai kewarisan di Indonesia selama ini terjadi perdebatan antara para ahli hukum tentang status hukum Islam dan hukum adat.Berkaitan dengan permasalahan dalam hukum waris pada hukum Islam dan hukum Adat, maka perlu adanya kesesuaian bagi masyarakat yang akan mempergunakan masing-masing hukum tersebut dalam menyelesaian warisannya kepada sang ahli waris yang berhak. Ketentuan hukum Islam di Indonesia belum merupakan undang-undang (kodifikasi) haruslah sistematis dan prosedural, harus jelas siapa subyek dan obyeknya dan diundangkan oleh lembaga yang berwenang dalam negara. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbandingan dalam pembagian waris berdasarkan pada hukum islam dan hukum adat. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian yaitu Hukum waris Islam telah menempatkan atauran kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik bagi laki-laki maupun perempuan seperti perpindahan hak milik dan perempuan pada waktu masih hidup atau perpindahan harta kepada ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Hukum waris adat berpangkal dari bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut sistem keturunan, dan setiap sistem keturunan yang ada mempunyai kekhususan dalam hukum waris yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Kata Kunci:Waris, Hukum Islam, Hukum Adat Abstract The enactment of the rules regarding inheritance in Indonesia has been a debate between legal experts about the status of Islamic law and customary law. In connection with problems in inheritance law in Islamic law and Customary law, it is necessary for the community to use each of these laws in complete the inheritance to the rightful heirs. The provisions of Islamic law in Indonesia are not yet laws (codification) must be systematic and procedural, it must be clear who the subject and object are and are promulgated by the authorized institutions in the country. The formulation of the problem in this study is how comparisons in inheritance distribution are based on Islamic law and customary law. This research method uses qualitative methods with an empirical juridical approach method. The results of the research, namely Islamic inheritance law has placed the inheritance and law regarding property as well as possible and as fair as fair. Islam establishes someone's property rights, both for men and women, such as the transfer of property rights and women while still alive or the transfer of property to his heirs after he dies. The customary inheritance law stems from the form of the community and the family character found in Indonesia according to the hereditary system, and each of the offspring systems that have specific inheritance laws is different from one another Keyword: Inheritance, Islamic Law, Customary Law
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN KARAWANG Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.551

Abstract

Abstrak Pedagang Kali Lima (PKL) merupakan fenomena yang ada di seluruh wilayah di Indonesia. Kehadiran PKL seringkali dipandang negatif oleh masyarkat karena dianggap menganggu lalu lintas dan penggunaan trotoar sebagai tempat untuk berjualan. Untuk itu dibutuhkan peran dari pemerintah dalam rangka melakukan penataan terhadap PKL di Kabupaten Karawang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) di kabupaten karawang. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pendekatan yuridis empiris yaitu mengelaborasikan antara studi kepustakaan dengan data-data empiris di lapangan. Hasil penelitian ini yaitu peran dan tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Karawang sangat terlihat dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Peraturan daerah Kabupaten Karawang Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah antara lain menyiapkan lokasi bagi PKL untuk berjualan sesuai dengan tempat dan waktu, mengarahkan PKL untuk melakukan pendaftaran di Dinas terkait, Pemberdayaan PKL, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL, dan pembinaan dan pengawasan terhadap PKL. Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima (PKL), Upaya Pemerintah, Asas Legalitas Abstract Street Vendors are a phenomenon that exists in all regions in Indonesia. The presence of street vendors is often viewed negatively by the community because it is considered to interfere with traffic and the use of sidewalks as a place to sell. For this reason, the role of the government is needed in order to organize the street vendors in Karawang Regency. The formulation of the problem in this study is how the roles and responsibilities of the local government in structuring street vendors in Karawang district. This research method uses a qualitative method with an empirical juridical approach method that is elaborating between library studies with empirical data in the field. The results of this study are the roles and responsibilities of the Karawang regency government are very visible from the provisions contained in the Karawang Regency Regional Regulation the area of Karawang Number 4 of 2015 on Arrangement and Empowerment of Street Vendors. Roles and responsibilities of the local government, among others, prepare locations for street vendors to sell according to place and time, direct street vendors to register in related offices, Empower street vendors, conduct monitoring and evaluation of structuring and empowering street vendors, and fostering and monitoring street vendors. Keyword: Street vendors, Government efforts, The Principle of legality
TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION Deny Guntara; Budiman .
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.553

Abstract

Abstrak Terorisme adalah suatu faham bahwa penggunaan cara-cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan. Teori-teori kriminologi dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kejahatan atau penyebab kejahatan termasuk tindak pidana terorisme. Dalam penelitian ini yang menjadi batasan permasalahan akan ditinjau dari salah satu teori kriminologi dalam perspektif sosial yaitu Teori Differential Association. Teori ini merupakan teori yang menganggap bahwa tidak ada tingkah laku yang diturunkan berdasarkan pewarisan dari orang tuanya. Pola perilaku jahat tidak diwariskan, tetapi dipelajari melalui pergaulan. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok. Ini adalah teknik untuk melakukan kejahatan serta alasan yang mendukung perbuatan jahat. Faktor orang melakukan tindak pidana terorisme ditinjau dari teori ini diantaranya faktor ideologi, faktor ketidakpuasan terhadap politik pemerintahan, faktor ekonomi, faktor kesenjangan sosial, faktor sosial dan budaya, pemahaman dan penafsiran ajaran agama yang tekstual, problem ideologi agama, kecenderungan salafisme. Upaya penanggulangan tindak pidana terorisme adalah melalui dua upaya yaitu upaya internal yang terdiri dari penegakan hukum, pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sinergitas kelembagaan, penerapan deradikalisasi, penerapan kontra radikalisasi, membentuk gerakan milenial anti radikalisme, dan strategi pemerintah lainnya, sedangkan upaya eksternal yaitu suatu upaya atau bentuk kerjasama antar negara terkait program penanggulangan tindak pidana terorisme khususnya di Indonesia. Kata Kunci: Terorisme, Kriminologi, Teori Differential Association
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEJALAN KAKI BERDASARKAN PADA PERATURAN DAERAH NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DI KARAWANG Irma Garwan; Anwar Hidayat
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.651

Abstract

Kecelakaan bagi pejalan kaki, seperti halnya kecelakaan lalu lintas jalan lainnya, tidak bisa diprediksi dan dicegah. Negara dalam hal ini adalah pemerintah haruslah memperhatikan dalam menangani masalah keselamatan bagi pejalan kaki dengan mengimplementasikan langkah-langkah efektif. Beberapa rekomendasi meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kebutuhan semua pengguna jalan, termasuk pejalan kaki dan pengendara sepeda, ketika keputusan tentang rancangan jalan dan infrastruktur, perencanaan tata guna lahan dan layanan transfortasi. Dan dari hasil yang diteliti penulis dalam hal ini mengenai faktor-faktor utama yang mempengaruhi resiko kecelakaan lalu lintas bagi pejalan kaki mencakup diantaranya 1). Kecepatan dan risiko kecelakaan pejalan kaki 2). Alkohol. 3) Kurangnya fasilitas pejalan kaki dalam perancangan jalan dan perencanaan tata guna lahan 4). Buruknya visibility pejalan kaki. Accidents for pedestrians, as well as other road traffic accidents, cannot be predicted and prevented. The country in this case is that the government should pay attention to the problem of safety for pedestrians by implementing effective measures. Some recommendations require the Government to consider the needs of all road users, including pedestrians and cyclists, when decisions about road design and infrastructure, land use planning and transfortation services. And from the results examined by the authors in this regard on the main factors that affect the risk of traffic accidents for pedestrians include 1). Speed and risk of pedestrian accident 2). Alcohol. 3) The lack of pedestrian facilities in road planning and land use planning 4). Poor pedestrian visibility

Page 1 of 1 | Total Record : 8