cover
Contact Name
Dr. Ir., Nurtati Soewarno, M.T
Contact Email
nurtati@itenas.ac.id
Phone
+6222-7272215
Journal Mail Official
terracotta@itenas.ac.id
Editorial Address
Tata Usaha Prodi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Bandung - Itenas Gedung 17 Lantai 1 Jl. P.H.H. Mustofa No 23 Bandung - Jawa Barat 40124
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA
ISSN : -     EISSN : 27164667     DOI : https://doi.org/10.26760/terracotta
Core Subject : Engineering,
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA adalah Jurnal Ilmiah yang berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang-bidang utama : Perancangan Arsitektur (gedung), Stuktur dan Konstruksi, Teknologi Bangunan, Perencanaan Kota dan Asitektur Kota, Perumahan dan Permukiman, serta Teori-Metoda dan Sejarah Arsitektur.
Articles 109 Documents
Pengolahan Lahan Berkontur Pada Kawasan Ekowisata, Cijaringao, Bandung Utami, Utami; Nurhayati, Dwi; Dina, Fatimah Aulia; Yulistia F., Emalia
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 1, No 3 (2020)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v1i3.4105

Abstract

AbstrakPentingnya konservasi alamiah suatu kawasan pada saat ini merupakan suatu pemikiran yang penting ditengah isu penataan kawasan yang ramah lingkungan. Mengingat banyaknya pembangunan di suatu kawasan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek alamiah tapak. Salah satu kasus yang cukup penting diulas adalah pengolahan lahan berkontur. Bandung Utara memiliki karakteristik topografi tanah dengan kemiringan yang cukup besar bahkan beberapa memiliki kecuraman yang ekstrim. Berkembangnya kawasan Bandung Utara menjadi objek wisata atau villa pada saat ini merupakan suatu hal yang kadang kala tidak diperhatikan lagi. Skala prioritas pada aspek bisnis, menjadikan beberapa karakteristik lahan kontur alamiah mengalami perombakan besar-besaran. Akibatnya lingkungan alamiah menjadi rusak, erosi bahkan longsor. Penelitian terhadap kawasan ekowisata Cijaringao, kawasan Bandung Utara yang memiliki karakteristik topografi berkontur merupakan objek studi yang sesuai dengan tema tersebut. Tujuannya adalah menganalisa pengolahan dan pemanfaatan kontur pada fungsi wisata. Metode kuantiatif - normatif digunakan sebagai analisis pengolahan lahan kontur dengan mengujinya terhadap standar ideal pengolahan perancangan pada lahan berkontur. Harapannya,penelitian ini dapat membuka wawasan para perencana dalam merancang fasilitas (built environment) pada lahan berkontur.Kata Kunci : Kontur, lingkungan alamiah, ekowisata, Cijaringao ecoland AbstractThe importance of natural conservation of an area at this time is an important thought amid the issue of environmentally friendly zoning. Given the large number of developments in an area that are carried out without considering the natural aspects of the site. One of the important cases to review is contour land management. North Bandung has a characteristic topography of the land with a fairly large slope and some even have extreme steepness. The development of the north bandung area to become a tourist attraction or a villa at this time is something that is sometimes overlooked. The scale of priority in the business aspect has made some of the characteristics of the natural contour land underwent a major overhaul. As a result, the natural environment is damaged, erosion and even landslides. Research on the ecotourism area of Cijaringao, North Bandung which has a contour topographical characteristic is an object of study in accordance with this theme. The aim is to analyze the processing and utilization of contours in the tourism function. The quantitative - normative method is used as a contour tillage analysis by testing it against the ideal standard of design processing on contoured land. It is hoped that this research can open the insights of planners in designing built facilities on contoured land.Keywords: Contours, natural environment, ecotourism, Cijaringao ecoland
Penilaian Greenship GBCI Dalam Penerapan Reuse Material Di Café Day N Nite Bandung Agung Prabowo Sulistiawan
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i1.4342

Abstract

AbstrakPenerapan penggunaan kembali barang bekas (reuse material) sebagai bahan bangunan di Indonesia menjadi sebuah upaya dalam mewujudkan arsitektur ramah lingkungan. Salah satu contoh penggunaan material bekas yaitu penggunaan material peti kemas atau kontainer bekas. Peti kemas bekas sangat mungkin dijadikan unit dasar dalam perencanaan dan perancangan arsitektur hunian maupun komersial. Peti kemas bekas mungkin bukan termasuk limbah yang merusak lingkungan, karena peti kemas bekas dapat digunakan kembali (reuse), dan didaur ulang (recycle). Oleh karena itu, material peti kemas yang digunakan kembali pada bangunan, menjadikan bangunan yang unik dan ramah lingkungan serta membantu melestarikan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menilai bangunan Cafe Day n Nite Bandung yang menggunakan material peti kemas bekas berdasarkan kriteria Sumber dan Siklus Material pada Greenship Green Building Council Indonesia (GBCI). Dalam penelitian ini metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi kualitatif berupa survey lapangan dan wawancara. Analisa yang dilakukan merujuk pada kriteria Sumber dan Siklus Material menurut Greenship GBCI yang meliputi Refrigeran Foundamental, Penggunaan Gedung dan Material Bekas, Material Ramah Lingkungan, Penggunaan Refrigeran tanpa ODP, Kayu Bersertifikat, Material Prafabrikasi, dan Material Regional. Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa Cafe Day n Nite Bandung memenuhi total presentase sebesar 79% penilaian berdasarkan kriteria Sumber dan Siklus Material pada Greenshp GBCI.Kata kunci: reuse material, peti kemas, ramah lingkungan ABSTRACTThe application of reuse of materials as building materials in Indonesia is an effort to create environmentally friendly architecture. One example of using used materials is the use of used container. Used containers are very likely to be used as a basic unit in planning and designing residential and commercial architecture. Used containers may not include waste that damages the environment, because used containers can be reused and recycled. Nonetheless, container materials that are reused in buildings can make a building unique and environmentally friendly and help preserve the environment.The purpose of this study is to identify and assess the Cafe Day n Nite Bandung buildings that use used container materials based on the Sources and Material Cycle criteria at the Greenship Green Building Council Indonesia (GBCI). In this study, the research methodology used is a qualitative methodology in the form of field surveys and interviews. The analysis was carried out from the criteria for Source and Material Cycles according to the GBCI Greenship including Foundamental Refrigerants, Use of Building and Used Materials, Environmentally Friendly Materials, Use of Refrigerants without ODP, Certified Wood, Prefabricated Materials, and Regional Materials. Based on the results of the analysis, it can be concluded that Cafe Day n Nite Bandung fulfills a total percentage of 79% of the assessment based on the Sources and Material Cycle criteria at Greenshp GBCI.Keywords: reuse material, used container, environmentally friendly
Pengaruh Secondary Skin Fasade Bangunan Terhadap Kualitas Pencahayaan Alami Ruang Kerja Erwin Yuniar Rahadian; Windi Dwiastuti; Nanda Annisa Maretia; Beri Fitrian
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4688

Abstract

Pencahayaan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam perancangan suatu ruang. Kenyamanan pencahayaan pada ruang kantor sebagai area kerja  sangat dibutuhkan sesuai standar SNI sebesar 350 lux, sehingga dapat menunjang aktivitas dan memiliki produktivitas kerja yang baik. Gedung Rektorat Unpad Jatinangor merupakan gedung yang terdiri dari empat lantai dengan fungsi utama sebagai gedung administrasi dalam bidang akademik untuk menunjang kegiatan kemahasiswaan. Gedung ini memiliki bentuk massa lingkaran dan menggunakan secondary skin pada fasad yang selain berfungsi dalam unsur estika bangunan, juga berfungsi untuk mereduksi paparan panas dan sinar matahari yang masuk pada bangunan. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pencahayaan alami yang dipengaruh oleh penggunaan secondary skin. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pengukuran langsung menggunakan luxmeter dan metode pengukuran dengan simulasi software ecotect. Hasil pengukuran langsung mengunakan luxmeter menunjukan kuat pencahayaan alami yang menghadap secondary skin lebih terang dibandingkan yang menghadap koridor sedangkan hasil pengukuran dengan simulasi software ecotect menunjukan kuat pencahayaan alami yang tidak menggunakan secondary skin intensitas cahayanya lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan secondary skin. Sehingga penerapan secondary skin pada facade bangunan tidak hanya untuk memenuhi unsur estetika dan perlindungan faktor iklim ekternal terhadap bangunan, namun harus juga memperhatikan dampak pencahayaan alami yang terjadi pada ruang dalam bangunan.
Konsep Bentuk Dasar Arsitektural Pada Gereja St. Yusuf Cirebon Theresia Pynkyawati; Azibanyu Tresna; M Fajari; Indra Pratama
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4735

Abstract

ABSTRAKGereja merupakan salah satu bangunan peribadatan yang dapat dijumpai di Indonesia. Bangunan ini merupakan wadah kegiatan spiritual umat kristiani yang mulai didirikan pada era pemerintah kolonial Belanda. Gereja mudah dikenali dari keberadaan menara dan bentuk geometri bangunannya. Sejalan dengan perkembangan zaman, berbagai bentuk gereja bermunculan sehingga bentuk gereja menjadi makin variatif. Gereja St. Yusuf Cirebon merupakan salah satu Gereja Katolik tertua di Jawa Barat yang didirikan pada era kolonial Belanda. Bangunan ini telah mengalami perubahan; ada tambahan massa bangunan untuk menampung lebih banyak jemaat meskipun demikian bentuk asli bangunan tidak berubahan. Oleh karenanya menarik untuk diteliti lebih dalam mengenai konsep bentuk dasar arsitektural dan elemen-elemen dasar yang diterapkan pada Gereja St. Yusuf Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk memahami konsep dasar bangunan secara arsitektural dan bagaimana Gereja St. Yusuf Cirebon menambah kapasitas ruang ibadah tanpa merubah tampilan fisik bangunannnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan cara mengumpulkan data hasil survey lapangan yang meliputi kondisi gereja sebelum dan setelah pengembangan sampai kondisi saat ini. Hasil analisa menunjukkan bahwa Gereja St. Yusuf Cirebon sebagai bangunan cagar budaya, mengalami berbagai perubahan baik pada ruang-luar maupun ruang-dalam, proporsi fasad bangunan tetapi tetap mempertahankan bentuk dan elemen-elemen dasar sebuah gereja eks kolonial. Kata kunci: Konsep Dasar Arsitektur, Bangunan Peribadatan, Ruang-luar dan Ruang-dalam.ABSTRACTThe Church is one of the religious buildings that can be found in Indonesia. This building is a spiritual activity place for Christians that began to established in the era of Dutch colonial goverment. The church is easily recognized by the existence of minaret and the geometric shape of the building. In line with the times, various design of church have emerged so that the shape of church has become more and more varied. The St Yusuf Cirebon church is the oldest Catholic church in West Java that was established in Dutch colonial era. This building had been changed, there is an additional building mass to accommodate more congregations, although the original building shape has not changed. Therefore it is interesting to study more deeply about the architectural basic concept and basic elements that are applied to the St Yusuf Cirebon church. This study aims to understand the architectural building concept and how the St Yusuf Cirebon church increases the capacity of prayer room without changing the physical appearance of the building. The analysis was conducted using qualitative and quantitative descriptive approach by collecting field survey’s data covering the condition of the church before and after the development to its current condition. The analysist shows that the St Yusuf Cirebon church as a cultural heritage building, has esperienced various changes both in the outer and inner room, the proportions of building facades but still maintains the shape and basic elements of an ex-colonial church.Keyword: Basic Architecture Concepts, Religious Building, Outer and Inner room.
Permeabilitas Dan Konektifitas Pada Pola Jaringan Jalan Kawasan Hunian Cihapit Bandung Dian Duhita Permata
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i1.4276

Abstract

AbstrakKawasan Cihapit Bandung merupakan kawasan hunian yang telah dibentuk sejak tahun 1920-1925 yang ditata menarik dengan pola jaringan jalan ‘organic grid’. Kawasan yang awalnya diperuntukkan bagi pegawai menengah ke bawah ini telah dilengkapi dengan fasilitas hunian, pasar, pertokoan, dan ruang terbuka hijau. Seiring berjalannya waktu, kawasan Cihapit saat ini tidak mengalami banyak perubahan  terkait pola jaringan jalan. Pola jaringan jalan yang terhubung satu dengan lainnya serta persimpangan-persimpangan yang berjarak 800 meter menghasilkan kawasan ini cukup nyaman untuk diakses. Beberapa koridor jalan berfungsi sebagai penghubung menuju kelas jalan yang lebih besar sehingga kawasan ini seringkali menjadi akses alternatif. Kehadiran pasar Cihapit berperan penting terhadap fungsi komersial serta kegiatan penunjang pada kawasan. Meningkatnya kebutuhan terhadap lahan, mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau pada kawasan yang berfungsi sebagai node serta beralih fungsi menjadi pelayanan umum. Penelitian ini menganalisis mengenai permeabilitas serta konektifitas pada pola jaringan jalan di  kawasan Cihapit Bandung terkait dengan  kondisi tata guna lahan serta klasifikasi jalan.  Kondisi tata guna lahan dibandingkan pada dua periode yaitu tahun 1933 dan 2015 sehingga dapat disimpulkan perubahannya.  Sedangkan klasifikasi jalan kawasan Cihapit dianalisis secara detail pada setiap koridor baik dimensi maupun elemen pendukungnya termasuk kondisi drainase, jalur pedestrian, dan vegetasi. Kata kunci : Cihapit, klasifikasi jalan, permeabilitas dan konektifitas, pola jaringan jalan. AbstraCTThe Cihapit Bandung area is a residential area that has been formed since 1920-1925 which is arranged attractively with an "organic grid" road network pattern. The area, which was originally intended for middle to lower class employees, has been equipped with residential facilities, markets, shops, and green open spaces. Over time, the Cihapit area has not changed much either to the street network pattern. The street network pattern that is connected to each other and intersections less than 2.6 km2 becomes this area quite convenient to access. Several street corridors function as a link to a larger street classification so that this area is often alternative access. The presence of the Cihapit Market participate in commercial functions and supporting activities in the area. The increasing need for land has resulted in a reduction in green open space in areas that function as nodes and switching functions to public services. This research analyzes the permeability and connectivity of the street network patterns in the Cihapit Bandung area related to land use conditions and street classification. Land use conditions were compared in two periods, namely 1933 and 2015 so that the changes can be concluded. Meanwhile, the street classification of the Cihapit area is analyzed in detail for each corridor, both dimensions and supporting elements of the corridor, including drainage conditions, pedestrian paths, and vegetation. Keywords: Cihapit, street classification, permeability and connectivity, street network..
Perkembangan Kebijakan Publik dan Program Bidang Perumahan dan Permukiman di Indonesia Juarni Anita
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v3i1.5179

Abstract

ABSTRAK Rumah adalah kebutuhan dasar manusia, sebagai tempat tinggal yang melekat sebagai hak asasi manusia. Semakin bertambah jumlah penduduk di Indonesia, kebutuhan rumah semakin terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi masalah karena penyediaan rumah tidak mudah akibat mahalnya biaya pembangunan rumah dan harga tanah. Pemerintah harus ikut terlibat dalam penyediaan rumah bagi rakyat. Keterlibatan pemerintah dalam pengaturan perumahan memunculkan berbagai kebijakan publik dan program di bidang perumahan dan permukiman. Tujuan penelitian untuk mendata berbagai kebijakan publik dan program pemerintah di bidang perumahan sejak masa kolonial Belanda hingga saat ini. Metode penelitian adalah metode kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian ini berisi deskripsi tentang definisi kebijakan dan program, berbagai kebijakan publik dan program di bidang perumahan yang dibagi berdasarkan empat periode waktu: a) masa kolonial Belanda, b) masa Orde Lama, c) masa Orde Baru, dan d) masa Reformasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemerintahan kolonial Belanda lebih fokus pada kebijakan penyediaan rumah bagi orang Belanda dan program perbaikan kampung. Pemerintah Indonesia mulai membentuk lembaga untuk penyediaan perumahan rakyat pada masa Orde Lama. Perubahan signifikan pada masa Orde Baru yaitu pendirian lembaga yang menjadi tonggak penting untuk pembangunan perumahan, yaitu Perum Perumnas, BTN, dan REI dengan program rumah sederhana, rumah susun sederhana, dan mengembangkan perumahan skala besar. Masa Reformasi, kebijakan paling signifikan adalah berbagai skema bantuan keuangan untuk menstimuli percepatan penyediaan satu juta rumah pertahun dan pembangunan rumah layak huni (bantuan stimulan perumahan swadaya). Kata kunci: kebijakan publik, program bidang perumahan, Indonesia ABSTRACT The house is a basic human need, as a place to live that is inherent as a human right. The increasing number of people in Indonesia, the need for housing continues to increase from year to year. This is a problem because the provision of houses is not easy due to the high cost of building houses and land prices. The government must be involved in providing housing for the people. The government's involvement in housing regulation gave rise to various public policies and programs in the housing sector. This study aims to record and collect various government policies and programs in the housing sector, starting from the Dutch colonial period until now. The research method used in this study is a qualitative and descriptive method. This study contains a description of the definition of policies and programs, various public policies and programs in the housing and settlement sector which are divided according to four time periods: a) the Dutch colonial period, b) the Old Order period, c) the New Order period, and d) the Reformation period. The results showed that the Dutch colonial government was more focused on the policy of providing houses for the Dutch and the village improvement program. The Indonesian government began to establish institutions for the provision of public housing during the Old Order. Significant changes during the New Order era were the establishment of institutions that became important milestones for the housing, namely Perum Perumnas, BTN, and REI with programs for simple houses, simple flats, and developing large-scale housing. During the Reformation period, the most significant policies were various financial aid schemes to stimulate the acceleration of the provision of one million houses per year and the construction of livable houses (aid to stimulate self-help housing). Keywords: public policies, housing programs, Indonesia
Integrasi Generasi Muslim Tanpa Masjid: Kajian Fungsional Arsitektur Masjid Kampus UMS Andika Saputra
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4329

Abstract

Generasi Muslim Tanpa Masjid merupakan permasalahan di kalangan umat Islam yang marak terjadi di perkotaan modern di Indonesia, tidak terkecuali di UMS sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi Islam di Surakarta. Solusi terhadap permasalahan tersebut ialah integrasi ke dalam jamaah umat Islam melalui peran masjid kampus sebagai pusat kegiatan jamaah kampus di lingkungan perguruan tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk menelisik realisasi agenda integrasi Generasi Muslim Tanpa Masjid ke dalam jamaah umat Islam di lingkungan UMS dengan mengidentifikasi kegiatan yang diselenggarakan di masjid kampus, organisasi ruang masjid kampus, strategi yang diterapkan, dan langkah-langkah yang dilakukan dengan memperhatikan aspek kegiatan dan aspek organisasi ruang sebagai variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan metode induktif-kualitatif yang merupakan eksperimen penulis dan interpretasi penulis terhadap beragam kegiatan yang diselenggarakan di masjid kampus UMS oleh berbagai pihak civitas akademik UMS. Hasil penelitian terdiri dari tiga temuan. Pertama, kegiatan yang diselenggarakan untuk menarik keterlibatan Generasi Muslim Tanpa Masjid di masjid kampus meliputi fungsi dakwah, pendidikan, olahraga, dan rekreasi yang merupakan fungsi pendukung masjid dengan sifat diwajibkan hingga umum dan sukarela. Kedua, ruang serbaguna masjid kampus yang merupakan zonasi ruang-antara memiliki peran penting dalam menarik keterlibatan Generasi Muslim Tanpa Masjid berkegiatan di masjid kampus. Ketiga, strategi yang diterapkan ialah sinergi seluruh civitas akademika UMS dengan melakukan dua langkah yang berorientasi pada pembentukan kebiasaan dan integrasi ke dalam jamaah umat Islam dalam skala luas.Kata kunci: generasi muslim tanpa masjid, masjid kampus, integrasi ke dalam jamaah umat Islam
Karakteristik Fasad Gedung De Majestic Braga Karya C.P. Wolff Schoemaker Meta Riany
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4710

Abstract

AbstrakC. P. Wolff Schoemaker adalah seorang arsitek Belanda yang menghasilkan banyak bangunan pada masa kolonialisasi Belanda. Hasil karyanya tersebar di berbagai kota besar di Indonesia, salah satunya adalah gedung De Majestic yang terletak di kawasan cagarbudaya jalan Braga Bandung. Lamanya beliau berprofesi sebagai arsitek telah menghasilkan berbagai fungsi bangunan baik bangunan milik pemerintahan maupun swasta. Disain bangunannya tampak similar terutama pada fasad bangunannya sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam karakteristik dari elemen pembentuk fasadnya. Studi ini dimulai dengan mempelajari karya-karya beliau melalui buku, foto dan situs internet dan kemudian mempelajari lebih dalam pada karya beliau yang berada di kota Bandung. Perkembangan karya beliai dapat digolongkan ke dalam 3 periode waktu sejak tahun 1918 hingga 1940 an berdasarkan elemen-elemen pembentuk fasad bangunannya. Gedung de Majestic dipilih sebagai studi kasus karena fungsinya yang berbeda (bioskop) dan berlokasi di jl Braga yang kental dengan karakter Kolonial di kota Bandung. Bangunan ini merupakan hasil karya C.P Wolf Schoemaker pada periode ke 2 yang mulai memadukan arsitektur Eropa dan unsur lokal arsitektur Indonesia. Diharapkan dengan memahami sejarah bangunan dapat memberikan ide kepada para arsitektur muda untuk mencintai dan menerapkan ciri khas budaya lokal Indonesia yang unik, menarik, variatif pada karakter karya-karya mereka. Kata kunci: C.P. Wolff Schoemaker, Elemen Fasad Bangunan, Karakteristik Bangunan, Gedung De Majestic.
Fasade Bangunan Gedung SMPN 16 Kota Cirebon Fahrul Rozi; Iwan Purnama
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4800

Abstract

ABSTRAKKota Cirebon memiliki kawasan yang sangat erat kaitannya dengan bangunan kolonial yang ada di Kecamatan Lemah Wungkuk yaitu gedung SMP 16 Kota Cirebon. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada tahun 1933 yang merupakan bekas asrama tentara Belanda. Bangunan ini memiliki fasad kolonial yang khas pada bagian muka bangunan yang menjadikan peneliti studi kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fasad bangunan SMPN 16 kota Cirebon. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan survei langsung ke lapangan dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, kemudian disajikan dalam bentuk uraian setiap elemen pada bangunan tersebut. Semoga penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bangunan kolonial khususnya di kawasan Kota Cirebon.Kata kunci : fasade, arsitektur kolonial, kota cirebonABSTRACTCirebon City has an area that is closely related to colonial buildings in the Lemah Wungkuk sub-district, namely the SMP 16 Kota Cirebon building. This building was estimated to be built in 1933 which was a former Dutch army dormitory. This building has a typical colonial facade on the face of the building which makes the case study investigator. The purpose of this study is to reveal what are the characteristics of the building facade of SMPN 16 kota Cirebon. The method in this research uses descriptive method by surveying directly to the field and collecting data needed, then presented in the form of a description of each element in the building. Hopefully this research can add knowledge and insight about colonial buildings, especially in the Cirebon City area.Key words: facade, colonial architecture, Cirebon city 
Photogrammetry dalam Perancangan: Pemetaan dan Pemodelan Kawasan Desa Wisata Nitih Indra Komala Dewi
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i1.4292

Abstract

ABSTRAKPemetaan kawasan dalam bentuk model yang terukur dengan memanfaatkan teknologi digital dapat mempermudah proses pencitraan kawasan Desa Wisata dan mempermudah dalam proses desain. Artikel mengkaji mengenai studi kelayakan pemodelan visual tiga dimensi (3D) berbasis foto pada lingkup kawasan dengan objek studi Kampung Wisata Rotan Galmantro, Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Desa wisata ini dipilih karena merupakan bagian dari wilayah pengembangan desa wisata Rotan Galmantro yang memiliki potensi dan dapat dikembangkan sebagai sentra Kampung Wisata yang terletak kurang lebih 12km dari kota Cirebon. Beberapa tahapan dilakukan dalam proses pemetaan kawasan ini, antara lain: (1) Tahap pertama melakukan persiapan sebelum proses pemodelan dilakukan, diantara mempersiapkan alat berupa drone dengan spesifikasi kamera 4K, pemilihan program yang akan digunakan untuk pemotretan, pemilihan teknik pengambilan foto, perencanaan cakupan luas wilayah pengukuran; (2) Tahap kedua melakukan proses pengecekan kondisi lapangan, kalibrasi drone sebelum penerbangan, pemotretan kawasan, pemeriksaan hasil pengambilan gambar, pengolahan foto udara menjadi data kawasan, kalibrasi ukuran dan pemodelan 3D. Hasil pemodelan tiga dimensi bagian dari kawasan Kampung Rotan Galmantro menggunakan teknologi photogrammetry memberikan hasil pemodelan visual tiga dimensi kawasan dengan akurasi yang baik, sesuai dengan kondisi eksisting tanpa harus membuat 3D model dari awal. Proses Perancangan menjadi lebih mudah dan efektif.Kata kunci: Pemodelan 3D Kawasan, Pemodelan Eksisting, Photogrammetry,   ABSTRACTMapping the area in the form of a scalable model using digital technology can simplify the process of imaging the Tourism Village area and simplify the design process. This article examines the feasibility study of a photo-based three-dimensional visual modelling (3D) in the area of the object of study in Kampung Wisata Rotan Galmantro, Tegalwangi Village, Weru sub-district, Cirebon District. This tourist village was chosen because it is part of the development area of the Galmantro Rotan tourism village which has potential and can be developed as a tourism village center which is located approximately 12 km from the city of Cirebon. Several stages were implemented in the process of this area, including (1) The first stage, preparations before the modelling process was performed, includes prepared a tool in the form of a drone with 4K camera specifications, selected the program to be used for shooting, selected photo-taking techniques, planned the wide-area coverage measurement; (2) The second stage, arranged the process of checking field conditions, calibrated the drone before the flight, took pictures, aerial photographs process into data area, size calibration and 3D modelling. The results of three-dimensional modelling of the Galmantro Rattan Village area using photogrammetric technology provide three-dimensional visual modelling of the area with accurate results, according to existing conditions without having to create a 3D model from scratch. The design process becomes easier and more effective in terms of time, cost and labour.Keywords: 3D Area Modeling, Existing Modeling, Photogrammetry

Page 4 of 11 | Total Record : 109