cover
Contact Name
Fitrah Marinda
Contact Email
jurnal.legislatif@gmail.com
Phone
+6281256860522
Journal Mail Official
jurnal.legislatif@gmail.com
Editorial Address
https://journal.unhas.ac.id/index.php/jhl/about/editorialTeam
Location
Kota makassar,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Legislatif
Published by Universitas Hasanuddin
Core Subject : Social,
Tujuan junal ini adalah untuk menyediakan tempat bagi mahasiswa hukum seluruh indonesia untuk menerbitkan artikel yang dibuat original (asli) bukan saduran maupun terjemahan. Ruang Lingkup artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini membahas terkait Isu Hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 68 Documents
ELABORATION LAW CONCEPT PADA MUTUAL LEGAL ASSISTANCE SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN CYBERCRIME TRANSNATIONAL INDUSTRI 4.0 Juan Maulana Alfedo; Fajar Nur Ramadhan Winandi; Helena Yarra Lanera Pandia
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10201

Abstract

Abstrak: Internet di era Revolusi Industri 4.0 telah meningkatkan mobilitas pergerakan manusia melewati batas-batas negara. Sejak awal kehadirannya, pengguna internet di seluruh dunia terus meningkat tiap tahunnya. Meningkatnya pengguna internet tersebut membawa dampak negatif yaitu adanya penyalahgunaan internet untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cybercrime). Dalam perkembangannya cybercrime telah menjadi kejahatan transnational, sehingga diperlukan harmonisasi kebijakan dan kerjasama antar Negara dalam masalah hukum pidana guna saling memberikan bantuan dalam menanggulangi cybercrime transnational. Mutual Legal Assistance (MLA) merupakan mekanisme bantuan hukum secara formal sekaligus kerjasama internasional dalam penegakkan hukum pidana. Namun secara faktual pelaksanaan MLA khususnya di Indonesia, dalam menanggulangi cybercrime transnational masih terdapat banyak permasalahan baik internal (dalam negeri) maupun eksternal (luar negeri). Berdasarkan problematika diatas, penulis menggagas Reformulasi Sistem MLA melalui Elaboration Law Concept sebagai upaya penanggulangan cybercrime transnational di era revolusi industri 4.0. Dalam karya tulis ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.Kata Kunci: Cybercrime Transnational; Mutual Legal Assistance;
PEMOTONGAN UPAH DAN ASURANSI PEER-TO-PEER LENDING UNTUK MELINDUNGI KREDITUR DALAM MEWUJUDKAN AKSESIBILITAS KREDIT MASYARAKAT Dimas Almansyah; I Gusti Agung Indiana R; Dwi Cahyani Putri
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10202

Abstract

Abstrak:Perkembangan teknologi beberapa tahun terakhir telah melatarbelakangi terciptanya suatu sistem layanan keuangan berbasis teknologi informasi. Salah satu layanan yang muncul di era Industri 4.0 ini adalah layanan kredit Peer-toPeer Lending (selanjutnya disebut “P2P Lending”). Kemudahan peminjaman dana dan syarat administrasi yang jauh lebih mudah dibandingkan kredit di lembaga keuangan lainnya menjadi alasan dari meningkatnya popularitas layanan ini. Akan tetapi, isu penting yang perlu disoroti terkait P2P Lending adalah minimnya perlindungan terhadap Kreditur selaku pemberi pinjaman. Hal mengakibatkan  menurunnya minat Kreditur untuk memberikan pinjaman, yang mana akan menghambat aksesibilitas kredit. Penulis menyimpulkan bahwa suatu skema penjaminan baru dalam P2P Lending dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Karya tulis ini memberikan analisis terhadap dua poin penting. Pertama, terhadap mekanisme penjaminan yang saat ini berlaku dalam P2P Lending dan dampak  yang mungkin timbul dari sistem penjaminan tersebut. Kedua, penjelasan dan implementasi terkait skema Pemotongan Upah dan Asuransi yang biasa digunakan oleh Bank untuk diimplementasi dalam penjaminan P2P Lending.Kata Kunci: Asuransi; P2P Lending; Pemotongan Upah; Perlindungan Kreditur; 
PENENTUAN KEWAJIBAN KUOTA 30% PEREMPUAN DALAM CALON LEGISLATIF SEBAGAI UPAYA AFFIRMATIVE ACTION Hasriani Hamid
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10203

Abstract

Abstrak:Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak kodratia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. HAM mengajarkan bagaimana penyamaan hak dan kewajiban setiap orang tanpa adanya pengecualian. Ketentuan mengenai kuota wajib 30% perempuan dalam calon legislatif merupakan wujud nyata dari persamaan golongan sehingga hak-hak perempuan tidak lagi dikesampingkan dengan adanya affirmative action tersebut. Aturan hukum yang mengatur hal tersebut dapat dilihat dalam UUD NRI TAHUN 1945 dan UU Pemilu yang menjadi payung hukum sebagai jaminan ruang untuk perempuan ikut serta di dalam proses berbangsa dan bernegara. Tujuan penulisan ini yakni untuk menganalisis penerapan terkait affirmative action di Indonesia dan dampaknya. Adapun metode yang digunakan yakni metode deskriptif guna menghasilkan data yang bersifat kualitatif. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwasanya hingga saat ini penentuan mengenai kuota wajib 30% sangat sulit untuk direalisasikam dikarenakan beberapa faktor, namun hal ini akan terus diupayakan agar apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Kata Kunci: Hak Asasi Manusia; Affirmative Action; Keterwakilan Wanita; 
PENGUATAN REGULATORY SANDBOX DAN SCORING SYSTEM DALAM PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN PADA PEER - TO - PEER LENDING Masda Greisyes Nababan; Siti Salwa Sastra Maria; Masha Prisha Putri Deristiandra
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10204

Abstract

Abstrak:Financial Technology (Fintech) merupakan penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, dan/atau model bisnis baru yang berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. Karya Tulis Ilmiah Ini membahas serta mengkaji mengenai sistem pengawasan yang diterapkan dalam penyelenggaraan Fintech, khususnya Fintech Peer to Peer Lending melalui uji coba dengan menggunakan instrumen Regulatory Sandbox bagi penyelenggara Fintech dan Scoring System bagi calon nasabah peminjam dana. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan yaitu metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, yang ditunjang dengan metode yuridis sosiologis dengan data primer. Pendekatan yang digunakan adalah konseptual dan perundang-undangan. Uji Coba terhadap Regulatory Sandbox dan Scoring System yang ada pada saat ini masih memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki apabila tidak diperbaiki akan berdampak pada meningkatnya angka NonPerforming Loan dan akan mengganggu sistem keuangan yang ada. Perbaikan yang dilakukan perlu diperkuat dengan adanya regulasi, dengan cara melakukan revisi atas regulasi yang telah ada. Kata Kunci: Regulatory Sandbox; Scoring System; Peer to Peer Lending 
MODEL REGULASI FINANCIAL TECHNOLOGY SYARIAH DALAM KERANGKA HUKUM INDONESIA: STUDI PERBANDINGAN MALAYSIA DAN INGGRIS Maulana Reyza Alfaris; Muhammad Waliyam Mursida; Moch. Irfan Dwi Syahroni
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10208

Abstract

Abstrak:Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, Indonesia mempunyai peluang pengembangan fintech syariah. Layanan jasa keuangan berprinsip syariah melalui sistem elektronik dengan jaringan internet. Namun, hanya tiga fintech syariah yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari 55 pelaku fintech yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). Minimnya regulasi fintech syariah dan tidak adanya lembaga khusus yang mengawasi pergerakan fintech syariah menjadi hambatan. Artikel ini membandingkan pengelolaan fintech di Malaysia dan Inggris. Malaysia, mampu menangani dan menciptakan kondisi fintech syariah yang kolaboratif melalui regulasi serta adanya lembaga khusus yang spesifik mendukung dan memfasilitasi industri fintech syariah. Inggris memiliki regulasi fintech yang efisien, transparan serta regulator yang telah berpengaruh di dunia. Indonesia dapat berpedoman pada kedua Negara ini dalam mengembangkan fintech syariah. Model fintech syariah yang diperlukan dalam kerangka hukum Indonesia adalah pembentukan regulasi yang komprehensif dan pembentukan Komite Nasional Fintech Syariah (KNFS) sebagai departemen khusus fintech syariah di Indonesia.Kata Kunci: Fintech Syariah; Regulasi; Lembaga Khusus 
OPTIMALISASI SISTEM LAYANAN PENGADILAN BERBASIS ELEKTRONIK GUNA MENJAMIN KETERBUKAAN INFORMASI MENUJU PERADILAN YANG MODERN Muhamad Edo Khoirul Majid; Naura Hafiza Ainayyah; Naila Amrina
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10209

Abstract

AbstrakTeknologi di era revolusi industri 4.0 menyebabkan penggunaan teknologi informasi menjadi kebutuhan utama. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, Mahkamah Agung melakukan pembenahan administrasi peradilan yang salah satunya diimplementasikan pada layanan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dan Electronic Court (E-Court). Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi dalam mengoptimalkan sistem layanan pengadilan berbasis elektronik guna menjamin keterbukan informasi menuju peradilan yang modern. Metode penulisan yang digunakan adalah metode legal research, berupa peraturan perundang–undangan, buku, jurnal, dan publikasi bereputasi mutakhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama, berdasarkan perspektif hukum SIPP dan E-Court dalam sistem layanan pengadilan berbasis elektronik di Indonesia belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Kedua, strategi untuk mengoptimalkan sistem layanan pengadilan berbasis elektronik guna menjamin keterbukaan informasi yang dilakukan dengan upaya sebagai berikut: (1) penguatan sumber daya manusai melalui pelatihan yang berkala dan terintegrasi; (2) pemberian fasiltias coaching bagi pihak yang berpekara; dan (3) pengintegrasian sistem SIPP dan ECourt menjadi satu pintu. Kata kunci: Media Elektronik; Pelayanan Publik; Revolusi Industri 4.; Sistem 
RESPONSIVE LAW SYSTEM OF FINANCIAL TECHNOLOGY : UPAYA REKONSTRUKSI KONSEP PENYELESAIAN SENGKETA P EER - TO - PEER LE NDING Nabila Aulia Rahma; Adi Fauzanto; Keri Pranata
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10210

Abstract

Abstrak:Revolusi Industri 4.0 telah memberi dampak serius terhadap Indonesia. Salah satunya adalah pemanfaatan Financial Technology (Fintech) yang merupakan strategi dalam menjawab tantangan keuangan inklusif, yang diwujudkan melalui akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Melihat kinerja dan regulasi yang telah diterbitkan oleh pemerintah dan OJK terhadap perkembangan Fintech, nampaknya belum cukup. Hal tersebut bisa dicermati dari adanya problemproblem dalam mengaplikasikan fintech di lapangan,yaitu: adanya entitas Fintech P2P Lending Ilegal, suku bunga yang tinggi dan penagihan secara intimidatif terhadap konsumen. Sehingga, diperlukan rekonstuksi pengaturan dalam pengawasan, perlindungan para pihak hingga penyelesaian sengketa bagi pengguna fintech. Penelitian yang kami gunakan adalah yuridis normatif dan empiris yang nantinya memuat:Pertama, sinergitas sebagai peran antar elemen dalam menjalankan fungsinya terhadap pengaturan dan pengawasan Fintech. Kedua adalah hasil dari sinergitas stakeholders yaitu rekonstuksi pengaturan Fintech Ilegal. Terakhir adalah perlindungan konsumen, dengan merancang empat pilar yaitu infrastruktur, regulasi pengawasan market conduct, edukasi dan komunikasi. Kata Kunci: Financial Technology; Inovasi Disruptif; OJK; Pinjaman Online; P2P Lending Ilegal.
REVITALISASI PENGATURAN PENANGANAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PROSES PERKARA PIDANA DI INDONESIA Rizki Zakariya; Yogi Prastia; Siti Ismaya
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10211

Abstract

AbstrakRevolusi industri 4.0 merupakan awal masuknya digitalisasi pada berbagai bidang kehidupan manusia, yang diikuti berkembangnya kejahatan dan alat bukti jenis baru. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik telah mengatur mengenai penghukuman terhadap kejahatan siber dan pengakuan bukti elektronik. Hal ini berbeda dengan bukti-bukti non-elektronik, karena mudah diubah dan dimanipulasi. Tujuan penelitian ini yakni: Pertama, menguraikan dan menganalisis penanganan bukti elektronik dalam hukum proses perkara pidana di Indonesia. Kedua, menguraikan dan menganalisis urgensi penanganan bukti elektronik oleh aparat penegak hukum disesuaikan dengan ISO 27037 tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif yang menunjukan bahwa pengaturan penanganan bukti elektronik saat ini tidak komprehensif untuk menjaga keutuhan bukti elektronik, sehingga penulis merekomendasikan revitalisasi penanganan bukti elektronik dengan mengacu pada International Organization for Standardization (ISO) 27037 yang dapat diterapkan di Indonesia. Kata Kunci: Revitalisasi; Penanganan Bukti Elektronik; Komprehensif, ISO 27037.
KOMISI PENGELOLA DANA JAMINAN REKLAMASI DALAM UPAYA PEMULIHAN WILAYAH BEKAS TAMBANG BATU BARA Rizqa Ananda Hanapi; Husnul Khatimah Ahmad; Ririn Aswandi
Jurnal Legislatif VOLUME 3 NOMOR 1 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v3i1.10212

Abstract

Abstrak:Demi mengurangi dampak negatif dari kegiatan pertambangan, perlu dilakukan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang. Berbagai peraturan perundangundangan menjadi dasar hukum mengenai pertambangan serta pelaksanaan reklamasinya. Perusahaan diwajibkan melakukan reklamasi pada wilayah bekas tambang. Perusahaan juga diwajibkan memberikan uang jaminan kepada pemerintah, agar apabila perusahaan tidak melakukan reklamasi maka uang jaminan tersebut digunakan pemerintah untuk melaksanakan reklamasi terhadap lubang galian tambang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban korporasi terhadap pemulihan bekas tambang batu bara dan untuk merumuskan prinsip restorative justice melalu komisi pengelola dana jaminan reklamasi dalam upaya pemulihan bekas tambang batu bara. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan dan pendekatan kasus. Adapun kesimpulannya: Pertama, pertanggungjawaban korporasi dalam pemulihan bekas tambang batu bara belum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan Kedua, dibutuhkan sebuah komisi independen dan bersifat ad hoc untuk mengelola dana jaminan reklamasi yang bertujuan memulihkan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat di wilayah bekas pertambangan.Kata Kunci: Restorative Justice; Komisi Pengelola Dana Jaminan; Perdagangan Orang; 
FORMULASI KONSEP SINGLE PRESIDENTIAL TRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA M.Rizky Andika Pratama Putra Effendhy; Moh Haris Lesmana
Jurnal Legislatif VOLUME 2 NOMOR 2 2019
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v2i2.10216

Abstract

Abstrak:Sebelum pelaksanaan pemilu 2014, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mengeluarkan Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pelaksanaan pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada pemilu 2019 dan pemilu seterusnya. Sejalan dengan hal tersebut, DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana pemilu tahun 2019 akan diselenggarakan secara serentak. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 167 Angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Persoalan hukum yang terjadi adalah ketika pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia masih mempertahankan ketentuan presidential threshold bagi partai politik untuk mengusungkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Penggunaan presidential threshold sebagai syarat pencalonan dinilai sudah tidak relevan pada pelaksanaan pemilu serentak karena tidak ada patokan yang jelas. Selain itu Pengaturan presidential threshold berdasarkan hasil pemilu sebelumnya akan menghilangkan kesempatan hak politik partai baru peserta pemilu serentak untuk mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga pengaplikasian single presidential treshold dalam pemilu serentak penting untuk dilakukan.Kata Kunci: Single Presidential Threshold, Pemilu Serentak, Sistem Presidensial.