cover
Contact Name
Otto Fajarianto
Contact Email
ofajarianto@gmail.com
Phone
+6281296890687
Journal Mail Official
hukumresponsif@gmail.com
Editorial Address
Jl. Terusan Pemuda No. 1A Cirebon,45132 Jawa Barat-Indonesia, Kampus 3 Gedung Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Hukum Responsif : Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
ISSN : 20891911     EISSN : 27234525     DOI : http://dx.doi.org/10.33603/responsif
Core Subject : Humanities, Social,
HUKUM RESPONSIF diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati. HUKUM RESPONSIF tujuannya merupakan kumpulan karya tulis ilmiah hasil riset maupun konseptual bidang ilmu hukum dengan ruang lingkup Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum tata negara, Hukum administrasi negara, Hukum international, Hukum masyarakat pembangunan, Hukum islam, Hukum bisnis, Hukum acara, dan Hak asasi manusia. HUKUM RESPONSIF menerima tulisan dari para akademisi maupun praktisi dengan proses blind review, sehingga dapat diterima disetiap kalangan dengan penerbitan jurnal ilmiah berkala terbit setiap dua kali dalam setahun periode Februari dan Agustus dengan nomor p-ISSN 2089-1911 serta e-ISSN 2723-4525.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 84 Documents
Kekuatan Akta Perdamaian dan Masalahnya Gusti Yosi Andri; Djuariah Djuariah
Hukum Responsif Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v13i2.7359

Abstract

Salah satu cara dalam menyelesaikan suatu sengketa yaitu melalui perdamaian. Di dalam Pasal 1851 KUH Perdata disebutkan bahwa perdamaian dituangkan secara tertulis dan bertujuan untuk mengakhiri perkara yang menggantung di sidang pengadilan atau mencegah timbulnya suatu perkara. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui yang maksud dengan rumusan Pasal 1858 ayat (1) KUH Perdata apabila dikaitkan dengan kedua tujuan diadakannya perdamaian tersebut. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan antara perdamaian yang diadakan untuk tujuan mengakhiri perkara yang sedang menggantung dalam sidang dengan perdamaian yang diadakan dengan tujuan mencegah timbulnya perkara. Perdamaian yang diadakan untuk tujuan mengakhiri perkara yang sedang menggantung dalam sidang disebut dengan putusan perdamaian. Sedangkan perdamaian yang diadakan dengan tujuan mencegah timbulnya perkara disebut dengan perjanjian perdamaian. Dengan demikian, daya kerja Pasal 1858 ayat (1) KUH Perdata hanya berlaku pada putusan perdamaian saja, karena perkara yang menggantung dalam sidang akhirnya diputus oleh Hakim berdasarkan kesepakatan damai dari para pihak yang dimuat secara tertulis pada akta perdmaian sehingga terbitlah kekuatan eksekutorial dimana jika ada pihak yang mengingkarinya maka dapat dilakukan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi rumusan Pasal 1858 ayat (1) KUH Perdata tidak berlaku terhadap perjanjian perdamaian dan oleh karenanya apabila diingkari oleh salah satu pihak maka diajukan gugatan wanprestasi oleh pihak yang dirugikan.
Keterlibatan Negara dan Masyarakat Sipil Dalam Proses Menuju Demokratisasi di Indonesia Bayu Karunia Putra; Iradhad Taqwa Sihidi
Hukum Responsif Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v13i2.7360

Abstract

Hak dan kewajiban adalah suatu elemen yang penting untuk tetap dijaga dan dirawat dengan baik oleh bangsa Indonesia saat ini. Dikarenakan, terkait konteksnya pada kewarganegaraan, hak dan kewajiban menjadi nilai dasar yang wajib ada bagi setiap warga negara untuk membangun sebuah negara dan masyarakat yang baik pada nantinya. Karena, perkembangan negara dan masyarakat di Indonesia saat ini telah memunculkan berbagai bentuk persoalan yang wajib untuk dijawab secara bersama terkait dengan keterlibatan negara dan masyarakat, khususnya dalam proses menuju demokratisasi di Indonesia. Selain itu juga, dengan adanya demokratisasi dapat menciptakan kehidupan yang harmonis untuk kedepannya nanti. Dengan demikian bahwa, melalui adanya proses menuju demokratisasi dapat memberikan dampak yang positif dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan negara dan masyarakat sipil dalam proses menuju demokratisasi di Indonesia, apakah sudah berjalan sesuai dengan harapan seperti, yang diamanahkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literature, di mana sumber dan data diperoleh secara langsung melalui jurnal, buku, dan sumber tertulis yang lainnya. Hasil penelitian ini, keterlibatan negara dan masyarakat sipil dalam proses menuju demokratisasi telah berjalan membaik di Indonesia saat ini.
Refleksi Pemahaman Penegakan Hukum Terkait Kekerasan Seksual Dalam Kurikulum Pendidikan Polisi Kedepannya Emmanuel Ariananto Waluyo Adi
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8380

Abstract

Kasus kekerasan seksual masih sering terjadi di Indonesia, korban kerap kali melaporkan kerugian yang dialami ke polisi tetapi di tahap laporan banyak ditolak karena kurang alat bukti dan akhirnya pelaku tidak dihukum. Kekerasan seksual merupakan bagian dari perbuatan melanggar HAM, sedangkan Indonesia adalah negara yang menjunjung HAM. Polisi sebagai garda terdepan di lini masyarakat dipandang melihat kasus kekerasan seksual secara normatif dan tidak ada terobosan yang progresif untuk mencapai keadilan sebesar-besarnya bagi korban. Penulis menggunakan metodologi yuridis normatif dan menemukan bahwa yang dapat diperbaiki saat ini adalah menciptakan generasi polisi yang lebih paham mengenai penegakan kasus kekerasan seksual melalui mata pelajaran yang diperoleh saat melalui pendidikan polisi.
Analisis Hukum Alasan Penyidik Tidak Mengabulkan Permohonan Penangguhan Penahanan Tersangka Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika Dikaitkan Dengan KUHAP Siska Karina
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8385

Abstract

Pelaku pengedar narkotika yang semakin meluas tanpa batas ini sudah sepantasnya diberikan ganjaran yang berat bagi para pengedar juga para pemakainya, hingga menimbulkan efek jera. Juga bagi para penyidik agar tidak mengabulkan penangguhan penahanan bagi para tersangka tindak pidana narkotika. Hal ini diperkuat dengan Surat KAPOLDA JABAR NOPOL: ST/35/II/2002, Tanggal 11 Februari 2002, Tentang: SASPRI (Sasaran Prioritas) antara lain : Ilegal Logging, Korupsi, Narkoba dan Perjudian, yang isinya adalah agar tidak melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka SASPRI. Jika kita melihat kaitannya antara hak-hak tersangka yang telah diatur dalam Pasal 50 s.d.  68 KUHP dengan Surat KAPOLDA JABAR NOPOL: ST/35/II/2002, Tanggal 11 Februari 2002, bukan tanpa alasan. Melihat kasus narkotika ini sudah tergolong kejahatan kelas tinggi serta efeknya yang merugikan semua komponen bangsa dari segala segi, sehingga dengan dikeluarkannya Surat KAPOLDA JABAR NOPOL: ST/35/II/2002, Tanggal 11 Februari 2002, Tentang: SASPRI (Sasaran Prioritas) antara lain agar tindak kriminalitas: Ilegal Logging, Korupsi, Narkoba dan Perjudian, agar tidak melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka SASPRI menurut penulis sudah tepat pelaksanaannya. Kaitannya antara Surat KAPOLDA JABAR NOPOL: ST/35/II/2002 yang memprioritaskan bahwa tersangka narkotika agar tidak diberi penangguhan penahanan dengan Hak-hak tersangka yang diatur dalam Pasal 31 KUHAP, menurut penulis penangguhan penahana bukan hal yang tidak mungkin dilakukan, mengingat kejahatan narkotika yang sudah sangat membahayakan suatu bangsa dan hampir di seluruh dunia, maka kiranya penangguhan penahanan bukan suatu hal yang melanggar hukum dalam arti pihak Polri tetap menjunjung tinggi hak-hak tersangka yang jelas-jelas dilindungi dalam pasal 50 sampai dengan 68 KUHAP.
Kewenangan Polri di Masa Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Penegakan Hukum Danu Agus Purnomo
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8381

Abstract

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah aktor utama pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Polri dalam menjalankan dan menjalankan tugas dan fungsinya juga harus berlandaskan pada legitimasi hukum yang berlaku. Fungsi utama kepolisian adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat umum. Dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah mencegah kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran polri selain sebagai aparat penegak hukum, Polri juga mempunyai tugas utama memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan menitik beratkan penyelesaian masalah ditengah masyarakat, dan dalam menciptakan situasi keamanan yang kondusif dalam masyarakat dan Dalam rangka penegakan hukum dalam konteks tindak pidana melawan aparat yang sedang bertugas di tengah pandemi covid-19, aparat penegak hukum sudah mengedepankan persuasif dan dialogis kepada masyarakat yang mana itu membentuk kesadaran hukum bagi masyarakat tentang bahayanya covid-19 ini. Sedangkan dalam penerapan aturan hukum dalam Pasal 212, 216, 218 KUHP aparat penegak hukum sudah melakukannya sesuai dengan aturannya.
Poligami Melalui Nikah Sirri Sebagai Bentuk Penyelundupan Hukum Ferdiansyah Ferdiansyah
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8382

Abstract

Perkawinan yang dilakukan harus sesuai menurut agama dan kepercayaannya, selain itu agar sah dan diakui secara hukum oleh negara maka perkawinan wajib dicatat oleh pejabat yang berwenang. Namun, pada realitasnya adapula masyarakat yang menyimpangi ketentuan pencatatan perkawinan. Penyebabnya adalah selain rendahnya kesadaran masyarakat untuk mencatatkan perkawinan, juga didorong oleh sulitnya mendapatkan izin pengadilan untuk berpoligami, sehingga mereka yang ingin berpoligami lebih memilih cara poligami siri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui mengenai Pengaturan Poligami Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 Tahun 1991, dan untuk mengetahui dan mengkaji mengenai Akibat Hukum Terhadap Poligami yang Dilakukan Dengan Pola Nikah Siri. Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaturan Poligami Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 ialah Hukum perkawinan Indonesia, selain berdasarkan pada Undang-Undang Perkawinan, juga didasarkan pada prinsip-prinsip yang berlaku dalam agama, dengan demikian, dalam hal suami akan beristeri lebih dari satu orang, maka pertama tama harus diperhatikan syarat dan prosedur yang ditentukan undang-undang. Kedua, harus diperhatikan ketentuan agama. Ketiga harus pula diperhatikan ketentuan moral. Akibat Hukum Poligami Dengan Pola Nikah Siri Terhadap Kehidupan Keluarga ialah istri kedua dan seterusnya yang dinikahi secara siri tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah lahir dan bathin jika suami meninggalkannya, karena pernikahannya tidak dianggap sah oleh Negara.
Penerapan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Pencurian Pada Tahap Pemeriksaan di Persidangan (Studi Kasus Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb) Ahmad Farhan
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8383

Abstract

Tindak pidana pencurian merupakan perbuatan yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain serta bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral kesusilaan Salah satu upaya penegakan hukum dalam penanggulangan tindak pidana pencurian yang tegas, konsisten dan terpadu, dapat dilakukan melalui suatu cara yakni dengan penerapan restorative justice. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan Pengaturan hukum terkait penerapan restorative justice dalam tindak pidana pencurian diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Umum, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.  Pelaksanaan restorative justice dalam tindak pidana pencurian pada tahap pemeriksaan di persidangan pada Putusan Nomor 28/ Pid.B/2022/PN Lbb dilakukan oleh Majelis Hakim berdasar pada keterangkan Saksi Mulyono, yang menerangkan bahwa pada saat penanganan perkara ini sedang berlangsung, telah terjadi kesepakatan perdamaian antara Pihak PT AMP selaku korban dengan Terdakwa sebagai pelaku, sejauh ini, pengaturan keadilan restoratif dalam perkara pidana biasa untuk orang dewasa belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, untuk itu, Majelis Hakim dalam hal menerapkan restorative justice pada perkara tindak pidana pencurian untuk kasus Terdakwa Dedi juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Aplikasi MyPertamina Sebagai Sistem Elektronik Ditinjau dari Ketentuan UU ITE Gusti Yosi Andri; Djuariah Djuariah
Hukum Responsif Vol 14, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v14i1.8384

Abstract

Society 5.0 dalam revolusi industri 4.0 menawarkan suatu masyarakat yang berorientasi atau berpusat pada keseimbangan antara manusia dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk beraktivitas melalui sistem yang mengintegrasikan dunia maya dengan dunia fisik. Salah satunya dalam mensukseskan kebijakan Pemerintah dimana mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat dengan mengeluarkan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Tujuan penulisan ini untuk menganalisa aspek hukum dari aplikasi MyPertamina ditinjau dari ketentuan UU ITE sbagai pedoman peraturan hukum di bidang Informasi dan Teknologi Elektronik. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, mengingat penulis hanya memperoleh data sekunder yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, aplikasi MyPertamina termasuk suatu Sistem Elektronik sesuai rumusan Pasal 1 angka 5 UU ITE yang menyimpan dan mengirimkan data elektronik terkait pembelian BBM bersubsidi. Selanjutnya MyPertamina dibuat dan diselenggarakan oleh PT. Pertamina Patra Niaga sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik dalam lingkup publik sesuai rumusan Pasal 1 angka 6a UU ITE juncto Pasal 2 ayat (2) PP PSTE Nomor 71 Tahun 2019. Dengan demikian pembelian BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina dianggap sebagai transaksi elektronik sesuai rumusan Pasal 1 angka 2 UU ITE. Kemudian dari peristiwa yang dialami oleh salah satu SPBU, maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan tersebut telah melanggar salah satu ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang yaitu Pasal 35 UU ITE dengan ancaman hukuman ditetapkan dalam Pasal 53 ayat (1) UU ITE.
PERAN OJK TERHADAP KERUGIAN NASABAH YANG DIAKIBATKAN OLEH MANAGER INVESTASI YANG TIDAK MEMILIKI IZIN Elvira Fitriyani Pakpahan; Andres Winardi; Jessica Koharuddin; Karryn Young; Stela Dwi Putri
Hukum Responsif Vol 14, No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/.v14i2.8721

Abstract

Studi ini mengkaji peran OJK dalam mengurangi kerugian penasihat investasi yang tidak terdaftar kepada nasabah. Tanggung jawab OJK dalam mengatur kegiatan penanaman modal dibagi menjadi dua bagian, yaitu pencegahan yang ditujukan kepada nonnasabah, dan penindakan yang difokuskan pada masalah-masalah sebelumnya. Karena penelitian ini bersifat normatif, maka didasarkan pada teori, konsep, dan prinsip hukum yang terdokumentasi, serta peraturan perundang-undangan yang terkait. Dalam penelitian ini, sumber hukum utama meliputi UU No. 8 Tahun 1995 yang mengatur tentang pasar modal, dan sumber hukum sekunder adalah penelitian dalam jurnal atau publikasi yang terkait dengan pasar modal. Penelitian dokumen merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh data. Penelitian ini menggunakan data induktif dan deskriptif. Hasil penelitian ini menyangkut dampak OJK terhadap kerugian klien manajer investasi tidak berizin. Kegiatan pengawasan meliputi perlindungan modal terhadap kerugian nasabah, dan proses pengawasan terhadap lembaga pengawas.
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN CIREBON Siska Karina
Hukum Responsif Vol 14, No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/.v14i2.8766

Abstract

Hak asasi anak muncul seiring dengan kesadaran perlunya perhatian khusus dan perlindungan khusus bagi anak, disamping konsep hak asasi secara umum karena banyaknya permasalahan dan persoalan yang dialami anak seperti kekerasan fisik dan psikis, tidak terpenuhinya hak anak di berbagai bidang ketertinggalan di berbagai bidang dan lain-lain. Pengaturan dalam bentuk hukum nasional sangat perlu untuk dijabarkan dalam bentuk penyusunan produk hukum daerah sebagai bentuk kebijakan pengaturan terkait dengan perlindungan anak dari kekerasan. Dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian normatif dan dalam penelitian ini jenis pendekatan yang digunakan adalah sebagai antara lain : Pendekatan perundang-undangan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perlindungan hukum terhadap anak sudah diatur dalam Konvensi Hak-hak Anak. Di Indonesia, pengaturan perlindungan hokum terhadap anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kemudian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,selanjutnya telah dilakukan perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun2016. Kabupaten Cirebon terdapat Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak, walaupun Kabupaten Cirebon secara khusus belum memiliki Peraturan Daerah tentang Perlindungan terhadap Anaka Kabupaten Cirebon mengingat jumlah kasus kekerasan terhadap anak sangat besar.