cover
Contact Name
Rusdi
Contact Email
rusdi@itkeswhs.ac.id
Phone
+6281243772756
Journal Mail Official
jurnalkeperawatanwiyata@itkeswhs.ac.id
Editorial Address
Jalan Kadrie Oening No.77 Kelurahan Air Hitam, Samarinda Ulu, Kota Samarinda
Location
Kota samarinda,
Kalimantan timur
INDONESIA
Jurnal Keperawatan Wiyata
ISSN : 27744558     EISSN : 27749789     DOI : 10.35728
Core Subject : Health,
Jurnal Keperawatan Wiyata diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Institut Teknologi Kesehatan dan Sains (ITKES) Wiyata Husada Samarinda sebagai terbitan berkala ilmiah yang menyajikan informasi dan analisis persoalan dibidang kesehatan. Redaksi menerima karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel, termasuk ide-ide pengembanan dibidang kesehatan. karena itu redaksi mengundang para akademisi, praktisi, para pakar dibidang keperawatan, Dosen untuk menuangkan gagasan, ide-ide dan hasil penelitian yang dilakukan secara tanggung jawab. Redaksi berhak untuk menyingkat dan memperbaiki karangan yang dimasukan sepanjang tidak merubah tujuan isinya. Redaksi juga berhak untuk tidak menerbitkan karangan apabila dipandang tidak sesuai dengan scope jurnal keperawatan wiyata
Articles 40 Documents
KORELASI ANTARA ASPEK PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL DENGAN PENYAPIHAN DINI PADA ANAK USIA BADUTA Ayu Lestari Manullang; Sumiati Sinaga; Anik Puji Rahayu
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 2 No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.432 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v2i1.597

Abstract

Latar Belakang : Pemutusan pemberian ASI secara dini sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan status kesehatan anak di masa depan. Ada kemungkinan proses penyapihan dini akan berpengaruh terhadap sistem cerna bayi yang belum siap, penyerapan nutrisi yang lebih sedikit, peningkatan berat badan berlebih dan resiko infeksi. Belum ada yang tahu kapan waktu yang tepat untuk mulai berhenti menyusui, namun ada baiknya dalam menekan turunnya angka kesakitan dan kematian bayi pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun dilakukan. Ibu yang berhenti memberikan ASI sebelum waktunya, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kesehatan fisik ibu dan bayi, psikologis, sosial dan spiritual. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui aspek psikososial dan spiritual ibu yang melakukan penyapihan dini pada anak usia baduta Tujuan : untuk mengetahui korelasi antara aspek psikososial dan spiritual dengan penyapihan dini pada anak usia baduta. Metode : penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 122 responden yang didapatkan menggunakan Simple Random Sampling dan pemberian kuesioner yang datanya di analisis dengan menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil : penelitian ini menunjukkan Ada korelasi yang bermakna (pvalue ­=0.000) dan sangat kuat (r=0.912) antara aspek psikososial dengan penyapihan dini pada anak usia baduta, sedangkan korelasi antara aspek spiritual dengan penyapihan dini ada korelasi bermakna (pvalue ­=0.009) namun berkekuatan lemah (r=0.236). Kesimpulan : semakin baik nilai aspek psikososial dan spiritual seorang ibu saat menyusui maka akan semakin menurunkan tingkat penyapihan dini pada anak usia baduta.
Korelasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada Penderita Kanker Di Rumah Singgah Komunitas Support kanker Maria Yakolina Hurai; abdurrahman .
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.736 KB)

Abstract

Latar belakang Dampak yang ditimbulkan dari kanker perubahan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual yang menyebabkan penurunan kualitas tidur pasien kanker. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur adalah gangguan depresi, kecemasan, kelelahan, nyeri. Tujuan Menganalisi arah korelasi antara faktor dengan kualitas tidur penderita kanker. Metodologi Desain penelitian menggunakan korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Teknik sampling menggunakan Non-probability dengan Consecutive sampling dan sampel 35 responden dengan kriteria eksklusi pasien kanker wanita dan pria, pasien yang menjalani terapi rawat jalan, pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan kesadaran. Intrumen yang digunakan kuesioner PSQI, BPI, HARS, BDI, FSS, dengan menggunaka uji Pearson. Hasil Hasil korelasi uji Pearson kualitas tidur dengan nyeri (p value = 0,05, r = 0,467); Depresi (p value = 0,000, r = 0,631); Kelelahan (p value =0,007, r = 0,447); kecemasan (p value = 0,905, r = -0,21). Kesimpulan Terdapat korelasi positif dari nyeri, depresi dan kelelahan dengan kekuatan kuat (depresi) dan kekuatan sedang (nyeri dan kelelahan), maka faktor nyeri, kecemasan, depresi dan kelelahan dikatakan baik maka kualitas tidurnya pun baik. Saran Meningkatkan kualitas tidur pasien kanker dapat dilakukan dengan mengkontrol faktor yang berkorelasi dan berusaha membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Literature Review : Efektivitas Terapi Non Farmakologi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien End Stage Renal Disease Yang Menjalani Hemodialisis Nurul Pradita; Kiki Hardiansyah Safitri
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (756.088 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v1i1.303

Abstract

Literature Review : Efektivitas Terapi Non Farmakologi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien End Stage Renal Disease Yang Menjalani Hemodialisis Nurul Pradita1, Kiki Hardiansyah Safitri2 1 Mahasiswa Program Studi NERS, ITKES Wiyata Husada, Jl.Kadrie Oening No 77 Samarinda, Kalimantan Timur e-mail : nurulpradita478@gmail.com 2Dosen, ITKES Wiyata Husada, Jl.Kadrie Oening No 77 Samarinda, Kalimantan Timur e-mail : kikihardiansyahs@stikeswhs.ac.id ABSTRAK Latar Belakang: End Stage renal disease (ESRD) bisa disebabkan oleh tekanan darah yang tidak terkontrol (hipertensi) atau penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Terapi non farmakologi dapat membantu pasien mengatasi tekanan darah dengan efek samping yang minimal. Tujuan: Mengidentifikasi studi literatur efektifitas terapi non farmakologi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien end stage renal disease. Metode: Desain penelitian Literature Review, online database adalah jurnal Science Direct, PubMed(NCBI), google scholar. Jurnal yang digunakan dalam kurun kurun waktu 2012-2020, pencarian menggunakan Populasi : pasien ESRD dengan hipertensi, intervensi :terapi non farmakologi, comparison: terapi komplomentar, outcome:penurunan tekanan darah, study design : literature review dan quasi experiment. Hasil: Didapatkan 6893 jurnal, diseleksi menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi,melalui diagram prisma didapatkan menjadi 12 jurnal. Terapi non farmakologi yang digunakan adalah progressive muscel relaxation (4 jurnal); terapi massase (1 jurnal ); terapi music (4 jurnal); intradialitic exercise (4 jurnal) Kesimpulan: Terapi non farmakologi bermakna di dalam studi literature untuk menurunkan tekanan darah yang bekerja dengan prinsip relaksasi, berpengaruh dalam peningkatan hormon endorphin yang menyebabkan pembuluh darah berdilatasi sehingga tekanan darah mengalami penurunan. Kata Kunci : Terapi Non farmakologi, Hipertensi , End Stage Renal Disease ABSTRACT Background: End Stage Renal Disease (ESRD) can be caused by uncontrolled blood pressure (hypertension) or kidney disease can cause hypertension. Non-pharmacological therapy can help patients with blood pressure with minimal side effects. Objective: To conduct a literature study on the effectiveness of non-pharmacological therapies in reducing blood pressure of End Stage Renal Disease patients. Method: Literature Review research design, the data were obtained from online database such as Science Direct, PubMed (NCBI), and google scholar in the period of 2012-2020. The Population in this study was ESRD patients with hypertension and the intervention given were non-pharmacological therapies, comparison: commentary therapy, outcome: lowering blood pressure, study design: literature review and quasi experiment. Results: There were 6893 journals, selected using inclusion and exclusion criteria, through the PRISMA diagram they were narrowed down into 12 journals. The non-pharmacological therapies used were progressive muscle relaxation (4 journals); massage therapy (1 journal); music therapy (4 journals); and intradialytic exercise (4 journals). Conclusion: Non-pharmacological therapy is significant in literature studies to reduce blood pressure which works with the principle of relaxation. Further, it has an effect in increasing the endorphin hormone which causes blood vessels to dilate and lead to decreasing blood pressure. Keywords: Non pharmacological, Hypertension, End Stage Renal Disease
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PERAWAT UNTUK TERLIBAT DALAM AKREDITASI DI RSUD KUDUNGGA Merlinda - Sampe; Suwanto Suwanto; abdurrahman abdurrahman
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 2 No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.762 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v2i1.434

Abstract

Latar Belakang : Akreditasi merupakan pengakuan yang diberikan kepada Rumah Sakit karena telah berupaya meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan. Data akreditasi tahap II di RSUD Kudungga diperoleh kinerja perawat dalam kesiapan akreditasi hanya mencapai 40%, hal ini dapat dikarenakan perawat dalam menghadapi akreditasi Rumah Sakit kurang memiliki motivasi. Tujuan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat untuk terlibat dalam akreditasi di RSUD Kudungga. Metode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan rancangan survei analitik dan desain cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua perawat PNS di RSUD Kudungga sebanyak 62 orang, berdasarkan rumus slovin diperoleh sampel sebanyak 51 orang. Analisis data menggunakan chi square. Hasil Penelitian : Hasil analisis didapatkan bahwa terdapat hubungan antara pengakuan atas prestasi, pengembangan potensial individu, kebijakan institusi dan pengawasan dengan motivasi perawat untuk terlibat dalam akreditasi dengan nilai p < alpha 0,05. Kesimpulan : pengakuan atas prestasi, pengembangan potensial individu, kebijakan institusi dan pengawasan merupakan faktor yang berhubungan dengan motivasi. Disarankan Pihak RSUD Kudungga hendaknya megupayakan penerapan dan pengawasan kebijakan terkait dengan motivasi perawat untuk terlibat dalam akreditasi di RSUD Kudungga.
Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Demonstrasi Dalam Memandikan Bayi Terhadap Pengetahuan Ibu Primipara Arini Maisya; Muksin .; Sumiati .
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1233.334 KB)

Abstract

PENDAHULUAN World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 menjabarkan bahwa di dunia setiap tahunnya ada empat juta bayi meninggal pada periode neonatal (WHO, 2016). Adapun di Indonesia sekitar seperempat hingga separuh kematian bayi berumur kurang dari satu tahun terjadi dalam minggu pertama. Setiap tahun sekitar 19 bayi per 1.000 kelahiran meninggal dalam rentang waktu 0- 28 hari pasca kelahiran (Kemenkes RI, 2017). Bayi baru lahir belum mampu mengatur suhu tubuhnya secara langsung saat lahir dan dapat dengan cepat kedinginan, jika kehilangan panas tidak segera dicegah, bayi yang mengalami kehilangan panas kemudian terjadi hipotermi serta berisiko jatuh sakit dan meninggal (Hidayah, 2015). Faktor untuk mencegah terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir yaitu dengan memandikan bayi dengan benar (Puspita, 2016). Bayi lahir normal yaitu bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dan berat lahir berkisar antara 2500-4000 gram. Memandikan bayi merupakan suatu proses bounding attachment yang erat hubungannya dengan proses tumbuh kembang bayi karena bayi dan ibu membentuk ikatan batin satu dengan yang lain . Memandikan bayi baru lahir bukanlah hal yang mudah, terutama bagi ibu baru. Dibutuhkan ekstra hati-hati serta persiapan yang benar agar mandi si kecil tak hanya berjalan lancar namun juga menyenangkan bagi mereka. Memandikan bayi memiliki tantangan tersendiri bagi orangtua terutama bila mereka baru pertama kali mempunyai seorang bayi. Tidak sedikit dari mereka yang tidak tahu bagaimana cara memandikan bayi sehingga mereka menyerahkan bayinya kepada pengasuh atau neneknya (Choirunisa, 2009). Dampak memandikan bayi dengan cara yang tidak tepat dapat mengakibatkan kondisi yang buruk seperti celaka (jatuh dan tenggelam), air masuk ke dalam telinga atau hidung dan dapat menyebabkan bayi mengalami cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipotermia ( Puspita, 2016). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi cara memandikan bayi adalah pengetahuan, pendidikan, pengalaman, dukungan suami atau keluarga dan penolong persalinan yang lalu, pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan semakin tinggi pendidikan seseorang biasanya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga akan lebih mudah menerima informasi kesehatan, bagi orang tua yang berpendidikan tinggi tidak sulit untuk tidak begitu sulit untuk memandikan bayinya sendiri (Priyono, 2010). Kurangnya pengetahuan yang dimiliki ibu juga karena jarang mencari informasi tentang memandikan bayi, pengetahuan yang kurang ini dapat di perbaiki dengan cara bertanya ke tenaga kesehatan atau membaca buku. Ibu tidak tahu bahwa sebenarnya memandikan bayi merupakan hal penting dalam perawatan dan menjaga kebersihan tubuh bayi, karena ketidaktahuan tersebut kemudian muncul ketakutan dan kekhawatiran untuk memandikan bayi.Pengetahuan selain dipengaruhi oleh pendidikan juga dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Ibu dengan paritas primigravida belum mempunyai pengalaman dengan kehamilan termasuk pengalaman memandikan bayi, sehingga ibu terkadang takut saat diminta untuk memandikan bayi karena belum adanya sebuah pengalaman dalam memandikan bayi. Dalam hal ini ibu seringkali meminta bantuan kepada dukun bayi atau nenek bayi untuk memandikan bayi karena lebih memiliki pengalaman dibandingkan ibu bayi. Pengetahuan tentang memandikan bayi juga didapat dari lingkungan sekitar, hal ini karena terjadinya interaksi timbal balik antara individu dalam merespon pengetahuan yang diterimanya sehingga sumber informasi baik dari pendidikan formal dan non formal berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang memandikan bayi. Pengetahuan Ibu dalam memandikan bayi bisa didapatkan dari banyaknya informasi yang diterima oleh ibu tersebut. Informasi yang diterima atau didapatkan kemudian diolah dan akan mempengaruhi sikap seseorang. Dari sikap yang sudah terbentuk akan diaplikasikan dalam perilaku. Ibu dengan motivasi yang tinggi akan merubah perilakunya atau meningkatkan kemampuannya dalam memandikan bayi atau sebaliknya (Imartina, 2016). Pendidikan kesehatan sangat berperan penting dalam peningkatan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi sikap dan praktik manusia sehingga dapat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Susiyanti, 2015). Pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, sikap dan perilaku seseorang berubah sesuai dengan pengetahuannya. Semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin baik pula seseorang dalam memahami dan mengerti tentang sesuatu hal tersebut, dengan tahu maka orang menjadi tidak cemas dalam melakukan segala sesuatu (Fajrin, 2010). Pengaruh dari pendidikan kesehatan sangat beragam, perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak. Semakin muda umur, rasa ingin tahu yang dimiliki semakin tinggi, pengaruh yang ditimbulkan juga semakin besar. Begitu pula dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan kedewasaan dan penerimaan informasi semakin baik. Sebagai contoh, dalam hal cara mengukur kehangatan air untuk memandikan bayi yang diketahui ibu ialah mengukur kehangatan air dengan menggunakan jari-jari tangan, sebenarnya cara yang benar dalam mengukur kehangatan air menggunakan siku. Cara lainnya ialah saat pertama memandikan bayi, ibu membasuh bagian kaki terlebih dahulu dengan alasan agar bayi tidak kaget pada saat pertama dimandikan. Tetapi cara yang benar, pertama kali yang dibasuh pada saat memandikan bayi adalah bagian muka (Fajrin,2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ririn Alawiyah, Yuna Trisuci Aprilia (2018) yang berjudul Faktor Yang Berhubungan Dengan Cara Ibu Memandikan Bayi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya, didapatkan hasil penelitian yaitu dari uji statistik, terdapat 3 faktor yang berhubungan dengan cara ibu memandikan bayi. Yang pertama adalah faktor pengetahuan ibu dengan p-value sebesar 0,022 dengan hasil analisis menunjukan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan cara ibu memamdikan bayi. Kedua adalah faktor pendidikan dengan hasil uji statistic menunjukan pvalue sebesar 0,012 yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan cara memandikan bayinya. Ketiga adalah faktor sumber informasi yang di dapatka oleh ibu, dengan hasil uji statistik didapatkan p-value sebesar 0,019 dengan hasil analisis terdapat hubungan antara sumber informasi dengan cara ibu memandikan bayi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2020 di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda didapatkan data ibu yang melahirkan bulan November- Desember 2019 sebanyak 52 orang, yang terdiri dari ibu primipara sebanyak 24 orang, ibu multipara sebanyak 28 orang. Menurut bidan ada beberapa ibu primipara yang belum bisa memandikan bayinya sendiri, yaitu sebanyak 21 orang (72%) karena ibu tersebut baru pertama kali melahirkan dan takut untuk memandikan bayinya sendiri karena tidak memiliki pengetahuan bagaimana cara memegang bayi yang benar saat dimandikan dan di klinik tersebut belum pernah dilakukan pendidikan kesehatan tentang memandikan bayi, oleh karena itu peneliti perlu melakukan pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis rancangan penelitian ini menggunakan rancangan Quasy Eksperiment dengan desain one group pretest and post test without control. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Mei- 28 Juni 2020. Penelitian ini dilakukan di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu Primipara yang memiliki bayi berumur 3-10 hari. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 responden yang dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Analisis penelitian ini terdiri dari uji univariat, uji normalitas, uji bivariat untuk menguji hipotesis menggunakan uji uji statistik paired T-test. HASIL PENELITIAN Pengetahun Ibu Primipara Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum di Berikan Pendidikan Kesehatan Pengetahuan F Presentase (%) Baik - - Cukup 1 10,0 Kurang 9 90,0 Total 10 100,0 Tabel 1.1, kita dapat melihat bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi sebagian besar responden sebanyak 9 orang (90,0%) yang berpengetahuan kurang. Hal ini karena kurangnya mendapatkan informasi tentang memandikan bayi dari petugas kesehatan, lingkungan maupun keluarga ibu yang baru pertama kali melahirkan. Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Sesudah di Berikan Pendidikan Kesehatan Pengetahuan F Presentase (%) Baik 9 90,0 Cukup 1 10,0 Kurang - - Total 10 100,0 Tabel 1.2 diatas, menjelaskan bahwa 10 responden terkait dengan sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara yaitu kategori baik sebanyak 9 orang (90,0%) dalam pengetahuannya memandikan bayi, hal ini dikarenakan mendapatkan informasi tentang memandikan bayi yang diterima dari peneliti. ANALISA BIVARIAT Berdasarkan hasil analisa pada tabel 4.6 diketahui bahwa rata-rata skor sebelum dilakukan pendidikan kesehatan adalah nilai mean 7,30 dengan standar deviasi 0,823 sedangkan nilai rata-rata sesudah dilakukan pendidikan kesehatan adalah 13,10 dengan standar deviasi 1,286 dengan hasil uji statistik diperoleh p value (0,000) <0,05 hal ini dapat diartikan bahwa ada pengaruh setelah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menjelaskan tentang tujuan peneliti,selanjutnya akan menjelaskan hasil analisa bivariat untuk setiap variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Pembahasan hasil analisa univariat dan bivariat dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya. Pada akhir pembahasan, peneliti akan membahas mengenai keterbatasan dalam penelitian ini. Kemampuan ibu primipara dalam memandikan bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pengetahuan, rendahnya pengetahuan pada ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang mereka terima dari petugas kesehatan maupun lingkungan sekitar dan keluarga. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengetahuan ibu primipara tentang memandikan bayi perlu dikembangkan melalui kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan di klinik bersalin, kegiatan sosialisasi, dan kegiatan informasi lainnya. Hal senada dikemukakan oleh Ririn Alawiyah (2018), mengatakan bahwa rendahnya pengetahuan ibu dalam memandikan bayi dipengaruhi oleh faktor informasi yang diperoleh. Pengetahuan Ibu primipara juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Selain itu semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2011). Menurut Hesty (2012), fase taking hold adalah fase ibu baru melahirkan yang berlangsung mulai hari ke-3 sampai hari ke-10 pasca melahirkan. Pada fase ini ibu akan merasa ketidakmampuannya dan tanggungjawabnya dalam merawat bayinya dan perasaan ibu sangat sensitif. Kita harus berhati-hati dalam menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan ibu untuk menumbuhkan rasa percaya diri ibu dalam tugas barunya sebagai orang tua. Tugas kita sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, dan kebersihan diri. Peningkatan pengetahuan ibu primipara dalam memandikan bayi kategori baik didukung oleh metode demonstrasi dengan menggunakan boneka sebagai alat bantu peraga dalam prosedur memandikan bayi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi Lukmawati (2017), yang mengungkapkan pemberian pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam meningkatkan pengetahuan dan terjadi perubahan sikap ibu dalam merawat bayinya melalui materi yang disampaikan. Suatu sikap dapat terwujud dalam perbuatan nyata memerlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan diantaranya fasilitas, yang pada akhirnya tujuan pemberian pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi dapat tercapai. Adanya peningkatan pengetahuan ibu primipara dalam memandikan bayi didapatkan dari pendidikan kesehatan yang sudah diberikan, pendidikan kesehatan tersebut telah memberikan informasi dan pemahaman kepada ibu primipara tentang cara memandikan bayi yang benar berupa pentingnya pengetahuan tersebut maupun bahaya yang ditimbulkan apabila memandikan bayi dengan teknik yang tidak tepat. Berdasarkan teori, pengetahuan merupakan hasil tahu, setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan panca indera manusia yaitu indera pendengaran, pengelihatan, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2011). Hasil penelitian menunjukan bahwa, pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. Dengan nilai mean sebelum 7,30 dan sesudah 13,10 dengan nilai P value 0,000 yang memiliki pengaruh sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan dalam memandikan bayi, menggunakan metode demonstrasi yang merupakan pertunjukan tentang proses suatu benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta secara nyata atau tiruan (Sagala,2011). Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda sebelum diberikan pendidikan kesehatan masih kurang pengetahuannya dalam merawat bayi terutama memandikan bayi karena kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan, sehingga ibu yang baru pertama kali melahirkan tersebut masih bergantung kepada orangtua atau mertua dalam merawat bayinya sendiri, pendidikan juga sangat berpengaruh pada pengetahuan ibu primipara sehingga perlu dilakukan pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. Berdasakan uji paired t-test yang telah dilakukan untuk mengukur pengaruh pemberian pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi di Klinik Bersalin ramlah Parjib I Samarinda mempunyai pengaruh yang sangat bermakna dengan nilai mean pre 7,30 dan post 13,10 dengan p value 000,0 dengan derajat kesalahan alpha = 0,05) dan < p value (0,05) dan 0,001 p< 0,01 (Sugiyono, 2015). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi dapat mengubah pengetahuan ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda. Pendidikan kesehatan dilakukan 2 kali pada masing-masing ibu primipara, yaitu pada hari ke 3-10 hari setelah melahirkan untuk melakukan pre test dan demonstrasi memandikan bayi, lalu dilakukan post test untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan ibu primipara setelah diberikan pendidikan kesehatan di minggu depannya. KESIMPULAN Hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara di Klinik Bersalin Ramlah Parjib I Samarinda dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan menggunakan metode demonstrasi dalam memandikan bayi terhadap pengetahuan ibu primipara setelah diberikan pendidikan kesehatan yang ditunjukan dengan selisih 10,87 dan p value <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
STUDI FENOMENOLOGI: KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN KANKER SERVIKS DALAM ASPEK KESEHATAN FISIK Christiyanty Christiyanty; Wahyu Dewi Sulistyarini; Yusnita Sirait
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 2 No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.946 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v2i1.442

Abstract

Latar belakang : Kanker serviks merupakan penyakit kanker yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks adalah kanker yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang terjadi di sel-sel serviks. Penderita kanker serviks yang sudah melakukan kemoterapi akan mengalami efek dari kemoterapi seperti mual, muntah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan alopesia. Hal ini mengakibatkan penderita kanker serviks mengalami perubahan dan menimbulkan berbagai keluhan secara fisik yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.Tujuan: Mengeksplorasi pengalaman kualitas hidup perempuan dengan kanker serviks dalam aspek kesehatan fisik. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan jumlah partisipan sebanyak 4 orang dengan kriteria yaitu : (1) perempuan dengan kanker serviks; (2) perempuan yang mampu berkomunikasi dengan baik, dibuktikan dengan menggunakan Mini-Mental State Exam (MMSE); (3) perempuan yang telah menyetujui sebagai partisipan dibuktikan dengan pengisian informed consent, sehingga partisipan tidak merasa terpaksa selama mengikuti proses kegiatan penelitian dan dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Hasil : Terdapat 2 tema dari penelitian ini yaitu; (1) Penurunan fungsi fisiologis pada perempuan kanker serviks; (2) Nyeri kronik yang dialami perempuan kanker serviks. Kesimpulan : Perempuan kanker serviks mengalami penurunan fungsi fisiologis dan mengalami nyeri kronik selama menjalani pengobatan. PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan penyakit kanker yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks adalah kanker yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang terjadi di sel-sel serviks. Sel-sel ini sendiri berkembang secara bertahap karena pengaruh zat-zat yang bersifat karsinogen (zat pemicu kanker) dan memakan waktu bertahun-tahun hingga menjadi sel prakanker[17]. Jumlah penderita kanker serviks tahun 2013 sebanyak 0,3%, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi D.I Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi sebanyak 1,5% untuk di Kalimantan Timur berada diurutan 23 dari 34 Provinsi di Indonesia dengan angka kanker serviks sebesar 0,4% dengan jumlah 752 jiwa[10]. Gejala fisik kanker serviks pada umumnya dirasakan oleh penderita kanker serviks stadium lanjut, yaitu munculnya rasa sakit dan pendarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan dan tidak normal, perdarahan diluar siklus menstruasi, serta penurunan berat badan secara drastis[23]. Penderita kanker serviks dengan stadium IB dan IIA dapat dilakukan terapi pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Penderita kanker serviks stadium IIB dan stadium lanjut dapat dilakukan terapi radiasi dan kemoterapi[19]. Penderita kanker serviks yang sudah melakukan kemoterapi akan mengalami efek dari kemoterapi seperti mual, muntah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan alopesia[19]. Hal ini mengakibatkan penderita kanker serviks mengalami perubahan dan menimbulkan berbagai keluhan secara fisik, psikologis, sosial, spiritual yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya[23]. Kualitas hidup merupakan suatu persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan hidup dan target individu[6]. WHOQoL group pada tahun 2004 menyebutkan dimensi kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi yaitu dimensi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Maka peneliti tertarik untuk mengeksplorasi kualitas hidup perempuan dengan kanker serviks dalam aspek kesehatan fisik[23]. METODE Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penetapan sampling yang dapat sesuai dengan kriteria yang peneliti harapkan, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi dari yang dikenal sebelumnya[13]. Pemilihan partisipan menggunakan metode criterion sampling[15]. Adapun kriteria informan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) perempuan dengan kanker serviks; (2) perempuan yang mampu berkomunikasi dengan baik, dibuktikan dengan menggunakan Mini-Mental State Exam (MMSE) digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang/individu, mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor respon (Turana, 2004); (3) perempuan yang telah menyetujui sebagai partisipan dibuktikan dengan pengisian informed consent, sehingga partisipan tidak merasa terpaksa selama mengikuti proses kegiatan penelitian. HASIL Ada dua tema yang di peroleh dari beberapa kategori yang ditemukan melalui proses koding. Tema yang diperoleh menggambarkan pengalaman kualitas hidup partisipan kanker serviks dalam aspek kesehatan fisik. Tema diperoleh melalui proses analisis pada unit analisis, juga didengarkan berulang dan secara rinci agar peneliti mendapatkan makna yang menjadi dasar pembentukan kategori, kemudian kategori yang ada di kelompokkan pada tema, tema yang di peroleh peneliti yaitu: (1) penurunan fungsi fisiologis pada perempuan kanker serviks; (2) nyeri kronik yang dialami perempuan kanker serviks. PEMBAHASAN Penurunan fungsi fisiologis pada perempuan kanker serviks Penurunan fungsi fisiologis pada perempuan kanker serviks terjadi pada beberapa aspek diantaranya perubahan integumen, disfungsi motilitas gastrointestinal, intoleransi aktivitas dan gangguan kebutuhan istirahat. Hal ini dimungkinkan karena perempuan kanker serviks mengalami penurunan cara kerja dari fungsi fisiologis pada tubuhnya dan mengakibatkan sistem integumen seperti rambut ataupun kulit mengalami perubahan karena pengaruh dari kemoterapi yang dijalani. Pasien kanker yang menjalani kemoterapi dan kemoterapi radioterapi mengalami perubahan pada kulit seperti pigmentasi kulit, pruritus, eritema acral/palmar-plantar eritrodisestesi (PPE), xerosis dan perubahan pada rambut seperti alopecia. Sehingga efek kemoterapi mengakibatkan penurunan fungsi fisiologis perempuan kanker serviks terutama pada perubahan sistem integumennya[12]. Perubahan integumen pada perempuan kanker serviks terdiri dari perubahan rambut rontok dan kulit menghitam. Hal ini dimungkinkan rambut rontok dan kulit menghitam merupakan efek dari kemoterapi. Kerontokan rambut yang disebabkan kemoterapi diduga sebagai akibat dari penghentian aktivitas mitosis pada matriks rambut yang mengakibatkan bagian batang rambut menjadi sempit dan melemah. Obat yang digunakan untuk kemoterapi dan efeknya rambut menjadi rontok seperti kombinasi siklofosfamid dan doksorubisin, paclitaxel dan carboplatin, cyclophosphamide, doxorubicin dan vincristine, vincristine dan daunorubicin, cisplatin, carboplatin, dan kombinasi cisplatin dan 5 FU. Perempuan kanker serviks bisa mengalami rambut rontok dikarenakan obat kemoterapi yang masuk ke dalam tubuh[18]. Efek samping merupakan hal yang pasti didapati pasien kanker pada saat kemoterapi. Kemoterapi akan mengakibatkan perubahan fisik seperti kulit menghitam dan kelelahan. Selain kerontokan rambut efek dari kemoterapi bisa menyebabkan kulit menghitam[20]. Sehingga kemoterapi yang terjadi pada perempuan kanker serviks mengakibatkan perubahan integumen yang terdiri dari rambut rontok dan kulit menghitam. Selain terjadi perubahan pada integumen perempuan dengan kanker serviks juga akan mengalami perubahan disfungsi motilitas gastrointestinal. Disfungsi motilitas gastrointestinal merupakan peningkatan, penurunan, tidak efektif atau kurangnya aktivitas peristaltik gastrointestinal[16]. Disfungsi yang terjadi pada sistem gastrointestinal antara lain penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, muntah. Penurunan berat badan terjadi pada saat perempuan menjalani kemoterapi kemudian mengalami mual dan muntah. Hal itu yang mengakibatkan perempuan akan mengalami penurunan nafsu makan dan tidak berminat pada makanan. Penurunan berat badan yang mulai terjadi saat pasien mendapatkan terapi kemoterapi dan penurunan berat badan terjadi secara bertahap. Salah satu faktor penyebab penurunan berat badan adalah intake nutrisi yang kurang. Penurunan berat badan bisa terjadi karena beberapa faktor di antaranya adalah penurunan nafsu makan yang disebabkan oleh mual, muntah, dan mukositis yang dialami oleh penderita kanker serviks dengan kemoterapi. Respons fisik berupa mual dan muntah munculnya bervariasi yaitu pada saat selama pemberian kemoterapi, setiap lima menit, setengah sampai 2 jam setelah pemberian kemoterapi dan bahkan mual dan muntah dapat terjadi sehari, dua dan tiga hari setelah pemberian kemoterapi. Sensasi yang dirasakan ada mual atau mual dan muntah. Munculnya gejala mual dan muntah ada yang hilang timbul dan terus menerus. Respons mual dan muntah diklasifikasikan menjadi akut, terlambat, dan antisipatif. Akut terjadi kurang dari 24 jam setelah kemoterapi, terlambat terjadi 24 jam atau lebih setelah kemoterapi. Muntah dapat diinduksi oleh berbagai zat kimia, obat sitostatik dan yang diperantai melalui Chemoreceptors Trigger Zone (CTZ). CTZ berlokasi di medulla yang berperan sebagai chemosensor. Area ini kaya akan berbagai reseptor neurotransmitter. Contoh dari reseptor-reseptor tersebut antara lain reseptor kolinergik dan histamin, dopaminergik, opiate, serotonin, neurokinin dan benzodiazepine. Terjadinya mual dan muntah akan mengakibatkan penurunan nafsu makan. Respons fisik berupa penurunan nafsu makan setelah menjalani kemoterapi dan bahkan tidak mau makan sama sekali selama pemberian kemoterapi serta frekuensi makan yang menjadi tidak teratur[1].Sehingga perempuan kanker serviks yang menjalani kemoterapi akan mengalami disfungsi motilitas gastrointestinal seperti penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, mual dan muntah. Efek lain yang dirasakan perempuan kanker serviks akan mengalami intoleransi aktivitas. Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan[5]. Intoleransi aktivitas yang terjadi perempuan kanker serviks akan mengalami seperti kelelahan baik secara operatif, pasca kemoterapi, keletihan, dan merasa lemah. Respon fisik berupa kelelahan (fatigue) dapat terjadi 1 sampai 2 minggu setelah pemberian kemoterapi. Kelelahan (fatigue) muncul saat berjalan dan melakukan kegiatan rumah tangga seperti menyapu, mencuci dan memasak. Gejala fisik yang dirasakan meliputi perasaan lelah, capek, rasa tidak kuat, sesak napas. Kelelahan dapat terjadi karena kebutuhan nutrisi yang kurang sehingga kebutuhan energi dalam tubuh tidak tercukupi. Kelelahan dapat muncul beberapa hari setelah pengobatan kemoterapi dan akan terus akan semakin memburuk. Pengobatan kemoterapi akan mengakibatkan kelelahan yang akan dialami perempuan kanker serviks[1]. Kelelahan pasca operasi muncul sebagai perasaan tidak enak dan distress yang dipengaruhi oleh gejala subjektif dan perilaku. Perasaan ini mungkin membuat pasien enggan untuk bergerak pada periode pasca operasi[14]. Kelelahan perempuan kanker serviks dirasakan setelah dilakukan tindakan operasi. Efek samping penyakit kanker dan kemoterapi dirasakan pasien dimana pasien mengeluh keletihan sebagai perasaan lemah, mudah lelah dan kehilangan tenaga atau kemampuan berkonsentrasi. Keletihan ini akan terus dirasakan perempuan kanker serviks sebagai efek dari kemoterapi[7]. Sehingga efek dari kemoterapi akan mengakibatkan intoleransi aktivitas seperti kelelahan operatif , kelelahan pasca kemoterapi, keletihan dan merasa lemah. Perempuan kanker serviks juga akan mengalami gangguan kebutuhan istirahat. Gangguan kebutuhan istirahat seperti nocturia, insomnia dan deprivasi tidur. Deprivasi tidur merupakan periode waktu panjang tanpa berhentinya kesadaran relatif periodik dan berlangsung alami untuk istirahat[5]. Efek samping dari kemoterapi mengakibatkan pasien kanker stadium lanjut merasakan kelemahan yang lebih besar, kelelahan, dan keterbatasan fisik dibandingkan pasien lain, mereka lebih banyak mengeluh gejala nokturia. Pada pasien NCI-CTC grade II / III, kandung kemih menjadi kaku atau berkontraksi sehingga mengarah pada perkembangan gejala seperti nokturia dan mengejan saat buang air kecil[2]. Pasien kanker serviks akan merasakan kelahan dan mengalami nocturia akibat efek dari kemoterapi. Insomnia dan gangguan tidur yang lain merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi pada pasien kanker selain nyeri, anoreksia, kelelahan, dan merasa lemas. Gangguan tidur seperti insomnia dan kurang tidur merupakan efek dari pengobatan yang dijalani pasien kanker[9]. Sehingga gangguan kebutuhan istirahat seperti nocturia, insomnia dan deprivasi tidur menjadi masalah yang dirasakan perempuan kanker serviks akibat efek dari pengobatan. Nyeri kronik yang dialami perempuan kanker serviks Nyeri kronik yang dialami perempuan kanker serviks menggambarkan tiga hal utama dalam pengkajian nyeri yang terdiri dari provocative of pain, quality of pain dan region of pain. Provocative of pain merupakan penyebab timbulnya nyeri yang bisa dikarenakan terkena ruda paksa, benturan, penyayatan dan hal lainnya. Pada perempuan kanker serviks biasanya akan menjalani tindakan invasif. Tindakan invasif merupakan tindakan medis yang dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien dimana tindakan invasif ini akan memicu munculnya nyeri akibat dari radiasi dan post operatif. Quality of pain merupakan ukuran dalam menentukan berat keluhan nyeri dan lamanya nyeri yang dirasakan. Perempuan kanker serviks yang merasakan nyeri akan memberikan penjelasan gambaran nyeri mereka seperti nyeri teriris dan tertusuk. Region of pain merupakan lokasi keluhan nyeri yang dirasakan dimana region of pain ini biasanya akan merasakan nyeri viseral. Nyeri viseral merupakan nyeri yang berasal dari orgam dalam sukar untuk dilokalisasi dan bisa menyebar ke tempat lain seperti nyeri di bagian vagina, pelvic, suprapubik dan tulang. Nyeri kronik merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan yang berlangsung lebih dari 3 bulan[16]. Hal ini dimungkinkan nyeri kronik yang dirasakan perempuan kanker serviks disebabkan oleh efek pengobatan kemoterapi. Tingkat nyeri pasien yang sedang menjalani kemoterapi lebih cenderung pada tingkat sedang dan berat, hanya sebagian kecil pasien yang mengalami nyeri ringan. Hal ini dikarenakan pasien dengan kanker akan mengalami nyeri kronik yang menetap dengan rangkaian program tindakan yang akan dilakukan[8]. Sehingga perempuan kanker serviks akan mengalami nyeri kronik yang disebabkan oleh efek dari kemoterapi. Provocative of pain perempuan kanker serviks diakibatkan karena tindakan invasif. Tindakan invasif yang dijalani antara lain nyeri radiasi dan nyeri post operatif. mengalami berbagai efek samping salah satunya nyeri yang disebabkan karena tindakan invasif. Penyebab nyeri setelah pengobatan kanker ada banyak dimana rasa sakit dapat berkembang setelah kemoterapi (diinduksi kemoterapi neuropati perifer), radioterapi, pembedahan (persisten nyeri pascaoperasi), terapi hormon, atau transplantasi sel induk[3]. Sehingga perempuan kanker serviks yang telah menjalani tindakan invasif berupa radioterapi dan pasca operasi akan merasakan nyeri. Selain provocative of pain pengkajian nyeri lainnya adalah quality of pain. Quality of pain perempuan kanker serviks biasanya mereka akan menjelaskan gambaran nyeri yang mereka merasakan. Gambaran nyeri yang terjadi setelah menjalani pengobatan seperti nyeri teriris dan nyeri tertusuk. Nyeri adalah masalah utama bagi kebanyakan pasien kanker serviks selama mereka menjalani prosedur pengobatan. Pasien kanker serviks mengalami nyeri secara fisik dan emosional dimana mereka mengatakan nyeri yang hebat dan menggambarkan nyeri seperti terpotong menggunakan pisau tajam. Nyeri yang pasien kanker serviks alami digambarkan seperti nyeri terpotong ataupun teriris[4]. Gejala nyeri neuropatik pada pasien kanker seperti nyeri spontan (terbakar, meremas, dan tekanan), nyeri paroksismal (sengatan listrik dan sensasi menusuk), nyeri yang ditimbulkan seperti dengan menyikat, menekan, atau menyentuh dan disesthesia /paresthesia (kesemutan)[24]. Sehingga quality of pain berupa gambaran nyeri yang dirasakan perempuan kanker serviks seperti nyeri teriris dan nyeri tertusuk merupakan efek dari pengobatan. Region of pain pada perempuan kanker serviks terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang nyata di dalam tubuh yang akan dirasakan perempuan kanker serviks salah satunya nyeri viseral. Perempuan kanker serviks akan merasakan nyeri viseral antara lain nyeri vagina, nyeri pelvic, nyeri suprapubik dan nyeri tulang. Pasien kanker serviks mengatakan nyeri yang dirasakan terlokalisir di daerah sekitar rahim dan pelvis. Nyeri pasien kanker serviks dirasakan pada daerah panggul atau dimulai dari ekstremitas bagian bawah dari daerah lumbal dan pada stadium lanjut kemungkinan nyeri yang dirasakan dapat bervariasi. Pasien kanker serviks juga mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan menyebar ke daerah paha[11]. Keluhan yang sering di keluhkan pasien kanker adalah sulit buang air kecil dan nyeri tulang. Keluhan ini terjadi pada saat pasien kanker sudah berada pada tahap lanjut[21]. Sehingga region of pain perempuan kanker serviks akan merasakan nyeri viseral di bagian pelvic dikarenakan kanker yang sudah bermetastase dan efek dari pengobatan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian perempuan kanker serviks mengalami penurunan fungsi fisiologis dan mengalami nyeri kronik selama menjalani pengobatan.
GAMBARAN TINGKAT STRES KELUARGA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN KUTAI BARAT santo sius; Rusdi Rusdi; Siti Kholifah
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 2 No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.077 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v2i1.424

Abstract

Latar Belakang Stres adalah perasaan tertekan,cemas, tegang, perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stresor yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahtraan hidupnya. Stres yang terjadi pada keluarga pasien gangguan jiwa di karena keluarga merasa terbebani dan kurangnya rasa penerimaan juga kesadaran terhadap keadaan pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat stress keluarga penderita gangguan jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tering Seberang Kutai Barat. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga penderita gangguan jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Tering Seberang Kutai Barat dengan jumlah sampel 42 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Hasil penelitian menunjukanbahwa mayoritas responden mengalami stress sedang sebanyak 23 orang (54,8%), tingkat stress ringan 9 orang (21,4%), stress berat 6 orang (14,3%), stress normal sebanyak 4 orang (9,5%). Mayoritas berusia dewasa (26-45 tahun) sebanyak 24 responden (57,1), mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 responden (64,3%), mayoritas pendidikan SD sebanyak 19 responden (45,2), mayoritas pekerjaan bekerja 35 responden (83,3%). Kesimpulan Sebagian besar tingkat stress keluarga penderita gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Tering Sebrang Kabupaten Kutai Barat mengalami stress sedang
Korelasi antara Aspek Psikososial dan Spiritual dengan Penyapihan Dini pada Anak Usia Baduta Ayu Lestari Manullang; Sumiati Sinaga; Anik Puji Rahayu
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.6 KB)

Abstract

KORELASI ANTARA ASPEK PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL DENGAN PENYAPIHAN DINI PADA ANAK USIA BADUTA Ayu Lestari1, Sumiati Sinaga2, Anik Puji Rahayu3 Email : manullangayu@gmail.com ABSTRAK Latar Belakang : Pemutusan pemberian ASI secara dini sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan status kesehatan anak di masa depan. Ada kemungkinan proses penyapihan dini akan berpengaruh terhadap sistem cerna bayi yang belum siap, penyerapan nutrisi yang lebih sedikit, peningkatan berat badan berlebih dan resiko infeksi. Belum ada yang tahu kapan waktu yang tepat untuk mulai berhenti menyusui, namun ada baiknya dalam menekan turunnya angka kesakitan dan kematian bayi pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun dilakukan. Ibu yang berhenti memberikan ASI sebelum waktunya, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kesehatan fisik ibu dan bayi, psikologis, sosial dan spiritual. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui aspek psikososial dan spiritual ibu yang melakukan penyapihan dini pada anak usia baduta Tujuan : untuk mengetahui korelasi antara aspek psikososial dan spiritual dengan penyapihan dini pada anak usia baduta. Metode : penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 122 responden yang didapatkan menggunakan Simple Random Sampling dan pemberian kuesioner yang datanya di analisis dengan menggunakan uji Korelasi Pearson. Hasil : penelitian ini menunjukkan Ada korelasi yang bermakna (pvalue ­=0.000) dan sangat kuat (r=0.912) antara aspek psikososial dengan penyapihan dini pada anak usia baduta, sedangkan korelasi antara aspek spiritual dengan penyapihan dini ada korelasi bermakna (pvalue ­=0.009) namun berkekuatan lemah (r=0.236). Kesimpulan : semakin baik nilai aspek psikososial dan spiritual seorang ibu saat menyusui maka akan semakin menurunkan tingkat penyapihan dini pada anak usia baduta. Kata Kunci : Aspek Psikososial, Aspek Spiritual, Penyapihan Dini 1Mahasiswa Program Studi Keperawatan ITKES Wiyata Husada Samarinda 2-3Dosen Program Studi Keperawatan ITKES Wiyata Husada Samarinda
Studi Kasus Efektivitas Penggunaan Cairan Pembersih Luka Polyhexamethylene Biguanide Dengan Nano Silvosept Spray Dalam Mengurangi Biofilm Pada Ulkus Kaki Diabetik Aisyah Nurlany; Chrisyen Damanik; Hamka Hamka
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 2 No 1 (2021): Volume 2, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.44 KB) | DOI: 10.35728/jkw.v2i1.492

Abstract

Latar belakang: Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetes yang sering ditemui. Kehadiran biofilm bakteri dianggap sebagai penghalang bagi perkembangan alami luka menuju penyembuhan dan memfasilitasi bioburden transisi dari kolonisasi sederhana ke kolonisasi kritis dan infeksi. Tujuan: Diketahuinya efektivitas penggunaan cairan pembersih luka polyhexamethylene biguanide dengan nano silvosept spray terhadap kemampuan mengurangi biofilm pada ulkus kaki diabetik. Metode: Kualitatif dengan pendekatan studi kasus, menggunakan teknik sampling, dengan jumlah partisipan 2. Pengukuran observasi dengan menggunakan Leg Ulcer Measurement Tool, dokumentasi dari rekaman arsip, dan triangulasi berupa wawancara dengan terapis yang mengetahui perkembangan luka dari awal hingga penelitian dilaksanakan. Hasil: Didapatkan keefektivan tindakan proses pencucian luka kaki diabetik dengan biofilm menggunakan pengkajian leg ulcers measurement tools pada setiap kasus terdapat penurunan skor baik dengan cairan pembersih luka polyhexamethylene biguanide maupun pembersih luka nano silvosept spray. Penurunan pada setiap skor terjadi baik secara keseluruhan maupun yang berfokus terhadap kondisi biofilm yang salah satunya ditandai dengan penurunan eksudat pada luka. Kedua cairan ini cukup baik untuk membersihkan luka dalam mengurangi biofilm yang mengganggu dalam proses penyembuhan luka. Kesimpulan: Keduanya efektif digunakan dalam perawatan luka kaki diabetik dengan biofilm baik polyhexamethylene biguanide maupun nano silvosept spray karena mempunyai cara tersendiri dalam menghilangkan bakteri selama proses pencucian luka.
Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kejadian Neuropati Sensorik muhamad zainal ilmi; Aries Abiyoga
Jurnal Keperawatan Wiyata Vol 1 No 1 (2020): Volume 1, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawatan ITKes Wiyata Husada Samarida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1045.971 KB)

Abstract

Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kejadian Neuropati Sensorik Muhammad Zainal Ilmi1, Abdurrahman2, Aries Abiyoga3 zainalavin97@gmail.com, abdurrahman150785@gmail.com, ariesabiyoga@rocketmail.com ABSTRAK Latar Belakang : kerusakan dari gangguan neuropati sensorik menyebabkan perubahan pada kaki diabetes seperti perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki sampai dengan rentan terjadinya luka dan infeksi yang meluas ke seluruh jaringan. Tujuan : Mengetahui apakah ada hubungan antara lama menderita diabetes mellitus tipe 2 dengan kejadian neuropati sensorik di Puskesmas Loa Janan. Metode : Penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif analitik menggunakan Cross Sectional, yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 43 orang dengan kriteria inklusi pasien DM tipe 2 usia 50-60 tahun, pasien yang bersedia menjadi responden, pasien dengan hemodinamik baik, dan pasien yang berkomunikasi dengan baik yang mengunakan teknik consecutive sampling. Hasil : Analisa univariat lama menderita DM <1 tahun ada 6 responden (14,0%), 1-5 tahun ada 37 responden (86,0%). Kejadian neuropati sensorik yang normal ada 3 responden (7,0%), penurunan sensasi ada 14 responden (32,5%), dan tidak mengalami sensasi ada 26 responden (60,5%). Kesimpulan : Ada hubungan lama menderita DM tipe 2 dengan kejadian neuropati sensorik di Puskesmas Loa Janan. Saran : Peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang perawatan kaki diabetik untuk mencegah gangguan neuropati sensorik seperti penurunan sensasi. Kata Kunci : Diabetes Mellitus Tipe 2, Neuropati Sensorik 1Mahasiswa, program studi ilmu keperawatan, Itkes Wiyata Husada Samarinda 2Dosen program studi ilmu keperawatan, Itkes Wiyata Husada Samarinda 3Dosen program studi ilmu keperawatan, Itkes Wiyata Husada Samarinda

Page 1 of 4 | Total Record : 40