cover
Contact Name
Fitrah Marinda
Contact Email
jurnal.legislatif@gmail.com
Phone
+6281256860522
Journal Mail Official
jurnal.legislatif@gmail.com
Editorial Address
https://journal.unhas.ac.id/index.php/jhl/about/editorialTeam
Location
Kota makassar,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Legislatif
Published by Universitas Hasanuddin
Core Subject : Social,
Tujuan junal ini adalah untuk menyediakan tempat bagi mahasiswa hukum seluruh indonesia untuk menerbitkan artikel yang dibuat original (asli) bukan saduran maupun terjemahan. Ruang Lingkup artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini membahas terkait Isu Hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 68 Documents
Rencana Pelarangan Penggunaan Air Tanah di DKI Jakarta : Benturan Antara Kepentingan Pemerintah Dengan Hak Masyarakat Daniel Yonatan; Immanuel Parulian Setiadi; Kevin Bryan Simon Rompas
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 1 2021
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Currently Jakarta’s regional government is planning a regulation regarding the prohibition of groundwater use for its residents. This is caused by the fact that the land’s surface in Jakarta experiences a continuous derivation. On the other hand, Jakarta’s residents still have a very high dependence on groundwater, either to fulfil household or industrial needs. This causes a conflict of interest between the government’s attempt to protect the environment and residents’ ground water needs. The constitution stipulates that water and natural resources are used as much as possible for the welfare of the people so that the prohibition on the use of groundwater in Jakarta should actually take into account the water rights of people which are guaranteed by the constitution. The efforts to distribute piped water evenly as a substitute for groundwater are often deadlocked, it will also be seen on how Mexico and Kenya also have problems regarding groundwater overcome this problem, where these countries implement a licensing and monitoring system that restricted the use of groundwater, which can be applied while the installation of piped water to 100% of Jakarta area is completed. The method used in this research is a normative research method using secondary data. Keywords: Conflict of Interest; Government's interest; Ground Water; Right of Water. Abstrak Saat ini pemerintah daerah Jakarta sedang merencanakan regulasi perihal pelarangan penggunaan air tanah bagi penduduk Jakarta. Pelarangan ini dilatar belakangi oleh fakta bahwa permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan terus-menerus setiap tahunnya. Di sisi lain masih banyak penduduk daerah Jakarta yang menggunakan air tanah sebagai sumber air utama baik untuk menunjang kebutuhan rumah tangga atau kebutuhan industri. Konstitusi menegaskan bahwa air dan sumber daya alam dipergunakan sebesar- besarnya demi kemakmuran rakyat, sehingga pelarangan penggunaan air tanah di jakarta ini sejatinya harus secara hati-hati memperhatikan hak air yang dimiliki rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Hal ini menyebabkan timbul benturan antar kepentingan antara kepentingan pemerintah daerah dalam melindungi lingkungan dengan kebutuhan warga akan air tanah. Usaha untuk menyalurkan air pipa secara merata sebagai pengganti air juga sering kali menemui titik buntu, daripada hal itu dapat diterapkan pengaturan di negara Meksiko dan Kenya sebagai negara yang mengalami masalah yang sama sebagai suatu solusi. Kedua negara tersebut mengatasi permasalahan ini dengan menerapkan sistem perizinan dan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan air tanah. Solusi tersebut dapat diaplikasikan sembari menunggu proses instalasi air pipa merata 100% wilayah Jakarta. Metode yang digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  metode  penelitian  secara  yuridis  normatif  yang menggunakan sumber data kepustakaan sekunder. Kata Kunci: Air Tanah; Benturan Kepentingan; Hak atas Air; Kepentingan Pemerintah.
Reformulasi Pengaturan Anti Eco-SLAPP dalam Konflik Pertambangan Mohammad Vieri Azuri; Muhammad Alfitras Tavares; Stanislaus Demokrasi Sandyawan
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 1 2021
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Everyone who participates in fighting for the environment should be protected from the threat of criminal prosecution and civil lawsuits as regulated in Article 66 of the UUPPLH. However, public participation is often reduced because of many efforts to prevent public participation with the Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), which is a strategic action through the courts to eliminate public participation. In a democracy, public participation in development is important and essential. Lack of participation or representation of local communities is one of the driving factors and triggers for conflict. Conflicts that occur in the management of natural resources in the end become counterproductive to development goals. Several laws often trigger conflict with their use in SLAPP cases. Throughout 2020 there were 45 mining conflicts: 8 were cases of criminalization of people who refuse to mine. At the beginning of its development, Pring and Canan defined SLAPP as a lawsuit filed against people who participated in government and resulted in a reduced level of public participation in the future. The government should protect the people from SLAPP more comprehensively and establish necessary judicial mechanisms to ensure the fulfillment of freedom of speech, especially in the context of mining conflict. Keywords: Mining Conflict; Public Participation; SLAPP. Abstrak Seharusnya setiap orang yang berpartisipasi memperjuangkan lingkungan hidup, mendapatkan perlindungan dari ancaman tuntutan pidana maupun gugatan perdata sesuai yang diatur dalam Pasal 66 UUPPLH. Namun partisipasi publik terkadang direduksi karena banyaknya upaya dalam menghalangi partisipasi publik dengan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), yaitu merupakan suatu tindakan strategis melalui pengadilan untuk menghilangkan partisipasi publik. Dalam suatu negara demokrasi, partisipasi publik dalam pembangunan merupakan hal yang penting dan esensial. Kurangnya partisipasi atau representasi masyarakat lokal merupakan salah satu faktor pendorong dan pemicu terjadinya konflik. Konflik yang terjadi pada pengelolaan SDA pada akhirnya menjadi kontraproduktif dari tujuan pembangunan. Beberapa undang-undang kerap menjadi pemicu konflik dengan penggunaannya pada kasus SLAPP. Sepanjang tahun 2020 terdapat 45 konflik pertambangan, di mana 8 diantaranya merupakan kasus kriminalisasi warga penolak tambang. Dalam awal perkembangannya, Pring dan Canan mendefinisikan SLAPP sebagai gugatan yang diajukan terhadap masyarakat yang turut serta dalam pemerintahan dan berakibat pada berkurangnya tingkat partisipasi publik di kemudian hari. Pemerintah perlu mengatur perlindungan dari SLAPP dengan lebih komprehensif serta mekanisme peradilan yang tepat agar hak-hak pejuang lingkungan hidup, khususnya dalam konflik pertambangan, dapat lebih terjamin. Kata Kunci: Konflik Pertambangan; Partisipasi Publik; SLAPP.
Anti-SLAPP : Meninjau Kembali Mekanisme Perlindungan Pejuang Lingkungan Hidup Nadya Zahra Aulia; Alya Zafira; Regina Margarettha
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 1 2021
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Publics' rights to a good and healthy environment are protected by the state. As a result, no one should be denied the right to speak, expressions, or criticisms about environmental issues. Instead of protecting, the trend of criminalizing and suing people who defend human rights and the environment is increasing, or is typical of a strategic lawsuit against public participation (SLAPP). Alas, the mechanism to combat SLAPP has yet to be incorporated into the legislation. This paper will examine how SLAPP criteria should be written into laws and regulations, as well as how SLAPP cases should be proceed. This study employs a descriptive-qualitative method in the form of a juridical-normative study. The data were gathered from library materials or secondary sources. According to the findings of this study, an Anti-SLAPP implementing regulation in the form of a Minister of Forestry and Environment Regulation and an Anti-SLAPP procedural law regulation are required. To maximize its application in Indonesia, several steps must be taken, including socialization and education, cooperation among law enforcement officers, the development of a national action plan in collaboration with other stakeholders, clear definitions and criteria for Anti-SLAPP in laws and regulations, and, finally, good procedural law enforcement so that environmental activists do not have to go through a trial process and be burdened with provincial sanctions. Keywords : Eco SLAPP; Environmental Law Enforcement; Right of Access to Public Participation. Abstrak Negara menjamin hak warga negara terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam melaksanakan hal tersebut, tidak boleh ada orang yang dirampas haknya atas penyampaian pendapat, ekspresi, atau kritik terkait permasalahan lingkungan. Alih-alih melindungi, tren untuk mengkriminalisasi dan menggugat masyarakat yang membela kepentingan HAM dan lingkungan terus meningkat atau tipikal dari strategic lawsuit against public participation (SLAPP). Sayangnya, mekanisme melawan SLAPP belum dapat terimplementasikan dalam susunan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, tulisan ini akan menganalisis bagaimana kriteria SLAPP sebaiknya disusun dalam peraturan perundang-undangan, dan bagaimana proses beracara dalam penanganan perkara SLAPP. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan metode deskriptif—kualitatif. Data dalam penelitian ini diambil dengan bahan pustaka atau data sekunder. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa penting diterbitkannya peraturan pelaksana Anti-SLAPP berupa Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan pengaturan hukum acara Anti-SLAPP. Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan penerapannya di Indonesia, yakni sosialisasi dan edukasi, kerja sama antar aparat penegak hukum, pembuatan rencana aksi nasional bersama dengan stakeholder lainnya, definisi dan kriteria yang jelas mengenai Anti-SLAPP di dalam peraturan perundang-undangan, dan yang terakhir, perlu adanya penegakan hukum acara yang baik agar pejuang lingkungan tidak perlu melalui proses persidangan dan dibebani pembuktian bahwa dirinya adalah korban SLAPP. Kata Kunci: Eco SLAPP; Hak Akses Partisipasi Publik; Penegakan Hukum Lingkungan.
Kedudukan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Ervin Nugrohosudin
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 2 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v5i2.21002

Abstract

Jakarta sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan memiliki Beban ganda yang menyebabkan kinerja sebagai ibu kota tidak berjalan secara optimal. Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara akan berimplikasi berubahnya struktur penyelenggaraan pemerintahan pada ibu kota yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa tugas, fungsi dan wewenang kepala otorita dan bagaimana Kedudukan Kepala Otorita berdasarkan UU IKN. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian normative, yaitu metode penelitian yang menitikberatkan penelitian kepada kajian norma hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 disebutkan bahwa Otorita Ibu Kota Nusantara bertugas untuk melakukan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nuasantara, dan pengembangan Ibu Kota Nusantara serta Daerah Mitra. kedudukan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah sejajar dengan menteri. hal ini karena pada proses pengangkatan dan pemberhentiannnya berdasarkan kewenangan presiden dengan melakukan konsultasi dengan DPR. Adanya sistem pemerintahan yang baru dengan dibentuknya Otorita Ibu Kota Nusantara, dengan Kepala Otorita sebagai pemimpin tertinggi Otorita Ibu Kota Nusantara tersebut, maka diharapkan dapat terbentuk tata pemerintahan yang visioner dan membawa perubahan pada Ibu Kota Negara yang baru. Kata Kunci: Ibu Kota Nusantara; Kepala Otorita; Undang-Undang IKN.
Konstitusionalitas Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 Abdhy Siagian; Habib Ferian Fajar; Rozin Falih Alify
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 2 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v5i2.21026

Abstract

Pemilu merupakan sarana sebuah negara dalam menjalankan sistem demokrasi. Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. Hal ini sesungguhnya telah dijelaskan didalam konstitusi negara Republik Indonesia Tahun 1945. Munculnya wacana penundaan Pemilu ini sesungguhnya akan menyebabkan negara kehilangan kualitas dari satu-satunya produk reformasi, yaitu demokrasi. Jika penundaan Pemilu tetap dilaksanakan maka akan berimplikasi pada otoriternya pemerintah dan abuse of power. Penelitian ini akan membahas persoalan yang muncul jika pelaksanaan Pemilu mengalami penundaan dan sejauh mana benturan terhadap konstitusi. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan metode deskriptif-kualitatif. Data dalam penelitian ini diambil dengan bahan primer yaitu peraturan perundang-undangan dan bahan sekunder berupa pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Pemilu merupakan sesuatu yang esensial yang mana pelaksanaannya harus digelarkan, jika terjadi penundaan Pemilu akan bertentangan dengan Pasal 7 Jo 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia merupakan negara demokrasi, maka salah satu indikator dalam negara demokrasi adalah terjadinya rotasi kekuasaan yang pelaksanaanya digelar melalui pelaksanaan Pemilu. Artinya, konsep demokrasi yang ideal salah satunya haruslah memenuhi prinsip Pemilu yang diselenggarakan secara periodik dan adanya rotasi kekuasaan. Hal ini kemudian menjadikan isu penundaan Pemilu bertentangan dengan prinsip demokrasi. Kata Kunci: demokrasi; konstitusionalitas; pemilihan umum.  
Green Economy: Bentuk Pengoptimalan Konsep Forest City dalam Rencana Pembangunan Ibu Kota Negara Muh. Ichwan; Ulfa Reskiani; Andi Ainun Nurul Fitri Makmur
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 2 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v5i2.21100

Abstract

Isu lingkungan menjadi salah satu perhatian utama khususnya dalam pembangunan ibu kota negara (IKN) dimana pembangunan ibu kota negara diprediksi berpotensi berdampak pada aspek lingkungan. Dalam mendukung kelestarian lingkungan, pembangunan ibu kota negara (IKN) didasarkan pada prinsip mendesain sesuai kondisi alam dan rendah emisi karbon dengan menggunakan konsep forest city. Pada dasarnya, konsep forest city yang direncanakan untuk dilakukan oleh pemerintah sudah memperhatikan sisi lingkungan hidup, namun dalam pelaksanaannya haruslah sesuai atau berbasis pada panduan kota hijau Indonesia yang mensyaratkan delapan indikator dalam mewujudkan kota hijau, sehingga untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan konsep forest city, maka konsep tersebut diperkaya dengan konsep green economy. Konsep green economy menumbuhkan ekonomi dengan cara yang bermanfaat (bukan pengorbanan), berkeadilan sosial dan ramah lingkungan, serta mempromosikan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan dalam jangka panjang. Dengan demikian, penerapan konsep forest city dengan diperkaya oleh konsep green economy akan menjadikan hutan ibu kota negara (IKN) tetap dapat dipertahankan dan dijaga secara signifikan sekaligus dapat memperbaiki kerusakan lingkungan. Kata Kunci: Ibu Kota Negara (IKN); konsep forest city; pembangunan; konsep green economy.
Rezim Executive Heavy dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Ibu Kota Nusantara Khulaifi Hamdani; Ulvi Wulan
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 2 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v5i2.21349

Abstract

Badan Otorita Ibu Kota Nusantara adalah lembaga setingkat kementerian yang berwenang sebagai pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Atas dasar kekhususannya, membuat badan otorita sebagai pusat tunggal kekuasaaan yang tidak mencerminkan prinsip trias politica. Tidak terciptanya check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Ibu Kota Nusantara berpotensi menciptakan rezim executive heavy. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif sehingga mampu mempreskriptifkan apakah penyelenggaraan pemerintahan daerah Ibu Kota Nusantara lahir dengan semangat presidensial atau executive heavy karena tidak terwujudnya check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan historis dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara memiliki kesamaan dengan penyelenggaraan pemerintahan pada masa Orde Baru. Mulai dari tidak adanya batas kepala dan wakil kepala otorita dapat memegang jabatan yang sama hingga tidak adanya badan legislatif yang akan menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perlu adanya rekonstruksi kewenangan badan otorita, yakni penyelenggaraan pemerintahan daerah dipegang oleh Gubernur dan Wakil Gubernur yang dibarengi dengan hadirnya DPRD. Badan otorita hanya berwenang sebagai pelaksana kegiatan persiapan hingga pemindahan Ibu Kota Negara saja. Kata Kunci: Badan Otorita; Check and Balances; Executive Heavy; Pemerintahan Daerah; Trias Politica.
Karantina Wilayah/Lockdown Saat Kasus Covid-19 Meningkat: Kealpaan Pemenuhan Asas Proporsionalitas Pembatasan HAM Ebby Ramdhani Syahri Wijaya Syahrir Abdullah; Winda Sari; Ahmad Taufiq
Jurnal Legislatif VOLUME 5 NOMOR 2 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v5i2.21393

Abstract

Penanganan Coronavirus Disease 2019 yang selanjutnya disebut Covid-19 merupakan bentuk upaya penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM yang berpotensi terdegradasi di tengah pandemi Covid-19 adalah hak sipil dan politik (SIPOL) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya (EKOSOB) yang dijamin dalam BAB XA Pasal 28A-28J UUD NRI Tahun 1945. Kendatipun penanganan tersebut diadakan di tengah kedaruratan (Public Emergency), sepatutnya dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dan memperhatikan keseimbangan dalam masyarakat. Pembatasan dan pengurangan hak, harus simultan dengan asas proporsionalitas. Adapun metode penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif dipahami sebagai penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karantina wilayah atau lockdown tidak relevan lagi untuk diterapkan apabila kasus Covid-19 kembali meningkat, mengingat perbedaan kondisi di awal penyebaran dan adanya upaya alternatif lain yang bisa ditempuh sebab apabila karantina wilayah tetap menjadi solusi maka ini tidak sejalan dengan prinsip proporsionalitas dalam pembatasan HAM. Kata Kunci: karantina wilayah; pembatasan HAM; proporsionalitas.
PRAKTIK NEGARAISASI TANAH MELALUI PEMBENTUKAN BADAN BANK TANAH: STUDI KONSTRUKTIF TEORI NEGARA KESEJAHTERAAN Muhammad Aswar Basri
Jurnal Legislatif VOLUME 6 NOMOR 1 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v6i1.23448

Abstract

Bank tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah. Saat ini, substansi mengenai Bank Tanah diatur dalam Pasal 125 - 135 Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah. Badan tersebut berfungsi untuk melaksanakan perencanaan, pengolahan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah. Bagi negara, bank tanah akan melengkapi kebijakan masalah tanah. Namun, konsepsi ini terkesan berpotensi untuk menghidupkan kembali asas domein verklaring sebagaimana telah dihapus dengan hadirnya UUPA. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang merupakan suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum bank tanah ini. Adapun dalam tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan kinerja dan tujuan badan bank tanah di Indonesia merupakan suatu urgensi tersendiri sebagai wadah penyedia tanah untuk kepentingan umum dan kepentingan usaha, tetapi bersifat kontradiktif apabila dikonstruksikan dengan teori negara kesejahteraan karena merujuk pada timbulnya konflik agraria dan lingkungan yang merugikan masyarakat. Untuk itu, masih perlu perbaikan regulasi lebih lanjut dengan tetap melibatkan pertimbangan daerah secara mandiri untuk turut serta terlibat dalam mekanisme kerja badan bank tanah ini serta perbaikan substansi yang memuat kejelasan mekanisme penghimpunan tanah dan kejelasan status hukum institusi bank tanah tersebut. Kata Kunci: Bank Tanah; Negaraisasi; Teori Negara Kesejahteraan.  
MENELISIK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DALAM PERSPEKTIF POLITIK HUKUM NASIONAL PASCA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA aditama candra kusuma; Tegar Gempa Nusantara; Ni Wayan Widya Pratiwi
Jurnal Legislatif VOLUME 6 NOMOR 1 2022
Publisher : UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jl.v6i1.23754

Abstract

Pada 2020 terjadi Pandemi Covid-19 yang berdampak besar bagi Indonesia. Salah satu permasalahan yang menjadi sorotan kala itu adalah banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh berbagai perusahaan terhadap karyawannya. Pada situasi yang demikian terjadi pemutusan hubungan kerja yang dikeluarkan oleh PT Indomarco Adi Prima, yang dimana terjadi pemutusan hubungan kerja ini hanya melibatkan satu pihak saja tanpa adanya karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Undang-Undang Cipta Kerja terhadap kasus pemutusan hubungan kerja karyawan PT Indomarco Adi Prima dan mengetahui keterlibatan elemen pemerintah terhadap pengaturan kebijakan perancangan Undang-Undang ditinjau dari politik hukum nasional. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan studi kasus. Teknik analisis data secara kualitatif disajikan secara deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi Undang-Undang Cipta Kerja terhadap kasus kasus pemutusan hubungan kerja karyawan PT Indomarco Adi Prima masih kurang efektif dan harus menjadi bahan evaluasi dalam pemberlakuannya. Kata Kunci: Kebijakan;Pemutusan; Pemerintah Hubungan Kerja.