cover
Contact Name
Moh. Fadhil
Contact Email
klawrev@gmail.com
Phone
+6285255326025
Journal Mail Official
klawrev@gmail.com
Editorial Address
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Jl. Letjend Suprapto No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat, Kode Pos 78113 (0561) 734170 (main number) (0561) 734170 (fax)
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Khatulistiwa Law Review
ISSN : 27222519     EISSN : 27222489     DOI : -
Core Subject : Social,
Khatulistiwa Law Review (P-ISSN 2722-2519 and e-ISSN 2722-2489) is the Journal of Law and Social Institutions published by the Sharia Faculty of the State Islamic Institute (IAIN) Pontianak. This journal is in the form of research results and conceptual ideas that focus on the field of legal studies with various perspectives like normative, sociological, and other perspectives relevant to the contribution and scientific development in the field of law. This journal invites writers from various fields among academics, practitioners, researchers, and students to develop legal studies and research results that are useful for the development of legal science. Khatulistiwa Law Review is published twice a year (April and October).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 24 Documents
KEPEMILIKAN TANAH BAGI WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI HUKUM TANAH INDONESIA Ega Permatadani; Anang Dony Irawan
Khatulistiwa Law Review Vol 2 No 2 (2021): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v2i2.356

Abstract

Abstrak Di Indonesia, tanah bagian dari tanggung jawab secara nasional untuk terwujudnya penguasaan, pemanfaatan, dan kepemilikan tanah. Tanah merupakan modal dalam pembangunan suatu bangsa dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negara. Seiring perkembangan global, banyak WNA yang datang ke Indonesia baik dalam rangka wisatawan, hubungan perkawinan, maupun urusan bisnis yang berlokasi di Indonesia sehingga membuka kesempatan bagi WNA untuk dapat memiliki alas hak atas tanah. Oleh karena itu, tujuan penulisan artikel ini untuk menelaah hak-hak atas tanah yang dapat dikuasai oleh WNA di Indonesia. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, WNA dapat menguasai tanah melalui hak pakai atau hak sewa untuk bangunan. Di beberapa regulasi lain WNA juga dapat mendirikan rumah di atas tanah hak pakai, dapat juga memperoleh tanah yang berasal dari hasil perkawinan dengan WNI setelah adanya perjanjian pemisahan harta. Namun, sifat hak milik sebagai hak terkuat menjadi incaran para WNA dengan melakukan penyelundupan hukum, sehingga pada praktiknya sering terjadi WNA dan WNI melakukan perjanjian hak milik atas tanah melalui perjanjian nominee trustee agreement. Oleh karena itu, maraknya praktik tersebut harus direspon dengan penguatan hukum pertanahan agar WNA tidak dengan mudah melakukan penyelundupan hukum dalam memperoleh hak atas tanah. Abstract In Indonesia, the land is part of the national responsibility for realising land tenure, use and ownership. The land is the capital in the development of a nation. It can be used for the welfare and prosperity of citizens. Along with global consequences, many foreigners who come to Indonesia for tourists, marital relations, and business affairs are located in Indonesia, thus opening up opportunities for foreigners to have land rights. Therefore, the purpose of writing this article is to examine land rights that foreigners in Indonesia can control. According to the Basic Agrarian Law, foreigners can control land through usufructuary rights or rental rights for buildings. In several other regulations, foreigners can also build houses on land with usufructuary rights and acquire land from marriages with Indonesian citizens after an agreement on the separation of assets is made. However, the nature of property rights as the most vital right has become the target of foreigners by conducting legal smuggling. In practice, foreigners and Indonesian citizens often enter into land ownership agreements through a nominee trustee agreement. Therefore, the rampant practice must be responded to by strengthening the land law so that foreigners do not easily carry out legal smuggling in obtaining land rights.
IMPLEMENTASI PENDANAAN SEKTOR PENDIDIKAN DALAM MASA OTONOMI KHUSUS PAPUA Daniel Pradina Oktavian; Emmanuel Ariananto Waluyo Adi
Khatulistiwa Law Review Vol 2 No 2 (2021): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v2i2.387

Abstract

Abstrak Kemajuan suatu negara ditentukan salah satunya oleh kualitas sumber daya manusia, maka peran pendidikan sangat penting. Menurut catatan capaian pendidikan nasional, Papua menjadi salah satu daerah dengan capaian pendidikan yang rendah. Dalam konstitusi, telah jelas bahwa negara menjamin hak untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negaranya secara adil dan merata. Tetapi, pada praktiknya, masih adanya hambatan, khususnya dalam kerangka Otonomi Khusus yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pemberian status Otonomi Khusus tersebut juga mempengaruhi alokasi anggaran yang diberikan, juga secara khusus untuk sektor pendidikan yang menjadi salah satu sektor prioritas Otonomi Khusus. Penulisan ini menemukan sejumlah fakta melalui data yang ada, bahwa jumlah anggaran yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Papua tidak berbanding lurus dengan peningkatan mutu pendidikan di Papua. Abstract The quality of human resources determines the progress of a country, so education is essential. According to national education achievement records, Papua is one of the regions with low educational attainment. In the constitution, it is clear that the state guarantees the right to education for every citizen fairly and equitably. However, there are still obstacles in practice, especially in the framework of Special Autonomy regulated in Law no. 2 of 2021 concerning the Second Amendment to Law no. 21 of 2001 concerning Special Autonomy for the Province of Papua. The granting of the Special Autonomy status also affects the budget allocation given, also specifically for the education sector, which is one of the priority sectors of Special Autonomy. This writing finds several facts through existing data that the amount of budget given by the Central Government to the Papua Regional Government is not directly proportional to the improvement of the quality of education in Papua.
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PENELANTARAN RUMAH TANGGA DI NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK RAKYAT ALJAZAIR Sakhowi .
Khatulistiwa Law Review Vol 2 No 2 (2021): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v2i2.587

Abstract

Abstrak Tindak pidana penelantaran keluarga di Aljazair diatur dalam Pasal 330 KUHP Aljazair. Penelantaran keluarga dilakukan oleh orang tua yang meninggalkan rumah keluarga dan mengabaikan kewajiban keluarga baik moral maupun materil dengan tidak ada sebab dan alasan yang serius, selama waktu dua bulan. Maka sesuai undang-undang dia akan dipidana hukuman penjara 6 (enam) bulan hingga 2 (dua) tahun beserta denda 50.000 dinar hingga 200.000 dinar (1 dinar= 102.37 Rupiah). Masalah penelitian untuk menelaah kebijakan hukum pidana Aljazair dalam upaya penanggulangan tindak pidana penelantaran dan sejauh mana Dewan legislasi Aljazair memberikan perlindungan hukum tindak pidana penelantaran yang efektif dan memadai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Tindak pidana penelantaran keluarga memiliki landasan hukum, moril dan materil. Landasan hukum adalah pasal 330 KUHP Aljazair, landasan materil berupa sifat keayahan dan keibuan dari satu anak atau lebih, menjauh dari rumah keluarga secara fisik, melepas tanggung jawab keluarga, dan masa meninggalkan dua bulan. Sedangkan landasan moril adalah tidak adanya alasan yang serius. Srategi penyelesaian sengketa tindak pidana ini bisa melalui beberapa cara, seperti melalui pengaduan kepada lembaga pelayanan publik, juga bisa melalui mediasi panel. Untuk mengkriminalisasi tindakan penelantaran rumah tangga, Dewan Legislatif Aljazair membuat prosedur dan aturan yang sesuai dengan tindak pidana ini. Pertama, untuk menyelesaikan sengketa yang ada, dengan cara biasa, yaitu melalui delik pengaduan. Kedua, melalui mediasi penal. Abstract The crime of neglecting a family in Algeria is regulated in Article 330 of the Algerian Criminal Code. Family abandonment is carried out by parents who leave the family home and ignore family obligations both morally and materially with no serious cause and reason, for two months. Then according to the law, he will be sentenced to imprisonment of 6 (six) months to 2 (two) years along with a fine of 50,000 dinars to 200,000 dinars (1 dinar = 102.37 Rupiah). The research problem is to examine the Algerian criminal law policy to overcome the criminal act of neglect and the extent to which the Algerian Legislative Council provides effective and adequate legal protection for the criminal act of neglect. This study uses a normative juridical research method. The criminal act of neglect of the family has a legal, moral and material basis. The legal basis is Article 330 of the Algerian Criminal Code, the material basis is the paternal and maternal characteristics of one or more children, physically moving away from the family home, releasing family responsibilities, and leaving for two months. While the moral basis is the absence of a serious reason. This strategy for resolving criminal disputes can be done in several ways, such as through complaints to public service institutions, or panel mediation. To criminalize the act or neglect of the household, the Legislative Council of Algeria created procedures and rules that correspond to this crime. First, to resolve existing disputes, in the usual way, namely through a complaint offense. Second, through penal mediation.
JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DIDAFTARKAN PADA AKTA NOTARIS DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR Anasya Savitri; Anang Dony Irawan
Khatulistiwa Law Review Vol 2 No 2 (2021): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v2i2.723

Abstract

Abstrak Tujuan utama dari penelitian ini adalah memberikan telaah yuridis terkait perlindungan yang diberikan bagi pihak kreditur apabila akta jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh notaris. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur bahwa proses terjadinya jaminan fidusia terjadi dalam dua tahapan. Pertama adalah tahapan pembebanan jaminan fidusia. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam proses pendaftaran akta jaminan fidusia oleh notaris terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi membuat proses pendaftaran tidak diselesaikan dengan baik. Apabila karena beberapa sebab pihak notaris melakukan kelalaian sehingga tahapan pembebanan jaminan fidusia tidak dapat diselesaikan, atau dengan kata lain akta jaminan fidusia tidak didaftarkan, hal ini akan berujung proses terjadinya jaminan fidusia tidak dapat berlangsung pada tahapan pendaftaran jaminan fidusia. Sebagai akibat dari hal ini, maka kreditur tidak memiliki hak mendahului dan tidak dapat mempunyai kekuatan eksekutorial. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat beberapa perlindungan hukum yang menunjukkan adanya asas kepastian hukum untuk kasus semacam ini. Sesuai surat kuasa yang diberikan, kreditur dapat meminta pertanggungjawaban terhadap notaris atas kelalaian yang dibuatnya karena tidak melakukan pendaftaran akta jaminan fidusia. Abstract The main purpose of this study is to provide a juridical review related to the protection provided to creditors if the fiduciary guarantee deed is not registered by a notary. Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees stipulates that the process of fiduciary security occurs in two stages. The first is the stage of imposing fiduciary guarantees. The assignment of objects with fiduciary guarantees is made with a notarial deed in Indonesian and is a fiduciary guarantee deed. In the process of registering a fiduciary guarantee deed by a notary, several problems have the potential to make the registration process not completed properly. If for some reason the notary makes negligence so that the stage of imposing the fiduciary guarantee cannot be completed, or in other words the fiduciary guarantee deed is not registered, this will result in the process of the fiduciary guarantee being unable to take place at the fiduciary guarantee registration stage. As a result of this, creditors do not have preemptive rights and cannot have executive power. From the results of this study, it is known that several legal protections indicate the principle of legal certainty for cases like this. Following the power of attorney given, the creditor can hold the notary accountable for the negligence he made for not registering the fiduciary guarantee deed.

Page 3 of 3 | Total Record : 24