cover
Contact Name
Angga Hadiapurwa
Contact Email
angga@upi.edu
Phone
+6285722923393
Journal Mail Official
jurnal.inovasi.kurikulum@upi.edu
Editorial Address
Prodi Pengembangan Kurikulum, Gedung Sekolah Pascasarjana UPI Lt. 6 Jl. Dr. Setiabudhi Bandung 40154
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Inovasi Kurikulum
ISSN : 18296750     EISSN : 27981363     DOI : -
curriculum development; curriculum design; curriculum implementation; curriculum evaluation; instructional development; model of instructional; media of instructional; evaluation of instructional
Articles 110 Documents
Implementasi Kurikulum dan Guru Hasan, Said Hamid
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.122 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35593

Abstract

Makna sempit kurikulum adalah sebagai suatu rencana tentang pengalaman belajar siswa di suatu lembaga pendidikan. Kurikulum dalam arti sempit ini sangat berguna dalam mengembangkan dukungan kurikulum. Dukungan ini yang dijadikan dasar bagi guru dalam mengembangkan proses pendidikan. Kurikulum menjadi jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi pada masa sekarang dan tantangan masa depan bagi kehidupan bangsa. Konsep pengembangan kurikulum dalam arti sempit meliputi tiga fase yaitu konstruksi kurikulum (curriculum construction), implementasi kurikulum (curriculum implementation) dan evaluasi kurikulum (curriculum evalution). Fase pertama pengembangan kurikulum dimulai dengan proses pemantapan ide kurikulum dimana para pengembang merumuskan jawaban kurikulum (curricular answer) terhadap masalah pendidikan bangsa. Fase implementasi ini diawali dengan distribusi dokumen kurikulum dan sosialisasi. Distribusi berkenaan dengan kegiatan penyampaian dokumen kurikulum kepada setiap individu guru, administratur, setiap Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Keberadaan dokumen kurikulum di tangan guru dan pelaksana lain, namun lebih penting dalam memahami, menyetujui dan melaksanakan ide kurikulum.
Pengembangan Kompetensi pada Pendidikan Umum Sukmadinata, Nana Syaodih
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.95 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35605

Abstract

Kompetensi mempunyai makna yang luas. Minimal dapat dibedakan atas lima macam kompetensi, yaitu kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi akademis, kompetensi vokasional dan kompetensi profesional. Dalam program pendidikan umum, konsep kompetensi dapat diterapkan namun demikian konsep dan rumusan kompetensinya berbeda dengan yang diterapkan pada program pendidikan vokasional atau kejuruan. Kurikulum dan pembelajarannya diarahkan kepada penguasaan kompetensi atau kemampuan berpikir tahap tinggi. Proses pembelajaran tidak berhenti pada penguasaan pengetahuan (ingatan) dan pengertian (pemahaman), tetapi dilanjutkan kepada tahapan yang lebih tinggi. Menurut Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (2001) dilanjutkan kepada tahapan aplikasi, analisis (sintesis), evaluasi dan kreativitas. Karena itu, dalam Pendidikan Umum diharapkan digunakan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa, seperti pembelajaran: diskaveri-inkuiri, bermakna, kontekstual, eksperiensial, komunikatif, pemecahan masalah, pengamatan lingkungan, percobaan, penelitian sederhana, simulasi, bermain peran, praktik langsung, dsb.
Peranan Rintisan dalam Pembaruan Kurikulum Ibrahim, R
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.427 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35606

Abstract

Setiap upaya pembaruan, termasuk pembaruan kurikulum, memerlukan fase rintisan di mana kurikukum baru dilaksanakan dalam skala kecil untuk keperluan pembenahan atau pemantapan sebelum disebarluaskan ke dalam skala yang lebih besar sampai akhirnya diberlakukan secara nasional. Fase rintisan kegiatannya meliputi uji coba dalam hal aspek efektivitas, efisiensi, dan kelaikan/keterlaksanaan. Selain itu, selama fase rintisan, peranan evaluasi juga memiliki peranan yang sangat penting, dan paling tidak, ada tiga jenis evaluasi yang perlu dilakukan selama fase rintisan yaitu evaluasi sumberdaya, evaluasi proses, dan evaluasi hasil. Melalui ketiga jenis evaluasi tersebut, diharapkan dapat diperoleh informasi yang berguna untuk dijadikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang pembenahan atau pemantapan program dalam aspek efektivitas, efisiensi, dan kelaikan selama dan pada akhir fase rintisan tersebut
Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) Sumantri, Mulyani
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.29 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35608

Abstract

Life skills adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seseorang untuk memecahkan problema hidup secara proaktif dan kreatif. Kecakapan hidup dapat berhubungan dengan kecakapan: mengenai diri, berfikir rasional, sosial, akademik, dan vokasional. Secara umum tujuan pembelajaran life skills adalah menyiapkan para siswa dengan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan untuk memasuki dunia kerja dan kehidupan di masyarakat. Secara khusus life skills bertujuan untuk mengembangkan antara lain: kecakapan komunikasi, sikap dan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat, kemandirian, pengetahuan tentang sumberdaya alam, kemampuan pra-vokasional, dan vokasional, memecahkan masalah, dan pemanfaatan waktu senggang. Model pembelajaran yang dekat dengan pembentukan kecakapan hidup adalah model pembelajaran terpadu (integrated learning) dan model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Model pendidikan realistik merupakan upaya mengatur pendidikan sesuai dengan kebutuhan nyata siswa di tengah masyarakat.
Peran Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum Kamarga, Hansiswany
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.338 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35609

Abstract

Kurikulum dapat digunakan dalam berbagai makna. Dikaitkan dengan konsep Tunner dan Tunner, pemahaman terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia mengacu kepada konsepsi instructional plan yang mempunyai fungsi eklektik. Dari definisi tersebut kurikulum di Indonesia bersifat fleksibel sesuai dengan posisinya sebagai legal formal. Hamid Hasan, menyatakan salah satu dimensi dalam prosedur pengembangan kurikulum adalah kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses, dan pelaksanaan kurikulum suatu proses dilakukan atas dasar tuntutan aspek kurikulum yang dikembangkan berdasarkan perumusan ide. Peran sekolah dalam pengembangan kurikulum difokuskan pada implementasi dokumen kurikulum, khususnya yang mengacu kepada proses yang berkaitan antara pedoman pengajaran dengan sistem untuk memprediksi hasil. Dalam lingkup kelas, implementasi kurikulum melibatkan guru sebagai pengembang kurikulum dan siswa sebagai peserta yang memperoleh stimulasi dalam mengubah pola perilaku. Kurikulum. Kurikulum berfungsi sebagai alat bantu untuk tugas guru dalam mengembangkan strategi pengajaran.
Analisis Kurikulum: Studi Komparatif Pengembangan Kurikulum di Jepang dan Indonesia Wahyudin, Dinn
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.117 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35610

Abstract

Setiap negara mempunyai sistem pendidikan nasionalnya yang disesuaikan dengan latar belakang filosofi, kebijakan, dan strategi nasional. Seperti halnya Indonesia dengan Jepang, memiliki perbedaa yang kentara diantaranya: (1) sistem desentralisasi pendidikan di Indonesia baru dimulai tahun 2002 sedangkan di Jepang sudah lama diberlakukan desentralisasi pendidikan; (2) Di Indonesia kurikulum berbasis mata pelajaran baru sedang menuju kurikuklum berbasis kompetensi, sedangkan di Jepang telah lama berdasarkan standar; (3) Di Indonesia pelajaran Agama masuk kurikulum sekolah sedangkan di Jepang tidak, kecuali sekolah yang dikelola masyarakat pemeluk agama Shinto; (4) Di Indonesia pendidikan usia dini tidak wajib, dan di Jepangpun tidak wajib tetapi sudah menjadi pilihan masyarakat mulai masuk usia 12 tahun; (5) hari belajar per tahun 250 hari, sedangkan di Jeopang 200 haru untuk SD, SLTP, SMU; (6) Pengembang kurikulum di Indonesia oleh Depdiknas (Puskur) dengan melibatkan berbagai lembaga terkait, sedangkan di Jepang oleh Monbusho, Pemerintah Daerah, Asosiasi Guru, Lembaga Riset, Orang tua dan LSM.
Peranan Wilayah dalam Pengembangan Kurikulum Bukit, Masriam
Inovasi Kurikulum Vol 1, No 1 (2004): February 2004
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.674 KB) | DOI: 10.17509/jik.v1i1.35611

Abstract

Desentralisasi terjadi di berbagai bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Alasan utama diberlakukannya desentralisasi dalam pendidikan adalah bahwa bila wilayah (propinsi, kabupaten atau kota) mendapat otonomi lebih besar dalam pengambilan keputusan, wilayah berikut kepala sekolah dan guru-guru akan mulai mengontrol kurikulum serta proses pengajaran di sekolah. Desentralisasi membuka ruang yang lebih baik kepada daerah untuk mengontrol pendidikan, serta diharapkan akan semakin besar fleksibilitas dalam pendidikan. Daerah juga memiliki peluang untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerahnya. Proses desentralisasi pendidikan dibagi kedalam dua tahap. Tahap pertama, pemindahan kewenangan kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Tahap kedua,pemindahan berbagai keputusan dari pemerintah kepada masyarakat.
Pengembangan Kurikulum Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Hilman, Asep Fithri
Inovasi Kurikulum Vol 5, No 1 (2008): February 2008
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.769 KB) | DOI: 10.17509/jik.v5i1.35618

Abstract

Penelitian tentang cara menurunkan standar kompetensi menjadi mata kuliah yang sanggup mengakomodir kebutuhan kompetensi pada program studi Diploma III Analis Kesehatan. Temuan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah ; 1) cara menurunkan standar kompetensi menjadi mata kuliah yang bisa mengakomodir kompetensi, 2) Cara menghitung bobot mata kuliah dan 3) struktur kurikulum Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan. Tahapan menurunkan standar kompetensi menjadi mata kuliah adalah : 1) membuat daftar kompetensi yang memuat unit-unit kompetensi yang sesuai digunakan sebagai bahan pengembangan kurikulum pendidikan diploma III Analis Kesehatan, 2) mengidentifikasi elemen-elemen/sub kompetensi, 3) menentukan gatra pembelajaran untuk setiap elemen kompetensi, 4) menurunkan setiap elemen kompetensi kedalam ranah pembelajaran menurut klasifikasi Bloom, 5) mengidentifikasi kedalaman setiap ranah dan membuat perkiraan mata kuliah, 6) membuat daftar/tabel penjabaran kompetensi dan sub kompetensi ke dalam ranah, 7) membuat daftar/table mata kuliah yang dihaslikan dari penjabaran kompetensi/sub kompetensi, 8) mereduksi ranah pembelajaran dari daftar mata kuliah apabila ada mata kuliah yang memiliki ranah pembelajaran dengan tujuan pembelajaran yang sama/mirip, 9) menghitung bobot mata kuliah dan 10) membuat struktur mata kuliah. Cara menghitung bobot sks mata kuliah adalah dengan cara membagi yang terbagi menjadi 38 mata kuliah. Dari jumlah tersebut 96 sks bobot mata kuliah yang dimiliki mata kuliah tersebut dengan jumlah bobot total seluruh mata kuliah yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan jumlah sks yang akan dibuat. Berdasarkan kedua tahapan ini dihasilkan struktur kurikulum Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan dengan jumlah sks sebanyak 110 atau 32 mata kuliah merupakan mata kuliah yang diturunkan dari SKKNI yang pada struktur kurikulum dimasukan pada kelompok mata kuliah kompetensi dasar sebanyak 19 sks (13 mata kuliah), dan kompetensi utama sebanyak 77 sks (19 mata kuliah), 14 sks lainnya bukan merupakan penurunan dari SKKNI dan dikelompokkan kedalam mata kuliah kompetensi dasar umum.
Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal untuk Daerah Konflik Sumardi, Kamin
Inovasi Kurikulum Vol 5, No 1 (2008): February 2008
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.745 KB) | DOI: 10.17509/jik.v5i1.35619

Abstract

Curriculum is one important component in education, as specially in learning process. Curriculum must support all the student need, because of it, we need a special curriculum. Every conflict has a different characteristic, but the effect on the child education has the same meaning. Because of that, we have to arrange one of curriculum development and the evaluation more specific by using a special service especially in non forma education. Special service education in non formal education (PLK-PNF) for conflict area, which has a base differentiation in learning process. This special service education has a double mission, for education and ti handle the side effect of conflict as physically and also psychologist.
Implementasi Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Samsuri, S.
Inovasi Kurikulum Vol 5, No 1 (2008): February 2008
Publisher : Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.08 KB) | DOI: 10.17509/jik.v5i1.35624

Abstract

Konsep Cooperative Learning pada dasarnya mengacu pada pendekatan teori konstruktivisme, dimana dalam proses pembelajarannya memfokuskan pada aktivitas siswa secara individual, menemukan dan mentranformasikan informasi secara kompleks. Jigsaw merupakan salah satu tipe model pembelajaran cooperative learning yang dalam proses pembelajarannya mengutamakan kerja kelompok dan interaksi setiap anggota kelompok. Ciri khas model pembelajaran tipe jigsaw dibentuk kelompok asal dan kelompok atau tim ahli.Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang diharapkan, pada akhir Kegiatan Belajar Mengajar(KBM) harus dilakukan tes akhir sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menyerap bahan ajar dan tolak ukur bagi keberhasilan guru dalam melaksankan KBM.

Page 1 of 11 | Total Record : 110