cover
Contact Name
Muhammad Aditya Pratama
Contact Email
adityapratama@ikj.ac.id
Phone
+6285693972062
Journal Mail Official
imaji@ikj.ac.id
Editorial Address
Jalan Sekolah Seni No.1 (Raden Saleh, Kompleks Taman Ismail Marzuki Jl. Cikini Raya No.73, RT.8/RW.2, Cikini, Jakarta, Central Jakarta City, Jakarta 10330
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal IMAJI
ISSN : 19073097     EISSN : 27756033     DOI : https://doi.org/10.52290/JI
Core Subject : Humanities, Art,
Journal IMAJI accommodates a collection of various topics of film / audio-visual studies that contain ideas, research, as well as critical, fresh, and innovative views on the phenomenal development of cinema in particular and audio-visual in general. This journal aims to provide research contributions to film and audio-visual media which are expected to encourage the development of film, including photography, television and new media in Indonesia, so that they are superior and competitive at the national level and in the international world.
Articles 94 Documents
Genre, Kebintangan, dan Film Wahana Bintang Bawuk Respati
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 9 No. 1 (2017): Mitos dalam Film dan Televisi
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebuah film sering kali dibuat khusus untuk seorang bintang. Industri sinema memanggil film yang demikian dengan sebutan film wahana bintang (star vehicle). Dalam kasus ini, film dirancang dan dibuat dengan memanfaatkan popularitas bintang tertentu, serta mempertimbangkan karakteristik unik milik sang bintang. Jika demikian, dapat diasumsikan bahwa sekumpulan film wahana bintang memiliki sejumlah ciri khas yang dapat diasosiasikan dengan bintang yang bersangkutan. Ciri khas tersebut dapat membangun ekspektasi penonton, sebagaimana konvensi sebuah genre juga melakukan hal yang sama. Apakah dapat dikatakan bahwa film wahana bintang beroperasi seperti film genre? Melalui studi pustaka mengenai konsep genre dan konsep kebintangan dalam kajian sinema, artikel ini menelusuri bagaimana sebenarnya kedua konsep tersebut saling berhubungan, terutama dalam konteks industri sinema komersial arus utama.
Televisi di Indonesia dan Mitos Rating-Share Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 9 No. 1 (2017): Mitos dalam Film dan Televisi
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Televisi merupakan kebudayaan populer yang merepresentasikan teks, yang di dalamnya banyak makna baru yang berjuang mengisi dan juga hilang dari makna yang sebelumnya. Sebagai bentuk budaya populer, televisi sangat berpengaruh terhadap setiap makna yang disampaikan (encode) dan juga harus mengevaluasi bagaimana makna itu bisa diterima (decode) oleh penontonnya. Sebagian besar yang terjadi, televisi sangat terpengaruh oleh hasil riset kuantitatif yang didapat. Hasil riset itu (rating-share) begitu kuat dalam mengkonstruksi produksi tayangan yang ada pada setiap televisi. Persoalannya adalah data hasil riset tersebut. Data itu menjadi pertanyaan besar, bersumber dari mana, dan teknis pengumpulannya seperti apa. Namun data tersebut begitu dipercaya, layaknya berhala yang memiliki kekuatan yang mempengaruhi segala macam proses produksi tayangan. Rating-share menjadi mitos yang sudah melekat di benak televisi yang ada di Indonesia.
Tiga Karakter dalam ‘Apa Jang Kau Tjari, Palupi?’ Damas Cendekia
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aksi dan reaksi tiga karakter utama dalam film “Apa Jang Kau Tjari, Palupi?” (1969) begitu kompleks dan memiliki jalinan yang sangat erat dengan plot yang bergulir dari awal sampai akhir film. Dengan demikian butuh menggali lebih dalam dengan cara membaca hubungan antarkarakter dalam kaitannya dengan keseluruhan plot lewat catatan berupa postscript, sehingga pengkategorian jenis karakter dapat dilakukan, agar dibaca sebagai pembelajaran bagi ilmu pengetahuan
Loetoeng Kasaroeng : Wiranatakusumah V Peletak Dasar Film Trans-nasional RB Armantono
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Film Loetoeng Kasaroeng menjadi film pertama Indonesia yang memiliki struktur cerita. Cerita yang diangkat berdasarkan pada legenda yang dimiliki rakyat Jawa Barat, Lutung Kasarung. Namun lebih dari itu, film ini ternyata juga merupakan film Indonesia pertama yang sistem produksinya melibatkan dua negara –Belanda dan Indonesia (Hindia Belanda), yang kini dikenal dengan sebutan film trans-nasional. Pada masa itu Bupati Bandung, Wiranatakusumah V mendukung dari sisi pembiayaan produksinya dan melakukan pemilihan para pemainnya –meskipun para kerabatnya sendiri. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya industri film Indonesia telah dimulai pada pertengahan tahun 1920-an, dimana orang-orang pribumi turut memiliki peran besar dalam menentukan sebuah film untuk diproduksi.
Analisis Wacana Liputan BALI TV Dalam Kasus Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali I Komang Arba Wirawan
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis wacana liputan Bali TV dalam kasus bentrokan antara desa Kemoning dan desa Budaga, Klungkung, Bali, yang meletus 17 September 2011. Liputan kasus ini memojokkan Gubernur Made Mangku Pastika, seperti hendak membubarkan desa pakraman atau desa adat di Bali. Gubernur Made Mangku Pastika tidak menerima dan melakukan somasi bahkan menuntut Bali Post secara perdata di Pengadilan Negeri Denpasar. Hubungan antara Gubernur Made Mangku Pastika dan Kelompok Media Bali Post (KMB) yang pada awalnya baik kemudian menjadi konflik yang serius. Wacana pemberitaan Bali TV yang ikut memperuncing konflik menarik diteliti untuk mengetahui agenda subjektif di balik politik berita. Data utama penelitian ini adalah wacana pemberitaan Bali TV kasus Kemoning-Budaga berupa dokumentasi materi yang pernah ditayangkan. Teori yang digunakan ada empat yaitu teori wacana, agenda setting, framing, dan semiotika. Keempat teori diaplikasikan secara eklektik untuk menganalisis secara kritis proses pembentukan wacana dan wacana tanding pascabentrok Kemoning-Budaga. Penelitian ini menggunakan paradigma wacana kritis, pendekatan fenomenologis, dan metode kualitatif. Hasil analisis bahwa wacana liputan pascabentrok Kemoning-Budaga di Bali TV merupakan perpanjangan wacana Bali Post yang dikelola dengan agenda setting untuk kepentingan sosial, politik, dan ideologi Ajeg Bali KMB. Pada saat yang sama Gubernur Made Mangku Pastika juga melakukan wacana tanding dengan memanfaatkan kehumasan Pemprov Bali dan media di luar KMB seperti TVRI Bali dan Radar Bali.
Imaji tak Kunjung Padam: Sebuah identitas dan karakteristik foto jurnalistik Ashari
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Foto jurnalistik adalah sajian visual yang merekam sebuah peristiwa bernilai berita dari tempat kejadian kepada masyarakat sehingga mereka seolah menyaksikannya dan berada di tempat kejadian. Foto jurnalistik berkembang pesat dan mampu menjadi sebuah foto berita secara tunggal, yang mampu menghebohkan dunia. Dalam perkembangannya, foto jurnalistik menarik untuk dibahas secara singkat yang pada awalnya foto jurnalistik hanyalah sebagai foto pendukung dari sebuah penerbitan.
Memahami Kepenontonan Film Indonesia Budi Wibawa; Mohamad Ariansah; Bawuk Respati
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian perihal kepenontonan (spectatorship) merupakan salah satu faktor penting dalam kajian sinema. Makna penelitian kepenontonan film di Indonesia selama ini cenderung mengalami peyorasi. Umumnya, penelitian kepenontonan di Indonesia diarahkan untuk mengukur kuantitas penonton film dalam konteks kepentingan bisnis film, sehingga seringkali terjebak hanya kepada persoalan-persoalan bagaimana memperebutkan pangsa penonton. Sebagai suatu tujuan pragmatis dari sebuah penelitian hal tersebut tentu sah-sah saja. Namun, aspek-aspek lain seperti: psikologi kepenontonan dan kemampuan bentuk dan gaya sinematik tertentu dalam mempengaruhi penonton secara ideologis misalnya, tentu menjadi topik yang tak kalah penting untuk dipahami. Penelitian ini adalah sebuah usaha awal dalam membaca dan memahami kepenontonan film Indonesia.
Penerjemahan Teks Dalam Film Dimas Phetorant
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terjemahan bahasa mempunyai arti penting dalam memahami berbagai ilmu, terutama ilmu yang menggunakan bahasa asing (bahasa di luar bahasa nasional). Bahasa sangat penting bagi manusia karena dibutuhkan sebagai alat komunikasi. Maraknya film terutama animasi yang menggunakan bahasa asing, banyak yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Artikel ini membahas tentang penerjemahan teks. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Data yang dikaji adalah berupa data lisan yang sudah ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan.
Ruang Publik Independen Menjadi Alternatif untuk Pemutaran Film Alternatif Putri Sarah Amelia
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 8 No. 1 (2016): IMAJI
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah akan memperbanyak jumlah bioskop di Indonesia yang tentu saja disambut hangat para pekerja seni film, sebab jumlah bioskop di Tanah Air memang terbilang sedikit dibanding jumlah penduduk. Kini dapat kita sadari bagi para insan perfilman, ada begitu banyak film Indonesia yang bagus yang membutuhkan layar alternatif. Film-film Indonesia ini sering kali kalah bersaing dengan film import blockbuster Hollywood, sehingga mau tidak mau film negeri sendiri harus turun layar lebih cepat. Perlahan kini film alternatif mendapatkan keberuntungan karena dikelola secara independen dan telah disambut baik dengan tumbuhnya ruang publik yang kian banyak di kota besar seperti Jakarta. Dalam tulisan ini akan memaparkan beberapa kegiatan yang telah ditempuh para pembuat film dalam mendistribusikan filmnya agar memiliki ruang untuk berkomunikasi lebih leluasa.
PERAN MASYARAKAT FILM INDONESIA (MFI) DALAM MENDUKUNG DEMOKRATISASI INDONESIA (2007-2009) Aulia Tiara Solechan; Indriana Oktavia; Julita Pratiwi
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 12 No. 1 (2021): Sinema dan Wacana
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v12i1.44

Abstract

Masyarakat Film Indonesia merupakan bagian dari masyarakat sipil Indonesia yang memiliki perhatian dalam perkembangan perfilman Indonesia. Penelitian ini membahas tentang upaya MFI dalam mendorong demokratisasi di Indonesia. Mereka menuntut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman perlu direvisi, karena dianggap tidak relevan. Teori yang akan digunakan dalam artikel ini untuk menganalisis upaya MFI adalah teori masyarakat sipil dan perannya dalam mendukung demokratisasi oleh Larry Diamond dan Els van Enckevort. Temuan artikel ini adalah; MFI berhasil mendorong Mahkamah Konstitusi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Film dengan menjadikan IMLPC (Indonesian Media Law and Power Centre) sebagai konsultan, mencari saksi dan mengumpulkan bukti yang terkait dengannya, membuat perbandingan dengan UUD 1945 sebagaimana telah diubah, dan mempublikasikan komunitas.

Page 4 of 10 | Total Record : 94