Articles
12 Documents
Search results for
, issue
"2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019"
:
12 Documents
clear
GAMBAR CADAS KAIMANA (PAPUA BARAT) DAN KAITANNYA DENGAN AUSTRONESIAN PAINTED TRADITION (APT)
R. Cecep Eka Permana
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.4
Artikel ini membahas tentang gambar cadas yang terdapat di Kampung Maimai dan sekitarnya di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Motif-motif gambar cadas di wilayah ini mengikuti konsep dari Ballard dan O’Connor berkaitan dengan Penutur Austronesia yang dikenal dengan Austronesian Painted Tradition (APT). Pengumpulan data gambar cadas dilakukan melalui survei di lapangan, sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikasi kebudayaan dari Penutur Austronesia pada gambar cadas yang terdapat di Kaimana. Indikasi tersebut antara lain ditunjukkan oleh lokasi yang berada di wilayah persebaran Penutur Austronesia, keletakkan gambar cadas pada lokasi yang sulit dijangkau, serta penggambaran motif khas seperti cap telapak tangan, antropomorfik, wajah atau topeng, matahari, dan perahu.
SIMBOL DAN HIERARKI PENUTUR AUSTRONESIA PADA BUDAYA MEGALITIK PASEMAH, SUMATERA SELATAN
Triwurjani
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.5
Interaksi budaya asli Indonesia dan penutur Austronesia di Sumatera Selatan, banyak menghasilkan objek-objek batu yang dibentuk sedemikian rupa yang dikenal sebagai budaya megalitik Pasemah. Bentuk dari peninggalan budaya tersebut antara lain berupa arca, bilik batu, dolmen, menhir, tetralith lukisan kubur batu, dsb. Bentuk dan keletakan objek megalitik tersebut adalah cerminan dari kehidupan sosial masyarakat pada waktu itu. Sebagai suatu simbol, tentu saja objek dan tata letak mempunyai arti atau makna. Makna tersebut dapat ditelusuri antara lain melalui metode semiotik yang mengetengahkan denotasi dan konotasi. Hasil analisis membuktikan bahwa bentuk-bentuk simbol tersebut merupakan hasil interaksi atau percampuran dari budaya asli Indonesia dan penutur austronesia yang datang dari luar. Simbol-simbol tersebut merupakan cerminan adanya hierarki pada kehidupan sosial budaya megalitik Pasemah seperti pimpinan, bangsawan, masyarakat biasa, dan budak.
BAHASA AUSTRONESIA DARI SUMATERA
Retno Purwanti
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.7
Austronesia merupakan suku bangsa terbesar yang mendiami wilayah Indonesia. Kajian mengenai tanah asal suku bangsa melayu-polynesia ini menarik dikaji dari berbagai aspek, baik dari arkeologi, sejarah, dan bahasa. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan ide dan pesan antar manusia mulai muncul pada permulaan abad ke Sembilan belas. Marsden berpendapat bahwa penduduk kepulauan Pasifik berasal dari Asia (dari wilayah Tartar). Hanya penduduk dibagian barat kepulauan pasifik yang ia maksudkan tentu Melanesia kemungkinan besar berasal dari irian. Tonggak pegangan Marsden lebih condong pada pertimbangan terhadap kesukubangsaan dari pada fakta kebahasaan. Setelah itu muncul beberapa teori mengenai asal usul bahasa. Kajian terbaru menganggap bahwa asal usul bahasa Austronesia dari Kalimantan. Bahkan ada yang mengatakan dari Sumatera. Hampir semua kajian bahasa didasarkan pada aspek linguistik dan tidak menyertakan data materi. Penelitian terhadap prasasti dan manuskrip yang terdapat di Sumatera bagian Selatan sejak tahun 2009-2019 memberikan gambaran bahwa bahasa Melayu sudah digunakan di daerah ini pada abad ke-7 Masehi. Prasasti-prasasti dari masa Kedatuan Sriwijaya sebagian besar menggunakan bahasa Melayu. Pada masa kemudian ditemukan prasasti-prasasti yang dituliskan pada timah, tanduk, rotan, dan bambu yang ditulis dengan menggunakan aksara lokal dan menggunakan bahasa Melayu. Di Sumatera Selatan sampai tahun 2019 ini tercatat ada 54 bahasa pengakuan (Melayu). Jumlah tersebut belum termasuk bahasa yang digunakan pada prasasti-prasasti dan manuskrip yang ditemukan di Jambi dan Bengkulu. Berdasarkan bukti-bukti prasasti dan manuskrip dapat diduga bahwa bahasa Melayu berasal dari Sumatera.
RELIGI KAHARINGAN SEBAGAI JEJAK AUSTRONESIA PADA ORANG DAYAK
Hartatik Hartatik
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.10
Orang Dayak merupakan penduduk tertua penghuni Pulau Kalimantan yang kini masih ada. Ada ratusan rumpun Dayak yang dipisahkan oleh lingkungan geografis dan perbedaan bahasa, tetapi pada dasarnya mereka mempunyai budaya yang hampir sama. Tulisan ini bertujuan menjelaskan kepercayaan Kaharingan sebagai salah satu kepercayaan leluhur yang masih berlangsung pada kehidupan orang Dayak di Kalimantan. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan etnoarkeologi. Data tulisan ini diperoleh dari penelitian Balai Arkeologi Kalimantan Selatan antara tahun 2006 hingga 2019 yang didukung dengan kajian literatur. Kepercayaan terhadap roh leluhur sebagai jejak Austornesia diwujudkan dalam bentuk perahu arwah. Tradisi tersebut bertahan karena konsep religi yang sudah kuat mengakar berkaitan dengan sejarah leluhur dan telah menjelma menjadi semangat. Namun demikian, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi tersebut kini terancam punah.
SITUS-SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG SUNGAI TASIKMALAYA DAN LEBAK: JEJAK PENUTUR AUSTRONESIA DI PEDALAMAN JAWA BAGIAN BARAT
Nurul Laili
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.12
Tujuan tulisan ini akan mengungkap jejak penutur Austronesia di pedalaman di Jawa bagian barat berdasarkan tinggalan neolitik. Situs situs neolitik baik di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Tasikmalaya terletak di sepanjang aliran sungai. Tulisan ini menitikberatkan pada situs situs hasil penelitian tim Balai Arkeologi Jawa Barat di Kawasan Cineam, Tasikmalaya dan Kawasan Cibeureum, Lebak. Metode yang digunakan adalah induktif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sungai menjadi pilihan untuk lokasi aktivitas neolitik.
“KUE” DARI SITUS GUNUNG SUSURU SEBAGAI JEJAK TEKNOLOGI MASA BERCOCOK TANAM
Endang Widyastuti;
Nanang Saptono;
Rusyanti
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.16
Kebudayaan Austronesia merupakan budaya yang didukung oleh sekelompok orang awalnya menetap di suatu wilayah tertentu yang kemudian melakukan perjalanan ke berbagai wilayah lainnya dalam rentang area yang sangat luas. Di Kepulauan Indonesia kontak dengan budaya austronesia telah terjadi pada masa bercocok tanam. Bentuk budaya tersebut dalam aspek teknologi diantaranya menyangkut teknologi gerabah dan pengolahan kulit kayu. Dalam penelitian yang pernah dilakukan di Gunung Susuru kawasan Kertabumi, ditemukan artefak berbahan terakota dengan bentuk yang unik dan terdapat beragam goresan di permukaannya. Terakota tersebut ditemukan dalam jumlah dan variasi bentuk serta hiasan yang cukup banyak. Masyarakat setempat menyebut artefak tersebut sebagai “kue”. Berdasarkan perbandingan bentuk melalui studi pustaka, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kaitan “kue” tersebut dengan teknologi gerabah dan pengolahan kulit kayu.
TRANSPORTASI DI TATAR SUNDA
Iwan Hermawan
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.17
Pengangkutan merupakan salah satu bentuk upaya manusia dalam menjalani kehiduan di muka bumi dan kegiatan ini telah berlangsung secara turun temurun, termasuk pada masyarakt Sunda. Proses pengangkutan yang berkembang di masyarakat akan dipengaruhi oleh barang yang harus diangkut dan waktu serta jarak tempuh. Kondisi ini mendorong perkembangan teknologi pengangkutan. Pengangkutan secara individual (dijinjing, dijunjung, atau dipikul) berkembang dengan memanfaatkan gerobak ketika jumlah barang yang harus diangkut lebih banyak. Perkembangan teknologi pengangkutan semakin berkembang ketika tenaga mesin mulai diaplikasikan di sarana angkutan. Kondisi ini mendorong meningkatnya volume barang dan penumpang yang diangkut, serta waktu tempuh semakin cepat dan jarak tempuh semakin jauh. Perkembangan teknologi pengangkutan tersebut, tidak secara total menggantikan peran teknologi angkutan tradisional di tengah masyarakat namun saling melengkapi.
JEJAK BUDAYA AUSTRONESIA DI KAWASAN PERKEBUNAN PENINGGALAN ZAMAN HINDIA BELANDA
Lia Nuralia
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.18
Perkebunan peninggalan zaman Hindia Belanda banyak ditemui di wilayah Jawa Barat. Kawasan perkebunan memiliki jejak budaya akibat kolonisasi orang-orang Barat di HindiaBelanda. Kolonisasi sekelompok manusia ke wilayah baru yang sudah berpenghuni,mengakibatkan interaksi budaya. Budaya lokal mengalami perkembangan dengan sentuhanbudaya pendatang. Sebelum kedatangan bangsa Barat telah terjadi intrusi budaya di kepulauanNusantara yang dibawa oleh masyarakat penutur bahasa Austronesia. Ada tiga jenis intrusibudaya, yaitu budidaya tanaman, tata kelola air, dan pola pemukiman menetap. Dalam tulisanini hanya dua jenis intrusi budaya yang dibahas, yaitu budaya tanaman dan tata kelola air.Kedua instrusi budaya tersebut telah mengalami pembaruan dengan masuknya unsur budayamodern Barat, yang dibawa para koloni Eropa. Pembaruan budaya dari budaya tradisional(Austronesia) dan budaya Modern (Barat) menghasilkan budaya baru dengan pola baru hasiladaptasi, evolusi, dan interaksi budaya.
SIKAP BAHASA MANUSIA INDONESIA SEBAGAI PRAKTIK KEBERBAHASAAN DALAM PERSPEKTIF KE-AUSTRONESIAAN
Arif Setyawan
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.21
Realitas kebahasaan manusia Indonesia menunjukkan adanya ragam bahasa, meliputi bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa Indonesia. Sayangnya, sikap Bahasa manusia Indonesia sebagai sebuah praktik keberbahasaan menunjukkan gejala yang negatif. Praktik keberbahasaan tersebut terbentuk melalui pondasi ragam habitus dengan dukungan ragam sekaligus pertaruhan modal dan pertimbangan ragam ranah yang dipengaruhi oleh dominasi praktik agen-agen pendominasi. Gejala negatif sikap bahasa sepatutnya tak terjadi, mengingat ke-Austronesiaan di Indonesia menjadi hal yang tak dapat dipungkiri, baik dalam konteks kesejarahan, sosio-kultural, hingga keberbahasaan itu sendiri. Oleh sebab itu, kesadaran ke-Austronesiaan menjadi hal penting bagi manusia Indonesia guna menumbuh-kembangkan sikap bahasa sebagai praktik keberbahasaan yang mampu menempatkan realitas kebahasaan dengan bijak.
INTERFERENSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA
Rani Siti Fitriani;
Riva Nabila
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2020: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2019
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24164/prosiding.v3i1.22
Perubahan sosial budaya di masyarakat membawa perubahan pada perkembangan bahasa Indonesia sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Interferensi bahasa Indonesia merupakan salah satu bentuk dari perkembangan bahasa Austronesia yang terjadi pada penutur bilingual atau multilingual dalam masyarakat heterogen. Interferensi dipengaruhi oleh tiga usur yaitu, bahasa sumber, bahasa resipien, dan importasi. Penelitian ini untuk mendeskripsikan interferensi bahasa Indonesia ditinjau dari gejala bahasa. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah interferensi Weinreich (1968) dan teori tentang akar melayu Mahayana (2010). Data kebahasaan yang dijadikan sumber penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan data berupa, wawancara, simak, Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interferensi dalam bahasa Indoenesia sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia terdiri dari bentukan kata seperti penghilangan fonem dan penambahan fonem.