cover
Contact Name
iwan hermawan
Contact Email
iwan1772@gmail.com
Phone
+62811204704
Journal Mail Official
prosidingbalarjabar@gmail.com
Editorial Address
Balai Arkeologi Jawa Barat Jalan Raya Cinunuk Km. 17 Cileunyi Bandung
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat
ISSN : -     EISSN : 27753344     DOI : https://doi.org/10.24164/prosiding
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat meruapakan terbitan ilmiah yang berisi kumpulan makalah yang dipresentasikan dalam seminar nasional arkeologi yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Balai Arkeologi Jawa Barat yang dalam proses penerbitannya telah melalui tahapan penelaahan oleh reviewer. Tema Prosiding mengikuti tema seminar yang dilaksanakan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 15 Documents
Search results for , issue "2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018" : 15 Documents clear
KEPEMIMPINAN, KEKUASAAN, DAN ORGANISASI MASA LAMPAU BERDASARKAN SUMBER TERTULIS Djoko Dwiyanto
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/02

Abstract

Pengkajian tentang nilai kepemimpinan tidak hanya bersandar pada artefak-artefak, tetapi juga didukung oleh naskah-naskah kesastraan, terutama yang berisi filosofi nilai dan ajaran kepemimpinan. Kepemimpinan Jawa-Islam misalnya, jika kemudian difokuskan seperti itu, dapat dihubungkan dengan konteks sosial dan politik serta kedudukan dan perannya dalam masyarakat tradisional. Dimensi-dimensi kepemimpinan yang dapat diamati antara lain terdiri atas status dan peranan, kekuasaan, pengaruh dan otoritas, personalitas, fungsi, nilai-nilai sosio-kultural dan situasi. Adapun faktor yang mempengaruhi kepemimpinan itu adalah (1) kepribadian; (2) sifat-sifat golongannya; dan (3) situasi atau kejadian. Jika dikaji secara mendalam ketiga faktor itu bersifat multidimensional dalam sebuah kepemimpinan, yaitu meliputi aspek sosial-psikologis, sosiologis- antropologis, dan sosial-historis. Salah satu karya sastra yang berisi ajaran dan nilai-nilai kepemimpinan adalah Serat Jatipusaka Makutharaja, yang mengidolakan kemuliaan hati seorang raja yang memimpin kerajaan dengn Raja Yudhistira. Adapun sifat-sifat itu, antara lain, adalah tidak boleh melupakan bukari samsi narendra (asal usul perputaran leluhur raja), sukahar rêtna adi murti (wujud kehendak mulia dari leluhur), dan mengalir bagaikan aliran air sungai. Raja yang baik harus memiliki hati yang awas terhadap tajali atau penampakan Allah dalam sifat-sifatnya yang menyatu dalam kalbunya sehingga dapat memimpin secara benar, bersih, dan adil. Raja hendaknya selalu gembira dalam mencari nafkah untuk hidup, dibiasakan sebagai manggala yuda sesuai dengan pranata yang sudah jelas dan baku, terdiri atas manggala yuda, patih, jaksa, dan pengulu. Raja selalu berusaha untuk meningkatkan pemahaman, berlatih, dan berikhtiar memahami ajaran, percaya pada ilmu nyata, semuanya disimpan dan diendapkan dalam yin atau kalbunya. Apabila bertindak sebaliknya, sikap itu diandaikan sebagai arpajala wêni nrus buwana atau air hujan yang meresap terus ke dalam tanah. Nilai-nilai kepemimpinan ketika seorang pemimpin harus melakukan sesuatu yang jauh dari sifat-sifat tercela, seperti tidak konsisten, tidak dapat dipercaya, bermuka dua, dan lain-lain. Sifat-sifat tercela yang dilakukan oleh seorang pemimpin akan menjauhkan kewibawaan, ketauladanan, dan sebagai panutan bagi bawahan. Ajaran kepribadian seorang pemimpin sebagaimana yang dinasihatkan di dalam Serat Wulangreh memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif, sebagai berikut : (1) pemimpin harus memahami halal dan haram; (2) pemimpin harus bersikap sederhana; (3) pemimpin harus loyal kepada negara; (4) pemimpin tidak berwatak pedagang; dan (5) pemimpin harus rendah hati dan adil. Serat Jatipusaka Makutharaja yang dijadikan acuan dalam studi ini secara khusus diteliti dari aspek nilai-nilai kepemimpinan, terutama nilai- nilai budaya Jawa yang telah terpengaruh kuat oleh ajaran Islam. Kajian nilai kepemimpinan yang yang diekspresikan melalui artefak dan naskah ini dapat disebut sebagai model kepemimpinan Jawa-Islam. Di dalam ajaran Islam, jika akan menjalankan kepemimpinan, seseorang diharuskan mengikuti jejak (i’tiba’) Rasul yang memiliki sikap dasar jujur (shiddiq), menyampaikan yang benar (tabligh), menjalankan sesuatu sesuai dengan pesan, norma, aturan, dan bertanggung jawab (amanah), serta cerdas (fathanah). Demikian pentingnya amanah dalam kepemimpinan sehingga digambarkan bahwa seorang pemimpin yang berkhianat, termasuk yang memimpin tidak sesuai dengan keahliannya, tinggal menunggu kiamat.
RELASI KUASA PADA MASA JAWA KUNO (ABAD KE-8-15) Ninny Susanti Tedjowasono
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/03

Abstract

Masa pengaruh Hindu dan Buddha di Jawa dikenal sebagai Masa Jawa Kuno. Sebagian besar prasasti-prasasti Jawa Kuno berisi maklumat raja atau penguasa daerah mengenai penetapan suatu daerah otonomi (sima). Dari isi prasasti-prasasti sima dapat diketahui relasi kuasa seorang raja pada rakyatnya. Relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hirarkis. Kekuasaan dapat dibedakan menjadi kekuasaan yang keras dan kekuasaan yang lunak. Isi prasasti-prasasti Raja Airlangga menggambarkan raja menjalankan konsep kekuasaan yang keras untuk menjaga kelangsungan kerajaannya. Tindakan yang dilakukan adalah penyerangan, penaklukan dan lainnya. Sedangkan isi prasasti-prasasti raja-raja Majapahit dan naskah Nagarakrtagama memberi gambaran bahwa Raja Hayam Wuruk menjalankan konsep kekuasaan yang lunak, salah satu bentuk dari kekuasaan yang lunak adalah hegemoni. Hegemoni adalah dominasi atas-niai-nilai kehidupan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya, namun kelompok yang didominasi tidak merasa ditindas dan merasa sebagai hal yang wajar. Kedua contoh yang terjadi pada masa Jawa Kuno yaitu masa pemerintahan Raja Airlangga dan masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk mengklarifikasi tentang relasi kuasa pada masa Jawa Kuno.
KONSEP KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI DALAM BUDAYA ISLAM Widiati Isana
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/04

Abstract

emimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai dengan kedudukannya. Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Pengaruh kekuasaan mempunyai peranan sebagai daya dorong bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi. Konsep kepemimpinan dalam Islam sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas, kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Budaya keislaman ramah dengan kebinekaan dan keilmuan (Nilai, visi, keilmuan dan pembaharuan). Dalam menjunjung tinggi nilai-nilai tentu harus bersumber pada: keyakinan, keutamaan, keindahan, kebenaran, solidaritas, kasih sayang, keadilan dan kedamaian. Iman, Ilmu dan akhlak menjadi pilar kebudayaan Islam dan perkembangannya. Kontek kepemimpinan dalam Islam, mampu menyatukan budaya Indonesia yang multiculture dan pluralistic dalam bingkai kebinekaan. Sehingga seorang pemimpin dalam bersikap dan memecahkan masalah harus secara komprehensif-interkonektif melihat dari berbagai sudut pandang.
KONSEP KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI YANG TERCERMIN PADA ARSITEKTUR BANGUNAN Sutrisno Murtiyoso
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/05

Abstract

Perbedaan martabat dan jenjang kemasyarakatan pada manusia sebagai mahluk sosial yang paling kompleks dicerminkan oleh tampilan anggota jenjang masing-masing. Dalam tataran ruangan binaan, maka arsitektur menjadi perwujudan cermin diri itu. Penampilan ini memberikan gambaran melalui sistem perlambangan yang berlaku, selain juga mematuhi tatanan arsitektur pendukungnya. Tatanan arsitektur itu meliputi penempatan bangunan pada titik-titik tertentu yang memberikan penonjolan, kemudian susunan bangunan atau bagian-bagiannya yang mengikuti aturan atau ke- biasaan tertentu. Selain itu ada arah hadapan bangunan tunduk kepada tradisi atau kepercayaan, dan terakhir adalah bangun atau sosok bangunan yang digunakan, biasanya hanya boleh atau bisa digunakan oleh golongan tersebut. Tulisan ini dibatasi pada wilayah Indonesia saja, karena batasan geografisnya jelas, pola kema- syarakatan dan kebudayaannya nisbah sama, serta lebih dari itu, mengalami perkembangan seja- rah yang serupa. Tatamasa dibedakan berdasarkan perkembangan wujud politik dan kenegaraan. Paras paling awal adalah masyarakat petani awal, yaitu paras desa (wanua) dan watek (kawasan), ketika lebih berkembang menjadi mandala yang berlandaskan perniagaan, serta kemudian men- jadi negara dengan raja yang lebih rumit lagi tatanannya. Kurun modern diwakili dengan negara jajahan dibawah seorang Gubernur Jenderal, kemudian pertengahan abad ke-20 lahir sebagai Republik ketika kekuasaan ada di tangan rakyat dan dijalankan oleh DPR/MPR serta Presiden. Nyata bahwa gambaran kekuasaan memang pada sistem perlambangan yang mampu mencermink- an kekuasaan melalui citra yang telah dikenal melalui perjalanan sejarah masyarakatnya. Arsitektur mendukung melalui pewujudan kemegahan, ukuran yang besar dan tampilan keagungan.
KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN TEKS NASKAH KUNA SUNDA Agus Heryana
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/06

Abstract

Kekuasaan lahir dari pemusatan kekuatan Tuhan pada diri melalui ajaran yang diyakininya yang berimplikasi pada kesetiaan dan ketaatan pengikutnya. Kekuasaan dan kepemimpinan masa lalu mencakup 3 (tiga) hal yaitu (1) sistem pemerintahannya yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara penguasa dan rakyatnya, (2) kriteria kepemimpinan, dan (3) sumber kepemimpinan itu sendiri. Dinamika kerajaan dan penguasanya mengalami pasang surut sesuai dengan kemampuan dan keteguhan dalam menjalankan ajaran kehidupannya. Bentuk pemerintahan kerajaan Sunda yang didasarkan pada Tritangtu di bumi sesungguhnya bersumber pada ajaran-ajaran kehidupan yang menjadi pedoman penguasanya. Sumber kehidupan itu tercatat pada naskah-naskah Sunda Kuna, seperti: Carita Parahiyangan, Siksa Kandang Karesian, Sewaka Darma, Amanat Galunggung. Naskah–naskah tersebut ditelusuri kandungannya dengan menggunakan metode konten analisis (content analysis)
KERETA API: KUASA EKONOMI MASA KOLONIAL BELANDA Iwan Hermawan
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/07

Abstract

Pembangunan perkereta-apian di Pulau Jawa tidak terlepas dari tuntutan peningkatan ekspor komoditas yang laku di pasaran dunia, namun terkendala oleh lamanya perjalanan dan terbatasnya moda angkutan. Permasalahan yang diangkat pada tulisan ini adalah bagimana kereta api sebagai bentuk kuasa ekonomi pada di masa kolonial Belanda. Metode penulisan yang dipergunakan adalah Deskriptif analisis. Pembangunan dan pengoperasian kereta api ditujukan untuk menjawab permasalahan pengangkutan yang dihadapi para pengusaha dan berhasil. Kondisi ini menunjukkan kereta api merupakan bentuk kuasa ekonomi pada masa kolonial Belanda. Kereta api juga mempunyai fungsi sebagai pertahanan dan penguasaan wilayah.
MENGGALI NILAI KEPEMIMPINAN DAN NILAI KEMASYARAKATAN MASA LALU DARI TINGGALAN BUDAYA PENGAGUNGAN LELUHUR Lutfi Yondri
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/08

Abstract

Tinggalan budaya materi baik berupa artefak maupun fitur merupakan refleksi dari nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat yang pernah berkembang pada masa lalu. Sebagai sumber data arkeologi, artefak dan fitur dapat dijadikan sebagai data untuk mengamati aspek sosial budaya yang pernah berkembang pada masa budayanya. Tulisan ini bertujuan mengelaborasi berbagai nilai lama yang tercermin dari tinggalan budaya materi dari masyarakat pengagung arwah leluhur pada masa lalu. Salah satu di antara nilai-nilai yang pernah ada tersebut adalah tentang pemimpin dan kepemimpinan. Nilai tersebut diduga sangat kuat hadir pada saat proses ritual dan proses pendirian dari monumen atau struktur yang digunakan sebagai media pengagungan arwah leluhur.
PEMERINTAHAN, KEKUASAAN, DAN TATAKOTA (PEMIKIRAN KAJIAN PADA KABUPATEN GARUT) Nanang Saptono
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/09

Abstract

Berdasarkan sumber prasasti, kota dalam arti fisik di Jawa sudah ada sejak zaman Mataram Kuno. Namun, tinggalan arkeologis berupa runtuhan kota baru zaman Majapahit yaitu kawasan situs Trowulan di Mojokerto. Kota berkembang pesat sejak zaman Islam. Kota-kota tersebut berkembang ada yang secara sepontan ada juga yang direncanakan. Pada masa Kesultanan Mataram, sistem pewilayahan dan tatakota dibangun mengikuti konsep dan simbol-simbol yang mengacu pada konsep pemerintahan dan kekuasaan. Tatakota pada masa Islam terpusat di alun-alun yang dikelilingi bangunan fasiltas pemerintahan, religi, dan ekonomi. Wilayah Garut merupakan bekas wilayah kekuasaan Mataram yang kemudian beralih ke tangan VOC, kolonial Belanda, kolonial Inggris, dan kolonial Belanda lagi. Makalah ini membahas bagaimana pola tatakota Garut dan kota-kota di sekitarnya dalam kaitannya dengan pemerintahan dan kekuasaan. Kota Garut dan kota-kota di sekitarnya secara fisik mengikuti pola tatakota Islam. Pada beberapa kota terdapat anomali. Kondisi kota-kota di kawasan Garut tetap mengikuti pola tatakota Islam namun dipengaruhi konsep-konsep Eropa dan faktor geomorfologis.
KEKUASAAN MASA KOLONIAL DI NUSANTARA: CONTOH KASUS KOTA SUMEDANG Octaviadi Abrianto
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/10

Abstract

Kekuasaan adalah sesuatu yang telah ada sejak manusia mengenal kebudayaan, dengan kekuasan seseorang atau sekelompok orang dapat mengendalikan dan mengatur keadaan agar sesuai dengan keinginan mereka. Terdapat banyak bentuk kekuasaan, baik fisik maupun psikis. Begitu juga dengan bentuk kekuasaan, salah satunya adalah kekuasaan yang ditunjukkan dengan suatu bangunan. Bagaimana bentuk kekuasaan berupa bangunan yang ada pada masa kolonial di Indonesia, terutama yang ada di Kota Sumedang? Naskah ini bertujuan untuk menunjukkan beberapa bentuk kekuasaan berupa bangunan yang ada di Kota Sumedang dari masa Kolonial Belanda. Bangunan-bangunan kekuasaan yang ada di Sumedang berupa bangunan pemerintahan dan bangunan pertahanan, baik yang dibuat oleh penguasa lokal atau bangsa Belanda. Baik penguasa lokal maupun colonial menggunakan bangunan sebagai salah satu cara untuk menunjukkan kekuasaannya di masyarakat. Bangunan tersebut berupa bangunan pemeriangahan dan bangunan pertahanan.
STRUCTURE CONCEPT DALAM POLA BANGUNAN KEBUN PANGLEJAR Lia Nuralia
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2019: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2018
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding18/11

Abstract

Kebun Panglejar sebagai industri perkebunan besar zaman Hindia Belanda menjadi sarana eksploitasi ekonomi kolonial. Eksploitasi tersebut meninggalkan jejak fisik berupa rumah tinggal lama dan emplasemen permukimannya. Apa dan bagaimana pola bangunan Kebun Panglejar tersebut, menjadi permasalahan pokok dalam tulisan ini, sehingga tujuan tulisan ini menggambarkan pola bangunan rumah Kebun Panglejar dengan menerapkan Symbolic Meaning. Metode penelitian desk research dengan pendekatan structure concept, terhadap Laporan Hasil Penelitian Arkeologi 2018 dan sumber arsip kolonial (Belanda), serta literarur lainnya. Hasil yang diperoleh ada dua kelompok besar bangunan yang menunjukkan binary opposition, sebagai simbol struktur sosial masyarkat perkebunan yang terbagi menjadi dua, yaitu pengelola dan tenaga kerja atau pejabat dan pekerja atau Administrateur dan koelie.

Page 1 of 2 | Total Record : 15