cover
Contact Name
Dita Archinirmala
Contact Email
dorotea.ditaarchinirmala@kalbe.co.id
Phone
+6281806175669
Journal Mail Official
cdkjurnal@gmail.com
Editorial Address
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/about/editorialTeam
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Cermin Dunia Kedokteran
Published by PT. Kalbe Farma Tbk.
ISSN : 0125913X     EISSN : 25032720     DOI : 10.55175
Core Subject : Health,
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles 2,961 Documents
Sakit Perut Berulang Pada Anak Yusri Dianne Jurnalis; Liza Fitria
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 8 (2014): Pediatrik
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v41i8.1114

Abstract

Sakit perut berulang didefinisikan sebagai serangan sakit perut minimal 3 kali selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Ditemukan pada lebih dari 10 % anak dan menyebabkan tingginya tingkat absensi sekolah. Kelainan organik merupakan penyebab pada 5-10% kasus, 90-95% kasus disebabkan kelainan fungsional. Pada umumnya, anak tidak dapat mengatakan secara pasti apa yang dirasakan, sehingga kelainan organik yang mendasari kadang sulit ditentukan. Diagnosis pasti harus berdasarkan atas pendekatan klinis menyeluruh. Edukasi untuk penderita dan keluarga sangat penting.Recurrent abdominal pain is defined as the occurence of at least 3 episodes of abdominal pain during at least 3 months within 1 year causing limitation of activities. It was found in more than 10% of children and lead to high rates of school inattendance. Organic causes was found in 5-10% cases while 90-95% cases are due to functional disorder of the gastrointestinal tract. Diagnosis should definitely be based on overall clinical approach. Education for patients and families are very important.
Eccrine Spiradenokarsinoma: Keganasan Adneksa Kulit yang Jarang Yulan Permatasari; Pande K. Aditya Prayudi; Hendra P. Setiawan; Putu Anda Tusta Adiputra
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 11 (2015): Kanker
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v42i11.949

Abstract

Eccrine spiradenokarsinoma merupakan tumor ganas adneksa kulit yang sangat jarang dijumpai namun dapat bersifat agresif. Keganasan ini sering dijumpai pada ekstremitas bawah, dapat terjadi pada pria dan wanita di usia enam puluhan atau tujuh puluhan. Hampir semua kasus berkaitan dengan transformasi ganas eccrine spiradenoma yang sudah ada sebelumnya. Namun, transformasi ganas merupakan fenomena yang sangat jarang dijumpai. Sampai saat ini belum terdapat kesepakatan dalam penatalaksanaan eccrine spiradenokarsinoma dengan kasus yang masih jarang terdokumentasi dalam literatur. Pada laporan ini akan dibahas kasus seorang perempuan berusia 60 tahun dengan diagnosis eccrine spiradenokarsinoma.Eccrine spiradenocarcinoma is an extremely rare but aggressive malignant tumor originating from eccrine sweat glands. Eccrine spiradenocarcinoma is almost always results from malignant transformation of a benign pre-existing eccrine spiradenoma. However, malignant transformation is a rare phenomenon. Due to the rarity of the case, there is not yet an agreement on the management of eccrine spiradenocarcinoma.. This case is a 60-year-old female with a diagnosis of eccrine spiradenocarcinoma.
Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing Ronald W. Kartika
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 7 (2015): Stem Cell
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v42i7.992

Abstract

Teknik pembalutan luka (wound dressing) saat ini berkembang pesat dan dapat membantu dokter dan pasien untuk menyembuhkan luka kronis. Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu basah juga akan menyebabkan maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan luka lembap, pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka. Perawatan luka menggunakan prinsip kelembapan seimbang (moisture balance) dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia untuk menangani pasien dengan luka kronis9 antara lain berupa hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/ absorbant dressing, dressing antimikrobial, hydrophobic antimikrobial. Keberhasilan proses penyembuhan luka tergantung pada upaya mempertahankan lingkungan lembap yang seimbang, karena akan memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen.Wound dressing technique is currently rapidly expanding and can help physicians and patients in chronic wound healing. Old principle that wound should be dry can retard wound healing by inhibiting cell proliferation and collagen, but too wet condition will cause skin maceration. Understanding the concept of moist wound healing, selection of dressing materials, optimal intervention are the key concepts to support wound healing. Modern method of wound care uses the principles of a balanced humidity (moisture balance). Currently, more than 500 kinds of modern wound dressing are available, made from hydrogels, films dressings, hydrocolloid, calcium alginate, foam / absorbent dressings, antimicrobial dressings, hydrophobic antimicrobial. The success of wound healing process depends on the maintainance of moist environment that will facilitate cell growth and collagen proliferation.
Paradigma Baru Tuberkulosis pada Era Sustainable Development Goals (SDGs) dan Implikasinya di Indonesia Anthony Christanto
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 1 (2018): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v45i1.156

Abstract

Era Millennium  Development  Goals (MDGs)  sudah  berakhir  pada  tahun  2015,  digantikan  oleh Sustainable  Development  Goals  (SDGs).  Salah satu poin dalam MDGs adalah pengendalian TB yang menjadi dasar gerakan STOP TB, yang juga diadopsi oleh banyak negara, salah satunya Indonesia. Di era SDGs, STOP TB digantikan oleh END TB. Meski Indonesia telah mempunyai sistem penanggulangan TB yang tertuang dalam pedoman nasional penanggulangan TB terbaru tahun 2014, diperlukan integrasi yang lebih baik dengan END TB untuk mencapai pengendalian TB yang optimal di era SDGs ini sesuai sasaran END TB.
Kajian Aspek Epidemiologi Echinococcosis Semuel Sandy
Cermin Dunia Kedokteran Vol 41, No 4 (2014): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v41i4.1147

Abstract

Echinococcosis merupakan penyakit zoonosis manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan cacing dewasa atau stadium larva (metacestoda) spesies Cestoda, genus Echinococcus (famili: Taeniidae). Manusia terinfeksi melalui makanan yang tercemar telur infektif Echinococcus spp oleh tinja hewan piaraan (anjing, kucing) dan hewan ternak ungulata (domba, babi, kuda, lembu, onta). Parasit cacing ini dapat menyebabkan cystic echinococcosis (CS), alveolar echinococcosis (AE) dan polycystic echinococcosis (PE) pada manusia yang banyak menyerang organ hati, jantung, paru dan otak. Penyakit ini berdampak sosial ekonomi karena biasa tanpa gejala sampai kista menyebar dan ruptur setelah 20-30 tahun. Penyakit echinococcosis masih merupakan masalah kesehatan di daerah endemik karena bersifat emerging dan re-emerging. Diagnosis dini metode serologi dapat positif palsu karena reaksi silang dengan Taenia spp. Pengobatan dengan mebendazole, albendazole, pembedahan kista dan PAIR (puncture, aspirasi, re-aspirasi). Di Indonesia penyakit ini pernah dilaporkan menginfeksi masyarakat di Danau Lindu Sulawesi Tengah berdasarkan pemeriksaan serologis. Namun pemeriksaan fases hewan piaraan anjing tidak menemukan telur dan cacing dewasa Echinococcus spp.Echinococcosis is a zoonotic disease that can infect humans and animals. The disease is caused by adult worms or larvae stage (metacestoda) of Cestoda species, genus Echinococcus (family: Taeniidae). Humans were infected through food, vegetables and fruits contaminated by feces from infected pets (dogs, cats) and ungulate animals (sheep, pigs, horses, oxen, camels). In humans it can cause cystic echinococcosis (CS), alveolar echinococcosis (AE) and polycystic echinococcosis (PE) mostly found in the liver, heart, lung and brain. This disease has socioeconomic impact because the disease can last for a long period without symptoms until the cyst spread and ruptured after 20-30 years. Echinococcosis remains a health problem in endemic areas because it is re-emerging. Early diagnosis using serological methods may be false positive due to cross-reaction with Taenia spp. Treatment consist of mebendazole, albendazole, cyst surgery and PAIR (puncture, aspiration, re-aspiration). In Indonesia this disease have been reported in Lake Lindu in Central Sulawesi based on serological examination; but pet dog faeces examination failed to find eggs and adult Echinococcus spp.
Nyeri Neuropatik Tungkai Yusuf Wibisono
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 1 (2016): Neurologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v43i1.6

Abstract

Salah satu keluhan utama di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, adalah nyeri neuropatik tungkai. Nyeri neuropatik tungkai dapat ditemukan pada penyakit-penyakit radikulopati lumbal, neuropati femoral, neuropati saphena, neuropati tibialis, dan neuropati peroneal. Nyeri neuropatik merupakan nyeri kronik yang biasanya diikuti oleh kerusakan jaringan. Pada nyeri neuropatik, serabut saraf dapat mengalami gangguan, disfungsi, ataupun kerusakan. Penatalaksanaan nyeri neuropatik pada tungkai meliputi terapi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi farmakologis menggunakan analgesik adjuvan seperti  antikonvulsan, obat antidepresan golongan trisiklik, obat antidepresan generasi baru, dan anestesi lokal. Terapi non-farmakologis meliputi edukasi pasien, rehabilitasi, ataupun terapi bedah dengan indikasi.
Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri pada Lanjut Usia Jimmy Barus
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 3 (2015): Nyeri
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v42i3.1027

Abstract

Sejalan dengan meningkatnya populasi lansia maka meningkat pula jumlah kasus nyeri terkait disabilitas dan perubahan degeneratif pada kelompok ini. Penggunaan analgetik pada lansia perlu pertimbangan khusus. Secara umum, asetaminofen/parasetamol merupakan pilihan pertama untuk kasus nyeri muskuloskeletal dengan pemantauan dosis dan efek samping. Jika perlu, COX 2 inhibitor lebih diutamakan untuk menghindari efek gastrointestinal, dan pemberian aspirin bersama PPI untuk mengurangi risiko kardiovaskuler. Penggunaan OAINS sedapat mungkin dibatasi, karena berkaitan dengan efek samping gastrointestinal dan peningkatan risiko gangguan kardiovaskuler. OAINS harus dihindari pada gangguan ginjal. Opioid secara umum dianggap lebih aman, tetapi efek samping harus tetap diperhatikan. Analgetik adjuvan yang dianjurkan adalah antikonvulsan golongan gabapentin dan pregabalin, dan antidepresan golongan SNRI.The increase of elderly population resulted in increasing problem of pain connected to degenerative diseases and disabilities. The use of analgetics among elderly needs special consideration. Acetaminophen/paracetamol is still the first choice for musculoskeletal pain with dose and side effect monitoring. COX2 inhibitor is preferred to avoid gastrointestinal effect, and aspirin in combination with PPI is used to minimize cardiovascular risk. NSAID use is limited as much as possible, because it is associated with gastrointestinal side effects and increased risk of cardiovascular disorders. NSAID should be avoided in renal insufficiency. Opioid is relatively safe but needs monitoring of side effect. Adjuvant analgesics that can be considered are anticonvulsants: gabapentin and pregabalin, and SNRI antidepressant.
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Gambaran Midline-Shift CT-Scan Kepala sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Cedera Kepala Albert Tito; Sonny G.R. Saragih
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 4 (2018): Cedera Kepala
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v45i4.197

Abstract

Pendahuluan: Cedera kepala merupakan satu penyebab utama kematian dan disabilitas di dunia terutama pada usia produktif. Prediksi awal keluaran pasien cedera kepala yang akurat penting untuk menentukan keputusan klinis, alokasi rasional sumber daya dan konseling keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan Midline-Shift (MLS) sebagai prediktor mortalitas pasien cedera kepala. Metode: Penelitian analitik potong-lintang pada 43 pasien. Data GCS dan status pasien saat masuk IGD diambil dari rekam medis RSUD Dr Abdul Aziz Kota Singkawang dan data MLS diketahui melalui hasil CT-Scan di RS Santo Vincentius Kota Singkawang. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman dan dilakukan perbandingan antara GCS dan MLS terhadap status keluar pasien. Hasil: Nilai GCS memiliki hubungan moderat terhadap status keluar pasien (IK 95%; p = 0,018; r = 0,361). MLS memiliki hubungan kuat terhadap status keluar pasien (IK 95%; p = 0,000; r = 0,531). Makin rendah nilai GCS dan makin tinggi nilai MLS, makin banyak status keluar meninggal. Simpulan: MLS memiliki korelasi lebih kuat sebagai prediktor mortalitas daripada GCS pada pasien cedera kepala.
Cutaneous Mucormycosis Erlinda Karyadi; Leoni Agnes
Cermin Dunia Kedokteran Vol 49, No 2 (2022): Infeksi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v49i2.1740

Abstract

Cutaneous mucormycosis is an emerging fungal infection caused by opportunistic fungi from phylum Glomeromycota. This disease is frequently found in poorly controlled diabetic patients and immunosuppressed individuals. It is usually acquired by direct inoculation through trauma.The clinical presentation is nonspecific indurated plaque rapidly evolves to necrosis. Diagnosis should be confirmed by demonstration of the etiological agent and molecular tests. First-line therapy is amphotericin B combined with surgery; second line treatment include posaconazoleand isavuconazole. Cutaneous mucormycosis adalah infeksi jamur oportunistik dari filum Glomerycota. Penyakit ini sering dijumpai pada pasien diabetes tidak terkontrol serta pada pasien imunosupresi. Penyebaran penyakit ini umumnya inokulasi langsung melalui trauma. Gambaran klinis berupa plak berindurasi nonspesifik yang berkembang cepat menjadi nekrosis. Diagnosis melalui pemeriksaan kultur dan sejumlah tes molekular. Terapi lini pertama yaitu amphotericin B dengan pembedahan, lini kedua dapat menggunakan posaconazole dan isavuconazole.
Terapi Farmakologis Hiperplasia Prostat Jinak Roveny -
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 4 (2016): Adiksi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v43i4.42

Abstract

Hiperplasia prostat jinak merupakan diagnosis histologis proliferasi otot polos dan epitel di zona transisional prostat yang bermanifestasi gejala saluran kemih bagian bawah. Terapi farmakologis dipertimbangkan pada pasien tanpa kontraindikasi dengan keluhan sedang hingga berat. Tujuan terapi adalah memperbaiki keluhan, mengurangi progresivitas, atau keduanya. Empat golongan obat yang menjadi pilihan adalah penghambat reseptor α-adrenergik, inhibitor 5α-reduktase, antimuskarinik, dan inhibitor 5-fosfodiesterase.

Filter by Year

2014 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 50 No 11 (2023): Pediatri Vol 50 No 10 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 9 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 8 (2023): Dermatiologi Vol 50 No 7 (2023): Kardiovaskular Vol 50 No 6 (2023): Edisi CME Vol 50 No 5 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 4 (2023): Anak Vol 50 No 3 (2023): Kardiologi Vol 50 No 2 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 1 (2023): Oftalmologi Vol 49, No 4 (2022): Infeksi - COVID-19 Vol 49 No 12 (2022): Dermatologi Vol. 49 No. 11 (2022): Neurologi Vol 49 No 10 (2022): Oftalmologi Vol. 49 No. 9 (2022): Neurologi Vol. 49 No. 8 (2022): Dermatologi Vol 49, No 7 (2022): Vitamin D Vol 49 No 7 (2022): Nutrisi - Vitamin D Vol 49 No 6 (2022): Nutrisi Vol 49, No 6 (2022): Nutrisi Vol 49, No 5 (2022): Jantung dan Saraf Vol 49 No 5 (2022): Neuro-Kardiovaskular Vol 49 No 4 (2022): Penyakit Dalam Vol 49 No 3 (2022): Neurologi Vol 49, No 3 (2022): Saraf Vol 49 No 2 (2022): Infeksi Vol 49, No 2 (2022): Infeksi Vol 49 (2022): CDK Suplemen-2 Vol 49 (2022): CDK Suplemen-1 Vol 49 No 1 (2022): Bedah Vol 49, No 1 (2022): Bedah Vol 48 No 11 (2021): Penyakit Dalam - COVID-19 Vol 48, No 7 (2021): Infeksi - [Covid - 19] Vol 48 No 1 (2021): Infeksi COVID-19 Vol. 48 No. 10 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 4 Vol 48 No 8 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 3 Vol 48 No 5 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 2 Vol. 48 No. 2 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 1 Vol 48, No 12 (2021): General Medicine Vol 48 No 12 (2021): Penyakit Dalam Vol 48, No 11 (2021): Kardio-SerebroVaskular Vol 48, No 10 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48, No 9 (2021): Nyeri Neuropatik Vol 48 No 9 (2021): Neurologi Vol 48, No 8 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48 No 7 (2021): Infeksi Vol 48 No 6 (2021): Kardiologi Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi Vol 48, No 5 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48, No 4 (2021): Dermatologi Vol 48 No 4 (2021): Dermatologi Vol. 48 No. 3 (2021): Obstetri - Ginekologi Vol 48, No 3 (2021): Obstetri dan Ginekologi Vol 48, No 2 (2021): Farmakologi - Vitamin D Vol 48, No 1 (2021): Penyakit Dalam Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi Vol 47, No 11 (2020): Infeksi Vol. 47 No. 10 (2020): Dermatologi Vol 47, No 10 (2020): Optalmologi Vol 47 No 9 (2020): Infeksi Vol 47, No 9 (2020): Neurologi Vol 47, No 8 (2020): Kardiologi Vol. 47 No. 8 (2020): Oftalmologi Vol. 47 No. 7 (2020): Neurologi Vol 47, No 7 (2020): Bedah Vol 47 No 6 (2020): Kardiologi & Pediatri Vol. 47 No. 5 (2020): Bedah Vol 47, No 5 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol 47, No 4 (2020): Arthritis Vol. 47 No. 4 (2020): Interna Vol. 47 No. 3 (2020): Dermatologi Vol 47, No 3 (2020): Dermatologi Vol 47 No 2 (2020): Infeksi Vol 47, No 2 (2020): Penyakit Infeksi Vol 47 No 1 (2020): Bedah Vol 47, No 1 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol 47, No 1 (2020): Bedah Vol. 46 No. 7 (2019): Continuing Medical Education - 2 Vol 46 No 12 (2019): Kardiovakular Vol 46, No 12 (2019): Kardiovaskular Vol. 46 No. 11 (2019): Pediatri Vol 46, No 11 (2019): Kesehatan Anak Vol 46, No 10 (2019): Farmasi Vol. 46 No. 10 (2019): Farmakologi - Continuing Professional Development Vol 46, No 9 (2019): Neuropati Vol 46 No 9 (2019): Neurologi Vol 46, No 8 (2019): Kesehatan Anak Vol. 46 No. 8 (2019): Pediatri Vol 46, No 7 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 46, No 6 (2019): Diabetes Mellitus Vol 46 No 6 (2019): Endokrinologi Vol. 46 No. 5 (2019): Pediatri Vol 46, No 5 (2019): Pediatri Vol 46, No 4 (2019): Dermatologi Vol. 46 No. 4 (2019): Dermatologi Vol. 46 No. 3 (2019): Nutrisi Vol 46, No 3 (2019): Nutrisi Vol. 46 No. 2 (2019): Interna Vol 46, No 2 (2019): Penyakit Dalam Vol 46, No 1 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 46, No 1 (2019): Obstetri - Ginekologi Vol 46 No 1 (2019): Obstetri-Ginekologi Vol 45, No 12 (2018): Farmakologi Vol 45 No 12 (2018): Interna Vol. 45 No. 11 (2018): Neurologi Vol 45, No 11 (2018): Neurologi Vol. 45 No. 10 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 10 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 9 (2018): Infeksi Vol 45 No 9 (2018): Infeksi Vol. 45 No. 8 (2018): Dermatologi Vol 45, No 8 (2018): Alopesia Vol 45 No 7 (2018): Onkologi Vol 45, No 7 (2018): Onkologi Vol 45, No 6 (2018): Penyakit Dalam Vol. 45 No. 6 (2018): Interna Vol 45, No 5 (2018): Nutrisi Vol. 45 No. 5 (2018): Nutrisi Vol 45 No 4 (2018): Neurologi Vol 45, No 4 (2018): Cidera Kepala Vol 45, No 4 (2018): Cedera Kepala Vol. 45 No. 3 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 3 (2018): Muskuloskeletal Vol. 45 No. 2 (2018): Urologi Vol 45, No 2 (2018): Urologi Vol 45 No 1 (2018): Dermatologi Vol 45, No 1 (2018): Suplemen Vol 45, No 1 (2018): Dermatologi Vol 44, No 12 (2017): Neurologi Vol 44, No 11 (2017): Kardiovaskuler Vol 44, No 10 (2017): Pediatrik Vol 44, No 9 (2017): Kardiologi Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi Vol 44, No 7 (2017): THT Vol 44, No 6 (2017): Dermatologi Vol 44, No 5 (2017): Gastrointestinal Vol 44, No 4 (2017): Optalmologi Vol 44, No 3 (2017): Infeksi Vol 44, No 2 (2017): Neurologi Vol 44, No 1 (2017): Nutrisi Vol 43, No 12 (2016): Kardiovaskular Vol 43, No 11 (2016): Kesehatan Ibu - Anak Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging Vol 43, No 9 (2016): Kardiovaskuler Vol 43, No 8 (2016): Infeksi Vol 43, No 7 (2016): Kulit Vol 43, No 6 (2016): Metabolik Vol 43, No 5 (2016): Infeksi Vol 43, No 4 (2016): Adiksi Vol 43, No 3 (2016): Kardiologi Vol 43, No 2 (2016): Diabetes Mellitus Vol 43, No 1 (2016): Neurologi Vol 42, No 12 (2015): Dermatologi Vol 42, No 11 (2015): Kanker Vol 42, No 10 (2015): Neurologi Vol 42, No 9 (2015): Pediatri Vol 42, No 8 (2015): Nutrisi Vol 42, No 7 (2015): Stem Cell Vol 42, No 6 (2015): Malaria Vol 42, No 5 (2015): Kardiologi Vol 42, No 4 (2015): Alergi Vol 42, No 3 (2015): Nyeri Vol 42, No 2 (2015): Bedah Vol 42, No 1 (2015): Neurologi Vol 41, No 12 (2014): Endokrin Vol 41, No 11 (2014): Infeksi Vol 41, No 10 (2014): Hematologi Vol 41, No 9 (2014): Diabetes Mellitus Vol 41, No 8 (2014): Pediatrik Vol 41, No 7 (2014): Kardiologi Vol 41, No 6 (2014): Bedah Vol 41, No 5 (2014): Muskuloskeletal Vol 41, No 4 (2014): Dermatologi Vol 41, No 3 (2014): Farmakologi Vol 41, No 2 (2014): Neurologi Vol 41, No 1 (2014): Neurologi More Issue